Kamis, 16 Agustus 2012

The Truth (Part 2)


Title   : The Truth (Part 2)
Author: Ifa Raneza
Edited by: Hendiana
Cast   : Lee Donghae, Lee Hyunmi (OC), Lee Hyuk Jae (Eunhyuk)
Genre : Romance, Family, Friendship


Serapat apapun ditutupi, kebenaran pasti akan terungkap juga.


***


“Cepat atau lambat dia pasti akan tahu kebenarannya…”

Wanita paruh baya itu masih memikirkan ucapan Donghae tadi malam. Semalaman ia tidak tidur karena terus memikirkan perkataan keponakannya itu. Berbagai kemungkinan muncul di benaknya. Bagaimana kalau Hyunmi tahu semua kebenarannya? Bagaimana kalau Donghae tahu kebenaran yang tersimpan lebih jauh lagi? Bagaimana kalau mereka akan meninggalkannya seorang diri? Bagaimana… bagaimana kalau…

Immo!” sapa Hyunmi yang baru saja keluar dari dalam kamarnya dan memeluk immo-nya dari belakang.
Bisa ia rasakan tubuh wanita paruh baya itu sedikit menegang karena terkejut.
“Ah, kau mengagetkan Immo saja,” ujar wanita itu sambil menepuk pelan kepala Hyunmi.
Hyunmi terkekeh melihat respon yang immo-nya berikan.
“Hari ini kita sarapan apa, Immo?” tanyanya sembari mengalihkan tatapannya pada makanan yang sudah tersusun rapi di atas meja makan.
“Kau bisa melihatnya sendiri, Sayang…” kata immo sambil mengecup pelan pipi Hyunmi dan menarik kursi di dekatnya.

“Sepertinya enak,” gumamnya kagum akan seni memasak immo-nya sambil menarik kursi di dekatnya dan duduk di sana. “Mana Oppa?” tanya Hyunmi sambil mencari-cari sosok Donghae.
Immo hanya mengendikkan bahunya sambil membuka piring yang tadi ia telungkupkan.
“Coba kau lihat di kamarnya. Mungkin dia masih tidur,” ujar immo yang langsung Hyunmi turuti.

Ia bangkit dari duduknya dan berjalan ke kamar Donghae. Ia baru saja hendak mengetuk pintu kamar itu pelan saat tanpa sengaja di dengarnya suara Donghae samar-samar.
OmmaAppa… Apa yang harus kulakukan sekarang?” ucap Donghae dengan nada merenung. “Bagaimana kalau dia tahu yang sebenarnya?” lanjutnya lirih.
Hyunmi tertegun mendengar ucapan Donghae yang memanggil nama ayah dan ibu mereka. Dan… ‘Dia’? ‘Dia’ siapa? Apakah yang dimaksudnya itu adalah Hyunmi? Tapi … Apa yang tidak Hyunmi ketahui saat ini? Dan kenapa Donghae seperti takut jika Hyunmi mengetahui kebenaran itu?

Setelah terdiam beberapa detik, akhirnya Hyunmi mendapatkan kesadarannya kembali. Ia mengetukkan punggung jemarinya ke pintu kamar bercat putih itu, dan setelahnya terdengar suara Donghae yang menyahut dari dalam.


***


“Dia tidak boleh tahu apapun, Hae…”

Perlahan ucapan immo tadi malam masuk kembali ke dalam pikirannya, membuat namja berambut kecokelatan itu semakin pusing. Berbagai dugaan muncul jika tanpa sengaja gadis yang tidak tahu apa-apa itu menemukan titik terang dari masalah yang sudah mereka sembunyikan selama lima belas tahun.

Namja itu menggerakkan tangannya dan membuka laci meja belajarnya. Ia mengeluarkan sebuah buku catatan dan membukanya, menunjukkan sebuah foto yang terselip di dalamnya. Foto seorang wanita dan pria yang sedang mencium pipi putra kecil mereka. Ya, namja kecil itu adalah dirinya. Perlahan air mata keluar dari sudut matanya.

Omma… Appa…” ucapnya pelan sambil mengelus permukaan foto itu. “Apa yang harus kulakukan sekarang?” tanyanya lirih pada foto yang ia pegang. Ia tak berharap akan mendapatkan jawabannya dari dua orang yang sedang ditatapnya itu. Karena itu mustahil. “Bagaimana kalau dia tahu yang sebenarnya?” ucapnya lagi dengan suara yang lebih lirih, membuat hatinya perih saat mengatakannya.

Di detik berikutnya ia hanya menatap foto yang ada di tangannya dengan tatapan sendu. Kalau saja ia tahu kenapa dirinya dan Hyunmi bisa terperangkap dalam kebohongan yang telah immo-nya ciptakan, mungkin itu akan membuatnya lebih tenang sekarang. Tapi tidak, ia tidak mengetahui apapun penyebab mereka bisa disatukan dalam keadaan ini. Yang ia rasakan kini adalah takut. Ia takut penyebabnya akan lebih menakutkan dari apa yang sudah ia ketahui. Hyunmi… gadis itu bukanlah adiknya. Karena itulah dia berani untuk mencintai gadis itu.

Tak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu dari luar, membuat Donghae terkesiap dan memasukkan foto dan buku catatannya ke dalam laci meja belajarnya. Dengan cepat ia menghapus air mata yang tak sengaja jatuh di sudut matanya. Ia menepuk-nepuk pelan kedua belah pipinya agar wajahnya tak terlihat seperti baru saja menangis.

“Tunggu sebentar,” ujarnya sambil bangkit dari kursi dan berjalan ke arah pintu.

Oppa,” panggil Hyunmi yang sudah menyunggingkan senyumnya saat Donghae baru saja membuka pintu kamarnya.
“Eh, Hyunmi… Kau sudah lama berdiri di situ?” tanya Donghae, takut kalau gadis itu mendengar ucapannya tadi.
“Tidak. Aku baru saja ingin membangunkanmu,” jawab Hyunmi yang tentu saja berbohong. Ia sudah cukup lama berdiri di sana dan mendengar ucapan Donghae yang entah ia tujukan untuk siapa. ‘OmmaAppa’? Apa Donghae berbicara pada ayah dan ibu? Tapi bagaimana…
“Ayo, kita sarapan,” ajak Hyunmi sambil menarik tangan Donghae dan membawanya ke ruang makan.

Sekali lagi Hyunmi mendapatkan satu hal yang membuatnya kebingungan. ‘Apa sebenarnya yang tidak boleh aku ketahui di sini?’ batinnya bingung bersamaan dengan senyumnya yang perlahan memudar.


***


Hyunmi sedang membaca majalah di kamarnya saat ponselnya berdering dan ia dikejutkan dengan nama yang terpampang jelas di layar ponselnya, menunjukkan siapa yang meneleponnya.

Yeoboseyo?” ucapnya pelan saat menekan tombol hijau pada ponselnya. Ia sedikit berbisik karena takut orang di luar kamarnya bisa mendengar percakapan mereka. “Oppa, kenapa kau baru menghubungiku sekarang?” tanyanya dengan nada manja yang dibuat-buat.
Terdengar kekehan dari seberang sana. “Wae? Kau sudah merindukanku, ya?” goda orang di seberang sana, membuat kedua pipi Hyunmi merona merah.
“Ada apa, Oppa?” tanya Hyunmi setelah berhasil menenangkan degup jantungnya yang sudah melewati batas normal.
Mwo? Apa aku membutuhkan alasan untuk mendengar suara yeoja-ku?” tanya orang di seberang sana dengan suara yang berubah sedih.
“Bu-bukan begitu,” ucap Hyunmi cepat. “Hanya saja…”
“Donghae ada di dekatmu?” tanya orang itu cepat.
Ani.”
“Aku bingung mau menghubungimu bagaimana.”

Hyunmi menaikkan sebelah alisnya, bingung dengan apa yang dikatakan lawan bicaranya itu.
“Apa maksudmu, Eunhyuk-oppa?” tanya Hyunmi.
“Aku bingung… Kalau aku mengirim pesan padamu, aku takut Donghae bisa membacanya. Tapi kalau aku meneleponmu, Donghae pasti bisa mendengar percakapan kita, kan?” jawab Eunhyuk.
Hyunmi mengerti. Ia juga tidak mau persahabatan pacar dan kakaknya itu putus begitu saja hanya karena status hubungannya yang sekarang.
“Aku merindukanmu, Hyunmi-ah… Sangat…” kata Eunhyuk yang membuat senyuman Hyunmi mengembang.
Ne, Oppa.. Nado,” sahut Hyunmi sambil tersipu malu. Ini pertama kalinya ia berbicara seperti itu pada seorang namja selain Donghae. Dan terlebih lagi ini adalah pacarnya sendiri, pacar pertamanya.
“Aku bisa menemuimu saat jam istirahat di sekolah, kan?” tanya Eunhyuk memastikan.
Ne, kau bisa menemuiku di kelas.”
Hyunmi bisa mendengar suara desahan Eunhyuk lewat speaker ponselnya.
“Aku tidak sabar menunggu hari Senin nanti,” ujarnya yang mengundang kekehan Hyunmi.
“Itu masih dua hari lagi,” sahut Hyunmi di sela kekehannya.
“Kau sudah makan siang?” tanya Eunhyuk lagi.
“Sudah. Kau sendiri?”
“Sudah.”

“Mmm… Kalau begitu aku tutup dulu teleponnya sebelum Donghae mendengar percakapan kita. Annyeong,” kata Eunhyuk.
Annyeong,” sahut Hyunmi sebelum menekan tombol merah pada ponselnya.
Ia menatap layar ponselnya dengan mata berbinar dan bibirnya yang sudah menyunggingkan senyumnya. Yaah, siapapun pasti akan bisa menebak perasaannya kini. Dia senang, sangat senang. Hatinyanya sedang berbunga-bunga saat ini.


***


“Hyunmi!” panggil Donghae saat melihat Hyunmi keluar dari kamarnya.
Ne, Oppa?” ucap Hyunmi saat Donghae sudah ada di hadapannya.
“Kira-kira apa ada barang yang kau inginkan sekarang?” tanyanya dengan antusias, membuat Hyunmi sedikit bingung melihat sikap kakaknya itu.
“Mmm… Molla. Memangnya kenapa?” kata Hyunmi balik bertanya.
“Bagaimana mungkin kau tidak tahu? Cepat beritahu aku,” ujar Donghae, mendesak gadis di depannya itu untuk segera menjawab ucapannya.
Hyunmi menaikkan sebelah alisnya. “Kau aneh sekali,” gumamnya keheranan sambil memerhatikan Donghae.
“Cepat jawab!”
Arra, arra! Mungkin… es krim.”
“Hanya itu?” tanya Donghae yang kini menaikkan sebelah alisnya. “Tidak ada barang lain? Emm… maksudku… Seperti pernak-pernik begitu?” tanyanya lagi.
“Aku rasa tidak. Memangnya kenapa?”
“Ah, tidak. Tidak ada apa-apa,” kata Donghae sebelum ia pergi meninggalkan Hyunmi yang masih berdiri di depan kamarnya.
“Ada apa dengannya? Aneh sekali,” gumam Hyunmi. Ia mengendikkan bahunya dan berjalan ke dapur.

Hyunmi mengambil gelas dari dalam lemari kaca dan mengisinya dengan air dingin. Baru saja ia ingin mengambil setoples biskuit dari dalam lemari makanan, telinganya seperti mendengar sesuatu. Ia melangkahkan kakinya ke ambang pintu dapur dan menguping dari balik dinding.

“Hae…”
Hyunmi membulatkan kedua matanya sebentar. Itu suara immo!
“Aku harap kau tidak mengungkit masalah ini lagi di depannya.”
Geunde…” ucap suara lain yang Hyunmi yakini adalah suara Donghae. “Dia berhak tahu, Immo. Dia berhak tahu semuanya.”
“Lalu? Setelah dia tahu dia akan pergi meninggalkan kita. Kau mau itu terjadi?” ujar immo dengan nada bicara yang belum Hyunmi dengar sebelumnya, dingin.
“Bukan… Bukan begitu, Immo. Tapi..”
“Lalu kenapa? Kenapa kau ingin dia tahu semuanya? Bukankah selama ini semuanya baik-baik saja?”
“Tapi itu menyangkut kehidupan Hyunmi, Immo-ya!”

Hyunmi mengerutkan dahinya saat mendengar namanya disebut. Masalah apa yang tidak boleh dia ketahui? Gadis itu merapikan helaian rambutnya yang menutupi telinganya. Ia mendekatkan telinganya ke dinding dan kembali menguping pembicaraan dua orang itu.

“Kehidupannya? Kehidupan Hyunmi kau bilang?” ucap immo dengan menarik sudut bibirnya, menyeringai. “Lalu bagaimana dengan kehidupanku?”
Baik Donghae maupun Hyunmi yang mendengar ucapan immo barusan tersentak kaget. Bagaimana bisa seorang immo yang sudah mereka anggap sebagai ibu mereka sendiri bisa mengatakan hal itu?

Immo, kau…” ucap Donghae terputus karena menahan emosinya. Rahangnya sudah mengeras dan kedua tangannya sudah mengepal dengan sempurna.
“Atau kau mau dia tahu bahwa kalian bukan…”
Ucapan immo terputus saat mendengar ponselnya berdering. Ia mendesis pelan dan merogoh saku bajunya. Ia berjalan masuk ke dalam kamar dengan ponsel yang menempel pada sebelah telinganya.

Bisa Hyunmi lihat dari tempat persembunyiannya, Donghae menghela nafasnya perlahan dan berat. Sekilas ia mengacak rambutnya frustasi sebelum melangkah masuk ke dalam kamarnya. Saat Donghae sudah masuk ke dalam kamarnya, barulah Hyunmi berani keluar dari tempatnya bersembunyi. Ia meletakkan gelas yang sedari tadi ia pegang di atas meja dengan tangan yang sedikit bergetar. Ternyata benar. Ada sesuatu yang disembunyikan di sini. Tapi apa? Ia harus mencari tahu jawabannya sendiri.

Gadis itu beranjak dari tempatnya dan saat berbalik kedua matanya membulat saat mendapati siapa yang sudah berdiri di ambang pintu dapur. Ia merasa nafasnya tercekat saat itu juga dan membuatnya kesulitan untuk menghirup oksigen agar dapat mengisi paru-parunya yang perlahan-lahan mulai terasa hampa. Tampak orang yang ditatapnya itu pun mengalami hal sama. Namja itu menatapnya dengan tatapan terkejut. Berbagai dugaan muncul di dalam pikiran namja itu.

“Hyunmi… Kau…” ucap namja itu terputus, seakan takut dengan dugaan yang muncul di dalam pikirannya. “Kau dengar… semuanya?” tanya namja itu pelan, bahkan ia ragu Hyunmi bisa mendengar ucapannya.
Hyunmi mengerjapkan matanya berkali-kali dan memalingkan wajahnya ke arah lain. Kemudian ia menarik sudut bibirnya hingga membentuk seulas senyuman.
“Dengar apa?” tanyanya dengan tatapan yang sudah berubah.
Tampak namja itu tersentak mendengar ucapannya. “Kau.. Sudah berapa lama kau di sini?” tanyanya.
“Baru saja,” jawab Hyunmi, berbohong.
Bisa Hyunmi lihat guratan lega dari wajah namja itu. Terlihat ia sudah bisa mengatur nafasnya dengan baik.

Tanpa mengatakan apapun lagi, Hyunmi beranjak dari tempatnya dan berjalan melewati namja itu, kakaknya.
‘Donghae-oppa… Sebenarnya apa yang sudah kalian tutupi dariku?’


***


(Donghae POV)

Aku melirik jam dinding yang tergantung di dinding kamarku. Tepat pukul 12 malam. Ini saatnya aku mengucapkan selamat kepada yeoja yang sedang tertidur di kamar yang berada tak jauh dari kamarku itu. Perlahan kubuka pintu kamarku dengan berusaha untuk tidak menimbulkan bunyi sedikitpun. Dengan mengendap-endap aku melangkahkan kakiku ke kamarnya.

Sepi. Pasti yeoja itu masih tidur. Sebelah tanganku yang memegang sebuah kotak kado kusembunyikan di belakang tubuhku, sementara sebelahnya lagi terangkat dan hendak mengetuk pintu kamar bercat putih itu. Tapi tanganku seolah membeku saat kudengar suaranya dari dalam kamar.

Ne, Oppa. Gomawoyo,” ucapnya dengan sedikit berbisik.

Aku mengerutkan dahiku. Oppa? Siapa?

Ne, tidurlah. Kau pasti mengantuk, kan?” Terdengar suaranya yang mulai berbicara lagi. “Saranghae…”

Detik itu juga kurasakan dingin luar biasa menusuk tulang-tulangku. Tanganku beku dengan nafasku yang terasa begitu tercekat. Sarang… Saranghae… Aku mendengarnya mengucapkan kata itu. Kata yang begitu kunantikan untuk keluar dari mulutnya dan ditujukan padaku. Kurasakan dadaku yang bergemuruh karena emosiku mulai naik. Saat itu juga di pikiranku langsung muncul sebuah pertanyaan. Siapa namja yang sedang berbicara dengannya?


***


(Hyunmi POV)

Aku membuka mataku perlahan saat kurasakan sesuatu bergetar di dekatku. Aku menggosok-gosok mataku dan mengerjapkannya berkali-kali untuk mengumpulkan kesadaranku yang sudah melayang entah ke mana. Dengan rasa kantuk yang masih menyerang, kuraba-raba kasurku untuk menemukan sebuah benda yang bergetar itu. Ponsel.

Hyukie Oppa- calling

Mataku langsung terbuka lebar saat melihat siapa nama penelepon itu. Eunhyuk-oppa? Dia meneleponku malam-malam begini?

Yeoboseyo,” ucapku setelah menekan tombol hijau pada ponselku dengan sedikit berbisik.

“Maaf, aku mengganggu tidurmu, ya?” tanyanya pelan.

“Ngg.. ani. Wae, Oppa?”

“Kau sudah lihat kalender?” tanyanya lagi.

Aku mengerutkan alisku. “Memangnya kenapa?” kataku balik bertanya, tak mengerti.

“Ck.. Kau benar-benar lupa, ya?” ujarnya. “Saengil chukkahamnida, Lee Hyunmi! Saranghae,” ujarnya lagi yang langsung membuatku tersentak kaget.

Hari ini adalah hari ulang tahunku? Dengan cepat aku menghambur ke meja belajarku dan mencari-cari kalender. Kuperhatikan deretan tanggal yang tertulis rapi di sana dan mataku tertuju pada sebuah tanda di bagian bawahnya.

July 23rd > My birthday ^^

“Ah, iya! Benar, ini ulang tahunku!” ujarku senang masih dengan suara yang setengah berbisik.

Bisa kudengar Eunhyuk-oppa terkekeh di seberang sana. “Sekarang berapa umurmu, Hyun-ah?” tanyanya.

“Tentu saja 15 tahun,” jawabku dengan nada kesal yang dibuat-buat.

“Ah, jinjja?”

“Memangnya kau pikir umurku berapa, Oppa?”

“Aku kira umurmu masih 10 tahun, hahaha…” jawabnya yang membuatku makin kesal.

“Aissh… Tentu saja tidak!”

Mendengar gerutuanku, dia makin mengencangkan tawanya, membuatku sedikit menjauhkan ponsel dari telingaku. Suara tawanya kencang sekali. Aku yakin pasti perutnya sudah kesakitan sekarang. Lalu kudengar perlahan-lahan tawanya mulai mereda.

“Sekali lagi selamat ulang tahun, Hyunmi.”

Ne, Oppa. Gomawoyo.”

“Aku tutup dulu teleponnya.”

Ne, tidurlah. Kau pasti mengantuk, kan?”

Ne… Saranghae…”

“Saranghae…” balasku. Lalu kutekan tombol berwarna merah dan menyimpannya kembali ke bawah bantal.

Aku menghela nafas panjang. Tanpa kusadari selama berbicara dengannya membuatku susah untuk bernafas. Hehehe… Saat aku baru saja akan memejamkan mataku kembali, kudengar seseorang di luar mengetuk pintu kamarku.

Nugu?” tanyaku dengan setengah berteriak.

“Ini aku,” jawab sebuah suara yang sangat kukenali.

Aku beranjak dari tempat tidurku dan melangkah ke arah pintu. Tampak wajah Donghae-oppa yang sedikit lesu saat kubuka pintu kamarku. Aku sedikit tertegun saat melihat raut wajahnya. Dia kenapa?

Saengil chukkahamnida, Hyunmi-ah,” ucapnya setelah menarik sudut bibirnya sehingga membentuk seulas senyuman. Senyum yang biasa ia tunjukkan padaku.

Melihat seyumnya mengembang, aku rasa tidak ada yang perlu kukhawatirkan sekarang. Dia terlihat baik-baik saja.

Ne, Oppa. Gomawo,” ucapku sambil menghambur ke pelukannya.

Kudengar dia terkekeh dalam pelukanku. Kemudian kurasakan ada yang janggal dalam pelukannya. Aku mendorong tubuhnya hingga pelukan kami terlepas dan…

“Ini apa?” tanyaku merujuk pada sebuah kotak yang ada di tangannya. “Untukku?” tanyaku memastikan.

Dia mengangguk tanpa menghapus senyumannya sama sekali. Ternyata hanya aku yang tidak ingat hari ulang tahunku sendiri? Astaga… Mataku mulai memanas dan tanpa sadar mataku sudah berkaca-kaca, membuatnya sedikit panik saat melihatku.

W-wae… Wae, Hyunmi-ah? Kau tidak suka?” tanyanya panik sambil memegangi pipi kiriku.

Aku hanya menggeleng lemah dan menarik sudut bibirku. “Gomawo…” gumamku.

Mendengar gumamanku dia ikut mengembangkan senyumnya. Lalu sebelah tangannya kembali menarikku ke dalam pelukannya, membuat bajunya basah akibat air mataku yang terus mengalir. Sesekali ia mengelus pelan punggungku, mencoba menenangkanku agar tangisku berhenti. Tuhan… Dia adalah kakak yang baik. Aku mohon, jangan cabut kebahagiaanku saat ini dengan kebenaran yang belum kuketahui itu.

Lalu perlahan ia mendorong tubuhku hingga kami menjadi berhadapan. Sebelah tangannya menghapus sisa-sisa air mata yang masih mengalir di sudut mataku.

“Kau sudah lima belas tahun sekarang. Jangan cengeng lagi,” guraunya sambil mencubit pelan pipiku. “Ini untukmu. Kuharap kau menyukainya,” ujarnya seraya menyodorkan kotak yang ia pegang padaku.

Aku mengambil kotak yang ia berikan dan sekali lagi aku merasa ia terlalu baik untuk menjadi kakakku. “Gomawo, Oppa…” ucapku dengan suara serak.

Ia mengangguk, lalu mendorongku agar kembali masuk ke kamar. Wajar karena sekarang masih tengah malam dan aku yakin dia juga sangat mengantuk saat ini.

“Tidurlah,” ucapnya sebelum menutup pintu kamarku.

Donghae-oppa… Aku bersyukur karena telah terlahir menjadi adikmu.


***


(Donghae POV)

“Selamat ulang tahun, Sayang,” ujar immo saat Hyunmi baru saja bergabung bersama kami di meja makan.

Gadis itu memeluk immo dan mencium kedua belah pipi wanita paruh baya itu. Kemudian ia menarik kursi di dekatnya dan duduk di sana.

“Lihat, Immo memasak semua makanan kesukaanmu,” ujar immo seraya duduk di sebelah Hyunmi.

Kulihat Hyunmi mengembangkan senyumnya lebar sekali, senang karena kami masih mengingat hari ulang tahunnya dan mempersiapkan hadiah untuknya.

Gomawo…” ucapnya seraya mengambil makanan yang sudah immo sediakan di atas meja makan. “Sepertinya enak,” gumamnya.

“Sayang sekali hari ulang tahunku masih lama,” ujarku dengan nada sedih yang dibuat-buat, membuat dua orang di depanku itu terkekeh.

“Kau tenang saja. Immo pasti akan memasak semua makanan kesukaanmu saat kau berulang tahun nanti. Ne, Immo?” ujar Hyunmi yang hanya immo jawab dengan sebuah anggukan.

“Ya sudah. Ayo, kita makan,” kata immo seraya ikut mengambil lauk pauk yang sudah tersedia di atas meja makan.

Ting… Tong…

Aktifitas kami terhenti saat mendengar suara bel pintu. Siapa yang datang pagi-pagi begini?

“Siapa itu?” tanya immo seraya bangkit dari duduknya.

“Tidak usah, Immo. Biar aku yang bukakan,” ujarku seraya bangkit dan berjalan ke arah pintu depan.

Aku melirik jam tanganku. Masih jam tujuh pagi. Tidak biasanya ada tamu yang datang pagi-pagi begini. Aneh sekali. Tanpa rasa curiga aku membuka pintu depan dan mendapati seorang namja yang berdiri di sana. Aku terkejut dan tidak mengeluarkan suara selama beberapa detik. Namja ini… kenapa datang pagi-pagi sekali?

“Apa aku mengganggu?” tanyanya sambil memamerkan deretan giginya yang rapi.

Aku menggeleng. “Ani, masuklah.”

Namja itu masuk dan mengikuti langkahku dari belakang. Kami baru saja tiba di ruang makan saat immo bertanya, “Siapa yang datang, Hae?”

“Eunhyuk,” jawabku seraya kembali duduk di kursiku.

Kulihat Hyunmi menoleh cepat ke arah Eunhyuk dan saat mata mereka bertemu, gadis itu tersedak. Ia terbatuk-batuk hingga membuat kami panik.

“Kau tidak apa-apa?” tanya immo sambil memberikan segelas air putih padanya.

Hyunmi menggeleng dan segera meneguk air yang immo berikan padanya. Aku hanya mengerutkan dahiku samar melihat sikapnya yang menurutku aneh. Kenapa dia terkejut saat melihat Eunhyuk datang? Dan lagi… kenapa Eunhyuk bisa datang pagi-pagi sekali? Di hari ulang tahun Hyunmi pula. Aku merasa ada yang tidak beres di sini.

“Banyak sekali masakan Ahjumma hari ini?” kata Eunhyuk seraya duduk di sebelahku.

Ne, hari ini Hyunmi ulang tahun,” sahut immo sambil memberikan mangkuk berisi nasi pada Eunhyuk. “Ayo, kita makan bersama.”

Namja itu membalas ucapan immo dengan senyumannya. Sedangkan Hyunmi… Kulihat gadis itu memakan makanannya dengan kepala tertunduk. Ada apa ini? Kenapa dia tidak mau mengangkat kepalanya dan menatap Eunhyuk yang ada di hadapannya? Aneh, sangat aneh. Lalu pandanganku beralih pada Eunhyuk yang sedang sibuk melahap makanannya. Sesekali ia menatap Hyunmi dengan tatapan yang… ah, entahlah. Aku tidak bisa mengartikan tatapannya itu. Yang jelas, ada sesuatu yang tidak beres di sini.

“Hei, bagaimana kalau kita pergi ke taman setelah ini?” ujarku tiba-tiba.


***


(Hyunmi POV)

“Selamat ulang tahun, ya,” bisik Eunhyuk-oppa tepat di telingaku saat kami duduk berdua di bangku taman.

Ya, hanya kami berdua. Karena Donghae-oppa pulang untuk mengambil dompetnya yang katanya tertinggal di rumah.

“Kau mau mengatakannya berapa kali?” tanyaku yang diresponnya dengan kekehan.

Lalu kulihat dia merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna biru safir. Aku hanya bisa terdiam sambil menatap kotak itu saat dia menyodorkannya padaku. Itu untukku?

“Ini untukmu. Maaf kalau kau tidak suka,” katanya sambil menggaruk belakang kepalanya.

“Ini apa?” tanyaku seraya mengambil kotak itu dari tangannya.

“Buka saja.”

Kubuka kotak itu dan aku hanya bisa terpaku saat melihat isinya. Kurasa wajahku sudah semerah kepiting rebus saat ini. Kemudian tatapanku yang tadinya tertuju pada benda berkilauan itu beralih pada wajahnya. Kulihat dia menarik sudut bibirnya.

“Kau suka?” tanyanya.

“Bukankah ini mahal?” tanyaku seakan masih tidak percaya dengan apa yang ia berikan padaku.

“Aku membelinya dari temanku, jadi harganya tidak terlalu mahal.”

Lalu ia mengambil benda berkilauan itu dari tanganku. Ia menyingkirkan rambut teruraiku yang menutupi leherku. Setelah itu kurasakan benda berkilauan itu sudah melingkar dengan sempurna di leherku. Indah sekali.

“Ini… terlalu indah,” gumamku sambil menatap haru liontin kalung yang tergantung di leherku.

Dia menggeleng. “Kau yang terlalu indah untuk memakainya,” sahutnya. “Saranghae…” ucapnya pelan seraya mengecup kulit leherku lembut.

Gomawo…” kataku sambil menatap lekat kedua matanya.

Detik-detik berlalu dengan kami yang saling menatap. Perlahan ia mendekatkan wajahnya padaku dengan kepalanya yang sedikit dimiringkan. Aku hanya bisa menutup mataku saat kurasakan hembusan nafasnya yang menyapu kulit wajahku, menunggunya untuk menautkan bibir kami. Hingga…

BRUK!
Kami berdua sontak menoleh ke sumber suara dan mendapati seorang namja sedang berdiri sambil menatap kami dengan tatapan terkejut. Kulihat ada dua gelas minuman yang berceceran di dekat kakinya. Sepertinya dia menjatuhkan minuman itu saat melihat kami yang sedang.. ah, sudahlah! Baik aku maupun Eunhyuk-oppa hanya bisa mematung, menatap namja itu dengan tatapan tak percaya. Bagaimana bisa…

“Jadi selama ini… kalian…” ucapnya menggantung, membuat jantungku berdegup tak menentu.


-To be continued-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar