Title :
Love or Obsession? ––– Second Part
Author: Ifa Raneza
Cast :
-Yesung (Kim Jong Woon)
-Park Hye Mi (OC)
-Lee Sung Min
-Leeteuk (Park Jung Soo)
-Jung Na Rin (OC)
Genre : Romance, Friendship
***
Hyemi
masuk ke dalam rumah mewahnya dan langsung mendapati Jungsoo dan Sungmin sedang
mengobrol di ruang tamu, menunggunya. Mereka menghentikan obrolan mereka dan
mengalihkan tatapan pada Hyemi yang baru saja tiba di sana.
“Baru
pulang?” tanya Jungsoo yang baru pertama kali mendapati adiknya terlambat
pulang dua jam dari waktu pulang seperti biasanya.
Hyemi
mengangguk.
“Dengan
siapa kau pulang?” tanyanya lagi.
“Kim
Jong Woon,” jawab Hyemi malas-malasan.
“Jongwoon-hyung?” tanya Sungmin memastikan pendengarannya
sambil menatap Hyemi dengan tatapan ‘seriously?’
“Hanya
dia yang berani ‘menculikku’ pada jam kuliah,” ujar Hyemi sambil melangkahkan
kakinya ke lantai atas, menuju kamarnya.
“Aku
membawakanmu catatan di kelas Mr Joe yang kau lewatkan,” ujar Sungmin setengah
berteriak pada Hyemi yang sudah naik ke lantai atas.
“Gomawo, Sungmin-ah!” sahut Hyemi dengan
volume suara yang sama dengan Sungmin.
** ** **
(Park Hye Mi POV)
Malam
setelah pulang dari ‘penculikan’ Tuan Kim yang sangat menyebalkan itu, aku
langsung membuka buku catatan yang Sungmin berikan padaku dan menyalinnya di
dalam buku catatanku sendiri. Satu jam sudah kulewatkan untuk menyalin
kalimat-kalimat yang tertulis rapi di dalam buku bersampul biru itu, tapi
tanganku belum juga selesai menuliskan tulisan-tulisan itu di dalam bukuku.
Kenapa dosen killer itu tidak pernah sekalipun memberi catatan yang ringkas?!
Dan ini semua karena namja sialan itu
yang membuatku harus melewatkan kelas paling penting, kelas Mr Joe, dan
membuatku harus berakhir dengan setumpuk catatan ini.
“Ping…!”
Gerakan
tanganku terhenti dan tatapanku beralih ke ponselku yang tergeletak di samping
buku catatanku. Kuletakkan pulpen yang sedari tadi tidak pernah lepas dari
tanganku, mengistirahatkan sejenak tanganku yang terasa hampir putus. Lalu
meraih ponselku dan membuka pesan yang baru saja masuk. Nomor tak dikenal.
Hey…
Tidak mau berterima kasih pada
orang yang sudah mengantarmu pulang?
Tidak
perlu ditanya lagi, aku sudah tahu siapa yang mengirimku pesan ini. Dan aku
tidak perlu penasaran dari mana dia mendapatkan nomor ponselku, dia bisa
mendapatkan apapun yang ia mau.
For what?
Itu sudah kewajibanmu karena
sudah membawaku pergi tanpa persetujuanku.
Dua
menit setelah pesan balasanku terkirim, pesan baru kembali masuk ke ponselku.
Baiklah, aku tahu.
Atau … berterima kasih karena
sudah membawamu dari kesibukan kuliah sejenak? Aku sangat mengharapkan itu.
Namja
ini gila kata terima kasih atau apa?
Andwae.
Klik.
Pesan terkirim dan aku kembali melanjutkan catatan dari Mr Joe yang segudang
ini. Beberapa menit setelahnya bukan pesan yang masuk, melainkan panggilan dari
nomor yang sama.
“Yeoboseyo,” kataku malas setelah menekan
tombol hijau pada ponselku.
“Apa
aku mengganggumu?” tanyanya dengan nada bicara tak berdosa.
“Sangat!”
Namja
itu terkekeh. “Sedang apa?” tanyanya.
“Menyelesaikan
catatan kuliah yang sempat kutinggalkan karena kau menyeretku keluar dari kelas
tadi siang,” jawabku dengan nada bicara yang sama seperti tadi.
“Seberapa
banyak?”
“Banyak
sekali. Sudahlah, kau menggangguku!”
“Arraseo. Maaf sudah mengganggumu, Nona
Park,” ujarnya. “Ngg… Kalau boleh kusarankan, jangan terlalu memforsirkan diri
untuk tugas kuliah. Beristirahatlah sejenak dan bersenang-senanglah sesekali.”
Selama
beberapa detik kami terdiam. Tidak ada yang berbicara sampai suaraku kembali
terdengar.
“Arraseo…” kataku pelan dengan nada
bicara yang sudah berubah. “Mm… Gomawo.”
Kekehannya
kembali terdengar, dan itu membuatku sedikit kesal. Gengsiku sudah kalah
sekarang.
“Kau
sudah mendapatkan ‘terima kasih’-mu,” kataku datar.
“Okay… Good night, Honey. Jangan lupa memimpikan aku saat kau tidur
nanti,” katanya sebelum sambungan telepon terputus.
Mwo?
Memimpikannya katanya? Cih, dia mau aku mengalami mimpi buruk ternyata.
Aku
meletakkan ponselku kembali ke samping buku catatanku. Dan untuk sesaat aku
terdiam memikirkan ucapan namja itu.
Entah kenapa saat ia mengatakan hal yang tidak pernah kuduga akan keluar dari
mulutnya itu membuatku sedikit menepis kenyataan bahwa dia adalah seorang playboy.
Yaah.. dia sudah punya pacar, tapi ia dengan tidak merasa berdosa memanggilku
dengan sebutan ‘honey’ yang terdengar
sangat menjijikkan.
Hara…
Kalau tidak salah itu nama yeoja yang
meneleponnya tempo hari.
Yaah,
dia adalah playboy. Dan kurasa akan sulit untuk dirinya meluluhkan hatiku dan
menjadikanku sebagai ‘mainan’ kecilnya.
** ** **
(Kim Jong Woon POV)
“Siapa
yang menelepon, Oppa?” tanya yeoja yang baru keluar dari toilet itu
saat aku menekan tombol merah pada ponselku, menutup pembicaraanku dengan
Hyemi.
“Ibuku,”
jawabku yang tentu saja berbohong.
“Mwo, ibumu?”
Aku
hanya mengangguk sembari merangkul pundaknya.
“Benar
itu ibumu?” tanyanya sambil melangkahkan kakinya dan menatapku curiga.
Tangan
kiriku tergerak untuk menyentil hidung mancungnya.
“Kapan
aku pernah berbohong padamu, Soojin-ah?”
Ia
tersenyum simpul dan menggelanyut di lenganku dengan manja.
“Ne, Oppa. Kau tidak pernah berbohong padaku,”
katanya manja.
Dasar
yeoja bodoh.
“Jadi
kita akan menonton film apa hari ini?” tanyaku.
“Step Up Revolution!” serunya senang.
“Arraseo, aku beli tiketnya dulu.”
** ** **
(Author POV)
“Jadi
kau kenal Park Hye Mi, Oppa?” tanya
seorang yeoja berkacamata pada namja yang sedang menyesap secangkir
kopi di hadapannya.
Namja
itu membetulkan letak kacamata hitamnya dan menatap yeoja itu.
“Dia
adik Jungsoo-hyung, temanku,”
jawabnya datar.
“Kulihat
kau selalu mengikutinya ke mana pun dia pergi.”
“Apa
kau ada masalah dengan hal itu?”
Yeoja
itu menghela nafasnya perlahan, ia menundukkan tatapannya, menatap kedua
tangannya yang sudah hampir berkeringat karena tatapan dingin namja itu yang terhalangi oleh kacamata
hitamnya.
“Tapi
dia temanku, Oppa…” katanya pelan,
bahkan hampir tidak terjangkau oleh indera pendengaran namja itu. “Aku sangat mengenalmu, dan aku tidak mau sampai
temanku…”
“Lalu
apa yang ingin kau lakukan?” tanya namja
itu memotong ucapan yeoja berkacamata itu.
“Oppa, aku…”
“Kau
sudah mengenalku dengan baik, kan? lalu apa yang bisa kaulakukan untuk
‘menyelamatkan’ temanmu itu?” tanyanya yang lagi-lagi memotong ucapan yeoja itu. Ia menarik sudut bibirnya ke
satu arah, membentuk sebuah seringai yang menunjukkan keangkuhan dirinya.
Yeoja
itu menunduk. Bibirnya semakin kelu untuk membalas ucapan dingin namja angkuh itu. Bukannya tidak bisa
membalas, ia bingung dan takut. Ia bingung bagaimana caranya untuk menghindarkan
sahabatnya dari namja ini. Dan ia
juga takut jika sahabatnya benar-benar akan jatuh ke dalam genggaman namja playboy ini.
“Kau
lucu sekali,” gumam namja itu dingin
seraya bangkit dari kursinya dan berjalan keluar café.
Yeoja
itu masih terpaku di tempatnya, memikirkan nasib sahabatnya yang sudah menjadi
incaran namja angkuh itu.
‘ Kim Jong Woon… Aku pastikan kau tidak
akan bisa menyentuh Hyemi..’
** ** **
“Sudah
lama sekali aku tidak ke sini,” ujar Narin sambil menjatuhkan dirinya di tepi
kasur empuk Hyemi.
Hyemi
tersenyum sambil menyodorkan segelas jus pada sahabatnya itu.
“Kurasa
terakhir kali kau berkunjung kemari sebulan yang lalu,” ujar Hyemi setengah
menerawang. “Ah, ada yang ingin kutunjukkan padamu,” ujar Hyemi seraya beranjak
dari kasurnya.
Ia
membuka laci meja belajarnya dan mengeluarkan sesuatu dari sana.
“Apa
itu?” tanya Narin sambil mengelap sisa jus di sudut bibirnya.
“Soft lense,” jawab Hyemi sambil
menyodorkan kotak kecil yang diambilnya tadi pada Narin.
“Mwo?” Kedua mata Narin terbuka lebar di
balik kacamatanya. “Untuk apa?”
“Tentu
saja untukmu, Narin-ah.” Hyemi membuka kotak kecil itu dan mengeluarkan isinya,
lalu membuka kacamata Narin tanpa izin dari si pemilik dan hendak memasangkan soft lense berwarna kecokelatan itu pada
kedua matanya.
“Andwae! Ini tidak perlu!” cegah Narin
sebelum soft lense cokelat itu sempat
mampir di kedua bola matanya. Ia menahan kedua tangan Hyemi, membuat gerakannya
terhenti.
Hyemi
menepis tangan Narin yang menahan gerakan tangannya.
“Kau
harus memakai ini,” ujarnya sambil memasangkan soft lense pada kedua bola mata Narin. “Jangan bergerak, jangan
salahkan aku kalau matamu tertusuk jariku,” katanya lagi, membuat Narin
berhenti memberontak dan menurut.
“Selesai!”
seru Hyemi senang, puas dengan apa yang sudah ia lakukan pada sahabatnya itu.
“Hasilnya tidak buruk,” ujarnya lagi.
Narin
mengerjap-ngerjapkan kedua matanya, mencoba memfokuskan pandangannya yang
sedikit kabur.
“Bagaimana?”
tanya Hyemi tanpa menghapus senyuman puasnya sesenti pun.
“Ti..tidak
buruk,” jawab Narin.
Ia
melirik kacamatanya di atas kasur yang tadi Hyemi lepaskan tanpa seizinnya.
Hyemi buru-buru bergerak dan menyembunyikan kacamata itu sebelum Narin sempat
menyentuhnya.
Hyemi
menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. “Untuk sementara kacamata ini kusita
sampai kau terbiasa dengan soft lense-mu,”
ujar Hyemi.
Hyemi
mendorong pelan punggung Narin dan mendudukkannya di depan meja rias. Ia
menarik ikat rambut di rambut panjang Narin hingga lolos dari helaian-helaian
rambut hitamnya.
“Coba
lihat dirimu. Kau tidak seburuk yang selama ini kau kira,” bisiknya sambil merapikan
helaian-helaian rambut Narin.
Narin
terpaku pada sosoknya di depan cermin untuk sesaat. Hyemi benar, ia tidak
seburuk yang selama ini ia dan orang lain kira. Ia terlihat cantik dan manis
dengan penampilannya saat ini.
“Ta..tapi…
Untuk apa semua ini?” tanyanya seraya menoleh ke arah Hyemi.
“Aku
bosan mendengar ejekan orang lain padamu dan kau sama sekali tidak melawannya,”
ujar Hyemi seraya kembali menjatuhkan dirinya ke atas kasur.
Narin
tersenyum dan ikut beranjak ke kasur Hyemi.
“Karena
aku rasa aku tidak perlu melawan mereka,” kata Narin.
Hyemi
memutar kedua bola matanya. “Ya ya ya… Aku tahu, kau sudah berulang kali
mengatakan itu,” ujarnya malas. “Tapi aku bukan yeoja berhati malaikat sepertimu, Narin-ah.. Orang-orang seperti
mereka perlu diberi pelajaran.”
Narin
sedikit memiringkan kepalanya, tidak mengerti maksud ucapan Hyemi.
“Dengan
penampilanmu yang seperti ini aku yakin pandangan orang lain padamu akan
berubah. Kau bukan Narin yang cengeng dan penakut seperti dulu, kau sudah
berubah,” ujar Hyemi sambil kembali mengukir senyum puasnya. “Mulai sekarang
kau harus ubah penampilanmu menjadi lebih manis,” ujarnya.
“Ngg…
Tapi…”
“Ssst!”
Hyemi dengan cepat memotong ucapan Narin. “Aku tidak suka tapi-tapian! Dengar,
kau harus ubah penampilanmu, arraseo?”
Narin
terkekeh mendengar ucapan Hyemi yang lebih terdengar seperti titah dari sang
ratu pada dayangnya. “Arraseo, Sajangnim,”
katanya dengan nada serius yang dibuat-buat.
Hyemi
tergelak mendengar ucapan Narin.
“Hei..
Aku baru ingat ada yang harus kubeli,” ujar Hyemi seraya bangkit dari duduknya
dan beranjak ke depan lemari bajunya. Membukanya dan mengambil salah satu baju
dari sana. “Temani aku, ya?” tanyanya sebelum masuk ke toilet.
“Arraseo.”
** ** **
“Oppa, sepertinya aku merasa ada yang aneh
denganmu akhir-akhir ini,” ujar Soojin dengan nada bicara serius dan menatap
Jongwoon dengan tatapan curiga.
“Mwo? Apanya yang aneh?” tanya Jongwoon
enteng. Ia masih belum menemukan sisi serius dari topik pembicaraan mereka kali
ini.
“Kau
jadi jarang menelepon dan mengirimiku pesan,” jawab Soojin masih menatap
Jongwoon tajam.
“Itu
karena aku sibuk,” sahut Jongwoon sambil menyesap iced cappuccino-nya santai.
“Atau
jangan-jangan…” Ucapan Soojin terputus. Ia masih memikirkan pemikirannya
tentang namjachingu-nya ini.
“Jangan-jangan kau sudah punya pacar lain selain aku?” tanyanya dengan nada
menuduh.
Jongwoon
yang masih meminum minumannya hampir tersedak. Ia terbatuk-batuk sebentar, lalu
menatap Soojin kaget.
“Mwo?!”
Soojin
hanya menatapnya ringan.
Jongwoon
menghela nafasnya pelan, mulai memikirkan taktik untuk kembali meluluhkan hati yeoja di depannya itu.
“Chagiya…” ucapnya mesra. *hoek -___-*
“Mana mungkin aku bisa menduakan yeoja
secantik dirimu,” katanya dengan nada yang sama seraya meraih kedua tangan
Soojin di atas meja dan merengkuhnya, seolah meyakinkan yeoja itu akan ucapannya.
Soojin
membuang muka ke arah lain, menolak untuk menatap Jongwoon. Tapi namja itu menyentuh pipi Soojin agar ia
mau menatapnya.
“Apa
kau sudah tidak memercayai namjachingu-mu
yang tampan sejagad raya(?) ini? Kau sudah meragukanku, huh?” tanyanya dengan
nada sedih yang dibuat-buat.
Tatapan
Soojin padanya mulai melembut. “Tapi.. Kau selalu mengabaikan pesan dan
teleponku,” ucap Soojin sedikit manja.
“Itu
karena aku sibuk, Sayang.. Kau tahu kan, orang tuaku selalu menyuruhku membantu
mereka di perusahaan. Aku selalu sibuk akhir-akhir ini,” ujar Jongwoon.
Lalu
ia menunduk dan mengangkat kedua tangan Soojin yang sedang direngkuhnya,
mengecup punggung tangan yeoja itu
dengan lembut.
“Hanya
kau yang ada di sini,” katanya sambil menuntun tangan kanan Soojin untuk
menyentuh dadanya.
“Jinjja?” tanya Soojin pelan.
Jongwoon
mengangguk mantap. “Tentu saja. Kapan aku pernah berbohong padamu, Soojin-ah?
Kau percaya padaku, kan?”
Soojin
tersenyum dan mengangguk pelan. Senyuman Jongwoon melebar, lalu ia mengacak
rambut cokelat Soojin pelan. Perlahan ia mendekatkan wajahnya pada wajah
Soojin, lalu saat wajah mereka hanya berjarak sekitar lima senti, ia mengecup
pipi kanan Soojin dengan lembut.
“Saranghae…” bisik Jongwoon setelah
melepaskan bibirnya dari pipi Soojin.
Soojin
mengangguk, lalu membalas bisikannya. “Nado…”
Senyuman
Jongwoon kembali melebar, namun tanpa Soojin sadari sebuah seringai juga muncul
di sudut bibir namja yang sudah menjadi
pacarnya selama lima bulan terakhir itu.
‘Apa semua yeoja sebodoh ini?’ pikir Jongwoon dengan senyum kemenangan yang sudah terlihat
jelas di bibirnya.
Kring…
“Selamat
datang,” sapa pelayan pada seorang yeoja
yang baru memasuki café.
Yeoja
itu duduk di meja yang berada di dekat jendela café. Jongwoon mulai menatap yeoja itu baik-baik. Ia seperti pernah
bertemu dengan yeoja itu. Tapi di
mana? Ia masih melakukan ‘adegan’ mesranya dengan Soojin sambil memikirkan di
mana ia pernah bertemu dengan yeoja
itu. Ia rasa yeoja cantik itu tidak
pernah masuk dalam list koleksi yeoja-nya.
Ia
masih mengamati yeoja itu sampai
tatapan mereka bertemu. Yeoja itu
tampak sedikit terkejut saat tatapannya tertuju pada Jongwoon, meyakinkan
Jongwoon bahwa ia pernah bertemu dengan yeoja
itu.
“Oppa.. Kau sedang melihat apa?” tanya
Soojin tiba-tiba, membuat Jongwoon sedikit tersentak dan segera mengalihkan
tatapannya.
“Ah, ne? Aah, aku tidak melihat apa-apa. Kau
mau memesan cake lagi, Chagi?” ujar Jongwoon.
Soojin
menggeleng, membuat Jongwoon kembali mengacak rambutnya pelan dan mengecup pipi
kanan Soojin sekali lagi.
Yeoja
yang duduk di dekat jendela café tadi menatap Jongwoon tak habis pikir saat namja itu mengecup pipi Soojin. Ia
sedikit mendengus, jengah dengan pemandangan yang ada di hadapannya sekarang.
Tapi tubuhnya kembali menegang saat tatapan mereka kembali bertemu. Sedangkan
Jongwoon merasa tubuhnya sedikit membeku saat menyadari siapa yeoja yang sedang ditatapnya.
“Aku
ke sana dulu,” ujar Jongwoon seraya bangkit dari kursinya.
“Dia
siapa, Oppa?” tanya Soojin sambil
menoleh pada yeoja yang ditatap
Jongwoon.
“Dia
teman lamaku. Aku ke sana dulu sebentar, tidak akan lama,” jawab Jongwoon
sambil kembali mengacak rambut Soojin.
Ketegangan
yeoja itu kembali menjadi saat
melihat Jongwoon berjalan ke arahnya. Ia merasa tubuhnya membeku saat namja itu tiba di depannya dan duduk di
hadapannya.
“Kau..
Narin?” tanya Jongwoon tanpa
meninggalkan kesan dingin atau tajam dalam suaranya. Nada bicaranya lebih
mengarah ke rasa takut.
Yeoja
itu mengangguk pelan. Jongwoon kembali mengamati penampilan gadis itu. Ia
sedikit tercengang dengan perubahan Narin sekarang. Rambut panjang tergerai, make up tipis di wajahnya, dan mata
kecokelatan tanpa kacamata tebal yang selama ini selalu menghiasi kedua mata
indahnya.
“Kau
Jung Na Rin?” tanya Jongwoon sekali lagi, masih tidak percaya dengan apa yang
ada di hadapannya sekarang.
Narin
sekali lagi mengangguk menjawab pertanyaan Jongwoon.
“Kau…
berubah sekali,” gumam Jongwoon kagum tanpa melepaskan sosok Narin dari
tatapannya. Ada sedikit rasa penyesalan karena dulu ia pernah menyakiti yeoja ini.
Narin
menghembuskan nafasnya perlahan. Sedikit lega karena ternyata penampilannya
sekarang tidak seaneh yang ia kira dan puas karena pandangan namja sombong ini sudah berubah
terhadapnya. Lihat saja, ia pasti akan membayar semua yang sudah ia lakukan
pada Narin.
“Hyemi
ada bersamamu?” tanya Jongwoon kembali dengan ketakutan awalnya.
Narin
mengangguk pelan, tanpa mengeluarkan suaranya sedikit pun. Sementara
kekhawatiran Jongwoon semakin menjadi.
“Kuingatkan
padamu,” bisiknya sambil mencondongkan tubuhnya ke arah Narin dan menoleh pada
Soojin yang ada di belakangnya sekilas. “Jangan sampai Hyemi tahu akan hal
ini.”
Narin
kembali menghembuskan nafasnya perlahan. Ia tahu apa yang dimaksud dengan ‘hal
ini’.
“Tapi
dia ada di sini, Oppa…” ucap Narin
polos.
“Lakukan
apapun agar dia tidak melihatku dengan gadis itu!” bentak Jongwoon masih dengan
berbisik, namun tidak dapat menyembunyikan nada bicara dingin dari suaranya.
Kring…
Satu
orang lagi memasuki café. Dan orang itu mampu membuat wajah Jongwoon memucat
saat tatapan mereka bertemu.
“Ha..hai,
Hyemi,” sapa Jongwoon seramah mungkin walau dengan kegugupan yang tidak bisa ia
tutupi.
“Kau
di sini juga?” tanya Hyemi dengan tatapan jengah. Jengah karena namja itu selalu muncul di mana pun ia
berada.
“Ne…”
“Kau
mengenal Narin juga?” tanyanya lagi.
Jongwoon
hanya mengangguk mengiyakan.
“Narin-ah,
sepertinya kita makan di café lain saja,” ujar Hyemi seraya menarik tangan
Narin hingga gadis itu beranjak dari kursinya.
Kedua
gadis itu sudah berada di ambang pintu dan hampir membuat Jongwoon bernafas
lega saat Soojin beranjak dari kursinya dan menghampiri Jongwoon. Ia mulai
menggelanyut di lengan kanan Jongwoon, membuat namja itu sedikit kewalahan saat tatapannya dan tatapan Hyemi
kembali bertemu.
“Oppa… Kau bilang hanya sebentar?”
katanya dengan nada manja yang mampu membuat perut Hyemi dan Narin mual
seketika.
“Eh…
a-aku…” Jongwoon tergagap. Tatapannya kembali pada Hyemi dan Narin yang kini
menatapnya tak percaya.
“Sepertinya
pacarmu memerlukanmu, Jongwoon-ssi,”
ujar Hyemi dengan seringai yang saat itu juga muncul di sudut bibirnya. Lalu ia
keluar dari café itu dengan menggandeng tangan Narin, meninggalkan Jongwoon
yang kini hanya bisa memaki Soojin dalam hati.
‘ Sial!’
** ** **
“Kau
tidak pernah cerita kalau kau mengenal Kim Jong Woon,” kata Hyemi saat mereka
mulai melahap makanan mereka.
Narin
sedikit menunduk saat mata mereka bertemu, menolak untuk mengatakan yang
sejujurnya karena kedua mata Hyemi dapat berpengaruh terhadap kerja mulutnya.
“Kau
kenal namja kurang ajar itu?” tanya
Hyemi, mendesak Narin untuk menjelaskan hubungannya dengan namja playboy itu.
“Dia sunbae-ku saat SMA dulu,” jawab Narin
masih sibuk dengan makanannya, tanpa mengangkat wajahnya untuk menatap Hyemi.
“Aaah…
Pantas saja,” gumam Hyemi. “Pasti sangat menjengkelkan jika harus bertemu
dengannya setiap hari selama tiga tahun di sekolah,” ujarnya sambil kembali
memasukkan sesuap makanan ke dalam mulutnya.
Narin
mengendikkan bahunya, masih menolak untuk menjelaskan lebih jauh tentang
hubungannya dengan Jongwoon. Itu sama saja menceritakan masa lalunya yang tidak
ingin ia ingat meskipun sangat sulit untuk melupakannya.
“Dia…
sunbae yang sangat…” Ucapan Narin
terputus. Ia merasa tidak sanggup untuk melanjutkan kata-katanya tentang
Jongwoon.
“Dia
pasti sangat menyebalkan,” kata Hyemi melanjutkan ucapan Narin yang sempat
terputus.
Hyemi
terus mengunyah makanannya tanpa sadar akan ekspresi wajah Narin yang mendadak
berubah menjadi muram. Memori yang mampu menyayat hatinya beberapa tahun yang
lalu kembali masuk ke dalam pikirannya. Memori yang membuatnya menjadi teringat
akan satu kebodohannya dulu.
“Kau
kenapa?” tanya Hyemi bingung saat menyadari Narin yang tidak melanjutkan
makannya, melainkan termenung.
Narin
tersentak dan cepat-cepat mengulas senyumnya. “A..aku tidak apa-apa,” jawabnya
dengan sedikit tergagap.
“Kau
sakit, ya?” tanya Hyemi lagi dengan raut wajahnya yang tiba-tiba berubah
menjadi khawatir.
Narin
menggeleng cepat. “A..aniyo…”
jawabnya. “Mungkin mataku masih belum terbiasa dengan soft lense,” katanya sedikit beralasan.
Hyemi
hanya mengangguk sekilas lalu kembali melanjutkan makannya.
Hyemi…
Andai saja gadis itu tahu betapa kejamnya seorang Kim Jong Woon yang
sebenarnya. Andai saja ia tahu bagaimana sosok asli Kim Jong Woon dibalik
sifatnya yang suka mengganti-ganti pasangan. Yaah.. Andai saja ia tahu apa yang
selama ini Narin takutkan terhadap namja
itu.
** ** **
“Hai..”
sapa Jongwoon dengan sedikit gugup saat melihat Hyemi baru muncul dari balik
pintu kamarnya yang sedari tadi tertutup rapat dan Jongwoon masih belum berani
untuk mengetuknya.
“Hai,”
balas Hyemi datar. “Ada apa kau datang ke sini?” tanya Hyemi.
Jongwoon
menggaruk belakang kepalanya yang sama sekali tidak gatal. Ia masih memikirkan
bagaimana cara untuk menjelaskan semuanya pada gadis di depannya ini.
“Ngg…
Yang kemarin itu..” ucapnya terputus. Ia masih belum bisa menyusun kata-kata
yang tepat untuk memberikan penjelasan pada Hyemi mengenai Soojin kemarin.
“Itu
pacarmu, kan?” tanya Hyemi yang lebih terdengar seperti pernyataan, bukan
pertanyaan. “Jadi itu yang namanya Hara?” tanyanya lagi yang membuat kedua mata
Jongwoon terbelalak.
“M..mwo?” ucapnya tak percaya. Dari mana
gadis ini tahu tentang Hara?
“Oh,
itu bukan Hara, ya? Jadi itu pacarmu yang mana?” tanya Hyemi lagi dengan wajah
polosnya. Ia sedang berusaha keras untuk menahan tawanya yang hampir meledak.
Jadi ini tampang seorang playboy saat rahasianya terbongkar? Hyemi menggeleng
pelan melihat wajah Jongwoon yang sudah hampir memucat saat ini.
“Bu..bukan.
Eh.. Ngg.. Maksudku… Itu…” Jongwoon semakin bingung untuk menyusun kalimatnya.
‘Sial.’
Umpatnya dalam hati. Semuanya tidak akan jadi begini kalau saja Soojin tidak
bermanja-manja dengannya di depan Hyemi. Hancur sudah rencananya.
“Pacarmu
ada berapa banyak sekarang?” tanya Hyemi.
“Ne?”
“Pacarmu
ada berapa? Sepertinya kau kesusahan untuk menghafal nama-nama mereka,” ujar
Hyemi. Ia menarik sudut bibirnya ke satu arah, membentuk sebuah seringai yang
mampu membuat keringat dingin Jongwoon keluar menuruni dahinya.
Hyemi
mendengus pelan sambil melangkahkan kakinya melewati Jongwoon, menuju tangga
untuk turun ke lantai bawah. Tapi detik itu juga Jongwoon menahan lengan gadis
itu hingga langkah Hyemi terhenti. Ia menoleh pada Jongwoon dengan tatapannya
yang menusuk.
“Ada
apa lagi?” tanyanya datar.
“Sebenarnya
aku ke sini untuk…” kata Jongwoon sedikit menggantung pada akhir kalimatnya.
“Aku ingin mengajakmu pergi,” lanjutnya mantap.
Hyemi
menaikkan sebelah alisnya. Namja ini
sudah ketahuan belangnya tapi masih berani mengajaknya pergi?
“Kau
tidak salah?” tanya Hyemi meremehkan.
Jongwoon
menggeleng dengan polosnya. “Dan Jungsoo-hyung
sudah memberiku izin untuk membawa adiknya pergi bersamaku,” katanya lagi
dengan senyum menggoda yang muncul di bibirnya, membuat Hyemi bergidik dan mual
melihatnya.
“Yaak…
Lepaskan! Siapa bilang aku setuju!?” tanyanya dengan nada yang mulai meninggi
sambil menyentak tangan Jongwoon yang masih mencekal lengan kirinya.
Jongwoon
melipat kedua tangannya di depan dada, masih dengan senyum yang sama di
bibirnya.
“Kau pasti
akan setuju ikut denganku karena nasibmu berada di tanganku,” ujarnya sambil
menunjukkan sebuah kunci kecil dengan gantungan kunci bintang biru pada Hyemi.
“YA!!!”
teriak Hyemi penuh amarah. “Kembalikan kunci itu!” serunya sambil berusaha
menggapai kunci yang berada di tangan kanan Jongwoon.
Tapi
dengan kenyataan bahwa tubuh Jongwoon lebih tinggi daripada Hyemi, membuat
gadis itu kesulitan untuk meraih kuncinya yang berharga.
“Kembalikan!!!”
serunya lagi, dan kali ini dengan suara yang lebih menggelegar, hampir membuat
gendang telinga Jongwoon pecah.
Jongwoon
menggeleng. “Andwae~..” ucapnya
sambil sedikit menjulurkan lidahnya. “Kau tidak akan bisa mengerjakan
tugas-tugas dari dosenmu tanpa ini,” katanya lagi, menggoda Hyemi yang emosinya
sudah naik ke kepala.
“Jongwoon-ah!”
Jongwoon
sedikit tertegun mendengar Hyemi memanggilnya tidak lagi dengan panggilan
formal. Membuatnya sedikit puas karena ia merasa jarak antara dirinya dan Hyemi
sedikit demi sedikit semakin menipis.
“Kembalikan!!”
teriak Hyemi lagi, berharap namja
menyebalkan ini akan segera mengembalikan kunci penentu nasibnya.
“Kau
akan mendapatkan kunci ini setelah kau ikut denganku.”
“Aisshh…
Pergi ke mana?” tanya Hyemi kesal.
“Rahasia,”
ucap Jongwoon seraya menggamit tangan kanan Hyemi turun ke lantai bawah.
Sedangkan
Hyemi hanya menurut dengan perasaannya yang semakin dongkol pada namja berkulit putih ini. Sepertinya
sekarang ia mulai memikirkan cara untuk menemukan alat penangkal playboy(?).
** ** **
(Lee Sung Min POV)
Aku
menatap coklat panas yang lima menit lalu diantarkan bibi Jung padaku di ruang tengah
sambil mengaduk-aduknya tanpa ingin segera meminumnya. Rasanya keinginanku
untuk meminum minuman kesukaanku ini hilang begitu saja saat pikiranku kembali
pada percakapanku dengan Jongwoon-hyung
beberapa jam yang lalu. Rasanya sangat mengejutkan ia bisa mengambil tindakan
yang menurutku bisa menandakan perubahan besarnya. Dan aku.. tanpa sengaja
mengatakan hal yang tak ingin kukatakan padanya.
[Flashback]
“Kau
kenapa, Hyung?” tanyaku saat melihat
Jongwoon-hyung duduk di hadapanku
dengan wajah kusutnya. Raut wajah yang sangat jarang muncul di wajahnya.
Ia
menyandarkan punggungnya pada kursi dan memanggil pelayan. Setelah menyebutkan
pesanannya dan pelayan itu pergi, ia mulai menghela nafas lelah.
“Ada
apa, Hyung?” tanyaku sambil
menyeruput tehku.
“Aku
habis diserbu Hara dan Soojin tadi,” jawabnya tanpa lupa menyelipkan helaan
nafas lelahnya.
“Mereka
kenapa?” tanyaku dengan sedikit terkekeh.
Ia
menatapku kesal dan mulai menjelaskan.
“Mereka
marah, sangat marah.”
“Padamu?”
“Tentu
saja!” jawabnya ketus. “Mereka seperti tidak rela saat aku… yaah, kau tahulah
bagaimana wanita saat diputuskan begitu saja dan mengetahui bahwa namja-nya tidak hanya memiliki satu
pasangan sebelumnya,” ujarnya yang membuatku hampir tersedak dan menyemburkan
teh yang ada di dalam mulutku ke wajah tampannya.
“Mwoya?” kataku sambil menatapnya tak
percaya. “Kau memutuskan pacar-pacarmu, Hyung?”
tanyaku masih sulit untuk percaya dengan apa yang kudengar dari mulutnya.
Ia
mengangguk, mengiyakan ucapanku dan itu membuat kedua mataku kembali membelalak
lebar.
“Hyung.. kau tidak bercanda, kan?”
tanyaku sedikit mendesaknya.
Dia
menatapku jengkel. “Mana mungkin aku bercanda, pabo!” ujarnya sambil memukul kepalaku.
Apa lagi
ini? Baiklah… baiklah. Aku senang dia mau berubah dan meninggalkan kebiasaan
lamanya yang selalu mempermainkan wanita. Tapi… kenapa tiba-tiba?
“Apa
ini karena Hyemi..?” tanyaku pelan dengan suara rendah, menandakan bahwa aku
sedang tidak main-main.
Hyung-ku
itu menarik salah satu sudut bibirnya ke satu arah, membentuk seringai khas
yang selalu terlihat di bibir tipisnya seolah menyiratkan kata ‘ya’ untuk
pertanyaanku.
“Hyung… Aku harap kau tidak main-main
dengannya,” ujarku. “Kalau kau serius dengan Hyemi, aku tidak akan keberatan kalau
pada akhirnya dia memilihmu.”
Aku tertegun
saat menyadari apa yang baru saja keluar dari mulutku. Aku baru saja mengatakan
syarat untuk melepas gadis itu untuk hyung-ku
sendiri.
“Jinjja?” tanyanya yang membuyarkan
lamunanku.
“Ngg..
Hyung…”
“Aku
pegang kata-katamu,” ujarnya memotong ucapanku.
“Tapi
aku hanya akan melepaskannya kalau kau serius dengannya, Hyung. Kalau kau mempermainkannya…”
“Kita
lihat saja nanti.” Lagi-lagi ia memotong ucapanku yang belum sempat
kuselesaikan.
Detik
itu pelayan datang mengantarkan pesanan kami dan aku pun enggan untuk membahas
masalah Hyemi dengan namja yang
merupakan sepupuku itu. Aku hanya menatapnya, mencari-cari titik dusta yang
tersirat dari kedua mata gelapnya. Tapi aku tidak bisa menemukannya. Apa dia
benar-benar serius dengan Park Hye Mi, atau… ia bisa menutupi apa yang ada di
dalam benaknya walau melalui mata sekalipun?
[Flashback end]
-To
be continued-
Fuuh…
Part 2 finished :D :D
Akhirnya
part ini selesai juga. Maaf kalo ada typo atau kata-kata yang gaje, karena part
ini juga nggak diedit ulang. Hahaha :p
Oiya,
makasih buat adekku yang bawel yang selalu demo minta part selanjutnya
cepet-cepet dipublish. Secara nggak langsung itu bikin aku termotivasi buat
nyelesain part ini sesegera mungkin loh ^^v
Oke, don’t
forget to leave comment. And see you on the next part…!!~
Kamsahamnida
\(^^)/