Title :
Rainbow Behind The Clouds
-Part 4
Author: Ifa Raneza
Cast :
~
Cho Kyuhyun
~
Kim Shin Jung
~
Kim Jong Woon (Yesung)
Saat
kau merasa lelah bahkan tidak mampu untuk merasakan denyut nadimu sendiri,
Apa
yang kau rasakan?
Sakit?
Lelah? Atau… bingung?
Bingung
akan satu pertanyaan, ‘Siapkah dirimu meninggalkan dunia tempatmu kini
berpijak? Meninggalkan orang-orang yang masih ingin mendengar detak jantungmu?’
Atau…
Bukan hanya itu yang kau bingungkan.
Tapi
juga ‘Apa alasanmu untuk tetap bertahan hidup?’
Di
saat kau merasa lelah untuk sekedar bernafas, pernahkah kau memikirkan kembali
apa alasanmu untuk tetap hidup? Alasanmu untuk tetap bisa menghirup oksigen di
bumi?
Dan
saat kau menemukan alasanmu, apa yang akan kaulakukan?
Tetap
melangkah maju dengan keputusanmu,
Atau
berbalik dan melupakan rasa lelahmu untuk hidup?
Dan
jika ‘alasan’mu itu sendiri yang memintamu untuk tetap bernafas,
Apa
kau akan mengabulkan permintaannya?
~** ** ** ** ** **~
~Kim Shin Jung POV~
Alasan...
Sebenarnya apa alasanku untuk tetap bertahan hidup? Atau lebih tepatnya,
adakah?
Jika
ada, tapi aku tidak menyadari keberadaannya, bagaimana caraku untuk menemukannya?
Menemukannya secepat mungkin sebelum nafasku benar-benar tak lagi berhembus.
Langit
Seoul yang setiap hari kulihat, bumi tempatku berpijak, tempat-tempat berbalut
rumput hijau yang selalu kudatangi, orang-orang yang mencintaiku… Siapkah?
Siapkah aku meninggalkan itu semua?
Gelap.
Aku
tidak ingin kegelapan ini berganti menjadi terang.
Biarkan
saja semuanya seperti ini, dan mungkin sampai waktuku tiba.
Tiba-tiba
wajah seseorang muncul di antara kegelapan yang ada di depan mataku sekarang.
Namja
itu.
Entah
pesona apa yang dimiliki namja itu,
hingga aku merasa hatiku begitu berat untuk mengatakan ‘aku lelah untuk hidup’
sekali lagi.
Appa… Omma…
Maafkan
aku. Sebenarnya bukan kalian yang menjadi alasanku untuk meninggalkan dunia.
Tapi karena aku takut. Aku takut terjatuh terlalu dalam pada pesona yang
dimiliki namja itu, hingga jika
waktuku benar-benar tiba, aku tidak mampu melepaskannya, begitu pula
sebaliknya.
Tapi
sepertinya sudah terlambat. Aku benar-benar sudah jatuh ke dalam lautan
pesonanya, dan kurasa ia pun merasakan hal yang sama dengan apa yang kurasakan.
Rasa
sakit ini, penderitaan ini, benarkah semuanya bisa berakhir? Benarkah semuanya
bisa kuakhiri tanpa harus menghentikan detak jantungku?
Seperti
magnet, sesuatu yang menjalar di bagian wajahku menarikku untuk segera membuka
kedua mataku yang tadinya terasa sangat berat untuk dibuka.
Lalu,
sebelum kedua kelopak mataku berhasil terbuka dengan sempurna, ada sesuatu yang
hangat menyerbu bibirku. Hangat. Hangat yang langsung menjalar ke dalam dadaku.
Rasa
hangat ini.
Mungkinkah
itu dia? Alasanku untuk tetap menginjakkan kaki di bumi?
“Jong
Woon-oppa?”
Kini
kedua bola mataku menangkap sosok yang membuatku jatuh ke dalam lautan pesona
tak bertepi. Sosok yang membuat hatiku terasa sangat berat untuk memilih
terbang ke alam lain.
“Kau…”
~** ** ** ** ** **~
~Author POV~
Kyuhyun
yang masih menempelkan bibirnya pada bibir Shin Jung, segera menarik wajahnya
menjauh dari wajah gadis itu saat telinganya menangkap sebuah suara yang sangat
ia kenal.
“Jong
Woon-oppa…”
Kedua
bola mata gadis itu bergerak menyapu pandangannya ke seluruh penjuru ruangan,
dan akhirnya berhenti pada wajah Kyuhyun.
“Kau…”
ucap gadis pemilik mata yang sedang menatap Kyuhyun itu. “Kau di sini… ?”
Kyuhyun
mengangguk. “Aku di sini.”
Pandangan
mata Shin Jung beralih pada seorang namja
yang berdiri tak jauh dari tempat Kyuhyun berdiri.
“Aku
akan menunggu di luar,” kata namja
itu saat menyadari arti tatapan adiknya.
Pandangan
Shin Jung kembali tertuju pada kedua bola mata Kyuhyun saat kakaknya sudah
menghilang di balik pintu.
“Ada
apa?” tanyanya lemah.
“Ada
satu hal yang perlu kutegaskan di sini,” jawab Kyuhyun seraya menarik sebuah
kursi ke sisi ranjang dan duduk di atasnya. “Kim Shin Jung, saranghae,” ucapnya singkat sambil
menarik ujung-ujung bibirnya sehingga membentuk seulas senyuman.
Singkat,
namun memiliki makna yang dalam.
“Apa?”
“Saranghae. Kim Shin Jung, jeongmal saranghae,” ucap Kyuhyun,
mengulangi perkataannya.
Shin
Jung memalingkan wajahnya ke arah lain, menghindari tatapan Kyuhyun yang
tertuju langsung pada kedua bola matanya.
“Kyuhyun-ah,
apa kau tidak lelah menanyakan sesuatu yang jawabannya sudah kau ketahui?”
“Karena
ini?” tanya Kyuhyun. Ia sama sekali tidak menghiraukan pertanyaan yang baru
saja terlontar dari mulut Shin Jung. “Apa karena ini kau menyuruhku untuk
melupakanmu?” lanjutnya.
Shin
Jung menganggukkan kepalanya perlahan, bersamaan dengan hembusan napasnya.
“Benar.
Karena ini,” jawabnya.
Namja
yang menjadi lawan bicaranya hanya mendesah. Lalu ia merasakan sesuatu yang
hangat menyentuh sisi wajahnya, tangan Kyuhyun.
“Tatap
aku, Jung,” pinta Kyuhyun. Namun langsung Shin Jung tolak dengan semakin
memalingkan wajahnya. “Kenapa kau tidak mau menatapku, Jung? Wae?” tanyanya.
“Tidak
apa-apa.”
“Apa
kau takut?” tebak Kyuhyun.
“Apa
yang kutakutkan? Aku tahu kedua matamu tidak akan bisa melukaiku.”
“Molla. Tapi mungkin saja… kau takut
kebohonganmu akan terbongkar.”
Kyuhyun
merasa kata-katanya barusan membuat tubuh gadis yang menjadi lawan bicaranya
itu menegang.
“Jung,
apa kau juga mencintaiku?” tanyanya.
“Kau
sudah tahu jawabannya,” jawab Shin Jung.
Sebelah
tangan Kyuhyun kembali menyentuh pipi Shin Jung dan menariknya paksa agar gadis
itu mau menatapnya.
“Jangan
berbohong,” ucapnya dengan penegasan yang terdengar dari nada bicaranya.
Shin
Jung terkekeh, merasakan sesuatu yang konyol dalam kalimat namja yang sedang menatap matanya lurus-lurus. “Apa yang membuatmu
yakin bahwa aku berbohong?” tanyanya.
“Matamu.”
Shin
Jung tak lagi bersuara. Ia merasa dirinya sudah kalah telak. Kyuhyun sudah
mengetahui kebohongan yang seharusnya ia tutupi rapat-rapat
“Matamu
tidak akan pernah bisa berbohong,” ucap Kyuhyun sambil terus menatap mata Shin
Jung dalam-dalam. “Katakan kebenarannya padaku.”
“Benar.”
Shin
Jung membuang napasnya perlahan, lalu kembali melanjutkan kalimatnya dengan
kedua mata yang tertutup. “Aku memang mencintaimu. Aku sudah jatuh ke dalam
pesonamu, dan aku tak yakin bisa keluar begitu saja dari sana.”
Kyuhyun
tak bisa menahan bibirnya untuk mengembangkan senyum.
Tapi
senyumnya tak berlangsung lama. Senyumannya perlahan memudar tatkala Shin Jung
melanjutkan ucapannya.
“Sudah
terlambat,” ucapnya. “Kau tahu kebenarannya pun tidak akan mengubah keadaan…
sedikitpun,” lanjutnya dengan penekanan pada akhir kalimatnya.
“Wae?” tanya Kyuhyun pelan, hampir
seperti bisikan.
“Aku
akan meninggalkanmu, meninggalkan dunia ini… Aku tidak akan bisa menatapmu
lagi. Aku tidak akan bisa menghirup oksigen, dan bahkan untuk sekedar merasakan
denyut nadiku sendiri,” jawab Shin Jung lirih.
Tidak
terdengar kesedihan di dalam suaranya. Tidak sedikitpun.
“Apakah
keadaanmu sudah separah itu sampai-sampai kau tidak bisa terus bertahan hidup?”
“Lebih
tepatnya belum.”
Bola
mata Shin Jung yang tadinya menatap mata Kyuhyun bergerak turun, tak lagi
menatap mata namja itu.
“Belum
separah itu. Tapi aku hanya akan menunggu dan menunggu, sampai waktuku tiba.”
Sekali
lagi, Kyuhyun merasakan nyeri yang teramat sangat di dalam dadanya.
“Tidak
adakah yang bisa kulakukan agar kau bisa menguatkan hatimu untuk tetap menatap
dunia?” tanya Kyuhyun lirih.
Shin
Jung menggeleng yakin.
“Tidak
ada lagi alasanku untuk tetap hidup.”
Kedua
tangan Kyuhyun kini berpindah ke tangan Shin Jung, menggenggamnya dan sesekali
mengecup punggung tangan gadis itu.
“Jika
tidak ada lagi alasanmu untuk tetap hidup, maka jadikanlah aku sebagai alasanmu
untuk tetap bernafas,” ucap Kyuhyun, berharap gadis pemilik tangan yang berada
dalam genggamannya itu kembali menatapnya.
“Demi
Tuhan, Jung… Lebih dari apapun, aku ingin kau terus menghembuskan nafasmu
bersamaku. Aku ingin terus mendengar detak jantungmu bersama dengan detak
jantungku,” lanjutnya saat mata mereka bertemu.
Shin
Jung menatap Kyuhyun dengan tatapan yang sulit diartikan. Tapi di detik
berikutnya, sudut bibirnya tertarik ke satu arah, membentuk seringai.
“Apa
yang membuatmu yakin untuk berkata seperti itu padaku?” tanyanya enteng.
“Tidak
ada,” jawab Kyuhyun. “Aku tidak memaksamu untuk terus bernafas, tapi memintamu.
Dan kau mau melanjutkan hidupmu atau tidak, itu terserah padamu.”
“Begitu?”
Kyuhyun
mengangguk. “Aku hanya ingin kau tahu bahwa dirimu saat ini tidaklah selemah
kelihatannya. Aku tidak pernah mencoba untuk menopangmu, karena pada
kenyataannya kaulah yang menguatkan hatiku.”
Lalu
telapak tangan Kyuhyun bergerak dan menyentuh dadanya sendiri.
“Dan
kau akan selalu ada di sini.”
~** ** ** ** ** **~
~Kim Shin Jung POV~
“ Jika tidak ada lagi alasanmu untuk
tetap hidup,
maka jadikanlah aku sebagai alasanmu
untuk tetap bernafas… ”
Kalimat
yang keluar dari mulut namja yang
bisa membuatku menahan napas saat menatap matanya itu terus berulang di dalam
pikiranku. Berulang terus, sampai aku tidak bisa melupakan kata-katanya.
Kalimat
itu, kalimat yang mampu membuat pertahananku runtuh hingga pada akhirnya aku
berbalik dari keputusanku dan memilih untuk menghirup udara Seoul lebih lama
lagi.
~** ** ** ** ** **~
[Flashback]
~Author POV~
-2 days ago-
Jong
Woon langsung menolehkan kepalanya saat mendengar bunyi pintu yang tertutup ke
arah ruangan di mana adiknya di rawat. Dilihatnya Kyuhyun sudah keluar dari
sana dan tersenyum sepintas padanya sebelum namja
itu berjalan ke dalam lift dan menghilang di balik pintu lift yang tertutup.
Tanpa
menunggu lebih lama lagi, namja yang
masih mengenakan pakaian formalnya itu langsung masuk ke dalam ruangan yang
beberapa menit lalu ditinggalkannya.
Ia
mendapati adiknya berada di atas ranjang dengan posisi duduk dan punggungnya disandarkan
pada sandaran tempat tidur, menatap ke arah jendela kamar yang terbuka.
“Jung,”
panggilnya saat ia sudah duduk di atas kursi yang merupakan tempat Kyuhyun
duduk beberapa menit yang lalu. “Apa yang namja
itu katakan padamu?” tanyanya.
Shin
Jung menghela napasnya secara perlahan dan terdengar sangat lelah, tanpa
memalingkan wajahnya pada Jong Woon.
“Oppa…” ucapnya pelan.
“Ne?”
“Apa
semuanya sudah terlambat?” tanya Shin Jung, membuat Jong Woon menaikkan sebelah
alisnya dan menatap adiknya itu dengan tatapan yang penuh dengan tanda tanya.
Shin
Jung menoleh pada Jong Woon, membuat kakaknya itu terkejut melihat matanya yang
sudah digenangi air mata.
“Apa
sekarang sudah terlambat jika kukatakan aku ingin terus bernafas? Bersamamu?
Bersama orang-orang yang kucintai?” tanyanya dengan bibir yang bergetar.
Jong
Woon menggeleng. Lalu kedua tangannya menarik tubuh lemah Shin Jung ke dalam
pelukannya.
“Tidak,
Jung. Sama sekali belum terlambat,” jawabnya.
“Jika
operasi itu kujalani, apa itu bisa menjamin rasa sakit ini akan berakhir tanpa
perlu kuhembuskan napas terakhirku?”
Jong
Woon mengangguk. Ia semakin mengeratkan pelukannya ketika kedua telinganya menangkap
suara isakan dengan jelas yang berasal dari bibir Shin Jung.
“Jung…”
panggil Jong Woon. “Apa namja
itu––Cho Kyu Hyun––yang sudah membuatmu menjadi seperti ini? Apa dia… alasanmu
untuk tetap hidup?”
[Flashback end]
~** ** ** ** ** **~
~Kim Shin Jung POV~
Kini
tubuhku tak lagi terbaring lemah di atas tempat tidur yang membuat punggungku
seakan mati rasa. Tubuhku sudah berpindah ke atas tempat tidur berjalan yang
didorong oleh beberapa orang perawat ke sebuah ruangan lain dengan penerangan
yang tak lebih terang dari penerangan di luar ruangan.
Pandanganku
tak berpindah dari lampu yang menyorot langsung pada wajahku.
Lalu
kurasakan sedikit nyeri pada salah satu lenganku dan sedetik kemudian seperti
ada cairan yang mengalir di dalam urat nadiku.
Kini
seperti slideshow, satu persatu wajah
orang-orang yang kucintai bermunculan di dalam pikiranku. Satu persatu, dari
raut wajah senang, sedih, semuanya. Semuanya muncul di dalam otakku yang sudah
terasa lelah untuk mempertahankan kesadaranku.
“Dan kau akan selalu ada di sini.”
Tanpa
sadar, kedua sudut bibirku tertarik ke atas bersamaan dengan pandanganku yang
semakin menggelap dan akhirnya pandanganku tidak dapat menangkap apapun.
Gelap.
Aku
hanya bisa menunggu sampai kegelapan ini berganti menjadi terang sementara
tubuhku sudah tidak dapat merasakan apa-apa lagi.
~** ** ** ** ** **~
~Author POV~
Seorang gadis kecil berlari ke dalam
pelukan ibunya saat ia merasa ada seorang anak laki-laki yang mengejarnya di
belakangnya.
“Omma!” serunya sambil menggelanyut
manja pada ibunya itu. “Jong Woon-oppa menggangguku lagi!” ujarnya dengan nada
yang teramat manja.
“Jong Woon-ah,” kata wanita muda yang
dipanggil omma itu saat pandangannya tertuju pada anak laki-laki yang berdiri
tak jauh dari tempatnya berdiri. “Berhenti mengganggu adikmu!”
Anak bernama Jong Woon itu hanya
mengerucutkan bibirnya, menandakan bahwa dirinya sedang kesal saat ini.
“Yaak! Jangan menunjukkan wajah
aegyeo-mu pada Omma. Itu tidak akan berhasil, kau tahu?” ujar sang ibu dengan
sedikit kekehan.
Raut wajah Jong Woon tak lebih baik dari
sebelumnya. Ia semakin kesal mendengar ucapan ibunya.
“Aku tidak mengganggunya, Omma,”
katanya. “Aku hanya ingin mengajaknya bermain.”
Pandangan si ibu berpindah ke wajah anak
bungsunya yang sekarang berada di dalam dekapannya.
“Kau dengar, Jung? Kakakmu hanya ingin
bermain denganmu.”
“Jinjja?” tanya gadis kecil itu membuat
wajahnya semakin terlihat menggemaskan.
“Ne!” jawab Jong Woon sambil mengangguk
dengan semangat.
Gadis kecil itu melepaskan pelukannya
pada tubuh ibunya dan berjalan menghampiri Jong Woon.
“Kajja!” ajaknya seraya menarik tangan kanan
Jong Woon.
** ** ** **
“Jadi kita akan bermain apa?” tanya
gadis kecil itu saat mereka sudah berjalan cukup jauh dari pandangan orang tua
mereka.
“Hmm…” Jong Woon tidak menjawab, ia
hanya bergumam sambil berpikir. “Bagaimana kalau petak umpet?” usulnya yang
langsung disambut dengan anggukan oleh adiknya itu.
“Baiklah. Aku yang menghitung dan kau
bersembunyi, arraseo?” ujar Jong Woon lagi.
“Arra!” sahut gadis kecil itu.
Ia langsung mencari tempat persembunyian
sementara kakaknya sudah mulai menghitung.
“… Delapan belas… Sembilan belas… Dua
puluh!” Jong Woon mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru taman. “Shin
Jung-ah! Kau di mana?” panggilnya seraya berjalan mencari keberadaan adiknya
yang sedang bersembunyi itu.
“Waah… sepertinya tempat persembunyianmu
sangat baik, Jung! Lihat saja, aku akan menemukanmu sebentar lagi!” ujarnya.
Shin Jung terkikik mendengar panggilan
oppa-nya yang sedang mencari dirinya itu. Dalam hatinya ia sudah membayangkan
bahwa ia yang akan memenangkan permainan kali ini.
Satu menit… Dua menit… Tiga menit…
Akhirnya sepuluh menit berlalu. Tapi
Jong Woon belum juga berhasil menemukan dirinya. Suaranya pun tak lagi
terdengar.
Shin Jung merasa hatinya sedikit
terguncang.
Ke mana kakaknya? Apa dia sudah
meninggalkan Shin Jung sendirian di sini? Atau jangan-jangan kakak dan orang
tuanya sudah pulang, meninggalkannya di taman ini.
Shin Jung tidak bisa lagi menahan air
matanya.
Ia menangis. Ia tidak mau orang-orang
yang ia sayangi pergi meninggalkannya.
“Shin Jung! Kau di mana?! Jung!” teriak
Jong Woon panik karena belum juga berhasil menemukan adiknya itu.
“Jung! Aku mengaku kalah sekarang! Kau
sudah menang sekarang! Keluarlah, Jung!” teriaknya lagi, berharap sosok gadis
kecil yang dipanggilnya itu segera menampakkan dirinya di hadapan Jong Woon.
Di tengah keputusasaan karena tak
berhasil menemukan adiknya, Jong Woon mendengar suara tangisan yang sangat ia
kenali.
Ia mempercepat langkahnya dan menyeruak
masuk ke dalam semak-semak yang ia yakini sebagai sumber suara tangisan itu.
“Oppa…” panggil gadis kecil yang sedang
menangis dengan kedua kedua tangannya yang memeluk kedua lututnya yang ditekuk.
“Sudah… Jangan menangis. Aku di sini
sekarang,” ujar Jong Woon seraya menarik tubuh adiknya itu ke dalam pelukannya
dan membelai-belai pelan rambut panjangnya. “Jangan menangis lagi,” ucapnya
lagi, berharap tangisan adiknya itu akan mereda.
“Aku kira kau sudah meninggalkanku,
Oppa…” ucapnya di sela-sela tangisnya.
Jong Woon mendorong kedua lengan Shin
Jung sehingga mereka berhadapan. “Mana mungkin aku meninggalkanmu. Aku tidak
akan bisa hidup tanpamu, Jung. Aku akan selalu menjagamu,” ujarnya seraya
menghapus air mata yang membasahi kedua sisi wajah adiknya.
“Janji?” kata Shin Jung seraya
mengacungkan jari kelingkingnya.
Jong Woon tersenyum dan mengaitkan jari
kelingkingnya pada jari kelingking Shin Jung hingga jari mereka bertautan.
“Aku berjanji.”
~** ** ** ** ** **~
“Aku
tidak akan bisa hidup tanpamu, Jung…” gumam Jong Woon dengan kedua matanya yang
tertutup.
Ia
menyandarkan punggungnya ke dinding rumah sakit yang terasa sangat dingin.
Matanya
terbuka saat didengarnya suara pintu yang terbuka.
“Bagaimana,
Dok?” tanyanya pada seorang dokter yang baru saja keluar dari ruang operasi.
Dokter
itu melepaskan masker yang ia kenakan dan tersenyum pada Jong Woon.
“Tidak
ada yang perlu dikhawatirkan lagi sekarang. Awan gelap sudah menghilang,” ujar
dokter itu seraya menepuk pelan bahu Jong Woon.
“Ne?”
“Anda
bisa menemuinya beberapa menit lagi setelah keadaannya sudah benar-benar
pulih,” kata dokter itu sebelum pergi meninggalkan Jong Woon yang masih berdiri
di depan ruang operasi.
Belum
sempat ia bergeming dari tempatnya, Jong Woon mendapati beberapa orang perawat
keluar dari ruangan itu dengan mendorong sebuah tempat tidur dengan sosok yang
sangat ingin ia temui berada di atasnya.
Jong
Woon––tanpa mengurangi rasa khawatirnya––berjalan cepat, mencoba menyamakan
langkahnya dengan langkah para perawat yang membawa tubuh adiknya ke sebuah
kamar rawat.
“Maaf,”
kata seorang perawat, menahan Jong Woon yang hendak memasuki kamar rawat
adiknya itu. “Pasien belum sadarkan diri. Anda boleh masuk beberapa menit lagi
setelah efek obat biusnya benar-benar habis,” jelasnya, membuat Jong Woon tidak
bisa melakukan apa-apa lagi selain menunggu adiknya siuman di luar kamar.
Namja yang
memiliki wajah dingin itu duduk dengan bersandar pada sandaran kursi dengan
detak jantung yang sama sekali belum kembali normal.
Tanpa
melihat keadaan adiknya, ia tidak akan bisa bersikap tenang.
“Apa namja itu––Cho Kyu Hyun––yang
membuatmu menjadi seperti ini? Apa dia… alasanmu untuk tetap hidup?”
“Benar…”
“Dia alasanku untuk tetap bernafas…
bersamamu… bersama orang-orang yang kucintai.”
Jong
Woon tidak bisa menahan sudut-sudut bibirnya untuk tertarik ke atas, membentuk
sebuah garis lengkung, saat ia mengingat ucapan adiknya. Ucapan yang membuat
dirinya terkejut, namun ada rasa senang yang menyeruak di dalam dadanya.
Kim
Shin Jung.
Akhirnya
adiknya itu dapat bertahan hidup. Adiknya masih dapat menghirup oksigen di
bumi, menapakkan kakinya di tanah, dan menatap langit Seoul yang selama
bertahun-tahun ini selalu ia lihat.
Dan
semua ini karena namja itu, Cho Kyu
Hyun.
~** ** ** ** ** **~
~The Memories~
“Aku akan terus menjagamu, Jung. Sampai
kapanpun. Walaupun aku harus mengorbankan kehidupanku.”
“Lalu bagaimana dengan keluargamu nanti,
Oppa?”
“Hei, bukankah kau ini adikku? Kau
adalah salah satu bagian penting dari hidupku, Jung, sama seperti keluargaku
kelak.”
***
“Kau tahu, Jung? Sejak bertemu denganmu
aku mulai lebih tertarik pada kamera daripada PSP.”
“Begitu? Jadi aku adalah doronganmu
untuk masuk ke dunia fotografi?”
“Ne. Dan salah satu alasan utamaku masuk
ke dunia fotografi adalah karena aku ingin dekat denganmu, Jung.”
“Haaah… Ternyata ada udang di balik
batu.”
“Hahaha…”
“Tapi sekarang akulah yang harus
berterima kasih padamu, Kyuhyun-ah.”
“Wae? Kenapa harus kau? Akulah yang
seharusnya berterima kasih padamu.”
“Wae?”
“Karena kau sudah membiarkanku untuk
mencintaimu.”
“Kapan aku pernah bilang begitu?
Kapan??!”
“Haiisshh… Setelah operasi itu kau
menjadi semakin menyebalkan, Shin Jung-ah.”
“Hahahaha…”
“Berhenti menertawakanku atau aku…”
“Atau kau akan apa?”
“Aku akan menyerbu bibirmu lagi, otte?”
“Yaak! Kau! Jangan sekali-kali kau
berani mendekatiku! Sesenti pun!”
“Kau akan jadi milikku, KIM SHIN JUNG!!”
“Aaah, aniya! Jong Woon-oppa, tolong
akuuu!!!”
***
“Gomawo, Kyuhyun-ah.”
“Kenapa kau berterima kasih padaku,
Hyung?”
“Karena kau telah menjadi alasan adikku untuk
tetap hidup.”
“Kau tidak perlu mengatakan itu padaku,
Hyung. Aku yang harus berterima kasih padamu, karena kau sudah menerima
kehadiranku di dalam kehidupan kalian.”
“Tapi, Kyuhyun-ah…”
“Hyung , apapun akan kulakukan demi
adikmu. Karena aku…
Karena aku mencintainya, Hyung.”
***
“Kau tahu apa pesan yang appa dan omma
berikan padaku?”
“Tentu saja aku tahu. Pasti mereka
memintamu untuk menjagaku, kan?”
“Mmm… Benar. Tapi itu salah satunya.”
“Masih ada lagi?”
“Ne.”
“Apa?”
“Mereka berpesan ‘hiduplah dengan baik’
dan … ‘buat hidupmu menjadi bahagia’.”
***
“Yang aku tahu, pelangi selalu muncul di
langit. Tapi kini aku baru menyadari sesuatu.”
“Apa? Kau pikir di mana lagi pelangi
akan muncul?”
“Aku baru tahu satu hal, bahwa pelangi
tidak hanya muncul di langit.”
“Eh? Memangnya ada tempat lain selain
langit yang menjadi tempat pelangi selalu muncul?”
“Tentu saja ada.”
“Eodi?”
“Di sini, di sampingku.”
“Mwo?”
“Kau, Jung. Kau adalah pelangiku.”
~** ** ** ** ** **~
~Their life~
“Hyung! Chukkaeyo! Akhirnya kau menikah
juga,” ujar Kyuhyun seraya memeluk sekilas seorang namja yang mengenakan tuxedo
putih.
“Gomawo,” sahut namja itu sambil membalas pelukan Kyuhyun.
“Oppa!” panggil seorang yeoja dengan riang. “Aiisshh… Oppa, kau tampan sekali!” pujinya dengan
senyum yang sangat menggemaskan. “Haish, kau beruntung mendapatkan anae secantik dia, Oppa,” ujarnya lagi sambil melirik ke arah seorang yeoja yang berdiri di sebelah namja yang dipanggilnya oppa itu.
Namja
ber-tuxedo putih itu melirik istrinya
yang pipinya sudah merona merah akibat ucapan adiknya tadi.
“Yaak,
Shin Jung-ah! Berhenti menggoda istriku,” ujarnya dengan raut wajah kesal yang
dibuat-buat.
Shin
Jung dan Kyuhyun hanya terkekeh melihat reaksi namja itu.
“Jong
Woon-oppa, jaga istrimu baik-baik.
Jangan bekerja terlalu keras. Berikan aku keponakan-keponakan yang lucu,
tampan, dan cantik seperti kalian,” ujar Shin Jung, lagi-lagi menggoda kakaknya
itu.
Jong
Woon menatap adiknya tajam.
“Bagaimana
denganmu?” Ia memamerkan seringainya. “Kapan kalian akan menyusul kami?”
tanyanya, membuat Shin Jung salah tingkah.
“Ah,
benar juga!” Kyuhyun melirik Shin Jung. “Kapan kau akan berjalan di selasar
dengan aku yang menunggumu di altar?” tanyanya sambil tersenyum penuh arti.
Shin
Jung hanya membulatkan kedua bola matanya. Ia merasa pipinya sudah panas
sekarang.
“M-mwo? Yaak, kalian ini bicara apa?”
tanyanya, mencoba menghilangkan sikap salah tingkahnya.
Tawa
Jong Woon meledak melihat tingkah adiknya itu.
“Benar,”
sahutnya. “Kapan kalian akan menikah? Aku sudah sangat siap menjadi pendamping
wanitamu, Saengie.”
Setelah
tawa mereka mereda. Kyuhyun dan Shin Jung menjauh dari tempat Jong Woon dan
istrinya itu berdiri.
Kyuhyun
menarik paksa Shin Jung agar mau berdiri di antara yeoja-yeoja lain yang sedang bersiap-siap untuk menangkap buket
bunga yang akan mempelai wanita lemparkan.
“Aku
tidak mau, Kyuhyun-ah,” rengek Shin Jung, memohon untuk dilepaskan.
“Aiisshh…
Kau tidak lihat yeoja-yeoja lain?
Mereka sudah bersiap menangkap bunganya,” ujar Kyuhyun tanpa memerdulikan
rengekan Shin Jung dan meninggalkannya di antara yeoja-yeoja yang sudah
berdiri tegap.
Dari
kejauhan, Jong Woon hanya bisa menggerutu melihat adiknya yang berdiri lemas
tanpa memasang persiapan untuk menangkap bunga yang akan anae-nya lemparkan. Dari raut wajahnya, Shin Jung tampak sangat
tidak tertarik dengan sesi melempar bunga ini. Berbeda jauh dengan yeoja-yeoja di sekitarnya yang menunggu
sang mempelai wanita untuk melemparkan bunga dengan antusias.
Akhirnya
sang mempelai wanita melemparkan bunga ke arah yeoja-yeoja yang berusaha untuk menangkapnya. Tapi siapa yang
berhasil menangkapnya?
Jong
Woon hanya bisa tertawa keras saat melihat Shin Jung dengan tatapan tak percaya
menatap buket bunga yang ada di tangannya. Ya, adiknya itu menangkap bunga yang
istrinya lemparkan tadi secara tidak sengaja.
“Lihat
itu, Yeobo. Sebentar lagi Dongsaeng kita akan menikah,” ujar Jong
Woon pada istrinya di sela-sela tawanya yang belum juga mereda.
Kyuhyun
mendekati Shin Jung yang masih terpaku di tempatnya dan tersenyum penuh arti.
“Jadi,
kapan tanggal baik untuk pernikahan kita?” tanyanya.
Shin
Jung tersadar dan langsung menatap namja
yang ia cintai itu dengan tatapan geram.
“YA!
CHO KYU HYUN! KAAAUUU!!!!”
Akhirnya
adegan brutal terjadi di acara pernikahan yang seharusnya berjalan dengan baik
dan tenang itu.
“Ampuni
aku! Aku mohon ampuni aku, Nyonya Cho!” ujar Kyuhyun sambil melindungi kepalanya
dari serangan Shin Jung.
Shin
Jung terus memukul-mukul namja
berambut kecokelatan itu dengan buket bunga yang ada di tangannya.
“Yaak!
Apa kau bilang?! ‘Nyonya Cho’?! Margaku Kim!”
Kyuhyun
menahan tangan Shin Jung sehingga yeoja
itu tidak bisa lagi mendaratkan pukulan mautnya.
“Apa
peduliku?” bisik Kyuhyun, lagi-lagi memamerkan seringainya, membuat Shin Jung
bergidik. “Sebentar lagi aku akan mengubah margamu menjadi Cho,” ucapnya
sebelum bibirnya benar-benar mendarat dengan sempurna pada bibir Shin Jung.
“Yaak!
Cho Kyu Hyun!! Kau benar-benar… !!!”
-End-
Fuuuh... Finally, FF ini selesai juga.
Gimana chingudeul? Endingnya aneh? gaje? Hahaha... emang. Soalnya aku emang paling gak bisa bikin ending #plakk..
Jeongmal mianhae deeh ;)
Yang penting kan Kyuhyun happy ending bro ;)
Bagi chingudeul yg gak terima endingnya rada gaje gini, aku rela kok digetok hehe *pasang helm sebelum digetok*
Gomawo gomawo gomawo buat:
- Hendiana a.k.a Park Hyemi yg udah bersedia baca hampir semua FF ku *terharu* T^T
- Alvara S. A. yg udah bersedia baca FF ini dari part1 ampe part 4 nya
- Nandya Nanda yg udah bersedia baca FF gaje ini.
- Last... buat chingudeul yg lain yg udah nyempetin baca FF aku ;)
hehe... Kapan-kapan baca lagi yaaa~
C U next time :* *tebar ciuman*