ESCAPE [Part 2]
Author: Ifa Raneza
Edited by: Park
Hye Mi (Yana)
Cast : Lee Sungmin
, Lee Song Eun
Remember
Lee Song Eun? Yes! She’s Park Hyemi’s best friend on the another story :D
Oh
iya, arti ‘Escape’ di sini bukan berarti ‘kabur’, tapi ‘pelarian’.
Okay,
happy reading, guys! ^^
** ** ** ** **
Kali
ini Song Eun tidak akan ragu-ragu lagi dengan pemikirannya. Ya, Lee Sungmin
pasti sudah gila! Bisa-bisanya namja
cengeng ini melamarnya secara tiba-tiba, di pinggir jalan pula!
“Sungmin,
kau demam?” tanya Song Eun sambil menempelkan punggung tangannya pada dahi
Sungmin.
Sungmin
menggeleng. “Aku serius, Eun-ah,” ucapnya lembut. Sangat lembut, bahkan mampu
membuat pipi Song Eun sedikit merona. “Apa kau mau menjadi Nyonya Lee?”
tanyanya lagi.
“Tentu
saja,” jawab Song Eun, membuat Sungmin sedikit terperangah. “Tanpa menikah
denganmu pun aku akan menjadi Nyonya Lee. Margaku itu Lee, bodoh! Kau lupa?”
ujarnya lagi sambil menatap Sungmin jengah.
“Ah,
benar juga,”gumam Sungmin sambil menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal.
“Kalau begitu, Nyonya Lee, jadilah ibu bagi anak-anakku,” ucapnya kemudian
sambil menggenggam kedua tangan Song Eun.
Song
Eun mengerjapkan matanya berkali-kali, mencoba mengumpulkan kesadarannya yang
sudah berterbangan ke mana-mana akibat ucapan Sungmin barusan. Namja ini benar-benar melamarnya
ternyata.
“Eun-ah,
kau mau, kan?”
“Atas
alasan apa kau melamarku?” tanya Song Eun dengan tatapan datar, berbeda dari
tatapannya sebelumnya. Dan hal itu berhasil membuat Sungmin mengerutkan dahinya
samar.
“W-wae?”
“Apa
kau menjadikanku sebagai…” ucap Song Eun menggantung. Tapi sedetik kemudian ia
menggeleng-gelengkan kepalanya cepat, membuat Sungmin semakin bingung melihat
sikapnya. “Sudahlah, lupakan. Jam istirahatku hampir selesai. Ayo, kembali ke
kantor,” ujarnya seraya melepaskan tangannya dari genggaman Sungmin dan
mengalihkan tatapannya ke depan.
“Eun-ah,
kau––”
“Aku
baik-baik saja. Ayo, pergi.”
“Jawab
dulu pertanyaanku,” desak Sungmin sambil melemparkan tatapan menuntut pada Song
Eun.
“Aissh…
apa yang–– YA! Sungmin! Mau apa kau?!” tanya Song Eun dengan nada bicara yang
sedikit meninggi saat menyadari namja
di sebelahnya itu sudah keluar dari mobil dan berdiri di tepi jalan, entah
untuk apa.
“Sungmin-ah,
apa yang kau lakukan?” tanya Song Eun sedikit berbisik pada namja itu setelah ikut keluar dari mobil.
“Aku
ingin membuktikan sesuatu,” jawab Sungmin sambil menatap Song Eun nakal.
“Mwo? Membuktikan apa?”
“Membuktikan
bahwa aku serius ingin menikahimu.”
“Mwo?”
“LEE
SONG EUN…!!”
Song
Eun tersentak mendengar teriakan Sungmin yang sontak membuat para pejalan kaki
menghentikan langkah mereka dan memerhatikan dua orang yang sedang berdiri di
tepi jalan itu.
“Yaak!
Sungmin-ah, hentikan! Hentikan kataku!” ujar Song Eun sambil menghentakkan
kedua kakinya, kesal.
“Aku
tidak akan berhenti sampai kau menjawab lamaranku,” sahut Sungmin sambil
menoleh pada Song Eun sekilas. Lalu ia kembali lagi pada aksinya. “LEE SONG EUN,
SARANGHAMNI–– hmpph!”
Teriakan
Sungmin terhenti begitu saja karena sebuah tangan kecil dan lembut membekap
mulutnya, tangan Song Eun. Ia langsung menatap Song Eun yang sudah
menggembungkan pipinya, kesal. Sungmin menahan tawanya melihat wajah Song Eun
yang menurutnya imut itu.
“Diam,
Lee Sungmin!” bisiknya dengan penekanan pada setiap kata.
“Aku
sudah bilang aku tidak akan berhenti sampai kau menjawab lamaranku.” Sungmin
menyingkirkan tangan Song Eun dari mulutnya dan bersiap untuk berteriak lagi.
Tapi
kali ini Sungmin tidak hanya tinggal diam di tempatnya. Ia berjalan ke tengah
jalan yang sepi dengan kendaraan namun ramai oleh pejalan kaki karena ulahnya
tadi.
‘Aissh…
Bagaimana ini?’ batin Song Eun yang sudah kehabisan akal.
Ia
ingat bahwa Sungmin masih dilanda baladanya akibat pernikahan Jong Woon dan
Hyemi. Lalu sekarang ia harus bagaimana? Song Eun tidak mungkin membiarkan
Sungmin semakin terpuruk jika ia menolaknya. Jadi ia harus bagaimana?
Menolaknya … atau menerima lamarannya?
Aissh,
sudah tidak ada waktu lagi untuk berpikir.
“SONG
EUN, AKU MENCIN––”
“Yaak!
Hentikan!” potong Song Eun sambil mendaratkan pukulan di kepala Sungmin saat ia
sudah berada tepat di belakang namja
itu. “Ne! Aku mau menikah denganmu!
Jadi hentikan semua ini! Kau membuatku malu!!” ujar Song Eun masih setengah
berbisik dengan kepala yang menunduk, menahan malu akibat ulah kekanakan
Sungmin.
“Jeongmal?” tanya Sungmin yang lebih
mengarah menggoda ‘calon istrinya’ itu.
“Ne, jeongmal.”
“Aish,
aku tidak mendengarmu, Eun-ah.”
“Yaak!
Kau menyebalkan! NE, JEONGMAL!!! KAU
PUAS, HAH?!” seru Song Eun seraya membalikkan badannya dan hendak melangkah
masuk ke mobil.
Tapi
langkahnya terhenti saat ia merasakan pergelangan tangannya ditahan oleh
seseorang.
“Gomawo,” bisik Sungmin, menatap lembut
tepat ke dalam kedua bola mata Song Eun, membuat jantung Song Eun sedikit
berdetak lebih keras dari sebelumnya.
Ahh,
Song Eun pasti sudah gila!
** ** ** ** **
“Annyeong, Mrs Lee!” sapa Sungmin riang
saat melihat Song Eun yang sudah berdiri di depan pintu rumahnya.
Song
Eun lagi-lagi dikejutkan dengan sikap Sungmin yang tidak terduga. Baru saja ia
membuka pintu rumahnya, hendak pergi ke kantor, ia sudah disambut oleh Sungmin
yang sudah berdiri di depan pintu.
“Kenapa
kau ada di sini?” tanya Song Eun seraya melirik mobil Sungmin yang sudah
terparkir rapi di depan pagar rumahnya.
“Menunggumu,”
jawabnya sambil memamerkan susunan giginya yang rapi. “Ibumu ada di dalam?”
tanyanya seraya melongokkan kepalanya ke dalam rumah Song Eun.
“Mau
apa kau?” tanya Song Eun curiga. Yaah, bagaimana pun juga namja ini punya sejuta kejutan yang tidak pernah Song Eun duga.
“Wae? Kenapa bertanya begitu?” tanya
Sungmin setelah pandangannya kembali pada wajah Song Eun.
“A-ani… Hanya saja tidak biasanya kau
menanyakan ibuku. Ada apa?”
“Aku
ingin melamarmu sekali lagi di depan ibumu,” jawab Sungmin ringan sembari
memamerkan senyum aegyeo-nya yang
terlihat kekanakan di mata Song Eun.
“MWOYA!?”
Sungmin
meringis mendengar seruan Song Eun sambil menggosok telinganya.
“Aiisshh…
Aku bisa tuli, Eun-ah.”
“Aku
tidak peduli kau mau tuli atau tidak! Kau ini sudah gila atau apa, hah?!” ujar
Song Eun sambil menatap Sungmin tidak percaya. Berani sekali namja ini.
“Mwo? Aku masih waras, Eun-ah. Kalau aku
gila, aku mungkin sudah membawamu lari dan menikahimu tanpa sepengetahuan orang
tuamu, iya kan?” Lagi-lagi Sungmin memamerkan cengiran khasnya, membuat Song
Eun semakin tak habis pikir pada namja
ini.
“Kau
gila, Sungmin-ah,” desis Song Eun.
“Ah,
sudahlah. Mana ibumu?” tanya Sungmin sambil melangkah masuk ke dalam rumah Song
Eun tanpa izin dari pemilik rumah.
“YA!
Mau apa kau?” tanya Song Eun yang tidak Sungmin gubris sambil menahan lengan namja itu. Tapi usahanya sia-sia saja
karena tenaga Sungmin lebih besar dibanding tenaganya.
Sungmin
terus melangkah masuk ke dalam rumah itu tanpa memedulikan Song Eun terus
menggerutu di belakangnya sambil menahan lengannya. Tapi langkahnya terhenti
saat melihat sosok wanita paruh baya yang keluar dari dalam ruang tengah.
“Oh,
Sungmin-ah,” ucap wanita paruh baya itu sambil tersenyum hangat pada Sungmin.
“Annyeonghaseyo, Ommonim,” balas Sungmin
sambil membungkukkan badannya hormat.
“Yaak!
Apa maksudmu memanggil ibuku seperti itu?!” bisik Song Eun sambil mencubit
lengan namja di sebelahnya itu
keras-keras, membuat yang dicubit meringis kesakitan.
“Apa
aku salah?” balas Sungmin dengan tampang cemberut pada Song Eun.
“Tentu
saja salah! Aku belum sah jadi istrimu! Panggil dia ahjumma! Ahjumma!!” bisik Song Eun dengan penekanan pada kata ‘ahjumma’.
“Ada
apa, Sungmin-ah? Tidak biasanya kau datang kemari, pagi-pagi pula,” tanya ibu
Song Eun yang mulai bingung dengan sikap Sungmin dan putrinya itu.
“Ah,
ada yang ingin kubicarakan, Lee Ahjumma,”
jawab Sungmin sambil––lagi-lagi–– memamerkan senyum (sok) manisnya itu.
“Katakan
saja,” kata ibu Song Eun.
Inilah
kemiripan yang bisa Sungmin tangkap antara ibu dan anak yang ada di depannya
ini. Mereka sama-sama memiliki sifat yang tidak bisa berbasa-basi, to the point.
“Di
sini?” tanya Sungmin ragu.
“Ah,
aku hampir lupa. Duduklah,” ujar ibu Song Eun seraya duduk di sofa yang ada di
ruang tamu.
Song
Eun mengikuti ibunya dan Sungmin yang sudah duduk di sofa. Ia harus merutuki
dirinya dalam hati karena jantungnya yang terus berpacu cepat. Ya, dia memang
sudah menerima lamaran namja cengeng
ini. Tapi apa yang harus ia katakan pada ibunya jika ibunya itu bertanya ‘sejak
kapan kalian berhubungan lebih dari teman?’.
Cinta.
Bahkan perasaan absurd itu pun belum pernah mampir ke dalam hati Song Eun.
Apalagi pada Sungmin. Ah, tidak… tidak. Semua ini sudah sangat salah. Song Eun
pasti sudah gila karena menerima lamaran Sungmin hanya karena ia tidak mau
melihat namja itu semakin terpuruk.
Tapi dia juga tidak bisa menikah dengan namja
yang tidak ia cintai, bukan?
Song
Eun melirik Sungmin yang duduk di sampingnya. Ia bisa melihat sedikit guratan
gugup pada wajah namja itu. Aaah…
Semuanya sudah terlambat, Lee Song Eun!
“Jadi
apa yang ingin kaubicarakan, Sungmin-ah?” tanya ibu Song Eun, tidak lupa dengan
senyuman hangatnya.
“Aku
ingin Lee Song Eun menja––” ucapan Sungmin menggantung karena ia merasakan
lengan bajunya ditarik-tarik oleh yeoja
yang ada di sebelahnya. “Wae, Eun-ah?”
bisiknya pada yeoja yang menundukkan
kepalanya itu, malu mungkin.
Song
Eun menggeleng. “Ani.”
Sungmin
kembali mengalihkan tatapannya pada ibu Song Eun dan mulai melanjutkan
ucapannya kalau saja Song Eun tidak menarik lengan bajunya lagi.
“Ada
apa, Eun-ah?” tanya Sungmin lagi dengan berbisik.
“Kau
yakin dengan ini?” bisik Song Eun sambil menatap mata hitam milik namja yang merupakan ‘calon suaminya’
itu.
Sungmin
menarik sudut-sudut bibirnya dan mengangguk mantap sambil mengelus tangan Song
Eun, mencoba menenangkannya.
“Jadi
apa yang ingin kaubicarakan denganku, Sungmin-ah?” tanya ibu Song Eun, membuat
Sungmin langsung menoleh padanya.
“Aku
ingin Lee Ahjumma menjadi ibu
mertuaku,” kata Sungmin mantap, tanpa keraguan atau jeda sedikit pun dari
suaranya.
Wanita
paruh baya itu sedikit terperangah mendengar pernyataan Sungmin yang menurutnya
begitu tiba-tiba ini. Setahunya putrinya dan namja ini tidak pernah menjalin hubungan lebih dari teman, tapi
sekarang namja ini melamar anak
bungsunya itu. Astaga…
“Maksudmu…
kau dan Song Eun…?”
“Ne, kami akan menikah,” ujar Sungmin
melanjutkan ucapan calon mertuanya yang sempat menggantung itu. “Aku akan
segera memberitahu orang tuaku di luar negeri tentang rencana pernikahan kami
dan akan mengurusnya sesegera mungkin.”
“Tapi…
siapa kau?” tanya ibu Song Eun, membuat alis Sungmin sedikit terangkat.
“Aku
Lee Sungmin, Ahjumma…”
“Aku
sudah tahu namamu dan bukan itu yang kutanyakan. Maksudku siapa kau hingga
yakin melamar anakku?” tanya ibu Song Eun dengan nada yang semakin meragu,
masih shock dengan pernyataan Sungmin.
“Ah,
aku…” Sungmin menundukkan kepalanya, masih memikirkan jawaban apa yang tepat
untuk menjawab pertanyaan ibu dari calon istrinya itu.
Song
Eun menghembuskan nafasnya lelah dan memundurkan tubuhnya hingga punggungnya
menyentuh sandaran sofa. Ia sudah mengira keadaannya akan jadi begini. Sangat
tidak wajar jika Sungmin mengatakan hubungan mereka hanya teman, tapi ia sudah
berani melamar Song Eun.
“Apa
alasanmu ingin menikahi putriku?” tanya ibu Song Eun lagi, kali ini dengan nada
bicara yang sedikit serius.
“Aku
mencintainya,” jawab Sungmin. Tangan kanannya mencari-cari tangan Song Eun yang
tadi menarik lengan bajunya dan menggenggamnya. “Dan Song Eun sudah menerima
lamaranku.”
Tatapan
wanita paruh baya itu beralih pada putrinya yang duduk di sebelah Sungmin.
“Benar,
Song Eun-ah?” tanyanya yang hanya Song Eun jawab dengan sekali anggukan.
“Setahuku hubungan kalian hanya sebatas teman.”
“Ne, itu benar, Ahjumma.”
“Lalu
kenapa kalian tiba-tiba berencana ingin menikah?” tanya ibu Song Eun dengan
nada yang sedikit meninggi. “Atau jangan-jangan kau…” Ucapan Nyonya Lee itu
menggantung. Ia masih tidak terlalu yakin dengan pemikirannya saat ini. Tapi
hanya pemikiran inilah yang muncul di otaknya. “Kau hamil, Song Eun-ah?”
Song
Eun ingin sekali tertawa mendengar ucapan ibunya yang tidak terdengar seperti
pertanyaan itu. Omong kosong apa lagi ini? Ayolah, menyentuhnya saja tidak.
Lalu bagaimana cara Sungmin menghamilinya?
“Yaak,
Omma-ya! Aku tidak hamil!” sanggah
Song Eun membela diri.
“Jangan
berbohong padaku! Lalu kenapa kalian tiba-tiba berencana menikah?! Kenapa kalau
bukan karena kalian sudah berhubungan terlalu jauh?!”
“Ahjumma, dengarkan aku dulu. Aku dan
Song Eun tidak pernah melakukan apapun,” sela Sungmin, berusaha menepis pikiran
buruk calon mertuanya itu. “Aku menikahinya karena aku mencintainya, Ahjumma. Percaya padaku.”
Ibu
Song Eun terdiam. Ia memandangi dua orang anak muda di depannya itu secara
bergantian.
“Jika
itu mau kalian, cepat urus pernikahan kalian,” ujar ibu Song Eun yang sudah
terlihat mulai tenang.
“Jadi
Ahjumma merestui kami?” tanya Sungmin
memastikan.
“Kalau
aku bilang tidak apa kau akan berhenti melamar anakku? Tidak, kan? Urus
pernikahan kalian sebaik mungkin. Aku percayakan semuanya padamu.”
** ** ** ** **
Song
Eun sedang sibuk dengan berbagai file di komputernya saat tiba-tiba seorang
pria datang mengejutkannya. Pria yang sedang tidak ingin ia temui saat ini.
Tiba-tiba saja kepalanya semakin berdenyut-denyut melihat namja itu tersenyum padanya dengan senyuman yang sama––aegyeo.
“Hai,
Eun-ah! Apa aku mengganggumu?” sapanya riang seraya menghampiri Song Eun yang
masih tidak beranjak dari meja kerjanya.
‘Sudah
mengganggu, masih bertanya!’ batin Song Eun dalam hati walaupun bibirnya
mengulaskan senyum.
“Aniya, kau tidak mengganggu. Ada apa, Sungmin-ah?”
tanyanya lembut, berbeda dengan sifat aslinya.
Sungmin
makin melebarkan senyum aegyeo-nya.
Ia menopang dagunya dengan sebelah tangannya sambil terus menujukan tatapannya
pada gadis yang sebentar lagi akan menjadi istrinya itu.
“Kau
sibuk?” tanyanya tanpa mengalihkan tatapannya sesenti pun dari wajah Song Eun.
“Tidak
terlalu sibuk,” jawab Song Eun sambil menekan mouse-nya dan menyimpan file yang tadi dikerjakannya. “Wae?”
“Aku
ingin mengajakmu pergi.”
“Pergi?
Eodi?”
“Toko
gaun pengantin,” jawab Sungmin dengan nada bicara yang lembut tapi terdengar
menjijikkan di telinga Song Eun.
Song
Eun benar-benar dibuat pusing sekarang. Ia ingin sehari saja tidak diingatkan
dengan rencana pernikahan yang menurutnya adalah suatu kesalahan terbesar yang pernah
ia perbuat. Bagaimana tidak? Ia menerima lamaran namja ‘setengah gila’ di depannya ini tanpa memikirkannya
matang-matang.
“Ngg…
Sepertinya aku tidak bisa pergi. Mianhae,”
ujar Song Eun pelan sambil tersenyum kecut.
Senyum
Sungmin perlahan memudar. Ia tahu Song Eun pasti akan menghindar jika diajak
pergi untuk mengurus rencana pernikahan mereka.
“Waeyo?” tanya Sungmin menyelidik.
“Tiba-tiba
saja aku teringat ada pekerjaan yang belum kuselesaikan,” jawab Song Eun sambil
menghadapkan wajahnya pada layar komputer, berbohong pastinya.
“Kau
bilang tidak terlalu sibuk.”
“Iya,
itu sebelum aku ingat ada pekerjaanku yang belum selesai. Mianhae, Sungmin-ah. Kau pergi sendiri saja, ya?” ujar Song Eun
sambil menekan-nekan mouse-nya,
bingung file yang mana yang akan ia kerjakan sekarang. Semua pekerjaan sudah ia
selesaikan, tidak ada yang terlewatkan. Astaga, kenapa tugas-tugasnya selesai
tidak tepat pada waktunya?
‘Aisssh…
Tuhaaan!! Berikanlah aku pekerjaan sekarang!!!’ serunya dalam hati, frustasi.
“Aku
harus pergi ke sana bersamamu,” ujar Sungmin dengan wajah cemberut yang
terlihat kekanakan.
“Ngg…
Tapi aku harus menyelesaikan pekerjaanku dulu, Min. Tidak apa-apa, kau saja
yang pilih gaunnya, ne?” bujuk Song
Eun, berharap namja yang merupakan
calon suaminya itu akan menyerah dan segera pergi dari kantornya.
“Yang
akan mengenakan gaun pengantin itu kan kau, Eun-ah! Kenapa aku yang memilih?
Kau pikir aku yang akan mengenakannya nanti, hah?!” ujar Sungmin kesal, membuat
Song Eun semakin terpojok.
“Iya,
tapi…”
“Tidak
ada tapi-tapian! Kau harus pergi denganku sekarang!”
Sungmin
langsung beranjak dari kursi yang ada di depan meja kerja Song Eun dan
mengambil tas tangan yeoja itu tanpa
persetujuan terlebih dahulu dari si pemilik.
“Tapi,
Min-ah… Pekerjaanku bagaimana?” tanya Song Eun, masih bersikeras dengan
‘pekerjaan’nya.
Sungmin
mendelik ke arah Song Eun. Ia yakin ini pasti hanya alasan yang Song Eun buat
agar tidak pergi dengannya ke toko gaun pengantin.
“Aku
ingin lihat pekerjaanmu sudah sampai mana,” katanya seraya melangkah ke
belakang kursi yang Song Eun duduki dan mencondongkan tubuhnya ke arah monitor
komputer, membuat Song Eun sedikit terhimpit dengan badan besar Sungmin.
“Apa
yang kaulakukan?” tanya Song Eun panik, takut kebohongannya akan segera
diketahui calon suaminya itu.
Sungmin
tidak menjawab. Ia masih bertahan pada egonya. Ya, di saat seperti ini tidak
akan ada yang bisa menghentikannya untuk melakukan sesuatu. Termasuk penolakan,
ia sangat tidak suka penolakan. Apalagi penolakan Song Eun yang menurutnya
tidak masuk akal.
“Mana
pekerjaan yang kau maksud?” tanya Sungmin, merujuk pada layar komputer yang
hanya menunjukkan desktop. Tidak ada satu file pun yang terbuka.
Song
Eun terdiam. Hanya itu yang bisa ia lakukan saat kebohongannya terbongkar.
“Jadi
apa lagi yang kau tunggu, Yeobo? Ayo,
kita pergi.”
Tanpa
menunggu respon dari si lawan bicara, namja
berwajah aegyeo itu langsung
menggamit tangan Song Eun dan menariknya––atau lebih terlihat seperti
menyeretnya––keluar dari kantor. Ia tidak memedulikan rekan-rekan kerja Song
Eun yang memerhatikan kepergian mereka, termasuk Song Eun yang meronta-ronta
meminta tangannya segera dilepaskan. Tidak, Sungmin terus membawa yeoja itu sampai ke dalam mobil, hingga yeoja itu tidak bisa kabur lagi.
** ** ** ** **
Sekarang
giliran Sungmin yang merasakan kepalanya mulai berdenyut-denyut. Sedari tadi yang
dilihatnya hanya Song Eun yang mondar-mandir tak tentu arah, sibuk memilih gaun
yang akan ia kenakan di hari bahagia mereka nanti. Sepertinya suatu kesalahan
sudah menyuruh yeoja itu memilih gaun
pengantin. Harusnya Sungmin meminta eomma
atau calon mertuanya yang memilih gaun pengantin. Selain menghemat energi, ia
juga tidak perlu menunggu Song Eun mondar-mandir selama dua jam.
“Eun-ah,
kau sudah menemukan gaun yang cocok untukmu?” tanya Sungmin sambil memegangi
kepalanya, berusaha menambah stok kesabarannya.
“Belum.”
Yup,
jawaban yang sama sejak dua jam yang lalu. Gadis ini belum menemukan gaun yang
cocok untuk pernikahan mereka.
Di
detik berikutnya Song Eun sudah menyerah dengan pencariannya yang mungkin tidak
akan pernah selesai. Ia membalikkan tubuhnya ke arah namja yang masih setia menunggunya itu duduk. Sungmin sedikit
tersentak melihat Song Eun yang tiba-tiba menghampirinya dan menghempaskan
tubuhnya di tempat kosong di sebelah Sungmin. Sepertinya gadis itu sudah
kelelahan sekarang.
“Aku
bingung, Min-ah,” ucapnya dengan nada merengek. “Bagaimanapun juga ini pertama
kalinya bagiku. Aku belum pernah memilih gaun untuk pernikahanku. Dan aku juga
tidak mau sampai salah pilih,” ujarnya lagi dengan kedua tangannya yang dilipat
di depan dada. “Eotteoke?”
Sungmin
menarik sudut bibirnya ke atas, sementara tangan kanannya sudah terulur ke
belakang tubuh gadis di sebelahnya itu dan menariknya ke dalam dekapannya. Yang
dipeluk sontak membulatkan kedua bola matanya. Sungmin memang selalu berhasil
membuat jantung Song Eun hampir copot. Sementara namja yang memeluknya bisa merasakan tubuh yang ada di dalam
dekapannya itu sedikit menegang.
“Gwaenchana, kita cari gaun di toko lain
saja, ne?”
Song
Eun hanya mengangguk kaku, lalu mendorong tubuh namja itu agar pelukannya terlepas dan memberikannya kesempatan
untuk mengisi paru-parunya yang hampir terasa hampa. Ya, ‘kejutan-kejutan’ yang
Sungmin berikan memang selalu sukses membuatnya lupa untuk bernafas. Song Eun
bahkan tidak sadar sejak kapan pipinya mulai terasa panas. Ia belum terlalu
terbiasa dengan sikap Sungmin yang selalu tiba-tiba membuat jantungnya berdegup
kencang.
Namja itu punya sejuta kejutan yang
siap menanti Song Eun.
** ** ** ** **
“Kau
cantik sekali, Eun-ah,” ujar Sungmin terkagum-kagum melihat yeoja yang mengenakan gaun pengantin di
depannya itu.
Berbeda
dengan Sungmin, yeoja itu malah
memasang tampang cemberut, seolah ada yang salah dengan gaun pilihan namja itu. Ah, tidak! Bukan ‘salah’,
tapi sangat salah!
“Apa
tidak ada gaun lain?” tanya Song Eun masih dengan bibir yang mengerucut.
“Wae? Gaun ini bagus,” sahut Sungmin
sambil memerhatikan calon istrinya itu dari ujung kepala sampai ujung kaki.
“Issh,
jangan melihatku seperti itu, bodoh!” ujar Song Eun yang sudah mulai risih
diperhatikan seperti itu oleh Sungmin seraya melayangkan pukulan mautnya ke
kepala Sungmin.
“Aww!”
“Apa
otakmu itu sudah terkontaminasi hingga tidak bisa memilih gaun yang sedikit
lebih ‘waras’, hah?! Aku tidak mau pakai gaun ini!” rengek Song Eun sambil
menghentak-hentakkan kedua kakinya, menandakan ketidakmauannya yang sudah
mencapai posisi teratas.
Sekali
lagi Sungmin memerhatikan gaun yang dikenakan Song Eun. Menurutnya tidak ada
yang salah, tapi tidak bagi yeoja
keras kepala ini.
Gaun
yang Song Eun kenakan itu tanpa lengan yang cukup menunjukkan bahu dan lehernya
yang jenjang. Dan juga gaun itu terbuka bagian depannya sehingga menunjukkan
kedua kaki jenjang Song Eun hingga lutut.
‘Tidak
ada yang salah’, pikir Sungmin.
“Apa
yang salah?” tanyanya dengan tampang polos.
“Aisssh,
kau masih bertanya?!!” Lagi-lagi yeoja
itu melayangkan pukulan mautnya ke kepala Sungmin. Tapi sebelum kepalan
tangannya mendarat dengan sempurna di puncak kepala namja itu, Sungmin menahan tangan calon istrinya itu.
“YA!
Kepalaku bisa membesar seperti Jong Woon-hyung
kalau kau pukul terus!” protes Sungmin seraya menghempas tangan Song Eun pelan.
“Aku
tidak mau pakai gaun ini! Ini terlalu minim, Sungmin-ah!” rengek Song Eun lagi,
membuat kepala Sungmin semakin berdenyut-denyut.
“Lalu
kau mau pakai gaun yang mana lagi? Hanya ini gaun yang pas dengan badanmu.”
“Aissh,
tidak mungkin! Pasti ada gaun lain yang lebih ‘waras’ daripada ini!”
Sungmin
memutar kedua bola matanya mendengar penolakan dari calon istrinya yang keras
kepala itu. Tidak ingin pilihannya diganggu gugat, namja itu langsung memanggil pelayan tanpa persetujuan Song Eun.
“Kami
pilih gaun yang ini,” ujar Sungmin pada si pelayan, membuat Song Eun ingin
sekali mencakar-cakar wajah mulus namja
itu.
“Baik,
Tuan,” sahut si pelayan seraya membawa Song Eun kembali ke ruang ganti.
“YA!
Lee Sungmin, kau akan mati! Lihat saja nanti!!!” seru Song Eun yang sudah
dibawa ke ruang ganti. Suaranya cukup bisa membuat telinga Sungmin berdengung.
Yaah, yeoja itu memang sedikit
berbeda dengan yeoja lainnya. Dan
mungkin itulah yang membuat Sungmin merasa nyaman di dekat Song Eun dan
memutuskan untuk menikahinya.
Sungmin
hanya bisa terkekeh mendengar seruan Song Eun yang terlihat sudah sangat
dongkol padanya. Tapi inilah nasib seorang yeoja
yang akan menjadi pendamping seorang Lee Sungmin. Tidak akan ada yang bisa
membantah keinginannya, sekalipun itu orang tuanya sendiri. Ya, itulah Lee
Sungmin.
** ** ** ** **
Song
Eun hanya menghembuskan nafasnya panjang melihat sahabatnya yang menatapnya
dengan mata berbinar dan berbicara dengan nada bicara yang lebih riang dari
biasanya. Ia terlihat senang sepertinya.
“Aku
tidak menyangka kalian akan menyusulku secepat ini!” ujarnya dengan nada gemas,
bahkan kedua tangannya hampir mencubit kedua sisi pipi Song Eun jika yeoja itu tidak menghentikan aksi
sahabatnya itu. “Kau bilang kalian tidak ada hubungan khusus apapun,” lanjutnya
lagi, tapi dengan raut wajah cemberut.
“Kami
memang tidak ada hubungan apapun,” sahut Song Eun apa adanya.
“Aissh,
jangan berbohong, Song Eun-ah,” desak Hyemi sambil menyenggol lengan Song Eun
dan tersenyum penuh arti. “Jadi bagaimana Sungmin melamarmu?” tanyanya lagi
dengan tubuhnya yang sudah mencondong ke arah Song Eun, menandakan dirinya
sangat tertarik dengan aksi melamar yang Sungmin lakukan.
“Cara
melamarnya sangat tidak kreatif,” jawab Song Eun datar.
“Mwo? Bagaimana?”
“Ah,
sudahlah. Aku yakin kau tidak akan mau tahu.”
“Tapi
aku sangat ingin tahu, Song Eun-ah,” rengek Hyemi sambil melemparkan tatapan
‘aku mohon’.
“Bukan
hanya dia, tapi aku juga ingin tahu,” timpal Jong Woon yang sedari tadi hanya
diam mendengarkan percakapan kedua yeoja
di depannya.
“Aku
tidak mau memberitahu kalian,” sahut Song Eun bersikeras dengan pendiriannya.
“KAMI
MOHOOON!” rengek pasangan suami-istri di depannya itu serempak sambil sama-sama
menangkupkan kedua tangannya di depan, lengkap dengan puppy eyes yang mereka miliki.
Song
Eun memerhatikan Hyemi dan Jong Woon bergantian. Ia memang sudah terbiasa
dengan puppy eyes Hyemi yang sering
ia lihat dulu sewaktu kuliah, tapi Jong Woon? Ayolah, dia sangat tidak pantas
memasang wajah kekanakan seperti itu. Wajahnya terlihat sangat menjijikkan di
mata Song Eun. Berbeda dengan Sungmin. Calon suaminya itu memang memiliki wajah
aegyeo dan puppy eyes yang terlihat lucu bila diperlihatkan.
Eh,
kenapa Song Eun jadi memikirkan Sungmin?
Song
Eun menggeleng-gelengkan kepalanya cepat, mencoba menghapus pikirannya tentang
Sungmin. Dan tentu saja hal itu membuat Hyemi dan Jong Woon kebingungan.
“Wae, Song Eun-ah?” tanya Jong Woon.
“Aku
tidak apa-apa,” jawab Song Eun setelah ia sudah merasa cukup pusing karena
terus menggeleng-gelengkan kepalanya. “Pokoknya aku tidak akan memberitahu
kalian tentang aksi lamaran itu,” ujarnya lagi.
“Ayolah,
Song Eun…” rengek Hyemi.
“Yaak,
hentikan! Puppy eyes-mu tidak akan
pernah mempan untukku! Dan kau, Jong Woon-oppa,
puppy eyes-mu terlihat aneh!” ujar
Song Eun sambil menunjuk Hyemi dan Jong Woon secara bergantian.
“Diam
kau!” desis Jong Woon pada istrinya yang terkekeh mendengar ucapan Song Eun
tentang puppy eyes-nya.
Sontak
Hyemi menghentikan kekehannya dan kembali beralih pada Song Eun.
“Jadi
kapan kalian akan menikah?” tanyanya.
“Mollayo,” jawab Song Eun enteng sembari
mengendikkan bahunya.
“Yaak!
Yang menikah kan kalian, kenapa belum menetapkan tanggalnya?”
“Aah,
sudahlah! Aku tidak mau memikirkan masalah pernikahan!” jerit Song Eun sambil
menangkupkan kedua tangannya di telinga.
Hening.
Hyemi dan Jong Woon saling pandang, lalu tatapan mereka kembali beralih pada
Song Eun yang masih menangkupkan kedua tangannya pada telinganya.
“Hei,
temanmu kenapa?” bisik Jong Woon pada Hyemi tanpa mengalihkan tatapannya dari
Song Eun.
“Mollayo… Dia stress mungkin,” sahut Hyemi
dengan berbisik. “Mmm… Aku ke toilet dulu,” ujar Hyemi seraya bangkit dari
kursinya dan berjalan menuju toilet.
** ** ** ** **
“Dia
pasti suka,” gumam Sungmin dengan senyumnya yang sudah mengembang sambil
memandangi kotak kecil berwarna merah muda di tangannya. Ia sudah tidak sabar
untuk segera bertemu dengan calon istrinya, ya siapa lagi kalau bukan Lee Song
Eun.
Dia
berjalan ke lapangan parkir dan menghampiri mobilnya yang sudah terparkir
dengan rapi. Ia memasukkan kotak yang dipegangnya tadi ke dalam saku celananya,
dan mengeluarkan kunci mobil serta ponsel. Sementara tangan kanannya memutar
kunci mobil, tangan kirinya ia gunakan untuk menekan tombol ponsel sesuai
dengan angka yang sudah ia hapal di luar kepala.
Tepat
pada nada tunggu ketiga, telepon di angkat dan bisa ia dengar suara lembut yeoja yang akan dinikahinya di seberang
sambungan.
“Yeoboseyo?” ucap Song Eun yang terdengar
sedang tidak bersemangat meladeni Sungmin.
“Yeoboseyo, Eun-ah!” sahut Sungmin riang,
sangat bertolak belakang dengan suara yang Song Eun keluarkan. “Kau ada di mana
sekarang?” tanya Sungmin tanpa menghapus senyumannya sedikitpun.
“Eh,
aku? Wae?” kata Song Eun balik
bertanya.
“Aku
ingin menemuimu. Kau ada di kantor?”
“Ani… ani, aku ada di café,” jawab Song
Eun cepat.
“Café?”
“Ne, café di dekat kantorku bersama
Hyemi,” lanjutnya.
“Arra, aku akan segera ke sana. Kau
tunggu aku, ne?”
Tanpa
mendengar sahutan dari Song Eun, namja
berwajah aegyeo itu menekan tombol
merah pada ponselnya dan memasukkan benda berwarna silver itu kembali ke dalam
saku celananya. Lalu ia menginjak gas dan mulai melajukan mobilnya membelah
jalan raya.
** ** ** ** **
Sesampainya
di depan café, Sungmin langsung menepikan mobilnya dan keluar dari mobil. Ia
sudah tidak sabar untuk menunjukkan cincin pernikahan yang baru dibelinya pada
Song Eun. Tapi baru ia menapakkan kakinya di depan café, sepasang matanya
menangkap pemandangan yang membuat hatinya bergemuruh dari kaca jendela café.
Ya, itu Song Eun. Tapi bukan Song Eun yang membuat hatinya panas, melainkan namja yang duduk di hadapan Song Eun.
Mereka mengobrol dengan sesekali tertawa kecil, tapi Sungmin tidak dapat mendengar
ucapan mereka. Ya, mereka tampak akrab, terlihat dari raut wajah Song Eun yang
sangat nyaman di dekat namja itu,
berbeda saat ia berbicara dengan Sungmin.
Cemburu?
Jelas! Siapa yang tidak cemburu saat melihat calon istrinya sendiri sedang
mengobrol akrab bersama namja lain?
Tapi yang membuat dada Sungmin semakin panas adalah kenyataan bahwa namja yang bersama Song Eun sekarang
adalah namja yang kini sudah memiliki
cinta lamanya, Park Hye Mi. Ya, namja
itu adalah Kim Jong Woon. Namja yang
sudah merebut cinta lamanya, dan kini Sungmin tidak bisa menahan emosinya saat
ia merasa cinta barunya seakan direbut oleh namja
itu. Egois? Ya, memang itulah salah satu sifat terburuk Lee Sungmin. Ia ingin
senyuman Song Eun semanis senyuman yang saat ini ditunjukkannya hanya ditujukan
padanya, hanya padanya seorang. Tak ada lain.
Dengan
emosi yang masih meledak di dalam dadanya, Sungmin memasuki café itu dengan
langkah lebar. Seakan tidak mau memberikan waktu sedetik pun untuk membiarkan
dua orang itu mengobrol dengan riangnya. Tanpa Song Eun dan Jong Woon sadari,
Sungmin menghampiri mereka dan menarik sebelah tangan Song Eun saat ia sudah
berdiri di sebelah yeoja itu.
“Sungmin..”
“Ayo
pergi,” ujar Sungmin datar dengan tatapan tajamnya yang membuat hati Song Eun bergetar.
Dia takut.
“Ta..tapi…”
“Lee
Song Eun, ayo pergi,” ujar Sungmin lagi dengan penekanan pada setiap kata.
“Tapi…”
ucap Song Eun dengan tatapannya yang beralih pada Jong Woon yang sedang menatap
dua orang itu dengan tatapan terkejut.
“Tapi
apa? Kau terkejut karena kebohonganmu sudah ketahuan?” tanya Sungmin tajam,
membuat Song Eun langsung menatapnya tak habis pikir.
“Kebohongan?
Kebohongan apa maksudmu?” tanya Song Eun tak mengerti.
“Aku
di café dekat kantorku bersama Hyemi,” kata Sungmin meniru kata-kata Song Eun.
“Dan sekarang di mana Park Hye Mi?”
“Tapi
aku benar-benar bersama Park Hye Mi,” ujar Song Eun bersikeras.
Sungmin
menyeringai, lalu tatapannya beralih pada Jong Woon. “Sekarang kita lihat siapa
yang ada di sini,” ujarnya dengan nada angkuh. “Park Hye Mi atau... Ah, Kim
Jong Woon ternyata.” Pandangannya beralih pada Song Eun yang emosinya mulai
naik. Ia kembali menatap yeoja itu
dengan tatapan dingin dan tajam. “Jadi sekarang kau mau menghabiskan waktumu
dengan Kim Jong Woon dibandingkan bersamaku yang sebentar lagi akan menjadi
suamimu, heh?” tanyanya dengan nada yang mulai meninggi.
“Mwoya?”
“Apa
kau pantas menyebut dirimu sendiri sebagai sahabat Hyemi saat kau diam-diam
berada di sebuah café bersama suami sahabatmu sendiri? Apa kau pernah
memikirkan perasaan Hyemi kalau dia tahu kau––”
PLAKK!
Tamparan
panas yang mendarat di sebelah pipi Sungmin berhasil memotong ucapannya dan
membuatnya terpaku sesaat. Ia menatap Song Eun dengan tatapan terkejut,
terlebih lagi saat melihat wajah Song Eun yang sudah memerah karena emosi dan
air mata yang sudah menggenangi pelupuk matanya. Ini pertama kalinya Sungmin
melihat yeoja itu mengeluarkan air
matanya.
“Kau
pikir aku mau menikah denganmu karena apa, hah?! Karena aku mencintaimu? Cih,
omong kosong!” teriak Song Eun tepat di depan wajah Sungmin.
Lagi-lagi
Sungmin membuka matanya lebar-lebar saat kedua telinganya mendengar kalimat
yang baru saja keluar dari mulut Song Eun. Jadi selama ini Song Eun tidak
mencintainya?
“Aku
kasihan padamu! Ya, karena itulah aku mau menikah denganmu. Dan kau…” Ucapan
Song Eun terhenti saat ia rasakan cairan hangat sudah menuruni pipi mulusnya.
Ia menarik nafasnya dalam, mengumpulkan kekuatan untuk kembali melanjutkan
ucapannya yang menyayat hati. “Kau.. menikahiku bukan karena cinta, kan?”
ucapnya lirih bersamaan dengan buliran-buliran air mata lainnya yang menyusul
buliran pertama.
Sungmin
menggeleng. “Eun-ah… Aku tidak…”
“Berhenti
memanggilku dengan sebutan itu! Aku muak!!” jerit Song Eun, membuat Sungmin
lagi-lagi tertegun mendengarnya. “Kau menikah denganku karena kau mau
menjadikanku sebagai pelarian. Kau menjadikanku sebagai alat untuk melupakan
Hyemi. Benar, kan…?” ucapnya lagi dengan suara yang semakin lirih karena air
matanya yang turun semakin deras.
“Bukan…
Bukan begitu…”
“Geumanhaeyo…” Song Eun menghapus air
matanya dan meraih tasnya yang tergeletak di atas kursi. “Lebih baik hentikan
semua ini,” ucapnya yang kembali membuat Sungmin tersentak. Hentikan? Ia ingin
menghentikan rencana pernikahan ini?
Sungmin
menggeleng cepat, tidak rela dengan pernyataan Song Eun. “Andwae,” ujarnya. Bagaimana pun juga tidak ada namja yang ingin gagal untuk kedua kalinya. Apalagi hari pernikahan
mereka tinggal dua minggu lagi, dan harus dibatalkan? Tidak, tidak. Sungmin
tidak rela.
“Aku
ingin berhenti sampai di sini saja,” ujar Song Eun sebelum ia melangkahkan
kakinya melewati Sungmin yang masih bertahan pada tempatnya, terpaku.
Beberapa
detik setelahnya, ia berbalik dan mendapati Song Eun sudah berjalan jauh di
depan sana. Ini pertama kalinya Sungmin melihat air mata Song Eun, dan dialah
penyebab air mata itu runtuh.
-To
be continued-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar