Kamis, 16 Agustus 2012

The Truth (Part 1)


Title     : The Truth (Part 1)
Author : Ifa Raneza
Edited by: Hendiana
Cast     : Lee Donghae, Lee Hyunmi (OC), Lee Hyuk Jae (Eunhyuk)
Genre  : Romance, Family, Friendship


When the painful truth between us is uncovered…


***


Aku melangkahkan kedua kakiku dengan berat ke sebuah bukit tempat di mana tubuhnya dimakamkan. Buliran air mata keluar begitu saja saat pandanganku tertuju pada satu titik, makamnya. Sebuah foto diletakkan di dekat makam itu yang membuatku teringat kembali akan wajahnya, senyumnya, tawanya. Dan kenangan pahit sepuluh tahun yang lalu pun kembali masuk ke dalam memoriku.


***


-10 tahun yang lalu-


“Donghae-oppa!” panggil seorang yeoja sambil berlari-lari kecil menghampiri seorang namja yang lebih tinggi darinya.
Namja itu menoleh dan mendapati yeoja itu sudah berdiri di belakangnya sambil tersenyum manis, senyuman yang paling ia sukai dari yeoja itu.
“Bagaimana?” tanya Donghae sambil membalas senyuman yeoja itu.
Gadis itu mengeluarkan sebuah amplop dan menunjukkan isinya pada Donghae. Dengan mata yang berbinar-binar gadis itu menatap Donghae.
“Aku diterima!” ujarnya senang.
Donghae makin mengembangkan senyumnya dan menepuk sayang puncak kepala gadis itu. “Chukkaeyo,” ucapnya.
“Bagaimana? Berarti aku bisa pergi ke sekolah bersamamu setiap hari, kan?” tanya gadis itu yang hanya Donghae jawab dengan anggukan. “Berarti aku tidak perlu naik bus lagi?”
Donghae terkekeh mendengar ucapan gadis itu. “Ne, kau akan pergi dan pulang sekolah bersamaku.”
Gomawo, Oppa!” sorak gadis itu seraya menghambur ke pelukan Donghae. “Aku beruntung sekali menjadi dongsaeng-mu,” ujarnya lagi yang langsung membuat tubuh Donghae menegang.
Perlahan senyuman Donghae memudar dan dengan kaku kedua tangannya membalas pelukan gadis itu.
Ne, dongsaeng…” ucapnya ragu.
Merasa ada yang aneh pada kakaknya itu, gadis itu mendorong tubuh Donghae hingga pelukan mereka terlepas.
Wae, Oppa?” tanyanya bingung.
Donghae menarik sudut bibirnya yang mulai terasa kaku dan menggeleng.
Gwaenchana,” jawabnya. “Ayo, pulang! Kita rayakan kabar baik ini bersama immo di rumah,” ujarnya sambil menarik tangan gadis itu ke arah sebuah mobil putih.


***


Di rumah, bibi mereka menyambut kedatangan mereka dengan senyum hangat. Dengan riang gadis itu masuk ke dalam rumah dan memeluk bibinya. Sambil terkekeh pelan karena melihat sikap manis keponakannya, wanita paruh baya itu membalas pelukannya.
Immo, aku diterima di sekolah kakak!” serunya gembira saat melepaskan pelukannya.
“Oh, jinjja? Bukankah itu bagus?” sahut wanita paruh baya itu sembari mengelus puncak kepala keponakannya.
Ne, berarti dia tidak perlu lagi pergi ke sekolah dengan bus,” ujar Donghae dengan nada mengejek.
Gadis itu mengerucutkan bibirnya kesal. Melihat wajah kesal gadis itu, bibi dan Donghae terkekeh pelan.
“Ayo, kita rayakan. Immo sudah memasak makanan kesukaanmu, Hyunmi-ya,” ujar bibi sambil menarik tangan Hyunmi ke arah ruang makan.
Jinjjayo?” ucap Hyunmi dengan mata berbinar.
“Apa aku juga boleh ikut makan?” tanya Donghae sambil tersenyum jahil.
Andwae! Oppa tidak boleh makan! Ini kan perayaan keberhasilanku,” jawab Hyunmi sambil menggembungkan pipinya.
Mwo? Yaak…”
“Sudah, sudah. Ayo kita makan!” ujar bibi menengahi pertengkaran kedua keponakannya.


***


Hyunmi mengetuk pintu kamar bibinya sambil memanggil bibinya itu berkali-kali. Tapi anehnya, pintu kamar itu tak juga terbuka. Dengan hati-hati gadis itu membuka pintu kamar immo-nya itu, berharap orang yang dicarinya berada di dalam kamar.
Immo?” panggilnya sambil melongokkan kepalanya ke dalam kamar. Kosong. Tidak ada siapapun di dalam sana.
Akhirnya gadis itu memutuskan untuk mencari barang yang ia cari di dalam kamar immo-nya itu sendiri. Setelah menutup pintu, Hyunmi mulai mencari bukunya yang tertinggal di sana. Lama ia mencari buku itu, sampai akhirnya pandangannya tertuju pada sebuah album foto yang tampak berdebu. Album foto itu terletak di dalam laci paling bawah dan tampak tak terawat.
Perlahan tangan lentik gadis itu membuka lembaran-lembaran album foto di tangannya. Betapa terkejutnya dia saat mendapati sebuah foto keluarga. Tampak seorang wanita dan pria yang sedang memeluk putri kecil mereka yang Hyunmi yakini adalah dirinya.
‘Apa ini foto ayah dan ibuku?’ pikirnya dalam hati.
Masih dengan penasaran yang mulai muncul dalam hatinya, ia membuka lembaran berikutnya. Di dalam foto itu banyak terdapat foto-foto seperti tadi. Wanita, pria, dan anak yang sama. Yah, mungkin saja itu foto ibu dan ayahnya yang sudah lama meninggal. Ia mengendikkan bahunya dan menutup album itu, lalu mengembalikannya ke dalam laci.
“Hyunmi, kau di mana?” panggil sebuah suara dari luar kamar dengan setengah berteriak.
Hyunmi tersentak dan segera beranjak dari tempatnya.
Ne, Oppa!” sahutnya seraya keluar dari dalam kamar immo-nya. Ia bahkan melupakan buku yang dicarinya.

“Ada apa, Oppa?” tanyanya saat sudah berada di hadapan Donghae.
“Ayo, kita jalan-jalan!” ajak Donghae sambil menarik tangan Hyunmi tanpa persetujuan dari si pemilik tangan.
“Ke mana?”
“Taman.”
“Taman?” tanya Hyunmi memastikan ucapan kakaknya itu dengan mata yang berbinar-binar.
Ia selalu senang saat diajak ke taman.
Ne.” Donghae mengangguk mantap. “Kajja!” ujarnya lagi sambil menarik tangan Hyunmi.


***


Seorang namja sedang duduk di kursi taman sambil memainkan kotak kecil berwarna biru sapphire di tangannya. Perlahan sudut bibirnya tertarik ke atas membentuk sebuah senyuman saat pikirannya tertuju pada seorang yeoja yang sangat ingin dia temui saat ini. Yeoja yang sudah ia curi ciumannya saat mereka baru saja bertemu di sekolah tadi pagi. Gila memang, tapi itulah yang dilakukannya pada yeoja yang sangat disukainya itu.

“Eunhyuk!”
Namja itu menoleh ke arah suara yang memanggil namanya. Senyumnya langsung mengembang saat melihat seorang namja yang sedang berjalan menghampirinya. Namja bernama Eunhyuk itu segera bangkit dan memasukkan kotak yang dipegangnya tadi ke dalam saku celananya.
“Hai!” sapanya saat sahabatnya itu sudah berdiri di hadapan mereka.
“Tumben sekali kau mengajakku ke taman?” tanya namja itu.
Eunhyuk hanya terkekeh sambil menggaruk belakang kepalanya yang sama sekali tidak gatal.
“Hyunmi-ya, kau kenapa? Kenapa bersembunyi di belakangku?” tanya namja itu pada seseorang di belakangnya.

Eunhyuk mengerutkan dahinya dan memiringkan kepalanya agar bisa melihat siapa yang berdiri di belakang Donghae. Dan senyumnya langsung mengembang saat mendapati seorang yeoja yang bersembunyi di belakang tubuh kakaknya, mungkin takut karena bertemu dengan Eunhyuk.
“Jadi kau Hyunmi?” tanya Eunhyuk sambil memamerkan senyumnya. Walaupun itu hanya untuk basa-basi karena ia sudah tahu siapa yeoja yang sedang diajaknya berbicara itu.
Hyunmi hanya mengangguk menjawab pertanyaan Eunhyuk. Sedangkan Donghae hanya bisa kebingungan melihat sikap adiknya yang tidak biasa itu.
“Hyunmi ini Eunhyuk, sahabatku yang sering menanyakan tentangmu itu. Eunhyuk, ini Hyunmi,” kata Donghae memperkenalkan Hyunmi pada Eunhyuk.
Annyeong, Hyunmi-ya,” sapa Eunhyuk yang tidak Hyunmi gubris.
“Hei, berhentilah bersembunyi di belakangku. Kau aneh sekali,” ujar Donghae heran pada sikap adiknya.
Eunhyuk yang melihatnya hanya terkekeh pelan dan kembali memamerkan deretan giginya yang rapi.
“Ayo, kita jalan-jalan!” ajaknya.


***


“Hei, soal kejadian tadi pagi… Maaf, ya,” kata Eunhyuk setelah posisi duduknya dan Hyunmi tidak sejauh tadi. Sekarang mereka hanya duduk di bangku taman berdua, sedangkan Donghae sedang membeli minuman di sebuah café yang tak jauh dari sana.
Hyunmi hanya melirik Eunhyuk yang berada di sampingnya. Perlahan wajahnya merona merah karena teringat akan kejadian mengejutkan tadi pagi. Bagaimana tidak? Namja ini sudah menciumnya!
“Kau tidak sengaja?” tanya Hyunmi hati-hati, berharap kejadian tadi pagi terjadi secara tidak sengaja.
Eunhyuk menggeleng dan senyumnya kembali mengembang. “Aku sengaja,” jawabnya, membuat Hyunmi langsung menoleh ke arahnya dan membelalakkan kedua matanya.
Mwo?” ucap Hyunmi kaget.
Eunhyuk mengangguk pelan. “Lee Hyunmi, sara…”
“Hyunmi!” Belum sempat namja itu menyelesaikan kalimatnya, Donghae sudah menghampiri mereka dengan dua minuman dingin di tangannya.

Eunhyuk tidak mungkin menyatakan perasaannya di depan Donghae, karena dia juga diam-diam menyukai Hyunmi sejak setahun yang lalu tanpa sepengetahuan Donghae.
“Ini minumanmu. Kau haus, kan?” katanya pada Hyunmi yang menanggapinya dengan anggukan dan meraih minuman yang Donghae sodorkan padanya.
“Hanya dua? Untukku mana?” tanya Eunhyuk.
“Beli saja sendiri! Kau kan punya uang sendiri,” ujar Donghae sambil mengisi tempat kosong di sebelah Hyunmi dan meminum minumannya.
“Yaak, kau jahat sekali,” cibir Eunhyuk sambil menyandarkan punggungnya ke sandaran bangku. “Kalau begitu aku minta punyamu saja,” ujarnya seraya berusaha meraih minuman Donghae.
“Yaak, enak saja kau! Beli sendiri!” seru Donghae sambil menjauhkan minumannya dari jangkauan Eunhyuk dan menjitak kepala namja itu.
“Auww…” ringis Eunhyuk sambil memegangi kepalanya yang terasa berdenyut-denyut.

Hyunmi menutup mulutnya, ia tertawa geli melihat kelakuan Donghae dan Eunhyuk yang ia rasa sangat kekanakan di usia mereka yang sudah menginjak 17 tahun. Tatapan Eunhyuk beralih pada Hyunmi yang sedang tertawa melihatnya. Perlahan senyum Eunhyuk ikut mengembang dan lama kelamaan tawanya mulai terdengar.


***


Annyeong!”
Hyunmi yang terkejut saat melihat namja yang tiba-tiba muncul di depannya sedikit memundurkan tubuhnya ke belakang, refleks. Secara tidak sengaja juga kakinya menabrak meja di belakangnya sehingga tubuhnya kehilangan keseimbangan. Terkejut melihat respon yang diterimanya, namja itu langsung menangkap tubuh Hyunmi yang hampir menyentuh lantai.
“Kau tidak apa-apa?” tanyanya.
Hyunmi hanya menganggukkan kepalanya. Dan wajahnya kembali memerah karena wajah mereka yang terlalu dekat. Perlahan ingatan tentang kejadian kemarin pun kembali lagi ke dalam memorinya. Tidak nyaman dengan posisinya sekarang, gadis itu mencoba bangkit. Tapi ia merasakan rasa nyeri pada pergelangan kakinya. Sepertinya kakinya terkilir.
“Kau kenapa?” tanya Eunhyuk khawatir saat mendengar gadis itu meringis kesakitan.
Hyunmi tidak menjawab pertanyaan Eunhyuk. Ia hanya meringis sambil memegangi pergelangan kakinya yang terasa nyeri.
“Kakimu kenapa?” tanya Eunhyuk yang lagi-lagi tidak Hyunmi jawab. “Ayo ke ruang kesehatan!”
“Ti-tidak usah,” tolak Hyunmi saat Eunhyuk mencoba mengangkat tubuhnya ke dalam gendongannya. “Aku tidak apa-apa.”
“Apanya yang tidak apa-apa? Kakimu terkilir,” ujar Eunhyuk, tidak memedulikan penolakan Hyunmi dan segera mengangkat tubuh gadis itu ke dalam gendongannya.


***


“Berapa lama kakinya akan sembuh?” tanya Eunhyuk pada seorang guru yang sedang bertugas di ruang kesehatan.
“Mungkin dua minggu,” jawabnya sambil membalut pergelangan kaki Hyunmi dengan perban. “Nah, sudah selesai. Setelah ini jangan memaksakan diri untuk melakukan pekerjaan berat,” ujarnya seraya bangkit dan keluar dari ruang kesehatan.
Sekarang tinggal Eunhyuk dan Hyunmi yang masih berada di dalam ruangan itu. Eunhyuk beringsut mendekati gadis itu. Tampak sekali di wajahnya, ia sangat mengkhawatirkan keadaan Hyunmi.
“Sudah merasa lebih baik?” tanyanya.
Ne, sedikit. Gomawo,” ucap Hyunmi pelan. Entah kenapa setiap berada di dekat namja ini ia selalu merasa canggung dan jantungnya berdegup sedikit lebih cepat. Eh, tunggu. Sedikit? Tidak, sangat cepat!
“Maaf, tadi aku mengejutkanmu,” kata Eunhyuk sambil menatap Hyunmi penuh penyesalan.
“Tidak apa-apa.”

Detik berikutnya keheningan mulai menyelimuti mereka. Perlahan-lahan mereka merasa agak canggung dengan suasana seperti ini. Eunhyuk terus menatap Hyunmi, dalam. Lama, dan perlahan-lahan namja itu menghapus jarak antara wajahnya dan wajah Hyunmi. Dekat… dekat… dan sekarang wajah mereka hanya berjarak beberapa centimeter.
Eunhyuk berhenti mendekatkan wajahnya saat merasa kedua tangan Hyunmi yang menahan bahunya. Terlihat keterkejutan di kedua bola mata gadis itu.

Wae, Oppa? Kenapa kau selalu bersikap seperti ini? Menciumku tanpa alasan pasti,” tanyanya pelan bahkan hampir seperti gumaman. “Apa maksudmu sebenarnya?” tanyanya lagi.
Eunhyuk menghela nafasnya perlahan, membuatnya menyapu pelan wajah Hyunmi.
“Kenapa katamu?” ucapnya pelan, membuat Hyunmi sedikit bingung. “Aku mencintaimu, Hyunmi-ya.”
Kini mata Hyunmi kembali membelalak. “Mwo?”
“Setahun,” ucap Eunhyuk saat ia menegakkan tubuhnya kembali hingga kini jarak wajah mereka tidak sedekat tadi. “Itu waktu yang aku lalui untuk menyukaimu secara diam-diam. Aku tahu ini terlalu tiba-tiba, tapi…”
Perlahan kedua tangan namja itu berpindah menggenggam kedua tangan yang tadi Hyunmi gunakan untuk menahan bahunya.
Would you be my girl?” tanyanya pelan sambil menatap Hyunmi dalam, penuh harap.
Oppa… aku…” Ucapan Hyunmi terputus dan tatapannya menunduk, tak lagi menatap mata namja di depannya itu. Ia tidak mau, lebih tepatnya tidak berani untuk menatapnya.

Perlahan Hyunmi menutup matanya ketika tiba-tiba bibir mereka bersentuhan. Sebelah tangan Eunhyuk menahan belakang kepala Hyunmi agar ciuman mereka tidak terlepas. Sementara Hyunmi hanya bisa membeku di tempatnya tanpa bisa memberontak sedikitpun. Detik-detik berlalu dengan bibir mereka yang masih bertaut. Lama kelamaan namja itu bisa merasakan Hyunmi membalas ciumannya. Dan dengan itulah ia dapat menyimpulkan bahwa cintanya selama ini tidak bertepuk sebelah tangan.


***


“Apa aku tidak bisa mengantarmu pulang?” tanya seorang namja yang menautkan tangannya pada tangan yeoja di sebelahnya itu.
Yeoja itu tersenyum tipis, berharap namja itu memaklumi keadaannya. Ia menggeleng pelan.
Mianhae, aku tidak mau Donghae-oppa tahu hubungan kita,” katanya masih dengan senyuman yang sama.
Namja itu menghela nafasnya pelan dan menarik sudut bibirnya. “Arraseo…” ucapnya sambil melepaskan tautan tangan mereka dan menepuk kepala yeoja itu pelan. “Sampai jumpa besok lagi!” ujarnya sebelum pergi dari hadapan yeoja itu.
Yeoja itu melambaikan sebelahnya pada namja yang sudah berjalan jauh di depannya. Setelah namja itu menghilang di belokan, ia pun membalikkan tubuhnya dan berjalan ke arah lapangan parkir sekolah.

Oppa!” panggilnya saat mendapati sosok Donghae yang masih menunggunya di depan mobil.
Donghae menoleh ke arahnya dan membalas senyumannya.
“Kau masih menungguku?” katanya saat ia sudah berada di hadapan kakaknya itu.
“Tentu saja. Kau mau aku meninggalkanmu?” tanya Donghae sambil mencubit pipi gadis itu gemas.
Gadis itu menggeleng pelan sambil melepaskan tangan Donghae yang masih mencubit pipinya.
“Ayo, pulang!”


***


Hyunmi memerhatikan jalanan di depan rumahnya lewat jendela. Malam ini langit tidak secerah malam kemarin, hujan rintik-rintik perlahan-lahan membasahi jalanan kota Seoul. Besok adalah hari Sabtu dan sekolahnya libur. Seharusnya malam ini ia keluar untuk jalan-jalan bersama namjachingu-nya seperti remaja-remaja lainnya. Tapi tidak dengan Hyunmi, ia takut hubungannya dengan Eunhyuk akan diketahui oleh Donghae kalau mereka terus terlihat bersama.
Hyunmi menekuk lututnya dan melingkarkan kedua tangannya pada lututnya tersebut. Ia kembali memerhatikan layar ponselnya. Kosong, tidak ada satu pesan pun yang masuk. Ia menghembuskan nafasnya pelan, mencoba meredam kekecewaan yang perlahan masuk ke dalam dadanya.

Wae, Hyunmi?”
Gadis itu menoleh ke samping dan mendapati Donghae yang sedang menyodorkan segelas coklat hangat padanya.
Ia menggeleng. “Aniyo…”
“Lalu? Apa yang kau lamunkan?” tanya Donghae seraya bergerak mengisi tempat kosong di sebelah Hyunmi.
Eunhyuk. Namja itu yang dipikirkannya sekarang, tapi ia tidak mungkin mengatakan hal itu pada Donghae.
“Tidak ada,” jawabnya setelah meneguk coklat hangat yang tadi Donghae berikan padanya.
Sebenarnya bukan hanya Eunhyuk yang menjadi pikirannya saat ini. Banyak yang ia pikirkan. Apalagi tentang foto keluarga yang ia temukan di kamar immo-nya. Apa benar itu foto ayah dan ibu mereka? Kalau benar, kenapa immo tidak pernah memperlihatkannya padanya atau Donghae?

“Hyun… Hyunmi!”
Hyunmi tersadar kembali saat mendengar Donghae memanggil namanya dan mengguncang pelan lengannya.
“Ah… Eh… Ne, Oppa?” ucapnya tergagap.
“Kau kenapa? Kau aneh sekali,” ujar Donghae seraya menyesap coklat hangatnya.
Lagi-lagi Hyunmi menggelengkan kepalanya pelan. “Tidak apa-apa.”
“Atau jangan-jangan kau sakit, ya?” tanyanya sambil menempelkan punggung tangannya pada dahi Hyunmi yang langsung Hyunmi tepis.
“Aku tidak apa-apa, Oppa,” ujarnya sambil merapikan poninya yang sempat Donghae singkirkan.
“Atau kau sedang ada masalah dengan kelas barumu? Ayo, ceritakan padaku.”
“Aku tidak apa-apa. Jangan khawatirkan aku,” kata Hyunmi sambil menarik sudut bibirnya. “Terima kasih sudah mengkhawatirkanku.”
Donghae tersenyum melihat senyuman gadis itu dan mengelus pelan kepalanya.

“Ah, iya! Oppa, apa kau pernah melihat foto orang tua kita?” tanyanya sesaat kemudian, membuat tubuh Donghae sedikit menegang mendengarnya.
“A.. Apa?”
Ne, appa dan omma. Apa kau pernah melihat bagaimana wajah mereka?” tanyanya lagi yang membuat Donghae semakin membulatkan matanya.
“Eh… ngg… Aniya. Aku tidak pernah melihatnya,” jawabnya kaku sembari kembali menyesap minuman hangatnya.
Bisa didengarnya Hyunmi mendesah pelan.
“Aneh sekali. Kenapa immo tidak pernah memperlihatkan kepada kita bagaimana wajah appa dan omma?” ucap Hyunmi heran sambil menyesap coklat hangatnya.
Donghae menggelengkan kepalanya canggung. “Mo.. mollayo,” ucapnya pelan, takut Hyunmi akan menanyainya lebih banyak lagi tentang orang tua mereka.
Tiba-tiba layar ponsel Hyunmi menyala. Ada pesan baru yang masuk ke ponselnya.
“Dari siapa?” tanya Donghae.
“Sora,” jawab Hyunmi singkat sambil mengetikkan balasan di ponselnya.

Donghae mengalihkan pandangannya ke pemandangan di luar jendela. Lagi-lagi ia menghela nafasnya lelah. Haruskah… Haruskah kebenaran lama yang sudah ia dan immo-nya tutupi selama bertahun-tahun ini terbongkar? Kebenaran yang akan menyakiti mereka semua, terutama Hyunmi. Siapa Hyunmi, siapa Donghae, dan kenapa mereka bisa dikatakan kakak beradik kandung oleh immo. Donghae memang tahu siapa sebenarnya dirinya dan Hyunmi, tapi ia tidak tahu kenapa mereka bisa hidup bersama immo-nya sekarang. Karena pemegang kunci kebenaran itu adalah immo mereka.

“Hei, sedang apa kalian di sana?”
Donghae dan Hyunmi serempak menoleh ke arah suara yang memanggil mereka.
“Ayo, makan! Makan malam sudah siap,” ujar immo yang berdiri di dekat pintu.
Ne, Immo,” ujar kedua orang yang sedang duduk di dekat jendela itu sambil bangkit dari tempat duduk mereka.
Perlahan Donghae melirik Hyunmi dengan tatapan ibanya.

‘Hyunmi… Haruskah kau tahu semuanya?’


***


“Siapa?”
“Ini aku.”
“Masuklah.”
Perlahan pintu kamar itu terbuka dan muncullah Donghae dari baliknya. Ia masuk ke dalam kamar immo-nya setelah menutup pintu rapat dan pelan, takut membangunkan Hyunmi yang memang sudah tertidur dua jam yang lalu.
“Ada apa, Hae?” tanya immo yang sudah menutup buku yang sedang dibacanya.
Immo, aku ingin bicara sebentar.”
“Bicaralah.”

Donghae menghembuskan nafasnya pelan dan menatap immo­-nya gusar.
Immo, apa sebaiknya kita memberitahu Hyunmi tentang kebenarannya?” ucapnya hati-hati, takut emosi wanita paruh baya di depannya itu akan meledak saat mendengar ucapannya.
Mwo?”
Immo, cepat atau lambat dia pasti akan tahu kebenaran yang kita tutupi selama ini.”
Tampak rahang wanita itu sedikit mengeras dan tangannya yang sudah mengepal sempurna. Terlihat kilatan emosi dari tatapannya yang ia lemparkan pada keponakan sulungnya itu.
“Tidak. Dia tidak boleh tahu apapun,” ucap immo dingin.
“Tapi, Immo. Bagaimana kalau Hyunmi tahu kebenaran itu dengan sendirinya? Itu pasti akan membuatnya semakin tersakiti.”
“Omong kosong!” bentak immo yang membuat Donghae sedikit tersentak saat mendengarnya. “Dia tidak akan tahu kalau kau tidak memberitahunya, Hae!” ujarnya sambil memukul keras meja di hadapannya.
Immo…”
“Tidak! Dia tidak boleh tahu!” seru immo yang semakin terlihat emosi.

Donghae mendesah pelan dan membalikkan tubuhnya. Ia hendak keluar dari kamar itu saat langkahnya berhenti, dan berbalik menatap immo-nya.
Immo…”
Immo mengangkat wajahnya, menatap Donghae yang sudah berada di ambang pintu.
“Sebenarnya ada satu hal yang belum aku ketahui. Dan hal itu pasti akan kami ketahui cepat atau lambat…” ucapnya pelan.
Ia membuka pintu kamar immo dan keluar dari sana. Sementara immo hanya memandangi meja yang ada di hadapannya dengan tatapan menerawang. Sesekali ia memijit kepalanya yang terasa berdenyut-denyut.

Tidak boleh. Hyunmi tidak boleh tahu apapun tentang semua ini. Dan Donghae… Dia tidak boleh tahu lebih jauh lagi tentang kebenarannya.


***


Donghae melangkah ke kamarnya dengan pikiran yang kacau. Saat melewati kamar Hyunmi, ia menghentikan langkahnya. Dipandanginya sebentar pintu kamar gadis itu, lalu tangan kanannya tergerak untuk membukanya. Ia melongokkan kepalanya ke dalam kamar itu. Gelap. Semua penerangan di dalam kamar itu sudah dimatikan dan hanya diterangi oleh lampu dari balkon kamar Hyunmi. Tidak heran, karena sekarang sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Gadis itu sudah tertidur lelap di atas kasurnya.
Donghae melangkah dan mendekati kasur Hyunmi, ia duduk di sisi ranjang sambil merapikan rambut Hyunmi yang menutupi wajahnya. Dipandanginya wajah gadis yang sudah bertahun-tahun disukainya itu. Apa? Suka? Ya, tidak bisa Donghae pungkiri lima belas tahun tumbuh bersamanya membuat perasaan itu tumbuh. Ditambah lagi status mereka yang tidak memiliki hubungan darah sedikitpun.

Donghae melihat Hyunmi tersenyum dalam tidurnya. Dia pasti sedang bermimpi indah sekarang.

‘Hyunmi, apa yang sedang kau mimpikan? Itu pasti indah, kan? Apa kau sedang memimpikan ayah dan ibumu?’
Perlahan Donghae mendekatkan wajahnya pada wajah gadis itu dan mengecup lembut dahinya.
Sweet dream…” bisiknya sebelum beranjak keluar dari kamar gadis itu dan kembali ke kamarnya sendiri.


-To be continued-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar