Kamis, 16 Agustus 2012

The Truth (Part 3)


Title   : The Truth (Part 3)
Author : Ifa Raneza
Edited by: Hendiana
Cast   : Lee Donghae, Lee Hyunmi (OC), Lee Hyuk Jae (Eunhyuk)
Genre : Romance, Friendship, Family, Angst


Haaai~~! :D Masih pada penasarankah sama kelanjutan cerita ini?
Btw maaf yak kalau di part sebelumnya rada gaje karena sudut pandangnya ganti mulu. Abisnya saya udah kebiasaan bikin dari sudut pandang tokoh. Jadi kalo pas bikin sudut pandang author jadi agak kurang nyaman gitu.
Okelah. Langsung dibaca aja.
Happy reading ^^


***


Aku berlari masuk ke dalam kamarku dan tidak memedulikan teriakan immo yang terus memanggil-manggil namaku. Aku tidak peduli dengan segala panggilan apapun. Aku sudah tidak bisa menahan diriku lagi saat ini. Aku membenamkan wajahku pada lututku yang kutekuk dengan sesekali memukul keras dinding kamar. Kenapa… Tuhan, kenapa kau tetapkan takdir kami seperti ini?

“Kau yang terlalu indah untuk memakainya. Saranghae…”

Itu kalimat yang kudengar dari mulut Eunhyuk, sahabatku sendiri. Lalu setelahnya aku melihat dia mendekatkan wajahnya pada Hyunmi, yeoja yang selama ini aku cintai secara diam-diam. Kenapa… Kenapa namja yang berhasil merebut hati Hyunmi adalah Eunhyuk? Kenapa harus Eunhyuk, sahabatku sendiri?!

“Ne, Oppa… Saranghae…”

Tiba-tiba ucapan Hyunmi yang kudengar tadi malam langsung masuk ke dalam otakku. Jadi kata-kata itu ia tujukan untuk Eunhyuk? Dan selama ini aku tidak menyadari sikap mereka yang berbeda? Kenapa aku bisa begitu bodoh?

AAARGGGHHH!!!
Tanpa sadar aku berteriak bersamaan dengan keluarnya air mata yang mulai membanjiri wajahku. Aku sudah tidak peduli lagi. Hatiku sakit… Rasanya perih. Kenapa, Tuhan? Kenapa…

“Hae! Hae!! Kau kenapa?” seru immo dari luar kamar sambil menggedor keras pintu kamarku, berharap aku akan segera membuka pintu. “Lee Donghae!! Jawab Immo!!!”

“Donghae-oppa?”

Aku tertegun sebentar. Suara itu…

“Donghae-oppa? Gwaenchana?”

Apa dia bilang? Di saat seperti ini dia masih bisa bertanya apa aku baik-baik saja?
Aku tidak menjawab pertanyaannya. Kurebahkan tubuhku di atas kasur dan mulai memejamkan kedua mataku. Hatiku masih terlalu sakit untuk menghadapinya saat ini. Terlebih lagi dengan fakta bahwa dia sudah memilih Eunhyuk sebagai namja-nya, dan aku… aku hanya seorang kakak untuknya, tak lebih.


***


(Hyunmi POV)

Aku berhenti mengetuk pintu kamar bercat putih itu dan menghela nafas panjang.

“Bagaimana?”

Aku hanya menanggapi pertanyaan namja di sebelahku itu dengan gelengan. Aku sudah putus asa untuk menghadapi Donghae-oppa. Cukup sudah, dia sudah tahu semuanya. Dia sudah tahu semua yang kututupi selama ini.

“Sudahlah…” bisiknya seraya menarikku ke dalam pelukannya saat cairan bening menuruni pipiku.

“Kenapa, Oppa? Kenapa semuanya jadi begini? Kenapa Donghae-oppa tidak menyukai hubungan kita?” ucapku sambil terus terisak di dalam pelukannya.

Dia mengelus pelan punggungku, mencoba menenangkanku. Tapi nihil, aku masih terus terisak dan membuat baju bagian dadanya basah akibat air mataku yang terus mengalir deras.

“Dia terlalu menyayangimu, Hyunmi-ah,” ucapnya tanpa menghentikan tangannya yang mengelus pelan punggungku.

“Tapi kenapa? Kenapa dia bisa menjadi begitu protektif padaku?” ucapku dengan tangisan yang semakin menjadi-jadi. Bahuku terus berguncang dan nafasku sedikit tersengal karena terus menangis. “Apa dia membenci kita, Oppa?” tanyaku.

Dia mendorong pelan tubuhku hingga kami kini berhadapan. Ia menyentuh pipiku dan menghapus air mata yang masih mengalir di sana.

“Percayalah padaku. Dia menyayangimu,” ucapnya pelan sambil menarik sudut bibirnya hingga membentuk seulas senyuman.

“Tapi… Bagaimana kalau dia..”

“Kita akan lalui ini bersama, arra?” ucapnya memotong ucapanku dan mengecup lembut kepalaku.

Aku hanya mengangguk pelan, lalu kembali kubenamkan wajahku pada dadanya yang bidang. Dia melingkarkan kedua tangannya pada tubuhku dan merapatkan pelukan kami. Donghae-oppa, kenapa kau jadi begini?


***


“Sebenarnya apa yang terjadi?” tanya immo saat kami baru saja selesai makan malam, tanpa Donghae-oppa.

Aku hanya menggeleng lesu, menolak untuk menjelaskan semua yang terjadi pada immo. Kudengar hembusan nafas immo yang terdengar berat dan lelah. Pasti dia juga kebingungan dengan perubahan sikap Donghae-oppa saat ini.

“Biar aku yang mengantarkan makanan untuknya,” ujarku seraya mengambil nampan dan beberapa lauk pauk serta air putih.

“Kalau kalian ada masalah, selesaikanlah secara baik-baik,” kata immo yang kurespon dengan senyuman.

Aku bangkit dari kursi dan berjalan ke kamar Donghae-oppa dengan nampan berisi makanan. Sudah hampir sepuluh jam sejak dia mengunci dirinya di kamar, aku harap dia sudah membuka kunci kamarnya dan membiarkanku masuk.

Oppa?” panggilku, berharap dia akan segera menyahut. “Oppa, aku masuk, ya…”

Aku membuka pintu kamarnya dan kulihat dia masih berbaring di kasur dengan kedua matanya yang tertutup rapat. Kuletakkan nampan yang kubawa di meja dekat tempat tidurnya dan duduk di pinggir ranjang.

“Donghae-oppa…” panggilku seraya mengguncang bahunya pelan.

Perlahan kedua matanya terbuka. Ia bangkit dan menatap lurus ke depan, menolak untuk menatapku.

Oppa, kau harus makan,” ucapku sambil menyodorkannya segelas air putih. “Ayo, minum dulu.”

“Sejak kapan?” tanyanya dingin, membuat tubuhku sedikit menegang untuk beberapa saat.

Mwo?”

“Sejak kapan?” tanyanya lagi dengan tatapan yang sudah beralih padaku.

Aku hanya terdiam dengan kepala yang tertunduk, tidak berani menatap matanya. Dingin, tatapannya begitu dingin. Aku merasa seperti tidak sedang berhadapan dengan Donghae-oppa, kakak yang selama ini kukenal. Bisa kudengar hembusan nafasku yang tidak beraturan dan jantungku yang berdetak dengan kencang.

“Sejak kapan kalian berpacaran?” tanyanya lagi dengan nada bicara yang sama.

“Ngg… Oppa, kau harus makan,” ucapku seraya menggerakkan tanganku, hendak mengambil piring berisi makanan.

“JAWAB AKU, LEE HYUNMI!!” bentaknya yang langsung membuat gerakanku terhenti.

Kini aku memberanikan diri untuk mengangkat wajahku, menatapnya. Tampak sekali emosinya sedang naik. Nafasnya tidak teratur dan ada kilatan amarah yang terlihat dari sorot matanya. Kurasakan kedua tanganku yang bergetar, takut dengan emosinya yang bisa meledak sewaktu-waktu. Aku rasa wajahku juga sudah memucat sekarang.

Oppa…”

“Jawab aku.”

Kuhembuskan nafasku perlahan dan mulai mengeluarkan suaraku untuk menjawab pertanyaannya. “Sejak dua hari yang lalu.”

Donghae-oppa menghembuskan nafasnya frustasi. “Kenapa…?” ucapnya lirih. “Kenapa harus Eunhyuk?”

Aku mengangkat wajahku, menatapnya tak habis pikir. “Wae, Oppa? Ada apa dengan Eunhyuk-oppa? Bukankah dia namja yang baik?”

“Tapi dia sahabatku!!”

“Lalu? Bukankah itu bagus? Apa yang kau permasalahkan sekarang? Dia sahabatmu, kan? Kau sudah mengenalnya dengan baik.”

“Tapi aku tidak bisa!!” bentaknya. “Aku tidak bisa melepaskanmu begitu saja, Hyunmi-ah!”

Mendadak emosiku pun ikut naik, tidak habis pikir dengan jalan pikiran namja di depanku ini.

Wae? Ada apa denganku? Kenapa kau tidak bisa melepaskanku bersama orang yang kusayangi, Oppa?” tanyaku dengan nada bicara yang mulai meninggi. “Bukankah aku adikmu, Oppa? Lalu kenapa kau tidak bisa melihatku bahagia?”

“Kau bukan adikku, Lee Hyunmi!!”

PLAAK!!
Aku terpaku sesaat saat mendengar seruan Donghae-oppa, terlebih lagi saat kulihat pipi kirinya menerima tamparan keras. Tanpa sadar air mataku mengalir begitu saja dengan derasnya. Kenapa… Kenapa dia bisa bicara seperti itu? Aku menolehkan kepalaku ke samping dan mendapati immo yang sudah berdiri dengan penuh amarah di sana. Immo… dia sudah menampar pipi Donghae-oppa.

“Apa yang kaukatakan, Lee Donghae?!!” bentak immo, menatap Donghae-oppa dengan penuh emosi.

Donghae-oppa membuang mukanya ke arah lain, tidak memedulikan ucapan immo yang juga sudah tersulut emosinya. Sementara aku? Aku hanya bisa terdiam dengan air mata yang terus mengalir di kedua sisi wajahku. Aku bukan adiknya? Lalu… aku ini siapa? Aku menggeleng-gelengkan kepalaku tak percaya dan menutup mulutku yang sedikit terbuka dengan kedua tanganku.

Immo… Apa benar..?” ucapku dengan suara serak.

Perlahan immo membalas tatapanku dan mencoba menghentikan tangisku.

“Tidak, Sayang.. Itu tidak benar. Donghae hanya sedang emosi saat mengatakannya,” jawabnya sambil menghapus air mataku dengan jemarinya lembut.

Jinjja?”

“Iya, Sayang..”

“Huh…” Donghae-oppa mendengus, lalu kulihat seringai muncul di bibirnya. “Emosi?” ucapnya angkuh.

Oppa…” ucapku dengan tangisan yang semakin menjadi.

Aku berlari keluar dari kamar itu dengan tidak memedulikan panggilan immo. Kubanting pintu kamar dan menguncinya rapat. Aku bukan adiknya, lalu aku ini siapa?


***


Kubuka mataku perlahan saat kurasakan wajahku yang mulai terasa panas. Kulihat dari jendela kamarku, langit sudah terang. Ternyata sudah pagi. Berapa lama aku menangis tadi malam? Sekarang aku merasa kepalaku pusing dan terasa berputar-putar. Ucapan Donghae-oppa tadi malam masuk begitu saja ke dalam ingatanku, membuat dadaku kembali sesak.

Tok… Tok… Tok…
Aku menoleh ke arah pintu. Tanpa rasa semangat, aku membukanya. Aku masih terlalu malas untuk masuk sekolah hari ini. Mataku pun masih terlalu berat untuk dibuka, pasti kedua mataku sudah membengkak sekarang.

Nafasku sedikit lebih baik saat tahu siapa yang sedang berdiri di depan pintu kamarku saat ini. Melihat senyumnya saja sudah membuatku merasa lebih baik sekarang.

“Pagi, Tuan Putri,” sapanya lembut.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, aku segera menghambur memeluk tubuhnya. Kubenamkan wajahku pada dadanya, dan aku yakin sekarang baju seragamnya sudah tidak serapi tadi.

“Kau baik-baik saja?” tanyanya. Aku tidak menjawab, aku sendiri juga bingung harus menjawabnya seperti apa. Aku baik-baik saja? “Aku sudah mendengar semuanya dari Lee Ahjumma,” ujarnya.

Aku mendorong tubuhnya agar bisa menatap wajahnya. Immo menceritakan semuanya? Dia tersenyum dan mendorongku masuk ke dalam kamar. Setelah menutup pintunya, ia duduk di sisi ranjang, di sampingku.

“Masalah kalian.. pasti karena hubungan kita, ne?” tanyanya dengan nada bersalah.

Aku tersenyum kecut dan mengangguk menjawab pertanyaannya. Dia menghela nafasnya panjang, kemudian menggenggam kedua tanganku erat. Seakan meyakinkanku akan perasaannya, dia menatapku lekat tepat di kedua bola mataku.

“Tidak apa-apa. Semuanya pasti akan baik-baik saja,” ucapnya lembut.

Aku mengangguk dan kembali menjatuhkan diriku ke pelukannya. Bisa kurasakan nafasnya yang berhembus teratur dan detak jantungnya yang berdetak dengan tenang. Aku merasa sangat nyaman saat bersamanya. Aku sangat menyayanginya, aku mencintainya… sangat.

Oppa…” panggilku saat pelukan kami terlepas. Kutatap matanya dalam, dan dengan sekuat tenaga aku mencoba mengucapkan kalimatku walau terasa begitu berat. “Donghae-oppa.. Dia bilang bahwa aku bukan.. Dia bilang aku bukan adiknya,” ucapku dengan suara yang semakin lirih pada akhir kalimat.

Bisa kulihat keterkejutan dari sorot mata namja di depanku ini. Lama kelamaan dadaku terasa begitu sesak dan…

“Apa dia begitu membenciku sampai-sampai dia.. dia mengatakan hal itu?” ucapku bersamaan dengan air mata yang kembali membasahi pipiku.

Kurasakan sebuah tangan hangat mengelus pipiku lembut, menghapus air mata yang mengalir di sana.

“Dia tidak membencimu, Hyumi-ah.. Dia menyayangimu, sangat..” ucapnya, berusaha menghiburku.

“Tapi kenapa dia berkata seperti itu padaku?”

“Dia pasti sedang emosi karena kita tidak jujur tentang hubungan kita padanya.”

“Tapi..”

“Lee Hyunmi.. Percaya padaku, dia menyayangimu, Chagi,” ucapnya sambil mengelus rambut panjangku lembut. “Jangan menangis lagi,” ucapnya lagi yang hanya kurespon dengan senyuman.

“Kau tidak sekolah?” tanyaku saat tangisku sudah mulai mereda.

“Aku khawatir padamu.”

“Bagaimana kalau kau dimarahi sem?”

“Aku sudah mengirim surat izin ke sekolah.”

Dia menarikku kembali ke dalam pelukannya. Hangat. Rasanya sangat hangat. Aku tidak mau melepaskan namja ini. Aku sangat mencintainya. Andai saja Donghae-oppa bisa mengerti akan hal itu.

“Eunhyuk-oppaSaranghae..” ucapku tanpa sadar dan semakin membenamkan wajahku pada dadanya.

Ne, Hyunmi.. Nado saranghae.”


***


(Donghae POV)

“Donghae..”

Aku menghentikan langkahku saat mendengar panggilan itu. Kutolehkan kepalaku ke belakang dan benar saja, kulihat seorang namja berdiri di depan pintu kamar Hyunmi. Eunhyuk.

“Sedang apa kau di sini?” tanyaku dingin.

Dia berjalan menghampiriku dan dengan hati-hati disentuhnya pundakku. Tapi tangannya itu langsung kutepis. Bisa kulihat guratan terkejut pada wajahnya. Dia sahabatku, tapi persahabatan kami sudah hancur hanya karena satu persoalan. Ah, tidak. Bukan hanya satu, tapi banyak sekali persoalan yang sedang melanda kami.

“Kau tidak masuk sekolah karena menemani Hyunmi?” tanyaku dengan nada bicara yang masih sama.

Namja itu mengangguk dan menatapku teduh. Dia tampak menelan ludahnya dan dengan hati-hati ia mulai berbicara.

“Kau membenciku?” tanyanya pelan.

Kutarik sudut bibirku ke atas dan membuat sebuah seringai muncul di wajahku.

“Kau boleh membenciku. Tapi aku mohon.. jangan membenci Hyunmi.”

“Aku tidak membencinya,” ucapku dengan menatapnya tajam tepat pada kedua bola matanya.

“Tapi kenapa kau mengatakan hal itu padanya?” tanyanya pelan, tampak sekali dia sedang menjaga emosiku agar tidak meledak-ledak. “ ‘Hyunmi bukan adikmu’? Apa kau pernah memikirkan bagaimana perasaannya saat ini?”

“Itu benar,” ucapku yang membuat Eunhyuk sekali lagi menatapku tak percaya.

“Hae..”

“Itu benar. Dia bukan adikku. Lee Hyunmi bukan adikku,” ucapku dengan penekanan pada kalimat terakhirku. “Aku mencintainya, Hyuk. Sangat mencintainya. Karena itulah aku marah saat tahu kalian telah berhubungan.”

Mwo?”

“Kenapa? Kau terkejut?”

Eunhyuk tidak menjawab ucapanku. Dia hanya diam, sibuk dengan pikirannya sendiri sementara matanya terus menatapku. Terkejut. Aku tahu pasti itu yang sedang ia rasakan saat ini. Tapi itulah kenyataannya.

“Aku sudah mengenalnya selama lima belas tahun, dan kau.. kau baru mengenalnya. Tapi kau sudah merebutnya dariku!!”

Oppa..”

Aku menoleh ke arah sumber suara, begitu pula dengan Eunhyuk. Tampak seorang yeoja sedang berdiri tak jauh dari tempat kami berdiri sambil menatapku tak percaya. Aku membulatkan mataku, seakan tak yakin dengan apa yang sedang kulihat. Hyunmi..

“Apa itu benar?” ucapnya pelan sambil menutup mulutnya dengan telapak tangannya, menatapku tak percaya.

“Hyunmi.. dengarkan aku..” ucapku sambil perlahan melangkah mendekat padanya.

“Jawab aku,” ucapnya yang membuat langkahku terhenti. “Apa itu benar?”

Aku menelan ludahku dengan susah payah. Dan dengan susah payah pula kuanggukan kepalaku pelan.

“Donghae..” Kudengar Eunhyuk mengucapkan namaku, seakan tak percaya dengan apa yang kuucapkan barusan. Inilah saatnya, dia harus tahu yang sebenarnya.

“Kau bukan adikku, Hyunmi..” ucapku pelan.

“Lalu aku ini.. siapa?” tanyanya lirih. Aku yakin air mata pasti sudah mendominasi wajahnya sekarang.

“Kau dan aku.. Kita tidak memiliki hubungan darah apapun. Orang tuamu dan orang tuaku berbeda..”

Bisa kudengar tangisan gadis itu makin menjadi. Eunhyuk melangkah melewatiku dan menarik tubuh gadis itu ke dalam dekapannya. Ia menatapku tak percaya, seolah apa yang sedang kulakukan saat ini adalah salah.

“Donghae, kau..”

“Dan immo… Dia adalah adik ayahku. Sedangkan kau..” Ucapanku terputus. Aku menarik nafasku, mencoba mengumpulkan oksigen untuk mengisi ruang paru-paruku. Meskipun hal itu percuma. Dadaku masih saja terasa sesak dan hampa. “Kau adalah anak dari sahabat orang tuaku.. Ayahmu, Kim Yoon Joon.”

“LEE DONGHAE!!”

Kurasakan sebuah tamparan panas bersarang di pipi kiriku untuk kedua kalinya. Aku hanya terdiam, membisu di tempatku. Maafkan aku.. Tapi Hyunmi memang harus tahu yang sebenarnya.

“Apa yang sudah kaukatakan, Lee Donghae?!!” seru immo dengan kilatan amarah pada matanya.

“Dia berhak tahu, Immo..” ucapku pelan, berusaha bertahan pada pikiranku. Ini adalah kebenaran yang harus ditunjukkan pada Hyunmi.

“Tapi..”

Immo…” ucap sebuah suara yang sedari tadi diam. Suaranya serak, dan bahkan kurasa dia terlalu berat untuk mengeluarkan suaranya.

Kulihat gadis itu berusaha mendorong tubuh Eunhyuk agar terlepas dari dekapan namja itu. Ia menatap immo dengan matanya yang sudah bengkak karena terlalu banyak menangis.

“Jelaskan semuanya padaku..” ucapnya.

“Hyunmi, itu…”

“Katakan saja, Immo,” ujarku memotong ucapan immo.

Kini immo menatapku tak percaya.

“Jelaskan pada kami kenapa kami bisa ada di sini.. Kenapa kami bisa disatukan di sini..” ucapku dengan pandangan yang menunduk, tidak berani menatap siapapun yang berada di ruangan ini.

Immo menghela nafasnya panjang. Kemudian dengan berat, suaranya mulai terdengar. Menceritakan kebenaran yang sudah sejak lama ingin kudengar.


***


[Flashback]

(Lee Ahran POV)

Aku berlari ke dalam sebuah ruangan serba putih di mana bisa kulihat tubuh-tubuh orang yang sangat kukenali terbaring tak berdaya di atas ranjang. Air mataku mengalir begitu saja saat kudapati oppa dan kakak iparku yang sudah hampir tak bisa menarik nafasnya.

Oppa.. Eonnie..” ratapku seraya membelai wajah mereka secara bergantian.

“Ahran…” panggil oppa dengan suaranya yang sudah tak berdaya. “Jaga Donghae.. untuk kami..”

Wae, Oppa? Kenapa tidak kalian saja yang menjaganya?” tanyaku dengan air mata yang semakin deras menuruni pipiku.

Oppa menggeleng lemah. “Tidak bisa…”

“Kenapa tidak bisa, Oppa? Kenapa kau tidak bisa menjaga anakmu sendiri?”

“Waktu kami… sudah tidak banyak,” ucap oppa yang semakin membuatku tangisan menjadi-jadi.

Oppa, jangan berbicara seperti itu!”

“Kumohon.. jaga Donghae dan juga.. Hyunmi…”

“Hyunmi?”

Kulihat oppa berusaha untuk menganggukkan kepalanya dengan susah payah.

“Dia… anak Kim Yoon Joon, sahabatku.”

Pandanganku beralih mengikuti arah pandang Oppa. Kulihat sepasang suami istri juga terbaring di atas ranjang. Bedanya, mereka sudah tidak bernyawa.

“Kumohon.. jaga mereka seperti kau menjaga nyawamu sendiri…”

Setelah itu oppa menutup kedua matanya dan tidak membukanya lagi. Detik itu juga terdengar suara nyaring dari alat pendeteksi detak jantung. Oppa dan eonnie.. Mereka sudah tidak bernyawa lagi. Mereka sudah meninggalkanku dan anak mereka, Donghae untuk selama-lamanya.

Ommaaa… Appaaaa…”

Kulihat seorang namja kecil menarik-narik pakaian oppa dan eonnie dengan air mata yang sudah membasahi seluruh wajahnya. Tangisannya semakin menjadi tatkala dokter menutup seluruh tubuh dua orang itu dengan kain putih.

Kuangkat anak itu ke dalam gendonganku dan mencium pipinya berkali-kali. “Jangan menangis… Immo di sini…” bisikku perlahan.

Kini.. tinggal aku yang harus menjaga dan melindungi Donghae dan Hyunmi yang ditinggalkan orang tua mereka. Aku akan menjaga mereka seperti anakku sendiri.


[Flashback end]

***


(Donghae POV)

“Kecelakaan itu… Andai saja kecelakaan itu tidak terjadi, mungkin mereka semua ada di sini, bersama kita…” ucap immo di akhir ceritanya. Kini matanya pun ikut mengalirkan air mata.

Kulihat Hyunmi tak lagi berdiri tegak. Ia sudah terduduk di lantai dengan tubuhnya yang dipeluk Eunhyuk. Tangisnya makin menjadi saat cerita immo berakhir. Ternyata itu yang terjadi sehingga kami bisa berada di dalam situasi seperti ini, tenggelam dalam kebohongan selama lima belas tahun.

“Kenapa… Kenapa kalian tidak memberitahuku lebih awal?” ucap Hyunmi di sela tangisnya.

Immo menggeleng. “Aku tidak mungkin sanggup memberitahumu tentang hal itu, Hyunmi-ah..”

“Lalu?” Hyunmi menatap immo tajam. “Immo membiarkanku tidak tahu apa-apa.. sama sekali?” ucapnya yang membuat immo sedikit tersentak.

“Hyunmi, bukan itu maksud Immo…”

“Kalian pembohong!” teriak Hyunmi seraya melepaskan dirinya dari pelukan Eunhyuk.

Setelah ia terlepas dari pelukan namja itu, ia bangkit dan segera berlari keluar rumah. Aku yang melihatnya langsung terkesiap. Begitu juga dengan Eunhyuk dan immo. Tanpa menunggu lebih lama lagi aku dan Eunhyuk langsung bergegas keluar rumah untuk mengejarnya.

“Hyunmi! Hyunmi!!” panggilku yang tidak ia hiraukan.

Gadis itu… Apapun bisa saja terjadi padanya yang masih terbalut emosi. Aku berlari ke luar rumah dan kurasakan rintik-rintik hujan yang mulai turun membasahi bumi. Hyunmi… Bukankah gadis itu mudah sekali sakit? Tidak, dia tidak boleh sakit. Hyunmi-ku tidak boleh sakit.


***


(Eunhyuk POV)

“Hyunmi!! Lee Hyunmi!!” teriakku memanggil namanya di tengah jalanan yang sepi.

Hari sudah mulai gelap, hujan pun semakin deras mengguyur bumi, membuatku semakin khawatir dengan kondisi yeoja itu. Di tengah kebingungan yang masih melandaku, aku terus berlari mencari-cari sosoknya, berharap akan segera menemukannya dan melihatnya baik-baik saja.

Akhirnya langkahku terhenti. Masih dengan nafas yang memburu, kurogoh saku celanaku dan mengeluarkan sebuah ponsel. Dengan cekatan jari-jariku menekan tombol-tombol sesuai angka yang sudah kuhapal di luar kepala. Donghae.

Tut… tut… tut…
Lama aku menunggu namja itu menjawab teleponku, sampai akhirnya yang kudengar hanyalah nada tunggu yang tak kunjung dijawab. Aku menekan tombol merah pada ponselku cepat. Kuacak rambutku yang sudah basah karena hujan dengan kasar. Apa yang harus kulakukan sekarang??! Donghae… pasti namja itu juga belum menemukan Hyunmi saat ini. Tuhan.. Kumohon… Apa yang harus kulakukan??

Aku meremas rambutku kuat sambil memutar otak, berpikir di mana kira-kira Hyunmi akan kabur di saat seperti ini. Tiba-tiba terlintas di pikiranku satu tempat. Taman! Dia pasti ada di sana sekarang. Setiap kali dia merasa sedih atau senang, dia pasti akan pergi ke taman. Tanpa menunggu lebih lama lagi, aku langsung melangkahkan kakiku ke arah taman, berharap yeoja yang kucari memang ada di sana.

Langkahku melambat saat tempat itu sudah ada di depan mataku. Kuedarkan pandanganku ke seluruh penjuru taman, tak ada satupun orang di sini kecuali aku. Akhirnya aku memilih untuk berkeliling taman, berharap akan segera menemukan yeoja itu. Tapi nihil. Dia benar-benar tidak ada di sini.

Donghae… Apa dia sudah menemukan Hyunmi? Sekali lagi kurogoh saku celanaku, mengeluarkan ponsel, dan menekan-nekan tombol ponselku dengan harapan ia sudah menemukan Hyunmi dan semuanya akan baik-baik saja.

Tut… Tut… Tut…
Tidak ada jawaban. Dengan jantung yang berdetak cepat dan nafas yang memburu, kulangkahkan kakiku ke luar taman. Tiba-tiba telingaku menangkap sebuah suara. Seperti suara ringtone handphone Donghae. Kulangkahkan kakiku ke sumber suara. Suara itu makin jelas. Jelas sekali. Bahkan tak hanya suara ringtone yang kudengar, tapi juga suara tangisan.

Sekujur tubuhku melemas saat kudapati seorang yeoja sedang menangis dengan tubuh seorang namja yang tergeletak tak berdaya. Bajunya yang tadinya putih sekarang tak lagi bersih, terdapat banyak bercak darah di sana. Otot-ototku serasa ngilu saat melihat siapa namja itu. Lututku melemas, tubuhku jatuh di sebelah yeoja itu dan membiarkan hujan semakin membasahi tubuhku. Darah… cairan itu yang mendominasi warna kulitnya saat ini. Dengan hujan yang membasahi tubuh kami, aku hanya bisa terpaku. Berharap yang ada di depanku ini hanyalah mimpi buruk.


***


[Flashback]

(Donghae POV)

“Hyuk-ah, kita berpencar. Kau cari dia ke sana, aku cari dia ke sana,” ujarku sambil menunjuk ke dua arah yang berlawanan.

Eunhyuk mengangguk dan segera berlari ke arah yang kutunjuk tadi. Kulangkahkan kakiku ke sebuah tempat yang kurasa adalah tempat di mana Hyunmi akan meluapkan perasaannya. Taman. Dan benar saja. Baru kulangkahkan kakiku di seberang jalan, aku sudah menemukan sosoknya yang sedang duduk di bangku luar taman. Wajahnya tampak begitu pucat dan bajunya sudah basah kuyup akibat hujan yang terus mengguyur bumi. Kulihat tubuhnya bergetar karena dinginnya hujan.

“Hyunmi-ah!” panggilku, membuatnya mengangkat kepalanya hingga aku bisa melihat tatapan kosongnya yang menyedihkan.

Kulangkahkan kakiku ke arahnya, menyeberang jalan yang memang sudah sepi karena hujan yang semakin deras. Sedikit lagi.. aku akan sampai di hadapannya dan bisa memeluknya, menjalarkan kehangatan dari tubuhku ke tubuhnya. Sedikit lagi, tinggal beberapa langkah lagi, kalau saja tidak ada penghalang untukku..

Oppa!! Awas!!!”

Teriakan Hyunmi membuat tubuhku membeku sesaat. Belum sempat kutolehkan kepalaku ke belakang, melihat apa yang membuat gadis itu berteriak memanggil namaku, kurasakan tubuhku seperti dihantam benda keras. Sakit.. sakit sekali. Kurasakan tubuhku terpental lumayan jauh dan darah langsung mengalir keluar dari kepalaku. Sepertinya tubuhku sudah berlumuran darah sekarang. Kulihat sebuah mobil berkecepatan tinggi melaju menjauh setelah berhasil menghantam tubuhku.

Oppa…” ucap Hyunmi sembari menghampiriku dan meletakkan kepalaku di pangkuannya.

Gwaen.. gwaenchana?” ucapku tersendat.

Dia menganggukkan kepalanya pelan dengan air mata yang mengalir dari sudut matanya.

“Baguslah…” ucapku bersamaan dengan senyum yang mengembang di sudut bibirku.

Oppamianhae…

Mian..” ucapku. “Maaf karena.. aku sudah berani.. mencintaimu…”


(Hyunmi POV)

“Maaf karena.. aku sudah berani.. mencintaimu…” ucapnya dengan susah payah karena nafasnya kini sudah tersengal.

Aku menggeleng kuat. “Oppajebalyo, bertahanlah…” ucapku sambil menggenggam kuat tangan kanannya.

“Maaf…” ucapnya lirih, seakan tidak memiliki tenaga untuk sekedar mengeluarkan suara.

“Jangan minta maaf padaku…”

“Maaf…”

Sedetik kemudian kudengar suara ponsel Donghae-oppa berdering. Tanpa ada niat untuk mengangkatnya, aku hanya bisa terisak sambil terus memeluk tubuhnya yang sudah tidak berdaya lagi.

“Donghae…”


[Flashback end]


“Donghae…”

Aku menoleh. Kulihat seorang namja sudah menjatuhkan dirinya di samping tubuhku. Wajahnya pucat dan tatapannya menandakan seolah dia belum percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini.

Oppa…” ucapku di sela isakan tangis.

“Terima kasih… karena kalian sudah… menyayangiku..” ucapnya yang membuat tangisanku semakin menjadi.

“Donghae-ah..”

“Maaf, Hyuk-ah.. Hyunmi… Aku bukan.. sahabat dan kakak… yang baik..”

Bisa kurasakan dalam dekapanku, nafasnya yang sudah tidak berhembus secara normal. Nafasnya tersengal sehingga membuat dadanya naik turun dengan cepat.

“Hiduplah.. dengan baik…” ucapnya. Setelah itu bisa kurasakan ia menghembuskan nafas panjang, nafas terakhirnya.

“DONGHAE!!!” teriak Eunhyuk-oppa sambil mengguncang tubuh Donghae-oppa yang sudah tak bernyawa.

Aku hanya bisa menangis sambil membenamkan wajahku pada dada Donghae-oppa. Tidak bisa kurasakan lagi hembusan nafasnya. Tidak bisa lagi kulihat kedua bola matanya yang menatapku dengan teduh. Tidak bisa lagi…

“Lee Donghae! Bangun! Bangun, Chingu…”

Bisa kudengar suara Eunhyuk-oppa yang mulai bergetar memanggil nama namja yang sudah tak bernyawa ini. Di detik berikutnya yang terdengar hanyalah suara tangisan kami yang diiringi suara hujan yang terus mengguyur bumi.


Donghae-oppa… Kau adalah kakak dan sahabat yang baik.


***


-10 tahun kemudian-

(Hyunmi POV)


Omma, Appa… Apa ini makam Donghae Ahjussi?” tanya seorang gadis kecil berambut kepang kuda yang sudah berdiri di sampingku sambil menatap makam di depannya lurus-lurus.

Kuhapus air mata yang sudah mengalir di pipi kiriku dan merangkul gadis kecil itu.

“Bukan, Sayang… Tapi ini makam Donghae-samchon,” ujar seorang pria yang berdiri di sebelah gadis kecil itu, Eunhyuk-oppa.

Samchon?” ucap gadis kecil itu dengan suara kecilnya yang lucu.

Ne, Donghae adalah kakak Omma,” jawab pria itu sambil melemparkan senyuman hangatnya padaku.

Jinjja?”

Aku dan Eunhyuk-oppa mengangguk. Gadis kecil itu mendekat ke makam Donghae-oppa dan berlutut di sana.

“Apa yang kau lakukan, Eunhae-ah?” tanyaku, bingung melihat tingkahnya.

“Eunhae ingin berkenalan dengan samchon,” jawabnya polos, mengingatkanku pada diriku sewaktu kecil.

Aku dan pria di sampingku itu bertatapan. Seakan mengerti maksud tatapanku, pria itu hanya tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. Kemudian tatapannya beralih pada Eunhae yang sudah memulai monolog-nya.

Samchon, apa kau mengenalku? Aku Lee Eunhae, keponakanmu..” ucapnya masih dengan nada bicara anak usia tiga tahun yang menggemaskan.

“Apa samchon bisa melihatku dari atas sana?” tanyanya pada dirinya sendiri sambil menengadahkan kepalanya yang mungil ke atas, menatap langit.

Aku beranjak mendekati putri kecilku itu dan mengangkatnya ke dalam gendonganku.

“Sudah sore. Ayo kita pulang,” ujarku sambil melangkah pergi yang diikuti oleh Eunhyuk-oppa dari belakang.

“Apa besok kita bisa kembali ke sini lagi, Omma?” tanyanya polos.

Waeyo?”

“Eunhae ingin berbicara dengan Donghae-samchon lagi,” jawabnya dengan tatapan yang lembut.

Aku mengangguk, begitu pula dengan Eunhyuk-oppa yang sudah berdiri di sampingku.

“Tentu saja, Sayang. Besok kita akan kembali lagi ke sini,” ujar Eunhyuk-oppa sambil mencubit gemas pipi gembul Eunhae.

Jinjja?” tanyanya.

Kami berdua serempak mengangguk.

Omma dan Appa janji, ya..”

Ne…”

Donghae-oppa … Apa kau bisa melihat kami dari atas sana? Apa kau bisa melihat kami yang sudah hidup dengan baik sesuai dengan permintaan terakhirmu? Kami sudah bahagia sekarang, Oppa. Dan Eunhae.. Dia adalah anakku dan Eunhyuk-oppa. Aku mengambil nama belakangmu dan nama depan Eunhyuk-oppa untuk nama anakku. Apa kau keberatan? Dan sepertinya.. Eunhae mulai menyukaimu. Terbukti dia sangat antusias saat kami menceritakan tentangmu padanya. Dia anak yang manis, mengingatkanku pada diriku sewaktu kecil dulu. Tapi bedanya, Eunhae sangat lucu dan berani, sedangkan aku.. Aku hanya bisa menangis dan berlindung di belakangmu saat anak-anak nakal menggangguku. Apa kau ingat itu?

Yeobo-ya..”

Ne, Oppa?”

“Kau teringat dengan kejadian itu?” tanyanya dengan menatapku cemas.

Aku mengangguk pelan. “Aku tidak apa-apa… Jangan khawatirku,” ucapku sambil menarik sudut bibirku, mencoba meyakinkannya.

Dia mengangguk. Kemudian dia membukakan pintu mobil untukku. Aku masuk ke dalamnya dan memeluk Eunhae yang sudah tertidur di dalam gendonganku. Eunhyuk-oppa mulai menyalakan mesin mobil dan di detik berikutnya mobilnya sudah melaju, menjauh dari tempat di mana tubuhnya dimakamkan.

Donghae-oppa… sampai kapanpun kau adalah kakak dan sahabat yang baik.


-END-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar