Title : The Truth (Part 1)
Author : Ifa Raneza
Edited by: Hendiana
Edited by: Hendiana
Cast : Lee Donghae, Lee Hyunmi
(OC), Lee Hyuk Jae (Eunhyuk)
Genre : Romance, Family, Friendship
When the painful truth between us is uncovered…
***
Aku melangkahkan kedua kakiku
dengan berat ke sebuah bukit tempat di mana tubuhnya dimakamkan. Buliran air
mata keluar begitu saja saat pandanganku tertuju pada satu titik, makamnya.
Sebuah foto diletakkan di dekat makam itu yang membuatku teringat kembali akan
wajahnya, senyumnya, tawanya. Dan kenangan pahit sepuluh tahun yang lalu pun
kembali masuk ke dalam memoriku.
***
-10 tahun yang lalu-
“Donghae-oppa!” panggil seorang yeoja
sambil berlari-lari kecil menghampiri seorang namja yang lebih tinggi darinya.
Namja itu menoleh dan mendapati yeoja itu sudah berdiri di belakangnya sambil tersenyum manis,
senyuman yang paling ia sukai dari yeoja
itu.
“Bagaimana?” tanya Donghae sambil
membalas senyuman yeoja itu.
Gadis itu mengeluarkan sebuah
amplop dan menunjukkan isinya pada Donghae. Dengan mata yang berbinar-binar
gadis itu menatap Donghae.
“Aku diterima!” ujarnya senang.
Donghae makin mengembangkan
senyumnya dan menepuk sayang puncak kepala gadis itu. “Chukkaeyo,” ucapnya.
“Bagaimana? Berarti aku bisa pergi
ke sekolah bersamamu setiap hari, kan?” tanya gadis itu yang hanya Donghae
jawab dengan anggukan. “Berarti aku tidak perlu naik bus lagi?”
Donghae terkekeh mendengar ucapan
gadis itu. “Ne, kau akan pergi dan
pulang sekolah bersamaku.”
“Gomawo, Oppa!” sorak gadis itu seraya menghambur ke pelukan Donghae.
“Aku beruntung sekali menjadi dongsaeng-mu,”
ujarnya lagi yang langsung membuat tubuh Donghae menegang.
Perlahan senyuman Donghae memudar
dan dengan kaku kedua tangannya membalas pelukan gadis itu.
“Ne, dongsaeng…” ucapnya ragu.
Merasa ada yang aneh pada kakaknya
itu, gadis itu mendorong tubuh Donghae hingga pelukan mereka terlepas.
“Wae, Oppa?” tanyanya bingung.
Donghae menarik sudut bibirnya yang
mulai terasa kaku dan menggeleng.
“Gwaenchana,” jawabnya. “Ayo, pulang! Kita rayakan kabar baik ini bersama
immo di rumah,” ujarnya sambil
menarik tangan gadis itu ke arah sebuah mobil putih.
***
Di rumah, bibi mereka menyambut
kedatangan mereka dengan senyum hangat. Dengan riang gadis itu masuk ke dalam
rumah dan memeluk bibinya. Sambil terkekeh pelan karena melihat sikap manis
keponakannya, wanita paruh baya itu membalas pelukannya.
“Immo, aku diterima di sekolah kakak!” serunya gembira saat
melepaskan pelukannya.
“Oh, jinjja? Bukankah itu bagus?” sahut wanita paruh baya itu sembari
mengelus puncak kepala keponakannya.
“Ne, berarti dia tidak perlu lagi pergi ke sekolah dengan bus,” ujar
Donghae dengan nada mengejek.
Gadis itu mengerucutkan bibirnya
kesal. Melihat wajah kesal gadis itu, bibi dan Donghae terkekeh pelan.
“Ayo, kita rayakan. Immo sudah memasak makanan kesukaanmu, Hyunmi-ya,”
ujar bibi sambil menarik tangan Hyunmi ke arah ruang makan.
“Jinjjayo?” ucap Hyunmi dengan mata berbinar.
“Apa aku juga boleh ikut makan?”
tanya Donghae sambil tersenyum jahil.
“Andwae! Oppa tidak boleh
makan! Ini kan perayaan keberhasilanku,” jawab Hyunmi sambil menggembungkan
pipinya.
“Mwo? Yaak…”
“Sudah, sudah. Ayo kita makan!”
ujar bibi menengahi pertengkaran kedua keponakannya.
***
Hyunmi mengetuk pintu kamar bibinya
sambil memanggil bibinya itu berkali-kali. Tapi anehnya, pintu kamar itu tak
juga terbuka. Dengan hati-hati gadis itu membuka pintu kamar immo-nya itu, berharap orang yang
dicarinya berada di dalam kamar.
“Immo?” panggilnya sambil melongokkan kepalanya ke dalam kamar.
Kosong. Tidak ada siapapun di dalam sana.
Akhirnya gadis itu memutuskan untuk
mencari barang yang ia cari di dalam kamar immo-nya
itu sendiri. Setelah menutup pintu, Hyunmi mulai mencari bukunya yang
tertinggal di sana. Lama ia mencari buku itu, sampai akhirnya pandangannya
tertuju pada sebuah album foto yang tampak berdebu. Album foto itu terletak di
dalam laci paling bawah dan tampak tak terawat.
Perlahan tangan lentik gadis itu
membuka lembaran-lembaran album foto di tangannya. Betapa terkejutnya dia saat
mendapati sebuah foto keluarga. Tampak seorang wanita dan pria yang sedang
memeluk putri kecil mereka yang Hyunmi yakini adalah dirinya.
‘Apa ini foto ayah dan ibuku?’
pikirnya dalam hati.
Masih dengan penasaran yang mulai
muncul dalam hatinya, ia membuka lembaran berikutnya. Di dalam foto itu banyak
terdapat foto-foto seperti tadi. Wanita, pria, dan anak yang sama. Yah, mungkin
saja itu foto ibu dan ayahnya yang sudah lama meninggal. Ia mengendikkan
bahunya dan menutup album itu, lalu mengembalikannya ke dalam laci.
“Hyunmi, kau di mana?” panggil
sebuah suara dari luar kamar dengan setengah berteriak.
Hyunmi tersentak dan segera
beranjak dari tempatnya.
“Ne, Oppa!” sahutnya seraya keluar dari dalam kamar immo-nya. Ia bahkan melupakan buku yang
dicarinya.
“Ada apa, Oppa?” tanyanya saat sudah berada di hadapan Donghae.
“Ayo, kita jalan-jalan!” ajak
Donghae sambil menarik tangan Hyunmi tanpa persetujuan dari si pemilik tangan.
“Ke mana?”
“Taman.”
“Taman?” tanya Hyunmi memastikan
ucapan kakaknya itu dengan mata yang berbinar-binar.
Ia selalu senang saat diajak ke
taman.
“Ne.” Donghae mengangguk mantap. “Kajja!” ujarnya lagi sambil menarik tangan Hyunmi.
***
Seorang namja sedang duduk di kursi taman sambil memainkan kotak kecil
berwarna biru sapphire di tangannya. Perlahan sudut bibirnya tertarik ke atas
membentuk sebuah senyuman saat pikirannya tertuju pada seorang yeoja yang sangat ingin dia temui saat
ini. Yeoja yang sudah ia curi
ciumannya saat mereka baru saja bertemu di sekolah tadi pagi. Gila memang, tapi
itulah yang dilakukannya pada yeoja
yang sangat disukainya itu.
“Eunhyuk!”
Namja itu menoleh ke arah suara yang memanggil namanya. Senyumnya
langsung mengembang saat melihat seorang namja
yang sedang berjalan menghampirinya. Namja
bernama Eunhyuk itu segera bangkit dan memasukkan kotak yang dipegangnya tadi
ke dalam saku celananya.
“Hai!” sapanya saat sahabatnya itu
sudah berdiri di hadapan mereka.
“Tumben sekali kau mengajakku ke
taman?” tanya namja itu.
Eunhyuk hanya terkekeh sambil
menggaruk belakang kepalanya yang sama sekali tidak gatal.
“Hyunmi-ya, kau kenapa? Kenapa
bersembunyi di belakangku?” tanya namja
itu pada seseorang di belakangnya.
Eunhyuk mengerutkan dahinya dan
memiringkan kepalanya agar bisa melihat siapa yang berdiri di belakang Donghae.
Dan senyumnya langsung mengembang saat mendapati seorang yeoja yang bersembunyi di belakang tubuh kakaknya, mungkin takut
karena bertemu dengan Eunhyuk.
“Jadi kau Hyunmi?” tanya Eunhyuk
sambil memamerkan senyumnya. Walaupun itu hanya untuk basa-basi karena ia sudah
tahu siapa yeoja yang sedang
diajaknya berbicara itu.
Hyunmi hanya mengangguk menjawab
pertanyaan Eunhyuk. Sedangkan Donghae hanya bisa kebingungan melihat sikap
adiknya yang tidak biasa itu.
“Hyunmi ini Eunhyuk, sahabatku yang
sering menanyakan tentangmu itu. Eunhyuk, ini Hyunmi,” kata Donghae
memperkenalkan Hyunmi pada Eunhyuk.
“Annyeong, Hyunmi-ya,” sapa Eunhyuk yang tidak Hyunmi gubris.
“Hei, berhentilah bersembunyi di
belakangku. Kau aneh sekali,” ujar Donghae heran pada sikap adiknya.
Eunhyuk yang melihatnya hanya
terkekeh pelan dan kembali memamerkan deretan giginya yang rapi.
“Ayo, kita jalan-jalan!” ajaknya.
***
“Hei, soal kejadian tadi pagi…
Maaf, ya,” kata Eunhyuk setelah posisi duduknya dan Hyunmi tidak sejauh tadi.
Sekarang mereka hanya duduk di bangku taman berdua, sedangkan Donghae sedang
membeli minuman di sebuah café yang tak jauh dari sana.
Hyunmi hanya melirik Eunhyuk yang
berada di sampingnya. Perlahan wajahnya merona merah karena teringat akan
kejadian mengejutkan tadi pagi. Bagaimana tidak? Namja ini sudah menciumnya!
“Kau tidak sengaja?” tanya Hyunmi
hati-hati, berharap kejadian tadi pagi terjadi secara tidak sengaja.
Eunhyuk menggeleng dan senyumnya
kembali mengembang. “Aku sengaja,” jawabnya, membuat Hyunmi langsung menoleh ke
arahnya dan membelalakkan kedua matanya.
“Mwo?” ucap Hyunmi kaget.
Eunhyuk mengangguk pelan. “Lee Hyunmi,
sara…”
“Hyunmi!” Belum sempat namja itu menyelesaikan kalimatnya,
Donghae sudah menghampiri mereka dengan dua minuman dingin di tangannya.
Eunhyuk tidak mungkin menyatakan
perasaannya di depan Donghae, karena dia juga diam-diam menyukai Hyunmi sejak
setahun yang lalu tanpa sepengetahuan Donghae.
“Ini minumanmu. Kau haus, kan?”
katanya pada Hyunmi yang menanggapinya dengan anggukan dan meraih minuman yang
Donghae sodorkan padanya.
“Hanya dua? Untukku mana?” tanya
Eunhyuk.
“Beli saja sendiri! Kau kan punya
uang sendiri,” ujar Donghae sambil mengisi tempat kosong di sebelah Hyunmi dan
meminum minumannya.
“Yaak, kau jahat sekali,” cibir
Eunhyuk sambil menyandarkan punggungnya ke sandaran bangku. “Kalau begitu aku
minta punyamu saja,” ujarnya seraya berusaha meraih minuman Donghae.
“Yaak, enak saja kau! Beli
sendiri!” seru Donghae sambil menjauhkan minumannya dari jangkauan Eunhyuk dan
menjitak kepala namja itu.
“Auww…” ringis Eunhyuk sambil
memegangi kepalanya yang terasa berdenyut-denyut.
Hyunmi menutup mulutnya, ia tertawa
geli melihat kelakuan Donghae dan Eunhyuk yang ia rasa sangat kekanakan di usia
mereka yang sudah menginjak 17 tahun. Tatapan Eunhyuk beralih pada Hyunmi yang
sedang tertawa melihatnya. Perlahan senyum Eunhyuk ikut mengembang dan lama
kelamaan tawanya mulai terdengar.
***
“Annyeong!”
Hyunmi yang terkejut saat melihat namja yang tiba-tiba muncul di depannya
sedikit memundurkan tubuhnya ke belakang, refleks. Secara tidak sengaja juga
kakinya menabrak meja di belakangnya sehingga tubuhnya kehilangan keseimbangan.
Terkejut melihat respon yang diterimanya, namja
itu langsung menangkap tubuh Hyunmi yang hampir menyentuh lantai.
“Kau tidak apa-apa?” tanyanya.
Hyunmi hanya menganggukkan
kepalanya. Dan wajahnya kembali memerah karena wajah mereka yang terlalu dekat.
Perlahan ingatan tentang kejadian kemarin pun kembali lagi ke dalam memorinya.
Tidak nyaman dengan posisinya sekarang, gadis itu mencoba bangkit. Tapi ia
merasakan rasa nyeri pada pergelangan kakinya. Sepertinya kakinya terkilir.
“Kau kenapa?” tanya Eunhyuk
khawatir saat mendengar gadis itu meringis kesakitan.
Hyunmi tidak menjawab pertanyaan
Eunhyuk. Ia hanya meringis sambil memegangi pergelangan kakinya yang terasa
nyeri.
“Kakimu kenapa?” tanya Eunhyuk yang
lagi-lagi tidak Hyunmi jawab. “Ayo ke ruang kesehatan!”
“Ti-tidak usah,” tolak Hyunmi saat
Eunhyuk mencoba mengangkat tubuhnya ke dalam gendongannya. “Aku tidak apa-apa.”
“Apanya yang tidak apa-apa? Kakimu
terkilir,” ujar Eunhyuk, tidak memedulikan penolakan Hyunmi dan segera
mengangkat tubuh gadis itu ke dalam gendongannya.
***
“Berapa lama kakinya akan sembuh?”
tanya Eunhyuk pada seorang guru yang sedang bertugas di ruang kesehatan.
“Mungkin dua minggu,” jawabnya
sambil membalut pergelangan kaki Hyunmi dengan perban. “Nah, sudah selesai.
Setelah ini jangan memaksakan diri untuk melakukan pekerjaan berat,” ujarnya
seraya bangkit dan keluar dari ruang kesehatan.
Sekarang tinggal Eunhyuk dan Hyunmi
yang masih berada di dalam ruangan itu. Eunhyuk beringsut mendekati gadis itu.
Tampak sekali di wajahnya, ia sangat mengkhawatirkan keadaan Hyunmi.
“Sudah merasa lebih baik?”
tanyanya.
“Ne, sedikit. Gomawo,”
ucap Hyunmi pelan. Entah kenapa setiap berada di dekat namja ini ia selalu merasa canggung dan jantungnya berdegup sedikit
lebih cepat. Eh, tunggu. Sedikit? Tidak, sangat cepat!
“Maaf, tadi aku mengejutkanmu,”
kata Eunhyuk sambil menatap Hyunmi penuh penyesalan.
“Tidak apa-apa.”
Detik berikutnya keheningan mulai
menyelimuti mereka. Perlahan-lahan mereka merasa agak canggung dengan suasana
seperti ini. Eunhyuk terus menatap Hyunmi, dalam. Lama, dan perlahan-lahan namja itu menghapus jarak antara
wajahnya dan wajah Hyunmi. Dekat… dekat… dan sekarang wajah mereka hanya
berjarak beberapa centimeter.
Eunhyuk berhenti mendekatkan
wajahnya saat merasa kedua tangan Hyunmi yang menahan bahunya. Terlihat
keterkejutan di kedua bola mata gadis itu.
“Wae, Oppa? Kenapa kau selalu bersikap seperti ini? Menciumku tanpa
alasan pasti,” tanyanya pelan bahkan hampir seperti gumaman. “Apa maksudmu
sebenarnya?” tanyanya lagi.
Eunhyuk menghela nafasnya perlahan,
membuatnya menyapu pelan wajah Hyunmi.
“Kenapa katamu?” ucapnya pelan,
membuat Hyunmi sedikit bingung. “Aku mencintaimu, Hyunmi-ya.”
Kini mata Hyunmi kembali
membelalak. “Mwo?”
“Setahun,” ucap Eunhyuk saat ia
menegakkan tubuhnya kembali hingga kini jarak wajah mereka tidak sedekat tadi.
“Itu waktu yang aku lalui untuk menyukaimu secara diam-diam. Aku tahu ini
terlalu tiba-tiba, tapi…”
Perlahan kedua tangan namja itu berpindah menggenggam kedua
tangan yang tadi Hyunmi gunakan untuk menahan bahunya.
“Would you be my girl?” tanyanya pelan sambil menatap Hyunmi dalam,
penuh harap.
“Oppa… aku…” Ucapan Hyunmi terputus dan tatapannya menunduk, tak
lagi menatap mata namja di depannya
itu. Ia tidak mau, lebih tepatnya tidak berani untuk menatapnya.
Perlahan Hyunmi menutup matanya
ketika tiba-tiba bibir mereka bersentuhan. Sebelah tangan Eunhyuk menahan
belakang kepala Hyunmi agar ciuman mereka tidak terlepas. Sementara Hyunmi
hanya bisa membeku di tempatnya tanpa bisa memberontak sedikitpun. Detik-detik
berlalu dengan bibir mereka yang masih bertaut. Lama kelamaan namja itu bisa merasakan Hyunmi membalas
ciumannya. Dan dengan itulah ia dapat menyimpulkan bahwa cintanya selama ini
tidak bertepuk sebelah tangan.
***
“Apa aku tidak bisa mengantarmu
pulang?” tanya seorang namja yang
menautkan tangannya pada tangan yeoja
di sebelahnya itu.
Yeoja itu tersenyum tipis, berharap namja itu memaklumi keadaannya. Ia menggeleng pelan.
“Mianhae, aku tidak mau Donghae-oppa
tahu hubungan kita,” katanya masih dengan senyuman yang sama.
Namja itu menghela nafasnya pelan dan menarik sudut bibirnya. “Arraseo…” ucapnya sambil melepaskan
tautan tangan mereka dan menepuk kepala yeoja
itu pelan. “Sampai jumpa besok lagi!” ujarnya sebelum pergi dari hadapan yeoja itu.
Yeoja itu melambaikan sebelahnya pada namja yang sudah berjalan jauh di depannya. Setelah namja itu menghilang di belokan, ia pun
membalikkan tubuhnya dan berjalan ke arah lapangan parkir sekolah.
“Oppa!” panggilnya saat mendapati sosok Donghae yang masih
menunggunya di depan mobil.
Donghae menoleh ke arahnya dan
membalas senyumannya.
“Kau masih menungguku?” katanya
saat ia sudah berada di hadapan kakaknya itu.
“Tentu saja. Kau mau aku
meninggalkanmu?” tanya Donghae sambil mencubit pipi gadis itu gemas.
Gadis itu menggeleng pelan sambil
melepaskan tangan Donghae yang masih mencubit pipinya.
“Ayo, pulang!”
***
Hyunmi memerhatikan jalanan di
depan rumahnya lewat jendela. Malam ini langit tidak secerah malam kemarin, hujan
rintik-rintik perlahan-lahan membasahi jalanan kota Seoul. Besok adalah hari
Sabtu dan sekolahnya libur. Seharusnya malam ini ia keluar untuk jalan-jalan
bersama namjachingu-nya seperti
remaja-remaja lainnya. Tapi tidak dengan Hyunmi, ia takut hubungannya dengan
Eunhyuk akan diketahui oleh Donghae kalau mereka terus terlihat bersama.
Hyunmi menekuk lututnya dan
melingkarkan kedua tangannya pada lututnya tersebut. Ia kembali memerhatikan
layar ponselnya. Kosong, tidak ada satu pesan pun yang masuk. Ia menghembuskan
nafasnya pelan, mencoba meredam kekecewaan yang perlahan masuk ke dalam
dadanya.
“Wae, Hyunmi?”
Gadis itu menoleh ke samping dan
mendapati Donghae yang sedang menyodorkan segelas coklat hangat padanya.
Ia menggeleng. “Aniyo…”
“Lalu? Apa yang kau lamunkan?”
tanya Donghae seraya bergerak mengisi tempat kosong di sebelah Hyunmi.
Eunhyuk. Namja itu yang dipikirkannya sekarang, tapi ia tidak mungkin
mengatakan hal itu pada Donghae.
“Tidak ada,” jawabnya setelah
meneguk coklat hangat yang tadi Donghae berikan padanya.
Sebenarnya bukan hanya Eunhyuk yang
menjadi pikirannya saat ini. Banyak yang ia pikirkan. Apalagi tentang foto
keluarga yang ia temukan di kamar immo-nya.
Apa benar itu foto ayah dan ibu mereka? Kalau benar, kenapa immo tidak pernah memperlihatkannya
padanya atau Donghae?
“Hyun… Hyunmi!”
Hyunmi tersadar kembali saat
mendengar Donghae memanggil namanya dan mengguncang pelan lengannya.
“Ah… Eh… Ne, Oppa?” ucapnya tergagap.
“Kau kenapa? Kau aneh sekali,” ujar
Donghae seraya menyesap coklat hangatnya.
Lagi-lagi Hyunmi menggelengkan
kepalanya pelan. “Tidak apa-apa.”
“Atau jangan-jangan kau sakit, ya?”
tanyanya sambil menempelkan punggung tangannya pada dahi Hyunmi yang langsung
Hyunmi tepis.
“Aku tidak apa-apa, Oppa,” ujarnya sambil merapikan poninya
yang sempat Donghae singkirkan.
“Atau kau sedang ada masalah dengan
kelas barumu? Ayo, ceritakan padaku.”
“Aku tidak apa-apa. Jangan
khawatirkan aku,” kata Hyunmi sambil menarik sudut bibirnya. “Terima kasih
sudah mengkhawatirkanku.”
Donghae tersenyum melihat senyuman
gadis itu dan mengelus pelan kepalanya.
“Ah, iya! Oppa, apa kau pernah melihat foto orang tua kita?” tanyanya sesaat
kemudian, membuat tubuh Donghae sedikit menegang mendengarnya.
“A.. Apa?”
“Ne, appa dan omma. Apa
kau pernah melihat bagaimana wajah mereka?” tanyanya lagi yang membuat Donghae
semakin membulatkan matanya.
“Eh… ngg… Aniya. Aku tidak pernah melihatnya,” jawabnya kaku sembari kembali
menyesap minuman hangatnya.
Bisa didengarnya Hyunmi mendesah
pelan.
“Aneh sekali. Kenapa immo tidak pernah memperlihatkan kepada
kita bagaimana wajah appa dan omma?” ucap Hyunmi heran sambil menyesap
coklat hangatnya.
Donghae menggelengkan kepalanya
canggung. “Mo.. mollayo,” ucapnya
pelan, takut Hyunmi akan menanyainya lebih banyak lagi tentang orang tua
mereka.
Tiba-tiba layar ponsel Hyunmi
menyala. Ada pesan baru yang masuk ke ponselnya.
“Dari siapa?” tanya Donghae.
“Sora,” jawab Hyunmi singkat sambil
mengetikkan balasan di ponselnya.
Donghae mengalihkan pandangannya ke
pemandangan di luar jendela. Lagi-lagi ia menghela nafasnya lelah. Haruskah…
Haruskah kebenaran lama yang sudah ia dan immo-nya
tutupi selama bertahun-tahun ini terbongkar? Kebenaran yang akan menyakiti
mereka semua, terutama Hyunmi. Siapa Hyunmi, siapa Donghae, dan kenapa mereka
bisa dikatakan kakak beradik kandung oleh immo.
Donghae memang tahu siapa sebenarnya dirinya dan Hyunmi, tapi ia tidak tahu
kenapa mereka bisa hidup bersama immo-nya
sekarang. Karena pemegang kunci kebenaran itu adalah immo mereka.
“Hei, sedang apa kalian di sana?”
Donghae dan Hyunmi serempak menoleh
ke arah suara yang memanggil mereka.
“Ayo, makan! Makan malam sudah
siap,” ujar immo yang berdiri di
dekat pintu.
“Ne, Immo,” ujar kedua
orang yang sedang duduk di dekat jendela itu sambil bangkit dari tempat duduk
mereka.
Perlahan Donghae melirik Hyunmi
dengan tatapan ibanya.
‘Hyunmi… Haruskah kau tahu
semuanya?’
***
“Siapa?”
“Ini aku.”
“Masuklah.”
Perlahan pintu kamar itu terbuka
dan muncullah Donghae dari baliknya. Ia masuk ke dalam kamar immo-nya setelah menutup pintu rapat dan
pelan, takut membangunkan Hyunmi yang memang sudah tertidur dua jam yang lalu.
“Ada apa, Hae?” tanya immo yang sudah menutup buku yang sedang
dibacanya.
“Immo, aku ingin bicara sebentar.”
“Bicaralah.”
Donghae menghembuskan nafasnya
pelan dan menatap immo-nya gusar.
“Immo, apa sebaiknya kita memberitahu Hyunmi tentang kebenarannya?”
ucapnya hati-hati, takut emosi wanita paruh baya di depannya itu akan meledak
saat mendengar ucapannya.
“Mwo?”
“Immo, cepat atau lambat dia pasti akan tahu kebenaran yang kita
tutupi selama ini.”
Tampak rahang wanita itu sedikit
mengeras dan tangannya yang sudah mengepal sempurna. Terlihat kilatan emosi
dari tatapannya yang ia lemparkan pada keponakan sulungnya itu.
“Tidak. Dia tidak boleh tahu
apapun,” ucap immo dingin.
“Tapi, Immo. Bagaimana kalau Hyunmi tahu kebenaran itu dengan sendirinya?
Itu pasti akan membuatnya semakin tersakiti.”
“Omong kosong!” bentak immo yang membuat Donghae sedikit
tersentak saat mendengarnya. “Dia tidak akan tahu kalau kau tidak
memberitahunya, Hae!” ujarnya sambil memukul keras meja di hadapannya.
“Immo…”
“Tidak! Dia tidak boleh tahu!” seru
immo yang semakin terlihat emosi.
Donghae mendesah pelan dan
membalikkan tubuhnya. Ia hendak keluar dari kamar itu saat langkahnya berhenti,
dan berbalik menatap immo-nya.
“Immo…”
Immo mengangkat wajahnya, menatap Donghae yang sudah berada di
ambang pintu.
“Sebenarnya ada satu hal yang belum
aku ketahui. Dan hal itu pasti akan kami ketahui cepat atau lambat…” ucapnya
pelan.
Ia membuka pintu kamar immo dan keluar dari sana. Sementara immo hanya memandangi meja yang ada di
hadapannya dengan tatapan menerawang. Sesekali ia memijit kepalanya yang terasa
berdenyut-denyut.
Tidak boleh. Hyunmi tidak boleh
tahu apapun tentang semua ini. Dan Donghae… Dia tidak boleh tahu lebih jauh
lagi tentang kebenarannya.
***
Donghae melangkah ke kamarnya
dengan pikiran yang kacau. Saat melewati kamar Hyunmi, ia menghentikan
langkahnya. Dipandanginya sebentar pintu kamar gadis itu, lalu tangan kanannya
tergerak untuk membukanya. Ia melongokkan kepalanya ke dalam kamar itu. Gelap.
Semua penerangan di dalam kamar itu sudah dimatikan dan hanya diterangi oleh
lampu dari balkon kamar Hyunmi. Tidak heran, karena sekarang sudah menunjukkan
pukul sebelas malam. Gadis itu sudah tertidur lelap di atas kasurnya.
Donghae melangkah dan mendekati
kasur Hyunmi, ia duduk di sisi ranjang sambil merapikan rambut Hyunmi yang
menutupi wajahnya. Dipandanginya wajah gadis yang sudah bertahun-tahun
disukainya itu. Apa? Suka? Ya, tidak bisa Donghae pungkiri lima belas tahun tumbuh
bersamanya membuat perasaan itu tumbuh. Ditambah lagi status mereka yang tidak
memiliki hubungan darah sedikitpun.
Donghae melihat Hyunmi tersenyum
dalam tidurnya. Dia pasti sedang bermimpi indah sekarang.
‘Hyunmi, apa yang sedang kau mimpikan?
Itu pasti indah, kan? Apa kau sedang memimpikan ayah dan ibumu?’
Perlahan Donghae mendekatkan
wajahnya pada wajah gadis itu dan mengecup lembut dahinya.
“Sweet dream…” bisiknya sebelum beranjak keluar dari kamar gadis itu
dan kembali ke kamarnya sendiri.
-To be continued-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar