Author : Ifa Raneza
Cast : Cheon Ji Hyun (OC), Lee Dong Hae
Genre: Romance, Sad
~**~**~**~
Ini.. musim panas kan?
Satu
pertanyaan muncul di dalam benak gadis itu. Matanya tetap menatap lurus ke
depan, memandang titik terjauh dari hamparan laut di depan sana yang terlihat
hampir tak berujung. Angin laut yang berhembus menerpa wajahnya yang hampir
tanpa celah, membuat rambut hitam panjangnya bertiup hingga menutupi sebagian
wajahnya. Namun ia tidak merapikan rambutnya, ia tetap menatap lurus ke depan
tanpa senyuman, tanpa ekspresi. Bahkan ia tidak tahu bagaimana perasaannya saat
ini. Rasanya hatinya sudah mati rasa saat ini. Sakit yang ia rasakan terlalu
sakit, hingga ia tidak dapat merasakan rasa sakit lagi sekarang. Dingin, hanya
itu yang ia rasakan. Panasnya terik matahari di musim panas ini tidak dapat
menghangatkan kulit pucatnya. Sepertinya musim dingin datang terlalu awal untuk
gadis ini.
Cheon
Ji Hyun. Gadis itu baru saja menerima kenyataan pahit setelah merajut kasih
selama dua tahun bersama seorang namja.
Namja yang membuatnya merasa seperti
gadis paling beruntung di dunia saat ia menerima pernyataan cinta dari namja itu. Tapi sekarang? Sepertinya ia
adalah gadis termalang di dunia.
Ia
adalah gadis kedua yang ada di dalam hati namja
itu. Itulah kenyataan yang dihadapkan padanya saat ini. Kenyataan bahwa
selama ini bukan hanya dirinya yang merajut kasih bersama namja itu. Bukan hanya dirinya yang memegang status sebagai kekasih
dari namja itu. Dan… bukan hanya dia
yang mendapatkan cinta dari namja
itu.
Lee
Dong Hae. Dialah namja yang mampu
merebut hati Jihyun, dan dia jugalah yang mampu membuat gadis itu jatuh dari
langit lapisan teratas ke dalam jurang yang paling dalam. Rasanya tulang-tulang
Jihyun telah remuk mengetahui kenyataan itu. Sakit, sakit sekali. Dengan
mudahnya Donghae berkata bahwa dirinya saat ini tidak hanya memiliki Jihyun di
hatinya, tapi ada seorang yeoja lagi
yang memegang peranan penting dalam hatinya.
“Kau bukan satu-satunya gadis yang
mengisi ruang hatiku. Cheon Ji Hyun, mianhaeyo..”
Ya,
semudah itulah Donghae mengatakan maaf tanpa memedulikan perasaan Jihyun yang
sudah hancur tak bersisa. Sedangkan Jihyun dengan tenaga yang tersisa, ia
berusaha melebarkan senyumnya di depan kekasihnya itu. Ya, senyum palsu.
“Gwaenchana… Jadi bagaimana untuk
selanjutnya?”
“Kau tetap milikku.”
“Arraseoyo.”
“Gomawo, Jihyun-ah..”
Jihyun
berucap di hadapan Donghae tanpa getaran dalam suaranya dan tanpa air mata yang
menggenang di pelupuk matanya. Jihyun adalah aktor yang baik, bahkan untuk
perasaannya sendiri. Saat di hadapkan pada kenyataan pedih ini pun ia masih
bisa menyunggingkan senyumnya. Bibirnya memang tersenyum, tapi tidak dengan
hatinya.
“Gomawo, Jihyun-ah..”
Dan
semudah itulah Donghae mengatakan kata terima kasih. Semudah Jihyun
menganggapnya sebagai angin lalu. Ia bahkan tidak menyelipkan kata-kata yang
dapat menghibur gadisnya itu, meskipun ribuan kata tak akan mampu mengobati luka
yang menganga di dalam hati Jihyun.
Jihyun
tak habis pikir kenapa Donghae masih ingin melanjutkan hubungan yang bahkan
sudah tak bermakna ini. Agar Jihyun merasa dirinya masih berarti bagi Donghae?
Omong kosong. Jihyun sudah merasa tak bernyawa lagi saat ini. Tidak untuk nyawa
dalam hatinya. Dan tanpa Donghae sadari, pilihannya untuk tetap melanjutkan
hubungan mereka perlahan-lahan dapat membunuh Jihyun.
Jihyun
mengangkat kepalanya dengan sebagian wajahnya yang masih tertutupi beberapa
helai rambut panjangnya. Kaki jenjangnya yang menendang-nendang pelan air laut,
berhenti melangkah. Di hadapannya sekarang telah hadir sepasang kekasih yang
sedang bercumbu mesra tanpa memedulikan orang lain yang berlalu lalang di tepi
pantai. Ternyata benar, rasa sakitnya tak lagi dapat ia rasakan saat ini. Yah,
setidaknya tak sesakit saat ia pertama kali mendengar kenyataan pahit itu.
Gadis
itu menarik ujung bibirnya perlahan, tersenyum miris. Ia sedang menertawakan
kebodohannya selama dua tahun ini. Menertawakan pikirannya yang mengira bahwa
ia adalah gadis paling beruntung di dunia ini. Tapi ternyata? Semuanya adalah
salah besar. Lagi-lagi hawa dingin luar biasa menyergap ke dalam dadanya, lalu
perlahan-lahan merambat ke bagian tubuhnya yang lain, membuat seluruh tubuh
Jihyun serasa membeku. Sekali lagi pertanyaan itu muncul. Ini musim panas, kan?
Semakin
lama Jihyun merasa tubuhnya semakin membeku. Apalagi sepasang kekasih di
depannya saat ini tak lagi hanya menempelkan bibir mereka, tapi mulai membuat
lumatan-lumatan panas hingga terdengar desahan-desahan menjijikkan yang membuat
kedua telinga Jihyun memanas. Sesekali yeoja
itu mengerang pelan, mendesah, dan menyebut nama namja itu. Ya, namja itu.
Lee Dong Hae.
Jihyun
melebarkan senyum miris di sudut bibirnya. Ternyata seperti ini kehidupan
asmara seorang Lee Dong Hae di belakang Jihyun.
Cheon Ji Hyun, kau bodoh sekali.
Lee
Dong Hae, dialah namja yang mampu
merebut hati Jihyun, dan dia jugalah yang membuat Jihyun terjatuh dari langit
lapisan teratas ke dalam jurang yang paling dalam.
~**~**~**~
“Jihyun-ah!”
Jihyun
baru akan melangkah meninggalkan pantai saat suara merdu itu memanggil namanya.
Ini saatnya Jihyun memanfaatkan bakat aktingnya dan memasang topeng pada
wajahnya. Ia berbalik dan mendapati namja
itu berlari-lari kecil menghampirinya.
“Donghae-oppa,” balasnya sambil mengembangkan
senyum.
“Kau
di sini juga?” tanya Donghae dengan senyum lebar yang kini tampak begitu
memuakkan bagi Jihyun.
Jihyun
hanya mengangguk.
“Sudah
berapa lama?”
“Sejak
satu jam yang lalu,” jawab Jihyun seraya mengalihkan tatapannya ke belakang
bahu Donghae. Sosok seorang yeoja.
“Jadi itu gadismu, Oppa?” tanyanya
enteng.
Donghae
menoleh ke belakang, mengikuti arah pandang Jihyun. “Ne, dia orangnya.”
Tatapan
Jihyun kembali beralih pada wajah Donghae tanpa menghapus senyumannya sesenti
pun. “Dia cantik. Kalian cocok sekali,” ujarnya.
Senyuman
Donghae memudar, seakan tahu maksud yang tersimpan di balik ucapan Jihyun. Tatapannya
menjadi begitu tajam, menusuk langsung pada kedua bola mata Jihyun. “Jihyun-ah…”
“Sepertinya
aku harus pergi sekarang,” ujar Jihyun seraya berbalik dan mulai melangkahkan
kakinya ke arah mobilnya yang terparkir di bawah pohon.
Ia
baru saja membuka mobilnya dan akan masuk saat ia rasakan dua tangan hangat
yang melingkar di tubuhnya dari belakang. Tangan ini.. tangan yang dulu selalu
ia butuhkan untuk menopang dirinya. Tapi sekarang sepertinya ia sudah tidak
membutuhkannya lagi. Ia bisa berdiri sendiri kali ini. Jihyun melepaskan
pelukan hangat itu dan berbalik, menatap si pemilik tangan tepat pada kedua
bola matanya. Kini sepasang mata itu tidak sehangat tadi, ada sedikit genangan
air mata di sana. Sangat bertolak belakang dengan mata Jihyun.
“Jihyun-ah…
saranghae…” ucapnya pelan.
Jihyun
menarik sudut bibirnya, membentuk senyuman kecil. Mungkin dulu kata-kata itulah
yang membuat hatinya berbunga-bunga dan bergejolak karena senang. Namun
sekarang? Hatinya sudah mati rasa.
“Aku
tahu,” sahut Jihyun ringan.
Donghae
menggeleng, karena bukan itu yang ia maksudkan. Ia benar-benar mengatakannya
dengan sungguh-sungguh. “Saranghae…
saranghae, Cheon Ji Hyun.”
Kini
haruskah Jihyun percaya bahwa kalimat itu hanya Donghae tujukan pada dirinya?
Haruskah Jihyun senang karena kalimat itu Donghae lontarkan untuknya? Sama
seperti tadi, rasanya sulit untuk tidak menganggap kalimat penuh makna itu
sebagai angin lalu. Karena pada kenyataannya kalimat itu juga Donghae tujukan
pada yeoja lain, hingga membuat kalimat
itu tidak memiliki arti apapun lagi bagi Jihyun.
Perlahan
sebelah tangan Jihyun terangkat untuk menyentuh pipi putih Donghae,
mengelusnya. Memberikan kehangatan tersendiri pada Donghae, meskipun kini
Jihyun merasa seluruh tubuhnya telah membeku. Donghe memejamkan matanya dengan
tangannya yang menyentuh tangan Jihyun yang menempel pada pipinya. Ia
menikmati, sangat menikmati sentuhan hangat yang Jihyun berikan untuknya. Namun
itu hanya sementara, karena pada detik berikutnya tangan Jihyun turun ke bahu
Donghae dan menepuknya pelan.
“Thanks for your love,” ucap Jihyun
dengan senyuman yang menyiratkan kekecewaan pada Donghae. Ia melirik sekilas
pada yeoja yang berdiri jauh di
belakang Donghae, lalu tatapannya kembali beralih pada kedua mata Donghae. Ia
menghembuskan nafasnya perlahan, mencoba memantapkan hatinya pada satu pilihan,
pergi meninggalkan semua sandiwara yang ia lakukan selama ini. “And…” ucapnya menggantung, membuat
senyum Donghae kembali memudar secara perlahan. “Lee Dong Hae, let’s break up.”
Sedetik
setelahnya, Jihyun merasa hawa dingin yang menerjang seluruh tubuhnya semakin menjadi-jadi,
bahkan mampu memutuskan seluruh syaraf yang bekerja di dalam tubuhnya. Sekali
lagi pertanyaan bodoh itu muncul dalam pikirannya.
Ini musim panas, kan?
~*
* *~
Well…
Ini FF terpendek yg pernah aku bikin -__-v muahahaha.. Ini aku bikinnya cuma
dlm waktu satu malam, sama kyk My Memories With You.
Makasih
udh baca ^^
Jangan
lupa leave comment loooh ;)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar