Yak, karena respon readernya bagus, jadi saya post-kan kelanjutan FF yg kemaren. Monggo dibaca :)
Author : Ifa Raneza
Main Cast : Yesung a.k.a Kim Jong Woon , Park Hye Mi
Genre : Romance
Author : Ifa Raneza
Main Cast : Yesung a.k.a Kim Jong Woon , Park Hye Mi
Genre : Romance
(******)
“Kau Sungmin?!”
“Y… ya… A… aku Sungmin. Apa aku
mengenalmu?” jawab Sungmin dengan tampang bingung.
“Oh, jadi kau yang….” Kalimat Jong
Woon langsung dipotong Hye Mi. “Dia Kim Jong Woon. Jong Woon-oppa, ini Lee Sung Min.”
“Oh…. Aku Lee Sung Min,” kata Sungmin
seraya mengulurkan tangan pada Jong Woon dan tersenyum.
“Kim Jong Woon,” sahut Jong Woon
sambil menjabat tangan Sungmin.
“Jadi, akhirnya kita bertemu di
sini,” kata Sungmin pada Hye Mi.
“Mmm… ya. Kebetulan sekali,” kata
Hye Mi sambil menunduk.
“Menurutku ini seperti… yaahh,
takdir.”
“Semua yang terjadi pada manusia
adalah takdir Tuhan. Dan aku rasa pertemuan kita kali ini biasa saja,” kata Hye
Mi. Sungmin terdiam.
Hye Mi mengangkat kepalanya dan
tersenyum. Sungmin membalas senyuman Hye Mi. Sementara Jong Woon memutar kedua
bola matanya dan menghela napas melihat kedua orang di depannya saling
tersenyum.
“Ya!” seru Jong Woon membuat dua
orang itu terkejut. “Aku sudah mendapatkan buku yang kucari. Sepertinya
sekarang kita harus pulang, Park Hye Mi-ssi,”
ujar Jong Woon sambil menarik tangan Hye Mi ke arah kasir. “Oh, sampai jumpa,
Sung Min-ssi,” kata Jong Woon sebelum
ia pergi.
*****
“Apa
maksudmu menarikku tadi?” tanya Hye Mi dengan nada tinggi setelah mereka keluar
dari toko buku.
"Tidak.
Kenapa? Kau marah padaku?”
“Tidak.
Hanya saja…. Gomawoyo,” kata Hye Mi.
Jong Woon
kaget. “Apa?”
“Aku
berpikir bagaimana cara pergi dari sana tanpa menyinggung perasaan Sungmin,
tapi berkat kau aku tidak perlu memikirkannya lagi.” Hye Mi mulai berjalan dan
diikuti Jong Woon.
“Aku pikir
kau menyukainya,” kata Jong Woon.
“Aku belum
siap bertemu dengannya lagi sejak dia pindah dulu,” kata Hye Mi sambil
memandang langit.
Jong Woon
tampak bingung. Dia sangat ingin menanyakan maksud Hye Mi, tapi dia takut tidak
akan mendapatkan jawaban yang diinginkannya. “Aaah, aku lapar sekali~. Di
apartemenku tidak ada makanan,” ujarnya dengan sesekali melirik Hye Mi.
“Kau
lapar?” tanya Hye Mi. Dia melihat jam tangannya. Lalu berkata, “Aku tahu tempat
makan yang enak dan murah di dekat rumahku dan apartemenmu.”
“Ayo antar
aku ke sana!”
“Ayo!”
*****
Jong Woon
dan Hye Mi sampai di rumah makan mie yang berada di dekat apartemen Jong Woon
maupun rumah Hye Mi. Hye Mi kenal baik bibi pemilik rumah makan ini. Karena itu
ia sering mendapat diskon saat suasana hati bibi pemilik rumah makan sedang
baik.
“Selamat
datang! Ah, Hye Mi! Silakan duduk!” ujar bibi pemilik rumah makan ketika
melihat Hye Mi dan Jong Woon masuk. “Mau pesan apa?”
“Aku mie
yang seperti biasa. Jong Woon-oppa,
kau mau pesan apa?”
“Ah, hah?
Aku sama denganmu saja,” jawab Jong Woon sambil tersenyum.
“Baiklah,
tunggu sebentar.” Bibi Han–––pemilik rumah makan–––masuk ke dalam dapur. Tak
lama kemudian ia keluar membawa dua pesanan Hye Mi dan Jong Woon dan dua air
putih. “Silakan!”
“Terima
kasih, Bibi,” kata Hye Mi sambil tersenyum dan melahap mie-nya.
“Park Hye
Mi, siapa dia? Aku baru melihatnya hari ini. Apa dia pacarmu?” tanya bibi Han
dengan berbisik sementara Jong Woon tengah sibuk melahap mie-nya.
“Mwo?” kata Hye Mi kaget. Lalu ia berhenti
melahap mie-nya. “Bukan, Bibi, dia temanku yang baru pindah ke apartemen di
dekat dari sini,” jawab Hye Mi.
“Oh, kukira
pacarmu,” kata bibi Han seraya pergi meninggalkan Hye Mi dan Jong Woon.
Hye Mi
kembali sibuk menghabiskan makanannya. Lalu Jong Woon berbisik pada Hye Mi,
“Apa yang kalian bicarakan? Apa kalian membicarakan aku?”
“Mwo? Bukan… bukan.”
Jong Woon
membulatkan matanya dan mendekatkan wajahnya pada Hye Mi. “Kalau begitu apa?
Cepat beritahu aku!” ujarnya tidak sabar.
Hye Mi
menyenggol pipi Jong Woon dengan telunjuknya. “Ani! Cepat habiskan makananmu!” ujarnya dengan nada kesal.
Jong Woon
mendesah tanda kesal. Ia kembali melahap makanannya. Tiba-tiba ia kembali
teringat akan ucapan Hye Mi di jalan tadi. Rasa penasarannya muncul kembali.
Apa ini waktu yang tepat untuk menanyakannya?
“Park Hye
Mi.”
“Hm?”
“Apa
maksudmu ‘Aku belum siap bertemu dengan Sungmin’?” tanya Jong Woon.
Hye Mi
berhenti melahap makanannya. “Apa kau perlu tahu itu?”
“Tidak….
Tapi aku ingin.”
Hye Mi
sebenarnya enggan menceritakan ini pada Jong Woon. Tapi entah kenapa perasaan
Hye Mi mengatakan Jong Woon orang yang dapat dipercaya. Padahal mereka baru
bertemu beberapa jam yang lalu.
“Saat SMP
dulu Sungmin menyukaiku–––kata temanku–––sangat menyukaiku malah. Tapi aku
tidak percaya begitu saja. Tapi saat upacara kelulusan SMP, dia bertemu orang
tuaku.”
“Lalu?”
Mata Jong Woon kembali membulat dan mendekatkan wajahnya pada Hye Mi tanda
sangat ingin tahu.
“Dia bilang
pada mereka bahwa dia akan melamarku.”
“MWO?!” seru Jong Woon kaget sehingga
semua orang memandangi mereka berdua.
“Pelankan
suaramu, pabo namja!” ujar Hye Mi
kesal.
“Mian, aku kaget. Lalu?”
“Lalu apa?”
“Kau juga
menyukainya?”
Hye Mi
diam. “Entahlah….”jawabnya. “Maksudku, dia sepertinya… yah, bukan tipeku.”
“Tipe?”
Jong Woon bersandar pada kursinya. “Apa tipemu?” tanyanya.
“Kenapa kau
mau tahu?”
“Hahaha....
Entahlah. Mungkin aku figur oppa yang
baik, jadi aku berperasaan ingin mencarikanmu pacar.”
“Tidak
perlu. Kau dengar? TIDAK PERLU!”
“Baiklah….
Baiklah….”
*****
Hye Mi
keluar dari kamarnya dengan jaket dan tas selempangnya. Ia akan berkunjung ke
rumah Song Eun hari ini. Yap, Song Eun baru pulang dari berkunjung ke rumah
neneknya di luar kota. Ia melihat jam tangannya. Jam empat sore, ibunya tidak
akan marah jika ia pulang jam tujuh malam jika ia ke rumah Song Eun. Orang tua
Hye Mi sangat mempercayai sahabatnya itu. Hye Mi mengunci pintu rumah dan
memasukkan kunci tersebut ke dalam tasnya. Rumah Song Eun tidak terlalu jauh
dari rumahnya, maka ia memilih untuk pergi dengan jalan kaki.
Lama
kelamaan Hye Mi merasa ada yang janggal. Ia berhenti sebentar dan dari raut
wajahnya tampak ia sedang berpikir. Kunci rumah… sudah, handphone… sudah,
dompet… juga sudah dibawa. Apa yang kurang? Hye Mi mengangkat kedua bahunya dan
meneruskan berjalan.
****
Jong Woon
masuk ke dalam apartemennya dengan tampang lesu. Ia meletakkan tasnya di atas
meja tamu, lalu ia berjalan ke dapur dan mengambil sebotol minuman dari dalam
kulkas. Ia berjalan ke ruang tamu dan duduk di sofa sambil meneguk minuman itu.
Terlihat dari wajahnya, Jong Woon sangat lelah. Hari ini memang hari pertamanya
kuliah. Tapi dia tidak menyangka akan selelah ini. Ia melihat jam tangannya.
Masih jam empat sore. Jong Woon memutar otaknya, ia memikirkan cara apa untuk
menghilangkan bosannya saat ini. Jika ia masih di rumah, ia pasti akan mencari
ibunya sekarang. Akhirnya Jong Woon berdiri dan mengambil tasnya. Lalu ia
keluar dari apartemen. Sepertinya dia mendapat ide akan ke mana. Ya, menemui
Park Hye Mi.
Karena
jarak antara apartemennya dan rumah Hye Mi tidak terlalu jauh, Jong Woon sampai
di depan rumah Hye Mi dalam waktu yang tidak lama. Tapi apa yang ia dapat di
depan rumah gadis itu? Hye Mi sudah bersiap-siap dengan jaket dan sedang
mengunci pintu rumahnya. Jong Woon sembunyi di belakang pagar rumah tetangga
Hye Mi. Kalau gadis itu melihatnya, ia pasti tidak akan mendapatkan jawaban
yang memuaskan jika ditanya gadis itu mau ke mana.
Jong Woon
makin penasaran. Mau ke mana Hye Mi? Apa dia akan menemui Lee Sung Min? Aahh,
berdiam diri dan menebak-nebak tidak aka nada gunanya! Jong Woon mulai
mengikuti Hye Mi. Mau ke mana sebenarnya gadis ini?
Jong Woon
membututi Hye Mi dengan mulus tanpa adanya gangguan. Hye Mi pun masih tidak
menyadari keberadaan Jong Woon. Tapi setelah beberapa menit mereka berjalan,
langkah Hye Mi terhenti di depan supermarket. Jong Woon melompat kecil ke
belakang telepon umum agar Hye Mi tidak menyadari keberadaannya. Mau apa dia?
Apa dia mau belanja? Tapi kenapa Hye Mi tidak langsung masuk ke dalam supermarket?
Dia malah memeriksa keadaan di sekelilingnya dan wajahnya tampak sedang
berpikir. Ah! Jangan-jangan Hye Mi menyadari kalau dia sedang dibuntuti? Jong
Woon mulai panik. Tapi akhirnya Hye Mi mulai berjalan lagi. Jong Woon bernapas
lega. Untung saja dia tidak ketahuan. “Terima kasih, Tuhan….”
Akhirnya
mereka tiba di depan sebuah rumah bercat putih. Hye Mi masuk ke halaman rumah
tersebut dan menekan bel. Jong Woon melihat sekeliling rumah itu dari pagar
rumah tersebut. Rumah siapa ini? Dan yang lebih ia pertanyakan, kenapa Hye Mi
tidak menyadari keberadaannya di depan pagar? Tak lama kemudian keluarlah
seorang gadis seusia Hye Mi dari rumah tersebut. Mereka berdua tampak akrab.
Gadis itu lalu menunjuk ke arah Jong Woon, tapi laki-laki itu tidak sadar dirinya
sedang ditunjuk. Lalu tiba-tiba terdengar suara Hye Mi dengan nada kaget, “Apa
yang kaulakukan di sini, Oppa!?” Jong
Woon mengangkat wajahnya dan mendapati Hye Mi dengan wajah kesal bercampur
kaget sedang menatapnya.
****
Hye Mi
menekan bel. Lalu, keluarlah Song Eun dari dalam rumah.
“Hai, Hye
Mi! Apa kau merindukanku?” sapa Song Eun ramah.
“Kau bisa
saja,” kata Hye Mi ringan sambil menyenggol lengan sahabatnya itu. “Tapi yah…
benar. Aku merindukanmu.”
“Oh,
hahaha….” Song Eun memerhatikan laki-laki di depan pagar rumahnya. Siapa dia?
“Hye Mi, kau membawa teman? Kenapa tidak disuruh masuk saja?” tanya Song Eun.
“Mwo? Aku tidak membawa teman, aku
sendirian ke sini,” jawab Hye Mi bingung.
“Lalu…
siapa dia?” tanya Song Eun sambil menunjuk laki-laki itu.
Hye Mi
menoleh dan mendapati Jong Woon sedang berdiri di depan pagar. Mata Hye Mi
membelalak kaget. Tanpa dicerna terlebih dahulu, kata-katanya keluar begitu
saja, “Apa yang kaulakukan di sini, Oppa!?”
Jong Woon
mengangkat wajahnya. Ia tidak tahu harus berkata apa selain tersenyum. Yah…
karena sedang kebingungan, senyumannya jadi mirip seperti senyuman bodoh.
“Apa yang
kaulakukan di sini, Oppa?!” Hye Mi
mengulangi pertanyaannya yang belum dijawab.
“A… aku…
aku hanya….” Jong Woon menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil memutar
otak. Apa yang harus ia katakan sekarang?
“Sudah,
sudah. Lebih baik kalian masuk dulu. Tidak nyaman di luar seperti ini. Ayo,
masuk! Hye Mi, suruh dia masuk juga,” kata Song Eun menengahi.
“Kau belum
menjawab pertanyaanku, Oppa,” kata Hye
Mi setelah mereka bertiga duduk di sofa di ruang tamu.
“Aku hanya
kebetulan lewat dan melihatmu masuk ke sini… jadi….”
“Tidak
mungkin! Kau kan masih buta arah, tidak mungkin kau hanya kebetulan lewat.
Memangnya kau bodoh berjalan-jalan tapi masih buta arah tanpa takut tersesat?
Lagipula kau tidak membawa peta!” potong Hye Mi dengan omelan bertubi-tubi.
“Kau pasti mengikutiku, kan?” tuduh Hye Mi.
“Mwo? Untuk apa aku mengikutimu?” elak
Jong Woon.
“Lalu,
kenapa kau bisa ada di sini?” tanya Hye Mi.
“A… aku…
Aku…” Jong Woon kehabisan ide. Sepertinya ia harus mengaku kalau masih ingin
hidup–––seperti yang ia tahu, Hye Mi galak sekali. “Baiklah…. Kau benar, aku
mengikutimu.”
“Tuh kan!
Benar apa yang kubilang kan? Kenapa kau mengikutiku?”
“Ya! Apa
kau tidak lelah terus bertanya seperti itu?”
“Sudah,
sudah! Aku tidak mengerti pembicaraan kalian. Lagipula, kau siapa? Aku baru
melihatmu sekarang. Apa hubunganmu dengan Park Hye Mi?” tanya Song Eun.
“Yah… aku
Kim Jong Woon. Aku orang baru di sini, jadi aku memerlukan Hye Mi untuk jadi
pemanduku sementara waktu,” jawab Jong Woon sambil mengulurkan tangan kanannya.
“Oh, aku
Lee Song Eun, teman sekelas Hye Mi. Salam kenal, Oppa,” kata Song Eun sambil menjabat tangan Jong Woon.
“Aku masih
bertanya-tanya kenapa kau mengikutiku, Jong Woon-oppa.”
“Apa aku
harus menjawab pertanyaanmu itu?” Jong Woon berbalik bertanya.
“Tentu!”
jawab Hye Mi tegas. “Dan aku paling tidak suka orang yang berbalik bertanya.”
“Baiklah….
Aku hanya sedang ingin menemuimu. Puas?” jawab Jong Woon.
Pipi Hye Mi
memanas. “M-mwo?”
“Ya, aku
ingin menemuimu.”
“Oh,
tidak…. Apa kau merindukan Park Hye Mi, Oppa?
Sebenarnya apa hubungan kalian?” tanya Song Eun dengan wajah ingin tahu. Ia
yakin hubungan mereka bukan hanya sebatas teman baru.
“Apa yang
kau pikirkan, Song Eun? Aku tidak ada hubungan lebih dengan namja ini,” elak Hye Mi.
“Aaah,
sudahlah, Hye Mi! Akui saja kalau kalian pacaran!” goda Song Eun.
“Lee Song
Eun!” hardik Hye Mi.
“Aah, aku
memang belum punya pacar….” gumam Jong Woon yang akhirnya terdengar oleh kedua
gadis itu juga.
“Mwo?! Apa ini ‘kode’ darimu, Jong Woon-oppa? Ah, sudahlah. Aku ambil minuman
dulu. Sebentar ya.”
Song Eun
berjalan ke dapur meninggalkan Jong Woon dan Hye Mi di ruang tamu. Hye Mi tidak
tahu lagi harus berkata apa pada laki-laki yang ada di depannya. Ia sangat
kesal sekarang. Kenapa laki-laki ini terus mengganggunya? Dan lagi, untuk apa
Jong Woon mengikutinya ke sini? Bosan? Ingin bertemu dengannya? Alasannya
sangat aneh.
“Aku memang
ingin bertemu denganmu,” ujar Jong Woon mengagetkan Hye Mi yang sedang melamun.
“Dari
sekian banyak teman barumu di kota ini–––terutama teman kuliah–––kenapa harus
aku yang ingin kau temui?” tanya Hye Mi dengan nada datar.
Jong Woon
tersenyum. “Kalau kujawab sekarang mungkin kau tidak akan percaya,” jawabnya.
Hye Mi
mengerutkan alisnya. “Wae?” tanyanya
lagi.
“Karena
kita baru bertemu dua hari yang lalu.”
Tak lama
setelah Jong Woon menjawab pertanyaan Hye Mi, Song Eun datang dengan tiga
minuman dingin dari dalam dapur.
“Hei, apa
yang sedang kalian bicarakan? Apa aku sudah melewatkan hal yang penting?” tanya
Song Eun dengan nada bergurau.
“Aniya, tidak ada yang penting,” jawab
Hye Mi dengan nada kesal. Ya, dia masih kesal dengan Jong Woon.
Bagaimana
mungkin namja ini mengikutinya sampai
ke sini dan alasannya hanya karena dia ingin menemui Hye Mi. Alasan yang
dangkal. Hye Mi melirik wajah Jong Woon yang sedang asyik mengobrol dengan Song
Eun. Wajahnya bersinar ketika tertawa sehingga pipinya mengembang. Entah apa
yang Hye Mi rasakan sekarang, tapi ia hanya diam melihat mereka berdua
mengobrol.
“Jong Woon-oppa, kalau aku boleh tahu kenapa kau
pindah ke kota Seoul?” tanya Song Eun ingin tahu.
“Sebenarnya
aku tidak ingin pindah. Ayahku yang memaksaku pindah,” jawab Jong Woon.
Hye Mi
tergelak.
“Ya! Kenapa
kau tertawa, Park Hye Mi?” tanya Jong Woon dengan wajah sinis dan nada bicara
yang menandakan dirinya kesal.
“Pfft….
Tidak… aku hanya geli mendengar ucapanmu. Kau dipaksa pindah? Apa kau
benar-benar anak yang menyusahkan?” Tawa Hye Mi meledak.
“Ya! Diam
atau aku akan….”
“Atau apa?
Apa yang akan kau lakukan?” tantang Hye Mi sambil terus tertawa.
“Aish….”
geram Jong Woon sambil mengepalkan tangan kanannya.
“Sudah…
sudah! Kalian ini bertengkar terus,” kata Song Eun menengahi dua orang yang
sedang beradu mulut di depannya.
“Cepat
alihkan pembicaraan atau aku akan semakin sulit bernapas karena tertawa…
hahaha!” ujar Hye Mi sambil memegang perutnya.
“Oppa, kau sedang kuliah? Mengambil
jurusan apa?” tanya Song Eun.
“Aku
mengambil jurusan musik,” jawab Jong Woon.
“Bisa kau
ceritakan?”
Sementara
mereka berdua mengobrol Hye Mi hanya terdiam. Sekitar sepuluh menit berlalu Hye
Mi hanya diam. Hye Mi sangat bosan sekarang. Mereka hampir tidak meliriknya
sama sekali. Tiba-tiba Hye Mi merasa handphone-nya bergetar. Ia merogoh tasnya
dan menatap layar handphone-nya dengan wajah senang. Aahh… akhirnya ada orang
yang mengirim SMS padanya di saat yang tepat. Penyelamatku…. Hye Mi membuka pesan itu dan raut wajahnya berubah
sedikit terkejut melihat siapa pengirim pesan itu.
Annyeong, Hye Mi-ssi!
Apa kau sedang sibuk? Kalau tidak mala mini aku ingin
berkunjung ke rumahmu sepulang dari rumah pamanku. Apa kau keberatan?
Sungmin
“Siapa?”
Hye Mi
menoleh ke sumber suara itu. Ia mendapati Jong Woon sedang memperhatikannya
dalam-dalam. Hye Mi tidak menyadari laki-laki itu memperhatikannya sejak ia
membuka pesan dari Sungmin tadi. Entah kenapa tatapan laki-laki itu menakutkan
seperti… tatapan pemburu? Ah, entahlah. Hye Mi tidak tahu pasti apa arti
tatapannya.
“Siapa?”
Jong Woon mengulangi pertanyaannya. “Sungmin?”
Hye Mi
terkejut mendengar tebakan Jong Woon benar. “Ah? Eh….” Hye Mi gugup.
“Apa?!
Sungmin? Hye Mi, kau sudah bertemu dengan Lee Sung Min?!” tanya Song Eun
terkejut. “Bagaimana bisa kau tidak menceritakannya padaku?” tanya Song Eun
kesal.
“Jawab
pertanyaanku, apa itu Sungmin?” tanya Jong Woon lagi.
Hye Mi
kesal dirinya dijatuhi pertanyaan yang begitu banyak dan berulang-ulang.
“Memang kenapa?”
“Jawab saja
iya atau bukan,” kata Jong Woon mulai kesal.
“Terserah
aku mau jawab atau tidak.” Dengan kesal Hye Mi membalas pesan Sungmin yang
bertuliskan; “Ne, aku tidak keberatan.
Datanglah.”
Biar saja
Sungmin datang mala ini. Barangkali itu bisa menghilangkan rasa kesalnya.
****
Hye Mi dan
Jong Woon sampai di depan rumah Hye Mi. Hari sudah gelap ketika mereka sampai
di sana. Hye Mi memutar kunci rumahnya. Sebelum masuk, ia menghadap Jong Woon
dan mengatakan sesuatu.
“Gomawo sudah mengantarku pulang.
Sekarang pulanglah, aku tidak mau kau tersesat malam-malam seperti ini,” kata
Hye Mi.
“Hye Mi-ssi,” panggil Jong Woon sebelum gadis
itu masuk ke rumahnya.
“Hm?”
“Kau mau
tahu kenapa kau orang yang paling ingin kutemui hari ini?”
“Kenapa?”
tanya Hye Mi serius. Ia sangat penasaran apa alasan namja yang satu ini menemuinya.
“Karena kau
salah satu orang yang paling ‘istimewa’ untukku,” jawab Jong Woon membuat mata
Hye Mi membulat.
“Mwo?”
Jong Woon
maju mendekati Hye Mi dan memegang kedua bahu gadis itu. “Aku tidak peduli kau
percaya atau tidak. Tapi….” Jong Woon memperhatikan lekat-lekat wajah gadis yang
sedang menampakkan wajah terkejutnya itu. “Sepertinya aku menyukaimu.”
Jantung Hye
Mi seperti mau lepas mendengarnya. Dan yang bisa ia katakan adalah, “Mwo?”
“Kau tidak
mendengarku?” Jong Woon masih memegang bahu Hye Mi. “Park Hye Mi, jadilah
pacarku.”
Ya!
Sekarang Hye Mi merasa jantungnya benar-benar lepas. Benarkah yang dia dengar
barusan? Atau ini hanya khayalannya? Hye Mi memandang laki-laki di depannya.
Jong Woon menatap dalam-dalam matanya menunggu jawaban.
“Kau mau
jadi pacarku, kan?” tanya Jong Woon. Ia mengecup kepala Hye Mi yang sedang
mematung. “Hye Mi?” panggil Jong Woon. “Ya! Park Hye Mi! Kenapa kau diam?”
Hye Mi
sadar dari lamunannya. Teriakan Jong Woon menandakan bahwa dirinya sedang tidak
bermimpi atau berkhayal.
“Baiklah,
dengan ini kau resmi jadi pacarku. Sampai jumpa besok!” kata Jong Woon. “Oh ya,
besok kuusahakan menjemputmu dari sekolah. Annyeong!”
kata Jong Woon sambil berlalu.
Hye Mi
merasa dirinya sudah gila sekarang.
****
Hye Mi
masuk ke dalam rumahnya dan duduk di sofa. Ia merasa dirinya sudah benar-benar
gila. Bagaimana mungkin ia tidak menentang perkataan Jong Woon bahwa dirinya
sudah resmi jadi pacar namja itu
tadi. Haah… aku benar-benar sudah gila.
Dan tatapan Jong Woon padanya saat ia membuka pesan dari Sungmin…. Sekarang ia
tahu tatapan apa itu. Tatapan cemburu.
TING TONG!
Hye Mi
disadarkan oleh bunyi bel. Ia bergegas membuka pintu dan mendapati Lee Sung Min
sedang berdiri sambil tersenyum manis di sana.
“Hai!” sapa
Sungmin.
Hye Mi
hampir lupa Sungmin berjanji akan berkunjung. “Ah…. Lee Sung Min, silakan
masuk.”
Sungmin
duduk di sofa di mana Hye Mi duduk tadi.
“Tunggu
sebentar, aku ambilkan minuman dulu,” ujar Hye Mi seraya meninggalkan Sungmin
di ruang tamu.
“Ne….”
Tak lama
kemudian, Hye Mi keluar dari dapur membawa dua minuman jeruk. “Mian menunggu
lama.”
“Emm… aniya.” Sungmin meneguk minumannya.
“Jong Woon baru saja ke sini?” tanya Sungmin memecahkan keheningan.
“Hah? Ah… ne,” jawab Hye Mi sedikit gugup.
Bagaimana pun ia masih ingat kejadian tadi. Ia masih terlalu gugup untuk
mendengar nama laki-laki itu.
“Kalian
baru bertemu tapi sudah sangat akrab sekali,” ujar Sungmin sambil tersenyum
manis.
“Emm…. Ne, mungkin karena kami sama-sama mudah
bergaul,” sahut Hye Mi.
“Hmm… ne.” Sungmin menyapu pandangannya ke
seluruh penjuru ruangan itu. “Rasanya sudah lama sekali aku tidak kemari.”
“Benar.
Setelah lulus SMP kau langsung pindah.”
“Ya, dan
semenjak saat itu aku terus memikirkanmu,” ujar Sungmin membuat Hye Mi kembali
terkejut. “Aku sangat merindukanmu.”
Sungmin
menatap lekat-lekat gadis yang ada di hadapannya sekarang. Gadis yang sangat ia
rindukan beberapa tahun terakhir. Entah kenapa ia merindukan wajah gadis ini,
sangat merindukan saat ia menatap wajahnya. Ia ingin sekali menyentuh wajah
gadis itu, mengelusnya, menyentuh bibirnya. Tapi hal itu belum terwujud sama
sekali.
Hye Mi
bingung kenapa dua namja ini sama
saja. Sama-sama suka membuatnya terkejut. Tapi ia lebih terkejut ketika
mendengar pernyataan cinta dari Jong Woon tadi. Hye Mi ingin segera membantah
dirinya ‘resmi’ menjadi pacar namja itu.
Tapi entah kenapa Hye Mi merasa dirinya tidak ingin membantahnya. Ia merasa
nyaman ketika Jong Woon memegang pundaknya, mencium kepalanya, dan menyatakan
dirinya sudah menjadi pacar namja
itu. Ya, tidak perlu dibantah. Bahkan hati kecil Hye Mi tidak mau membantahnya.
****
Hye Mi yang
baru saja keluar dari gerbang sekolah bersama Song Eun dikejutkan oleh Jong
Woon yang menunggunya di sana sambil tersenyum. Ia melambaikan tangannya ramah,
lalu menghampiri dua gadis itu. Song Eun berbisik pada Hye Mi, “Hei, kenapa
hari ini dia menjemputmu? Apa ada hal penting yang kau sembunyikan dariku?” Hye
Mi tidak menjawab pertanyaan sahabatnya itu. Ah, dasar pabo namja! Dia benar-benar datang menjemput! Hye Mi menyimpan
kekesalan dalam hati.
“Kau sudah
pulang?” tanya Jong Woon ramah.
“Mm… ne,” jawab Hye Mi pelan. “Kau
benar-benar datang menjemputku.”
Song Eun
tersentak. “Jadi kau sudah tahu dia mau menjemputmu?” bisik Song Eun yang tidak
dipedulikan Hye Mi.
“Tentu
saja, aku harus menepati janjiku,” ujar Jong Woon sambil tersenyum manis dan
membuat Hye Mi semakin salah tingkah. “Kau kan chagiya-ku sekarang.”
“Mwo!? Hye Mi, jadi kalian sudah
pacaran?!” ujar Song Eun kaget.
“Mm…
kemarin sepulang dari rumahmu kami sudah jadian,” sahut Jong Woon sambil mengangguk
dan terus tersenyum. Entah kenapa hatinya sedang sangat berbunga-bunga. “Oh
iya. Chagiya, aku ingin menghabiskan
waktu denganmu dulu sebelum pulang. Kami duluan ya, Song Eun.” Jong Woon
merangkul Hye Mi yang mematung dan berlalu meninggalkan Song Eun yang masih
tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
“Cha… chagiya?! Chagiya katanya?!” kata Song Eun pada dirinya sendiri. “Aiish, aku
benar-benar gila karena mereka berdua.”
****
“Kenapa kau
membawaku ke sini?” tanya Hye Mi ketika mereka berdua sampai di taman.
“Wae? Kau tidak suka?” tanya Jong Woon
seraya duduk di kursi putih di tengah-tengah taman itu.
“Mm….” Hye
Mi menggeleng. “Aku suka,” jawab Hye Mi. Ia merasa nyaman di taman itu, di
dekat Jong Woon.
Jong Woon
merangkul Hye Mi. Entah kenapa Hye Mi merasa tidak ingin menepis tangan Jong
Woon yang ada di pundaknya sekarang. “Kau suka berada di sini?” tanya Jong Woon
sambil menatap Hye Mi.
“Ya, tempat
ini membuatku nyaman.”
“Sepertinya
kau masih terkejut dengan ucapanku tadi malam,” ujar Jong Woon sambil tersenyum
kecil. Lucu rasanya mengingat bagaimana wajah Hye Mi tadi malam.
“Kau tahu?
Aku hampir jantungan karenamu,” ujar Hye Mi kesal sambil menoleh pada Jong
Woon.
“Kalau kau
jantungan, aku siap meminjamkannya padamu,” ujar Jong Woon sambil menyentuh
dadanya.
Hye Mi
melihat senyum Jong Woon. Entah kenapa baru sekarang ia menyadari bahwa
senyuman laki-laki itu sangat menawan. Wajahnya memerah sesaat.
“Aku belum
menjawab pernyataan cintamu padaku, kau tahu?”
Jong Woon
terkekeh. “Kalau tidak begitu, kau tidak akan menjadi milikku dan aku takut kau
direbut orang,” ujar Jong Woon. Ia menatap Hye Mi lekat-lekat. Ia baru
menyadari gadis ini sangat cantik di matanya. Ia baru menyadari ia terpesona
pada gadis ini. Pasti aku sudah gila,
batinnya sambil tersenyum. “Biarpun begitu, aku janji aku akan membuatmu
mencintaiku.”
“Apa?”
“Ya, aku
akan membuatmu menyukaiku, mencintaiku, tidak mau melepaskanku, dan ingin
selalu berada di pelukanku. Aku akan membuatmu jatuh ke dalam pelukanku. Aku
akan membuatmu terus memikirkanku, merindukanku, dan ingin terus melihat
wajahku dan senyumanku. Kau dengar? Inilah janjiku padamu. Karena itu jangan
pernah pergi dariku agar aku bisa menepati janjiku padamu.”
Mata Hye Mi
membulat. “Hah… kau benar-benar sudah gila, Kim Jong Woon,” ujarnya.
“Benar, aku
memang sudah gila. Aku tergila-gila karenamu. Karena itu jangan sembuhkan
penyakit ‘gila’ku ini.”
Hye Mi
menatap Jong Woon yang sedang tersenyum. Ia terdiam. Ia tidak tahu harus
berkata apa lagi. Tiba-tiba ia tertawa. “Baiklah, arraseo. Coba saja tepati janjimu,” tantangnya seraya berdiri.
Jong Woon
menahan tangan Hye Mi, lalu ia ikut berdiri dan merangkul ‘pacar’nya itu.
“Lihat saja, aku pasti akan menepati janjiku.”
(to be continued)
Don't be silent reader, leave comment :)