Kamis, 29 November 2012

Love Or Obsession? (Part 7)


Love or Obsession––– Part 7

Author        : Ifa Raneza
Main Cast   : Yesung (Kim Jong Woon), Park Hyemi

** ** **

(Park Jung Soo POV)

“Tuan, mobil sudah siap. Kita berangkat sekarang?” tanya seorang pria berbadan tegap saat aku baru saja menyelesaikan sarapanku.
Aku segera bangkit dari dudukku dan beranjak menuju halaman depan untuk segera melakukan perjalanan ke pulau Jeju, menemui gadis yang beberapa hari terakhir ini menjadi pokok dari masalahku sekarang.
Tepat saat mobil yang kunaiki berjalan keluar dari halaman rumah mewah yang kutempati sejak aku terlahir ke dunia ini, aku menekan tombol-tombol pada ponselku untuk menghubungi seseorang yang akan berpengaruh dalam rencanaku kali ini.
“Kau siap? Sebentar lagi kau harus melakukan apa yang kuperintahkan, arraseo?”
Sesaat setelah memutuskan sambungan, sudut bibirku tertarik membentuk sebuah seringai.
Aku sudah tidak sabar untuk melihat dampak dari rencanaku ini. Ini semakin menarik saja.


 

** ** **

(Author POV)

Jeju Island

Sinar matahari masuk melalui jendela yang kordennya tak ditutup oleh si pemilik kamar, membuat pria yang masih terlelap itu sedikit merasa silau. Setelah menggeliat dan meregangkan otot-ototnya yang masih terasa kaku, pria itu bangkit dari tempat tidur, lalu memeriksa ponselnya yang ia letakkan di atas meja nakas.

A new massage

From : Miss Park
Wake up, my sleeping beauty! :p

Pria itu tersenyum geli membaca deretan tulisan yang terpampang jelas di layar ponselnya. ‘Sleeping beauty’? Ia masih berpikir apa alasan yeoja yang membuatnya hampir gila itu memanggilnya dengan sebutan seperti itu.

To : Miss Park
Okay, I’m not sleeping now. Can you visit my room now? Bogoshippeo

Sesaat setelah pesan itu terkirim, pria ia berjalan masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci wajahnya dan menggosok gigi. Setelahnya ia kembali ke kamar dan memeriksa ponsel yang tadi ia tinggalkan di atas tempat tidur yang masih berantakan.

From : Miss Park
Ne, aku ke sana sekarang. Tunggu aku.

Senyum pria itu langsung mengembang membaca pesan yang terpampang di layar ponselnya itu. Ia sudah tidak sabar untuk melihat kehadiran sosok yang membuatnya tergila-gila di depan kamarnya. Kemudian ia memasukkan ponsel itu ke dalam saku celananya dan berjalan ke arah dapur. Ia membuka kulkas dan mengambil sebotol jus jeruk, lalu meneguk hingga setengahnya.

TING TONG….

“Cepat sekali,” gumamnya sambil mengukir senyum di bibirnya.
Ia bergegas ke arah pintu depan, untuk membukakan pintu untuk seseorang yang sudah ia tunggu-tunggu.
Tapi apa yang ia dapatkan? Yang berdiri di depan pintu bukanlah orang yang ia tunggu, tidak sesuai dengan apa yang ia harapkan. Ia malah menginginkan orang itu segera enyah dari hadapannya.
Annyeong, Jongwoon-oppa. Kau masih ingat padaku?” tanya yeoja itu dengan nada bicara khasnya yang terdengar manja dan tatapannya yang tajam, menegaskan keanggunan yang tersirat di dalam dirinya.
“Untuk apa kau kemari?” tanya Jongwoon dingin sambil menatap yeoja itu dengan tajam.
“Wow… Oppa, kenapa kau jadi dingin begini? Biasanya kau selalu lembut padaku,” ujar yeoja itu, semakin menyulut emosi Jongwoon yang sudah hampir memuncak.
“Hubungan kita sudah berakhir, Hara. Sudah kukatakan dengan jelas, bukan? Aku tidak pernah mencintaimu dan maaf… karena aku sudah mempermainkanmu dulu.”
Yeoja itu tetap memasang wajah angkuhnya dan tersenyum meremehkan.
“Tidak semudah itu, Kim Jong Woon. Kau sudah membuatku jatuh ke dalam pesonamu, dan kini kau membuangku? Tidak bisa, aku tidak akan pernah pergi dari hidupmu!” seru Hara yang membuat kedua mata Jongwoon membulat lebar. “Kau harus kembali padaku, Oppa!”
“Hara-ya! Sudah berapa kali kukatakan? Semuanya sudah berakhir! Kau dan aku … kita berdua sudah berakhir. Dan aku sudah menemukan yeoja yang benar-benar aku cintai sekarang.”
Hara mendorong bahu Jongwoon dengan cukup keras, membuat tubuh Jongwoon mundur beberapa langkah ke belakang. Yeoja itu langsung menutup pintu kamar itu, dan melangkah mendekat pada Jongwoon secara perlahan, sementara Jongwoon mundur ke belakang.
“Apa yang akan kau lakukan?” tanya Jongwoon dingin.
“Menurutmu? Oh, aku sudah muak mendengar ucapanmu yang dingin itu. Bisakah kau sedikit lembut padaku?” tanya Hara yang membuat Jongwoon ingin sekali mengusirnya keluar dari kamar ini.
“Dengar, Hara..”
“Tidak. Kau yang harus mendengarkanku,” ucap Hara memotong kalimat Jongwoon, dan dilanjutkan dengan Hara yang menarik Jongwoon dengan kuat hingga tubuh mereka hanya berjarak beberapa senti saja.
Lalu dengan cepat Hara mendorong tengkuk Jongwoon, membuat namja itu tidak bisa berbuat apa-apa saat bibir mereka bertaut.
Jongwoon mendorong tubuh Hara dengan kasar, tapi sayangnya yeoja itu kembali memojokkan Jongwoon di dinding dan akhirnya ia tidak bisa menghindar saat Hara kembali mencium bibirnya.

“Jongwoon-ah, maaf aku terlam––”
Jongwoon melirik ke arah pintu, dan kedua matanya langsung membulat lebar melihat siapa yang berdiri di ambang pintu. Dengan cepat ia mendorong Hara hingga gadis itu kehilangan keseimbangan dan terjatuh di sofa.
“I..ini tidak seperti yang kau pikirkan,” ucap Jongwoon cepat, mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
Tapi sayang, sebelum ia sempat menjelaskan semuanya, gadis yang berdiri di ambang pintu itu sudah berlari meninggalkannya yang bahkan belum sempat membela diri.
“Tunggu!! Jangan pergi! Ini tidak seperti yang kau pikirkan!” ujar Jongwoon setengah berteriak sambil berlari menyusul gadis itu, dan mencekal pergelangan tangannya sebelum gadis itu semakin menjauh. “Aku bisa menjelaskan semuanya.”
Gadis itu menatap Jongwoon penuh amarah dengan matanya yang berair karena air mata.
“Apa lagi yang ingin kau jelaskan padaku?” tanyanya ketus dengan suaranya yang serak.
“Apa yang kau lihat tadi tidak seperti yang kau pikirkan. Aku dan Hara tidak ada hubungan apa-apa. Kami––”
“Oh, jadi itu yang namanya Jung Hara?” potongnya sinis.
“Hyemi.. ini semua tidak seperti yang kau lihat,” ujar Jongwoon sembari menggelengkan kepalanya.
“Bukankah dia yeoja-mu yang dulu? Jadi kau masih bersamanya, Jongwoon-ah?” tanya Hyemi lagi yang lebih terdengar seperti pernyataan.
“Hyemi, aku–––”
“Ternyata kau belum berubah. Kau sama seperti Jongwoon yang kukenal dulu. Kau masih sama seperti Kim Jong Woon yang aku temui di sebuah acara keluarga Kim beberapa waktu lalu, yang memiliki sifat woman lovers.. Kau masih seperti yang dulu,” ucap Hyemi dengan suara yang semakin melirih.
Cengkeraman tangan Jongwoon di pergelangan tangan Hyemi semakin mengerat, karena ia takut gadis ini akan segera menghilang dari hadapannya jika saja ia sedikit melonggarkan cengkeramannya. Sedangkan Hyemi, ia sama sekali tidak merasakan denyut pada pergelangan tangannya yang kini sudah hampir memerah. Ia tidak merasakan sakit sedikitpun pada tangannya, karena saat ini yang sakit adalah hatinya. Di saat ia ingin menyembuhkan sakit hatinya pada Jungsoo, kini malah namja yang ia jadikan sebagai tempat sandaranlah yang menyakitinya.
Apa rasa sakit dan kecewa yang ia rasakan belum cukup?

“Aku tidak seperti itu, Hyemi. Aku bukan Jongwoon yang dulu. Percayalah..”
“Aku salah…” ucap Hyemi di sela tangisnya yang kini pecah. Membuat kedua mata Jongwoon lagi-lagi terbuka lebar mendengar ucapannya.
Mwo? Hyemi!” seru Jongwoon sembari memegang kedua bahu Hyemi dan mencari-cari wajahnya yang sedikit tertutup rambutnya yang terurai.
“Jongwoon… Aku kira kau mencintaiku,” ucap Hyemi dengan tangisannya yang belum berhenti.
“Aku memang mencintaimu!” tegas Jongwoon yang tidak didengar oleh Hyemi. Gadis itu tetap fokus pada monolognya sendiri. Ia tidak mendengarkan apapun yang keluar dari mulut Jongwoon. Baginya semua ucapan namja itu hanyalah angin lalu.
“Jongwoon…” Hyemi mengangkat wajahnya dan menatap kedua mata gelap Jongwoon dengan nanar. Kedua matanya terus mengeluarkan air mata yang terlihat begitu menyakitkan bagi Jongwoon. “Selama ini… kau menganggapku apa?” lirihnya.
Detak jantung Jongwoon tersentak. Ia merasakan seluruh syarafnya berhenti bekerja dengan semestinya, aliran darahnya berhenti mengalir, dan nafasnya serasa sulit untuk dihembuskan.
“Hyemi, kau bicara apa? Aku mencintaimu! Aku sangat mencintaimu! Kau tahu itu, kan?!” ujar Jongwoon yang hampir frustasi sambil mengguncang halus tubuh gadis itu.
Hyemi menggeleng-gelengkan kepalanya pelan.
“Apa yang kita lakukan selama beberapa hari ini… Kebersamaan kita… apa arti semua itu…? Apa aku ini hanya mainanmu, Jongwoon-ah?”
Ucapan Hyemi barusan bagai tamparan keras untuk Jongwoon. Jongwoon mengaku bahwa memang begitulah pandangannya terhadap Hyemi beberapa waktu lalu, saat ia masih seorang Kim Jong Woon yang senang mempermainkan perasaan wanita. Tapi sekarang bohong besar jika Jongwoon mengatakan hal itu benar adanya.

Dengan cepat Jongwoon menggeleng, mencoba menampik apa yang Hyemi ucapkan padanya. Tapi tetap saja tangisan Hyemi belum berhenti dan tatapannya masih sama seperti tadi, tatapan yang menyiratkan rasa sakit yang menghujam hatinya.
“Aku mencintaimu, Hyemi… Kenapa kau jadi begini? Bukankah kau percaya padaku? Aku sangat mencintaimu,” ucap Jongwoon lembut sambil menatap kedua mata gadis itu dalam-dalam.
Lalu ia mencoba menarik gadis itu ke dalam pelukannya, tapi dengan cepat Hyemi menahan gerakannya.
“Tidak…” Hyemi menatap kedua mata Jongwoon dengan nanar. Ia merasa seperti gadis bodoh sekarang. Ia merasa bodoh karena dengan mudahnya telah percaya pada Jongwoon yang sewaktu-waktu bisa menyakitinya. “Aku tidak tahu apa aku masih bisa mempercayaimu,” ucapnya lagi yang langsung membuat sekujur tubuh Jongwoon melemas.
“Apa…?” lirih Jongwoon. Ia merasa indera pendengarannya mengalami masalah saat ini. Ia harus memastikan bahwa apa yang ia dengar barusan bukan berasal dari bibir Hyemi.
“Aku mencintaimu, Jongwoon. Tapi kenapa kau…”
Ucapan Hyemi terputus. Dengan cepat ia menepis kedua tangan Jongwoon yang masih mengunci kedua bahunya, lalu ia berlari meninggalkan Jongwoon yang masih berdiri di tempatnya seolah belum percaya dengan apa yang Hyemi ucapkan padanya.

“Tenang saja, Oppa.”
Jongwoon berbalik dan ia langsung menajamkan tatapannya pada sosok yang berdiri di ambang pintunya.
“Masih ada aku, kan?” ucap gadis itu enteng yang membuat Jongwoon ingin sekali menamparnya keras-keras.
“Apa maksudmu melakukan ini semua, Jung Hara?!!” teriak Jongwoon yang membuat telinga Hara sedikit berdengung.
“Aku mencintaimu, Oppa.. Aku masih mencintaimu. Apa itu masih kurang jelas?”
Jongwoon membuang muka ke arah lain. Ia mendengus dengan keras, mencoba menumpahkan kekesalannya hanya dengan cara mendengus, tapi itu sia-sia saja.
Oppa, apa kau pernah memikirkan bagaimana tersiksanya aku saat kau membuangku?” tanya Hara sambil menangkupkan kedua tangannya pada kedua sisi Jongwoon, mencoba membuat namja itu menatap kedua matanya, yang dibalas Jongwoon dengan menatapnya tajam.
Ia bahkan sudah muak melihat wajah cantik itu dengan kedua matanya.
“Cukup, Hara. Apa yang pernah terjadi antara kita adalah sebuah kesalahan. Aku yang bersalah karena sudah mempermainkanmu, tapi semua itu sudah berakhir. Itu semua sudah berakhir, Hara!”
Oppa…”
“Hara, lebih baik kau pergi dari sini, sebelum aku––”
“Aku sedang mengandung anakmu,” ucap Hara cepat sebelum Jongwoon menyeretnya pergi dari hadapannya.

Kedua mata Jongwoon terbelalak mendengar kalimat yang baru saja keluar dari mulut Hara. Sebuah pernyataan yang hampir membuat jantungnya berhenti bekerja.
“Apa…?” ucap Jongwoon pelan.
Hara mengangguk lesu. “Ne, Oppa…” Ia menatap kedua mata Jongwoon dengan tatapan sayunya, tatapan yang belum pernah Jongwoon dapatkan darinya sebelumnya. “Aku hamil…”

** ** **

“Tuan, apa Anda yakin rencana ini akan berhasil? Bukankah Anda juga tahu bagaimana kecepatan Nona berlari?” tanya seorang pria berbadan tegap sambil menatap Jungsoo dengan ragu.
“Tenang saja. Aku yakin ini akan berhasil. Ini masih sangat pagi, dan dia belum memiliki banyak tenaga untuk berlari. Jadi apa yang kau takutkan?” jawab Jungsoo enteng.
Ia tahu kecepatan Hyemi berlari dan bagaimana cara mengelabuinya. Ia mengenal Hyemi dengan baik, sebaik ia mengenal dirinya sendiri. Ia mengingat-ingat kembali percakapannya dengan pengurus hotel tempat Hyemi menginap untuk memasukkan sesuatu ke dalam sarapannya hari ini yang menyebabkan energi Hyemi sedikit berkurang. Jahat memang, tapi itulah yang harus Jungsoo lakukan pada adiknya itu.

“Itu dia! Cepat kejar!” titah Jungsoo saat melihat sosok Hyemi yang berjalan keluar dengan lesu dari gedung hotel.
Jungsoo mengernyitkan dahinya saat melihat wajah adiknya itu tertunduk dan tampak tak bersemangat. Setahunya, obat yang ia berikan pada sarapan Hyemi hanya akan mengurangi energinya, bukan daya tahan tubuhnya. Tapi kenapa Hyemi tampak seperti orang sakit?
Tepat seperti dugaan Jungsoo, Hyemi tidak bisa melawan saat orang suruhannya mengunci kedua tangan gadis itu dan membawanya ke hadapannya.

Jungsoo menarik sudut bibirnya, membentuk sebuah seringai.
We meet again. How are you today, Dongsaeng?”
Hyemi mengangkat wajahnya dan menatap Jungsoo dengan nanar. Perlahan air mata yang dengan sekuat tenaga ia tahan kembali tumpah, membuat yang ditatap sedikit terkejut dengan reaksi yang ia berikan.
Oppa…” ucap Hyemi pelan, namun dapat menyiratkan perasaannya saat ini.
Ne?”
“Kau benar..” ucap Hyemi. Ia merasa malu menunjukkan kesedihannya di depan kakaknya ini. Ternyata apa yang Jungsoo katakan padanya adalah benar, Jongwoon bukan pria yang baik. “Kau benar, Oppa… Aku yang salah… Aku salah… Mianhae..” tangisnya yang membuat Jungsoo sedikit bingung tapi juga tidak tahan melihat adiknya seperti ini.
Ia menarik tubuh Hyemi ke dalam pelukannya dan mengusap pelan bahu gadis itu yang berguncang karena menangis dengan kerasnya.
“Siapa yang berani membuatmu seperti ini, Saeng…?” desis Jungsoo sambil menatap gedung yang berdiri kokoh di depannya.
Andai kedua bola matanya dapat memancarkan api, ia pastikan gedung di depannya itu akan segera hangus beserta orang di dalamnya, orang yang mungkin saja membuat adiknya menangis seperti ini. Kim Jong Woon.

** ** **

“Apa kau bilang?” ucap Jongwoon tak percaya.
Ia masih tak percaya dengan apa yang ia dengar dari mulut Hara. Sebuah kenyataan baru yang akan membuat kehidupannya berubah, bahwa di dalam diri gadis itu tumbuh satu nyawa yang juga merupakan bagian dari diri Jongwoon.
“Tapi… Kapan aku melakukannya padamu?!” tanya Jongwoon dengan nada yang sedikit membentak. Ia belum bisa menerima kenyataan ini.
“Ini benar-benar anakmu, Oppa.. Janin ini bagian dari dirimu. Aku hamil karenamu…” ucap Hara sebelum air matanya jatuh dengan bebas membasahi pipi putihnya. “Waktu itu kau mabuk setelah kita pulang dari acara temanmu. Dan kau tahu, aku tidak mungkin membawamu pulang dengan kondisimu yang bisa membuat orang tuamu jatuh pingsan karena melihatmu. Jadi.. aku membawamu ke apartemenmu..” ucap Hara mengakui kenyataan pahit yang terjadi pada dirinya dan namja yang berdiri di depannya itu. Ia menunduk, tidak berani menatap kedua mata tajam Jongwoon.
“Lalu.. aku melakukannya…?” ucap Jongwoon menebak apa yang akan Hara ceritakan selanjutnya setelah merasakan nafasnya sedikit tercekat saat akan mengucapkannya.
Hara mengangguk. Kini Jongwoon mengerang frustasi sambil menjambak kuat rambutnya. Sedangkan Hara masih mengeluarkan air mata dengan sesenggukkan. Ia juga tidak mengharapkan hal ini terjadi pada dirinya. Tapi inilah kenyataan yang hadir di hadapannya. Jung Hara sedang mengandung benih dari Jongwoon.

“Sudah berapa lama?” tanya Jongwoon yang tak dijawab Hara karena terlalu takut. “Jawab aku, Jung Hara!” bentak Jongwoon yang membuat Hara tersentak. Ia sedikit mengguncang kedua bahu Hara, memaksa yeoja itu untuk segera menjawabnya.
Hara buru-buru mengangkat wajahnya dan menjawab pertanyaan Jongwoon. “Sa.. satu bulan..” jawabnya pelan.
Jongwoon menatap Hara dengan frustasi. Ia masih belum siap menerima kenyataan ini. Kenyataan bahwa ia sudah melakukan hal yang buruk pada Hara.
“Kenapa kau baru mengatakannya sekarang, Hara..? Di saat aku telah jatuh cinta pada yeoja lain?” tanya Jongwoon yang membuat tangisan Hara semakin menjadi.
“Aku takut, Oppa… Aku takut kau akan menolaknya dan meninggalkanku…” jawab Hara di sela-sela tangisnya. “Tapi saat aku mendengar kabar bahwa kau sudah berubah, bahwa kau bukan lagi pria yang suka mempermainkan wanita, aku baru berani menemuimu dan mengatakan… semuanya,” lanjutnya.
Hara menatap Jongwoon dan ia menggenggam kedua tangan Jongwoon dengan erat. Ia mencoba meyakinkan Jongwoon bahwa apa yang ia ucapkan bukanlah sebuah kebohongan.
“Aku berani bersumpah, ini adalah anakmu! Aku tidak berbohong. Aku hamil… Aku hamil karenamu…” ucap Hara lagi dengan tangisannya yang akhirnya kembali pecah.
Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, menutupi wajahnya yang tampak menyedihkan.
Jongwoon menarik Hara ke dalam dekapannya, mencoba menenangkan wanita yang dalam beberapa bulan ke depan akan melahirkan anaknya.
“Aku percaya, Hara,” ucapnya menenangkan. “Aku percaya padamu..”
Tangisan Hara mereda. Ia mendorong pelan tubuh Jongwoon agar bisa menatap kedua mata namja itu. Kemudian ia melihat lengkungan indah muncul di bibir Jongwoon. Lalu bibir namja itu bergerak, mengucapkan sesuatu yang amat sangat sulit untuk ia ucapkan.
“Aku akan.. bertanggung jawab atas bayi ini…”

** ** **

If you say a promise,
then it’s just a game for me.


“Astaga, Hyemi!”
Dengan cepat Narin menghampiri Hyemi yang baru saja tiba di rumah yang beberapa hari ini terasa sepi tanpa kehadirannya, dengan Jungsoo yang masih merangkul adiknya itu hanya untuk berjaga-jaga bahwa Hyemi tidak terjatuh karena kehilangan keseimbangannya.
Dengan kedua mata yang masih sedikit berair, Hyemi menatap Narin yang menatapnya dengan cemas. Pandangannya terlihat nanar, terlebih lagi dengan ekspresinya yang tak mudah ditebak.
“Kau di sini, eoh?” tanya Hyemi pada Narin dengan berusaha sekuat tenaga menyempatkan dirinya untuk tersenyum.
Narin mengangguk cepat. “Kau kenapa? Apa yang terjadi padamu? Kau sakit?” tanya Narin cepat, seakan tidak sabar untuk menunggu Hyemi menjawab pertanyaannya satu persatu.
Hyemi menggeleng pelan sambil tersenyum tipis. Ia kembali menunduk, menatap pola lantai yang sedang ia pijak dengan tatapan kosongnya. Lagi-lagi air mata bodoh ini keluar begitu saja tanpa izin darinya. Ia begitu membenci dirinya yang tampak menyedihkan saat ini. Terlebih lagi pada namja yang menyebabkan dirinya menjadi seperti ini.
“Kau bisa menanyakannya nanti, Narin-ah. Biarkan Hyemi istirahat,” ujar Jungsoo lembut sambil membawa Hyemi dengan hati-hati menuju kamarnya di lantai dua.
“Aku akan meminta pelayan membuatkannya sup dan teh,” ujar Narin tanpa menghilangkan sedikitpun nada dan raut wajah cemasnya.
Jungsoo hanya mengangguk dan tersenyum mengiyakan, sebelum pada akhirnya ia menaiki tangga satu persatu dengan hati-hati sambil tetap merangkul kedua bahu adiknya yang terasa begitu lemah dalam dekapannya.

** ** **

(Park Jungsoo POV)

Aku duduk di sisi ranjang yang sejak beberapa hari lalu kosong karena ditinggal pemiliknya ini, lalu menarik selimut hingga menutupi sebagian tubuh kecil yang terasa dingin saat menyentuh kulitku. Dengan hati-hati aku menyisir poninya yang sedikit menutupi wajahnya. Ia menatapku dengan tatapan bersalahnya yang sejak beberapa jam lalu selalu ia berikan padaku. Bisa kurasakan kata ‘maaf’ yang tersirat dari tatapannya. Adikku ini menyadari kesalahannya.
“Tidurlah. Kau lelah, bukan?” ucapku lembut sambil tersenyum manis padanya.
Kini wajah yang selalu tampak riang itu terlihat pucat dan seolah tak bernyawa. Aku bersumpah akan membunuh siapa saja yang telah membuat adikku menjadi seperti ini.
“Temani aku, Oppa…” ucapnya dengan suara serak. Sekali lagi aku melihat cairan bening itu menuruni pipinya. “Aku mohon…”
Aku mengangguk mengiyakan, lalu memeluk tubuh ringkih itu sambil sesekali mengecup kepalanya.
“Kau ingat saat kita bermain di tepi danau?” tanyaku yang hanya ia jawab dengan anggukan.
“Saat itu kita masih kecil dan kau memaksaku untuk bermain di tepi danau.”
“Apa sebenarnya yang ingin kau bicarakan, Oppa?” tanyanya pelan.
Aku menatapnya dengan tatapan penuh arti, lalu menggeleng pelan.
“Aku hanya ingin mengingat masa-masa kecil kita. Bukankah itu menyenangkan?” tanyaku yang sebenarnya adalah bohong. Bukan itu maksudku yang sebenarnya. Tapi apa yang ingin kusampaikan tidak mampu untuk kuucapkan padanya saat ini.
“Aku menyayangimu, Hyemi..” bisikku lembut seraya mengecup keningnya.

** ** **

Lima belas tahun yang lalu, Hyemi memaksaku untuk bermain di tepi danau saat kami berlibur ke villa milik halmeoni. Aku sudah memperingatkannya bahwa eomma dan appa bisa saja membunuhku jika tahu aku menuruti permintaannya itu. Tapi ia tetap memaksaku bahkan ia hampir menggigit lenganku. Aku tahu adikku itu sedikit ganas untuk perempuan seukuran dirinya, tapi aku tidak pernah tahu bahwa keinginan kerasnya akan berujung pada penyiksaan pada kakaknya tercinta ini.
Akhirnya aku menuruti keinginannya. Kami bermain di tepi danau. Sesekali aku menariknya kembali ke tepi danau saat ia mulai menyelupkan kaki-kakinya ke dalam air. Ia memang menyukai air. Kemudian ia memarahiku karena sudah mencegahnya masuk ke dalam air.
Lalu ia memintaku untuk mengambil kamera yang appa belikan untukku saat ulang tahunku sebulan sebelumnya. Ia bilang kapan lagi kami bisa mengabadikan momen istimewa ini mengingat pekerjaan eomma dan appa yang tidak bisa ditoleransi jumlahnya.
Aku kembali ke dalam villa untuk mengambil kamera yang kusimpan di dalam tas ranselku. Saat kembali ke tepi danau, aku tidak menemukan sosok Hyemi. Yang kutemukan hanyalah sepatu flat putihnya yang tergeletak di tepi danau. Berbagai pikiran buruk berenang di dalam pikiranku. Akhirnya aku memberanikan diri untuk masuk ke dalam air dan berenang mencari Hyemi dengan cepat.

Tapi apa yang kudapatkan? Ternyata Hyemi mempermainkanku.
“Kau kenapa, Oppa? Aku di sini, kenapa kau malah berenang di sana?” ucapnya dengan nada mengejek sambil terkekeh pelan di tepi danau.
Ia mengerjaiku. Ia bersembunyi di belakang pohon dan membiarkanku mengira ia tenggelam di danau ini.
“Kurang ajar kau, Park Hyemi!!!” teriakku murka.
Kali ini aku benar-benar marah, hingga membuatnya menangis karena takut mendengarku berteriak. Di detik selanjutnya yang kulakukan adalah membujuknya agar tidak menangis lagi.
“Maafkan aku. Aku hanya tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu,” ujarku sambil menghapus jejak-jejak air mata di sudut matanya.
“Benarkah? Oppa tidak membenciku?” tanyanya polos yang membuatku langsung tersenyum ketika ia mengucapkannya.
Aku mengangguk. “Ne, bagaimana mungkin aku bisa membencimu, Hyemi? Kau adikku.”
Ia tersenyum dan langsung mengucapkan kata maaf berkali-kali sebagai rasa penyesalannya.

Dan mulai saat itu yang kulakukan dalam hidupku adalah melindunginya. Melindungi adik yang telah tumbuh bersamaku sejak bertahun-tahun yang lalu. Itulah yang ingin kusampaikan padanya. Tapi aku tak pernah menyampaikannya sekalipun. Yang pasti.. aku akan selalu melindunginya.

** ** **

(Park Hyemi POV)

Tiga hari yang lalu, aku kembali ke kehidupan awalku. Tanpa Kim Jong Woon.. tanpa namja brengsek yang sudah menghancurkan hidupku itu. Kejadian di Jeju beberapa hari lalu tidak bisa membuatku berhenti untuk memikirkannya. Memikirkan kebodohanku selama ini karena sudah memercayainya. Ternyata benar.. percaya dengan Kim Jong Woon sama saja dengan percaya adanya unicorn di dunia ini.
Cepat atau lambat, aku yakin namja itu akan datang untuk mencariku, mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya sudah sangat jelas di mataku. Dia sudah mengkhianatiku. Itu yang aku tahu sekarang.
Bahkan aku baru tahu dari orang suruhan oppa bahwa ia sudah menghamili Jung Hara, mantan pacarnya yang tiga hari lalu menyusulnya ke Jeju.
Ya Tuhan… apa aku salah jika aku jatuh cinta? Dan kenapa kau titipkan rasa ini untuk namja yang bahkan tidak pernah bosan menyakiti yeoja itu?

Aku terduduk di pinggir tempat tidur setelah kurasakan nyeri yang menyerang kepalaku. Tiba-tiba saja kepalaku seperti berputar-putar, pusing sekali. Sekelebat kejadian yang akhir-akhir ini kualami berputar-putar di pikiranku. Tentang oppa, Sungmin, Jongwoon, Narin… Semuanya.. Semuanya berputar di dalam sini, membuatku merasa tertekan hingga akhirnya aku berteriak.
Tiga hari… Baru tiga hari yang lalu namja itu menyakitiku. Tapi detik ini ia sudah berhasil membuatku hampir gila. Kenapa? Kenapa dia mampu membuatku menjadi seperti ini?

“Hyemi-ah?”
Tangisanku yang entah sejak kapan meledak langsung terhenti begitu indera pendengaranku menangkap suara yang sangat familiar itu. Dengan cepat jemariku menghapus air mata yang mengalir dari sudut mataku, lalu mencoba menjawab panggilan yeoja itu.
Ne?” ucapku dengan suara serak yang sulit untuk disembunyikan.
Gwaenchanayo? Boleh aku masuk?” tanyanya dengan ragu, nada bicara khas Narin.
“Masuk saja. Pintunya tidak dikunci,” sahutku dari dalam kamar.
Sedetik kemudian sosoknya terlihat di balik pintu, lalu ia masuk ke dalam kamarku setelah menutup pintunya. Ia duduk di sampingku yang masih mendekap lutut, kemudian sebelah tangannya merangkulku selayaknya seorang sahabat.
“Kau kenapa? Kenapa berteriak?” tanyanya cemas.
Mwo?”
Sial, bagaimana menjelaskannya? Apa suaraku terlalu keras hingga terdengar sampai ke luar?
“Teriakanmu sangat keras. Untung saja Jungsoo-oppa sedang tidak ada di rumah. Ada apa? Kau sakit?”
Aku menggeleng sembari mengulas senyum menenangkan. “Aniyo, aku tidak apa-apa..”
“Kau yakin?” tanyanya memastikan.
Aku mengangguk mantap.
Ia ber-oh pelan, lalu beberapa detik setelahnya ia memasang wajah ceria dan senyum lebar di bibirnya.
“Kau mau jalan-jalan? Sudah lama, kan, kita tidak jalan-jalan ke taman bersama?” tanyanya dengan mata berbinar yang tidak mampu untuk kutolak.
Masih dengan senyuman yang sama, aku mengangguk mengiyakan ajakan sahabatku ini.

** ** **

(Author POV)

“Kau tidak bilang kita akan pergi bersama Sungmin,” sungut Hyemi sambil berjalan ke arah mobil Sungmin yang terparkir di halaman depan, sementara Narin berjalan di sebelahnya dengan wajah cerah.
Narin menggeleng. “Ani, kau salah. Hanya kau dan Sungmin. Aku pikir lebih baik aku di rumah saja,” ujar Narin yang sontak membuat langkah Hyemi terhenti dan kedua matanya terbuka lebar.
Mwo?! Apa kau bilang?! Yaak, Jung Narin!”
Hyemi sudah bersiap untuk menjitak kepala Narin saat Sungmin memanggilnya. Gerakan tangan gadis itu terhenti di udara saat kedua telinganya mendengar suara Sungmin. Suara yang begitu lembut saat melafalkan namanya.
“Awas kau, Narin,” desis Hyemi pelan seraya melangkahkan kakinya menghampiri Sungmin.
Narin tertawa pelan melihat wajah kesal sahabatnya itu, lalu ia melambaikan tangannya ke arah Hyemi dan Sungmin.
“Selamat bersenang-senang!” ujarnya yang membuat Hyemi ingin sekali mencekik lehernya sekarang juga.

Hyemi berjalan kikuk menghampiri Sungmin yang sedang bersandar pada pintu mobilnya dengan sebelah tangannya yang dimasukkan ke dalam saku celananya. Sungmin tersenyum sekilas melihat sikap canggung Hyemi yang sangat jarang ia lihat.
“Sudah siap?” tanya Sungmin yang hanya dijawab Hyemi dengan sebuah anggukan.
Sungmin memutari mobilnya dan mengeluarkan sesuatu dari pintu belakang. Hyemi memiringkan kepalanya, mengintip aktifitas Sungmin di belakang mobil yang sedang mengeluarkan sebuah kendaraan lagi.
“Sepeda?” gumam Hyemi sambil menatap Sungmin dengan tatapan bingung.
Sungmin mengangguk. “Bukankah lebih nyaman kalau kita jalan-jalan dengan sepeda?” ujar Sungmin yang sudah siap dengan sepedanya. “Wae? Kau tidak suka naik sepeda?” tanya Sungmin.
Hyemi menggeleng. “Bukan begitu…”
“Kalau begitu naiklah,” ujar Sungmin, menunggu Hyemi untuk segera duduk di belakangnya.
Dengan ragu Hyemi naik ke sepeda itu dan memegang kedua sisi pinggang Sungmin dengan canggung, lebih tepatnya menggenggam baju yang sedang Sungmin pakai. Tidak mungkin bukan ia memeluk pinggang namja itu?
“Siap? Pegangan yang erat,” ujar Sungmin seraya menjalankan sepeda keluar dari halaman kediaman keluarga Park yang mewah itu.

** ** **

“Aissh… Kenapa susah sekali?” gumam Hyemi sambil menatap sepeda Sungmin dengan tatapan frustasi.
Ini sudah kelima kalinya ia mencoba mengendarai sepeda itu, tapi tetap saja gagal. Seharusnya sejak kecil ia menuruti ucapan Jungsoo yang menyuruhnya untuk belajar menaiki sepeda, bukannya bermain dengan segala game yang tersimpan rapi di laptop ibunya.
Hyemi mendelik sebal ke arah Sungmin yang terkekeh melihat dirinya tengah dilanda kekesalan luar biasa.
“Tertawalah sepuasmu, Lee Sungmin,” ujar Hyemi yang membuat tawa pelan Sungmin terdengar.
“Seharusnya kau belajar menaiki sepeda sejak kecil, Nona Park. Di usiamu yang kini sudah mencapai 20 tahun, sangat memalukan mengingat kemampuan bersepedamu yang buruk,” ledek Sungmin yang membuat Hyemi semakin kesal.
Ya!”
Arra… arra… Aku tidak bermaksud meledekmu,” ucap Sungmin yang tidak sesuai dengan kenyataannya. Ia masih saja terkekeh, membuat Hyemi melipat kedua tangannya di depan dada dan menatapnya kesal.

“Mau kuajari?” tawar Sungmin yang membuat raut wajah Hyemi perlahan-lahan berubah cerah.
“Kenapa tidak dari tadi saja, Sungmin-ah?” ucap Hyemi dengan mata berbinar.
Sungmin segera duduk di belakang Hyemi dan membiarkan gadis itu mengendarai sepeda kuningnya dengan tangan Sungmin yang ikut menuntun tangan Hyemi dalam menjaga keseimbangan sepedanya.
Satu… dua… tiga…
Akhirnya sepeda kuning itu berjalan dengan lurus walaupun sedikit tidak seimbang karena Hyemi baru saja belajar menggunakannya.
“Yay!” seru Hyemi girang.
“Kau senang, huh?” tanya Sungmin sambil terkekeh.
“Tentu saja,” jawab Hyemi dengan bangga.
Saking bangganya, ia sampai lupa menjaga keseimbangan sepeda dan membuat sepeda itu kehilangan keseimbangannya. Sungmin mencoba menjaga keseimbangan sepedanya, tapi gagal karena ia juga kewalahan mengatur keseimbangan sepeda kuning itu.
BRUK!
Keduanya terjatuh ke rumput yang terhampar di taman itu. Baik Hyemi maupun Sungmin sama-sama meringis kesakitan saat merasakan persendian mereka nyeri akibat terjatuh cukup keras dari sepeda kuning yang Sungmin bawa.
“Kau tidak apa-apa?” tanya Hyemi sambil menoleh ke belakang, mencoba memeriksa keadaan Sungmin. Walau bagaimana pun hal ini terjadi karena kesalahannya. Kalau saja ia bisa mengendalikan keseimbangan sepeda itu, mereka tidak akan terjatuh seperti ini.
Tatapan Hyemi berubah seketika saat ia mendapati namja itu sedang menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Dalam namun juga lembut. Ia bahkan sudah lupa bagaimana caranya untuk bernafas saat perlahan-lahan Sungmin memajukan wajahnya.
“Apa aku masih memiliki kesempatan untuk membahagiakanmu, Park Hyemi?”
Hyemi mampu merasakan hembusan nafas Sungmin saat ia mengucapkan kalimat itu. Hyemi tidak menjawabnya, karena ia sendiri juga bingung bagaimana cara menjawab ucapan namja itu di dalam situasi seperti ini.
I love you, Park Hyemi…”
Sedetik setelah Hyemi mendengar namja itu mengucapkan kalimat penuh makna itu, ia merasakan kehangatan dan kelembutan yang nyata di bibirnya. Hanya selama sepersekian detik, kemudian Sungmin melepaskan bibirnya dari bibir Hyemi dan menatap gadis itu lembut.
“Kau tahu, aku tidak akan melepaskanmu bahkan untuk hyung-ku sendiri yang brengsek itu,” ucap Sungmin yang mengingatkan Hyemi pada Jongwoon.
Ya.. Entah kenapa kini Hyemi merasa sedikit ragu, apakah perasaannya ini masih tertuju pada Jongwoon ataukah Sungmin. Tapi saat mengingat kejadian tiga hari yang lalu, Hyemi merasakan sakit di dalam dadanya. Perih yang membuatnya ingin melupakan namja bernama Kim Jong Woon itu.
“Izinkan aku memilikimu, Hyemi.”
Hyemi tidak menjawab, ia hanya menunduk menatap kedua tangannya yang kini tampak berkeringat.

Jauh di sudut taman, seorang namja menatap mereka dengan tatapan tajam. Ia mengepalkan kedua tangannya di samping tubuhnya, menahan rasa sakit yang menghujam hatinya saat ia melihat bibir gadisnya baru saja bertaut dengan bibir sepupunya sendiri.
“Hyemi… Sampai kapanpun, aku akan tetap mencintaimu,” gumamnya pelan yang hanya bisa ia dengar sendiri.


To be continued…

Wow! Konflik baru! Tapi tenang… saya bakal usahain konflik baru ini bakal selesai di part mendatang. Dan untuk konflik-konflik lama yang belum terpecahkan akan menyusul di part berikutnya :D
So, just wait for the next post :D
Uhm… Let me see your comment on my comment box?(.___.  )

 

1 komentar: