Love
or Obsession––– Part 7
Author : Ifa Raneza
Main Cast : Yesung (Kim Jong Woon), Park Hyemi
** ** **
(Park Jung Soo
POV)
“Tuan, mobil sudah siap. Kita berangkat sekarang?”
tanya seorang pria berbadan tegap saat aku baru saja menyelesaikan sarapanku.
Aku segera bangkit dari dudukku dan beranjak
menuju halaman depan untuk segera melakukan perjalanan ke pulau Jeju, menemui
gadis yang beberapa hari terakhir ini menjadi pokok dari masalahku sekarang.
Tepat saat mobil yang kunaiki berjalan keluar dari
halaman rumah mewah yang kutempati sejak aku terlahir ke dunia ini, aku menekan
tombol-tombol pada ponselku untuk menghubungi seseorang yang akan berpengaruh
dalam rencanaku kali ini.
“Kau siap? Sebentar lagi kau harus melakukan apa
yang kuperintahkan, arraseo?”
Sesaat setelah memutuskan sambungan, sudut bibirku
tertarik membentuk sebuah seringai.
** ** **
(Author POV)
Jeju Island
Sinar matahari masuk melalui jendela yang
kordennya tak ditutup oleh si pemilik kamar, membuat pria yang masih terlelap
itu sedikit merasa silau. Setelah menggeliat dan meregangkan otot-ototnya yang
masih terasa kaku, pria itu bangkit dari tempat tidur, lalu memeriksa ponselnya
yang ia letakkan di atas meja nakas.
A new massage
From : Miss
Park
Wake up, my
sleeping beauty! :p
Pria itu tersenyum geli membaca deretan tulisan
yang terpampang jelas di layar ponselnya. ‘Sleeping
beauty’? Ia masih berpikir apa alasan yeoja
yang membuatnya hampir gila itu memanggilnya dengan sebutan seperti itu.
To : Miss Park
Okay, I’m not
sleeping now. Can you visit my room now? Bogoshippeo…
Sesaat setelah pesan itu terkirim, pria ia
berjalan masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci wajahnya dan menggosok gigi.
Setelahnya ia kembali ke kamar dan memeriksa ponsel yang tadi ia tinggalkan di
atas tempat tidur yang masih berantakan.
From : Miss
Park
Ne, aku ke
sana sekarang. Tunggu aku.
Senyum pria itu langsung mengembang membaca pesan
yang terpampang di layar ponselnya itu. Ia sudah tidak sabar untuk melihat
kehadiran sosok yang membuatnya tergila-gila di depan kamarnya. Kemudian ia
memasukkan ponsel itu ke dalam saku celananya dan berjalan ke arah dapur. Ia
membuka kulkas dan mengambil sebotol jus jeruk, lalu meneguk hingga
setengahnya.
TING TONG….
“Cepat sekali,” gumamnya sambil mengukir senyum di
bibirnya.
Ia bergegas ke arah pintu depan, untuk membukakan
pintu untuk seseorang yang sudah ia tunggu-tunggu.
Tapi apa yang ia dapatkan? Yang berdiri di depan
pintu bukanlah orang yang ia tunggu, tidak sesuai dengan apa yang ia harapkan.
Ia malah menginginkan orang itu segera enyah dari hadapannya.
“Annyeong, Jongwoon-oppa. Kau masih ingat padaku?” tanya yeoja itu dengan nada bicara khasnya yang
terdengar manja dan tatapannya yang tajam, menegaskan keanggunan yang tersirat
di dalam dirinya.
“Untuk apa kau kemari?” tanya Jongwoon dingin
sambil menatap yeoja itu dengan
tajam.
“Wow… Oppa,
kenapa kau jadi dingin begini? Biasanya kau selalu lembut padaku,” ujar yeoja itu, semakin menyulut emosi
Jongwoon yang sudah hampir memuncak.
“Hubungan kita sudah berakhir, Hara. Sudah
kukatakan dengan jelas, bukan? Aku tidak pernah mencintaimu dan maaf… karena
aku sudah mempermainkanmu dulu.”
Yeoja itu tetap memasang wajah angkuhnya dan tersenyum
meremehkan.
“Tidak semudah itu, Kim Jong Woon. Kau sudah
membuatku jatuh ke dalam pesonamu, dan kini kau membuangku? Tidak bisa, aku
tidak akan pernah pergi dari hidupmu!” seru Hara yang membuat kedua mata
Jongwoon membulat lebar. “Kau harus kembali padaku, Oppa!”
“Hara-ya! Sudah berapa kali kukatakan? Semuanya
sudah berakhir! Kau dan aku … kita berdua sudah berakhir. Dan aku sudah
menemukan yeoja yang benar-benar aku
cintai sekarang.”
Hara mendorong bahu Jongwoon dengan cukup keras,
membuat tubuh Jongwoon mundur beberapa langkah ke belakang. Yeoja itu langsung menutup pintu kamar
itu, dan melangkah mendekat pada Jongwoon secara perlahan, sementara Jongwoon
mundur ke belakang.
“Apa yang akan kau lakukan?” tanya Jongwoon
dingin.
“Menurutmu? Oh, aku sudah muak mendengar ucapanmu
yang dingin itu. Bisakah kau sedikit lembut padaku?” tanya Hara yang membuat
Jongwoon ingin sekali mengusirnya keluar dari kamar ini.
“Dengar, Hara..”
“Tidak. Kau yang harus mendengarkanku,” ucap Hara
memotong kalimat Jongwoon, dan dilanjutkan dengan Hara yang menarik Jongwoon
dengan kuat hingga tubuh mereka hanya berjarak beberapa senti saja.
Lalu dengan cepat Hara mendorong tengkuk Jongwoon,
membuat namja itu tidak bisa berbuat
apa-apa saat bibir mereka bertaut.
Jongwoon mendorong tubuh Hara dengan kasar, tapi
sayangnya yeoja itu kembali
memojokkan Jongwoon di dinding dan akhirnya ia tidak bisa menghindar saat Hara
kembali mencium bibirnya.
“Jongwoon-ah, maaf aku terlam––”
Jongwoon melirik ke arah pintu, dan kedua matanya
langsung membulat lebar melihat siapa yang berdiri di ambang pintu. Dengan
cepat ia mendorong Hara hingga gadis itu kehilangan keseimbangan dan terjatuh
di sofa.
“I..ini tidak seperti yang kau pikirkan,” ucap
Jongwoon cepat, mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
Tapi sayang, sebelum ia sempat menjelaskan
semuanya, gadis yang berdiri di ambang pintu itu sudah berlari meninggalkannya
yang bahkan belum sempat membela diri.
“Tunggu!! Jangan pergi! Ini tidak seperti yang kau
pikirkan!” ujar Jongwoon setengah berteriak sambil berlari menyusul gadis itu,
dan mencekal pergelangan tangannya sebelum gadis itu semakin menjauh. “Aku bisa
menjelaskan semuanya.”
Gadis itu menatap Jongwoon penuh amarah dengan
matanya yang berair karena air mata.
“Apa lagi yang ingin kau jelaskan padaku?”
tanyanya ketus dengan suaranya yang serak.
“Apa yang kau lihat tadi tidak seperti yang kau
pikirkan. Aku dan Hara tidak ada hubungan apa-apa. Kami––”
“Oh, jadi itu yang namanya Jung Hara?” potongnya
sinis.
“Hyemi.. ini semua tidak seperti yang kau lihat,”
ujar Jongwoon sembari menggelengkan kepalanya.
“Bukankah dia yeoja-mu
yang dulu? Jadi kau masih bersamanya, Jongwoon-ah?” tanya Hyemi lagi yang lebih
terdengar seperti pernyataan.
“Hyemi, aku–––”
“Ternyata kau belum berubah. Kau sama seperti
Jongwoon yang kukenal dulu. Kau masih sama seperti Kim Jong Woon yang aku temui
di sebuah acara keluarga Kim beberapa waktu lalu, yang memiliki sifat woman lovers.. Kau masih seperti yang
dulu,” ucap Hyemi dengan suara yang semakin melirih.
Cengkeraman tangan Jongwoon di pergelangan tangan
Hyemi semakin mengerat, karena ia takut gadis ini akan segera menghilang dari
hadapannya jika saja ia sedikit melonggarkan cengkeramannya. Sedangkan Hyemi,
ia sama sekali tidak merasakan denyut pada pergelangan tangannya yang kini sudah
hampir memerah. Ia tidak merasakan sakit sedikitpun pada tangannya, karena saat
ini yang sakit adalah hatinya. Di saat ia ingin menyembuhkan sakit hatinya pada
Jungsoo, kini malah namja yang ia
jadikan sebagai tempat sandaranlah yang menyakitinya.
Apa rasa sakit dan kecewa yang ia rasakan belum
cukup?
“Aku tidak seperti itu, Hyemi. Aku bukan Jongwoon
yang dulu. Percayalah..”
“Aku salah…” ucap Hyemi di sela tangisnya yang
kini pecah. Membuat kedua mata Jongwoon lagi-lagi terbuka lebar mendengar
ucapannya.
“Mwo?
Hyemi!” seru Jongwoon sembari memegang kedua bahu Hyemi dan mencari-cari
wajahnya yang sedikit tertutup rambutnya yang terurai.
“Jongwoon… Aku kira kau mencintaiku,” ucap Hyemi
dengan tangisannya yang belum berhenti.
“Aku memang mencintaimu!” tegas Jongwoon yang
tidak didengar oleh Hyemi. Gadis itu tetap fokus pada monolognya sendiri. Ia
tidak mendengarkan apapun yang keluar dari mulut Jongwoon. Baginya semua ucapan
namja itu hanyalah angin lalu.
“Jongwoon…” Hyemi mengangkat wajahnya dan menatap
kedua mata gelap Jongwoon dengan nanar. Kedua matanya terus mengeluarkan air
mata yang terlihat begitu menyakitkan bagi Jongwoon. “Selama ini… kau
menganggapku apa?” lirihnya.
Detak jantung Jongwoon tersentak. Ia merasakan
seluruh syarafnya berhenti bekerja dengan semestinya, aliran darahnya berhenti
mengalir, dan nafasnya serasa sulit untuk dihembuskan.
“Hyemi, kau bicara apa? Aku mencintaimu! Aku
sangat mencintaimu! Kau tahu itu, kan?!” ujar Jongwoon yang hampir frustasi
sambil mengguncang halus tubuh gadis itu.
Hyemi menggeleng-gelengkan kepalanya pelan.
“Apa yang kita lakukan selama beberapa hari ini…
Kebersamaan kita… apa arti semua itu…? Apa aku ini hanya mainanmu,
Jongwoon-ah?”
Ucapan Hyemi barusan bagai tamparan keras untuk
Jongwoon. Jongwoon mengaku bahwa memang begitulah pandangannya terhadap Hyemi
beberapa waktu lalu, saat ia masih seorang Kim Jong Woon yang senang
mempermainkan perasaan wanita. Tapi sekarang bohong besar jika Jongwoon
mengatakan hal itu benar adanya.
Dengan cepat Jongwoon menggeleng, mencoba menampik
apa yang Hyemi ucapkan padanya. Tapi tetap saja tangisan Hyemi belum berhenti
dan tatapannya masih sama seperti tadi, tatapan yang menyiratkan rasa sakit
yang menghujam hatinya.
“Aku mencintaimu, Hyemi… Kenapa kau jadi begini?
Bukankah kau percaya padaku? Aku sangat mencintaimu,” ucap Jongwoon lembut
sambil menatap kedua mata gadis itu dalam-dalam.
Lalu ia mencoba menarik gadis itu ke dalam
pelukannya, tapi dengan cepat Hyemi menahan gerakannya.
“Tidak…” Hyemi menatap kedua mata Jongwoon dengan
nanar. Ia merasa seperti gadis bodoh sekarang. Ia merasa bodoh karena dengan
mudahnya telah percaya pada Jongwoon yang sewaktu-waktu bisa menyakitinya. “Aku
tidak tahu apa aku masih bisa mempercayaimu,” ucapnya lagi yang langsung
membuat sekujur tubuh Jongwoon melemas.
“Apa…?” lirih Jongwoon. Ia merasa indera
pendengarannya mengalami masalah saat ini. Ia harus memastikan bahwa apa yang
ia dengar barusan bukan berasal dari bibir Hyemi.
“Aku mencintaimu, Jongwoon. Tapi kenapa kau…”
Ucapan Hyemi terputus. Dengan cepat ia menepis
kedua tangan Jongwoon yang masih mengunci kedua bahunya, lalu ia berlari
meninggalkan Jongwoon yang masih berdiri di tempatnya seolah belum percaya
dengan apa yang Hyemi ucapkan padanya.
“Tenang saja, Oppa.”
Jongwoon berbalik dan ia langsung menajamkan
tatapannya pada sosok yang berdiri di ambang pintunya.
“Masih ada aku, kan?” ucap gadis itu enteng yang
membuat Jongwoon ingin sekali menamparnya keras-keras.
“Apa maksudmu melakukan ini semua, Jung Hara?!!”
teriak Jongwoon yang membuat telinga Hara sedikit berdengung.
“Aku mencintaimu, Oppa.. Aku masih mencintaimu. Apa itu masih kurang jelas?”
Jongwoon membuang muka ke arah lain. Ia mendengus
dengan keras, mencoba menumpahkan kekesalannya hanya dengan cara mendengus,
tapi itu sia-sia saja.
“Oppa,
apa kau pernah memikirkan bagaimana tersiksanya aku saat kau membuangku?” tanya
Hara sambil menangkupkan kedua tangannya pada kedua sisi Jongwoon, mencoba
membuat namja itu menatap kedua
matanya, yang dibalas Jongwoon dengan menatapnya tajam.
Ia bahkan sudah muak melihat wajah cantik itu
dengan kedua matanya.
“Cukup, Hara. Apa yang pernah terjadi antara kita
adalah sebuah kesalahan. Aku yang bersalah karena sudah mempermainkanmu, tapi
semua itu sudah berakhir. Itu semua sudah berakhir, Hara!”
“Oppa…”
“Hara, lebih baik kau pergi dari sini, sebelum
aku––”
“Aku sedang mengandung anakmu,” ucap Hara cepat
sebelum Jongwoon menyeretnya pergi dari hadapannya.
Kedua mata Jongwoon terbelalak mendengar kalimat
yang baru saja keluar dari mulut Hara. Sebuah pernyataan yang hampir membuat
jantungnya berhenti bekerja.
“Apa…?” ucap Jongwoon pelan.
Hara mengangguk lesu. “Ne, Oppa…” Ia menatap kedua mata Jongwoon dengan tatapan sayunya,
tatapan yang belum pernah Jongwoon dapatkan darinya sebelumnya. “Aku hamil…”
** ** **
“Tuan, apa Anda yakin rencana ini akan berhasil?
Bukankah Anda juga tahu bagaimana kecepatan Nona berlari?” tanya seorang pria
berbadan tegap sambil menatap Jungsoo dengan ragu.
“Tenang saja. Aku yakin ini akan berhasil. Ini
masih sangat pagi, dan dia belum memiliki banyak tenaga untuk berlari. Jadi apa
yang kau takutkan?” jawab Jungsoo enteng.
Ia tahu kecepatan Hyemi berlari dan bagaimana cara
mengelabuinya. Ia mengenal Hyemi dengan baik, sebaik ia mengenal dirinya
sendiri. Ia mengingat-ingat kembali percakapannya dengan pengurus hotel tempat
Hyemi menginap untuk memasukkan sesuatu ke dalam sarapannya hari ini yang
menyebabkan energi Hyemi sedikit berkurang. Jahat memang, tapi itulah yang
harus Jungsoo lakukan pada adiknya itu.
“Itu dia! Cepat kejar!” titah Jungsoo saat melihat
sosok Hyemi yang berjalan keluar dengan lesu dari gedung hotel.
Jungsoo mengernyitkan dahinya saat melihat wajah
adiknya itu tertunduk dan tampak tak bersemangat. Setahunya, obat yang ia
berikan pada sarapan Hyemi hanya akan mengurangi energinya, bukan daya tahan
tubuhnya. Tapi kenapa Hyemi tampak seperti orang sakit?
Tepat seperti dugaan Jungsoo, Hyemi tidak bisa
melawan saat orang suruhannya mengunci kedua tangan gadis itu dan membawanya ke
hadapannya.
Jungsoo menarik sudut bibirnya, membentuk sebuah
seringai.
“We meet
again. How are you today, Dongsaeng?”
Hyemi mengangkat wajahnya dan menatap Jungsoo
dengan nanar. Perlahan air mata yang dengan sekuat tenaga ia tahan kembali
tumpah, membuat yang ditatap sedikit terkejut dengan reaksi yang ia berikan.
“Oppa…”
ucap Hyemi pelan, namun dapat menyiratkan perasaannya saat ini.
“Ne?”
“Kau benar..” ucap Hyemi. Ia merasa malu
menunjukkan kesedihannya di depan kakaknya ini. Ternyata apa yang Jungsoo
katakan padanya adalah benar, Jongwoon bukan pria yang baik. “Kau benar, Oppa… Aku yang salah… Aku salah… Mianhae..” tangisnya yang membuat
Jungsoo sedikit bingung tapi juga tidak tahan melihat adiknya seperti ini.
Ia menarik tubuh Hyemi ke dalam pelukannya dan
mengusap pelan bahu gadis itu yang berguncang karena menangis dengan kerasnya.
“Siapa yang berani membuatmu seperti ini, Saeng…?” desis Jungsoo sambil menatap
gedung yang berdiri kokoh di depannya.
Andai kedua bola matanya dapat memancarkan api, ia
pastikan gedung di depannya itu akan segera hangus beserta orang di dalamnya,
orang yang mungkin saja membuat adiknya menangis seperti ini. Kim Jong Woon.
** ** **
“Apa kau bilang?” ucap Jongwoon tak percaya.
Ia masih tak percaya dengan apa yang ia dengar
dari mulut Hara. Sebuah kenyataan baru yang akan membuat kehidupannya berubah,
bahwa di dalam diri gadis itu tumbuh satu nyawa yang juga merupakan bagian dari
diri Jongwoon.
“Tapi… Kapan aku melakukannya padamu?!” tanya
Jongwoon dengan nada yang sedikit membentak. Ia belum bisa menerima kenyataan
ini.
“Ini benar-benar anakmu, Oppa.. Janin ini bagian dari dirimu. Aku hamil karenamu…” ucap Hara
sebelum air matanya jatuh dengan bebas membasahi pipi putihnya. “Waktu itu kau
mabuk setelah kita pulang dari acara temanmu. Dan kau tahu, aku tidak mungkin
membawamu pulang dengan kondisimu yang bisa membuat orang tuamu jatuh pingsan
karena melihatmu. Jadi.. aku membawamu ke apartemenmu..” ucap Hara mengakui
kenyataan pahit yang terjadi pada dirinya dan namja yang berdiri di depannya itu. Ia menunduk, tidak berani
menatap kedua mata tajam Jongwoon.
“Lalu.. aku melakukannya…?” ucap Jongwoon menebak
apa yang akan Hara ceritakan selanjutnya setelah merasakan nafasnya sedikit
tercekat saat akan mengucapkannya.
Hara mengangguk. Kini Jongwoon mengerang frustasi
sambil menjambak kuat rambutnya. Sedangkan Hara masih mengeluarkan air mata
dengan sesenggukkan. Ia juga tidak mengharapkan hal ini terjadi pada dirinya.
Tapi inilah kenyataan yang hadir di hadapannya. Jung Hara sedang mengandung
benih dari Jongwoon.
“Sudah berapa lama?” tanya Jongwoon yang tak
dijawab Hara karena terlalu takut. “Jawab aku, Jung Hara!” bentak Jongwoon yang
membuat Hara tersentak. Ia sedikit mengguncang kedua bahu Hara, memaksa yeoja itu untuk segera menjawabnya.
Hara buru-buru mengangkat wajahnya dan menjawab
pertanyaan Jongwoon. “Sa.. satu bulan..” jawabnya pelan.
Jongwoon menatap Hara dengan frustasi. Ia masih
belum siap menerima kenyataan ini. Kenyataan bahwa ia sudah melakukan hal yang
buruk pada Hara.
“Kenapa kau baru mengatakannya sekarang, Hara..?
Di saat aku telah jatuh cinta pada yeoja
lain?” tanya Jongwoon yang membuat tangisan Hara semakin menjadi.
“Aku takut, Oppa…
Aku takut kau akan menolaknya dan meninggalkanku…” jawab Hara di sela-sela
tangisnya. “Tapi saat aku mendengar kabar bahwa kau sudah berubah, bahwa kau
bukan lagi pria yang suka mempermainkan wanita, aku baru berani menemuimu dan
mengatakan… semuanya,” lanjutnya.
Hara menatap Jongwoon dan ia menggenggam kedua
tangan Jongwoon dengan erat. Ia mencoba meyakinkan Jongwoon bahwa apa yang ia
ucapkan bukanlah sebuah kebohongan.
“Aku berani bersumpah, ini adalah anakmu! Aku
tidak berbohong. Aku hamil… Aku hamil karenamu…” ucap Hara lagi dengan
tangisannya yang akhirnya kembali pecah.
Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya,
menutupi wajahnya yang tampak menyedihkan.
Jongwoon menarik Hara ke dalam dekapannya, mencoba
menenangkan wanita yang dalam beberapa bulan ke depan akan melahirkan anaknya.
“Aku percaya, Hara,” ucapnya menenangkan. “Aku
percaya padamu..”
Tangisan Hara mereda. Ia mendorong pelan tubuh
Jongwoon agar bisa menatap kedua mata namja
itu. Kemudian ia melihat lengkungan indah muncul di bibir Jongwoon. Lalu bibir namja itu bergerak, mengucapkan sesuatu
yang amat sangat sulit untuk ia ucapkan.
“Aku akan.. bertanggung jawab atas bayi ini…”
** ** **
If you say a promise,
then it’s just a game for me.
then it’s just a game for me.
“Astaga, Hyemi!”
Dengan cepat Narin menghampiri Hyemi yang baru
saja tiba di rumah yang beberapa hari ini terasa sepi tanpa kehadirannya,
dengan Jungsoo yang masih merangkul adiknya itu hanya untuk berjaga-jaga bahwa
Hyemi tidak terjatuh karena kehilangan keseimbangannya.
Dengan kedua mata yang masih sedikit berair, Hyemi
menatap Narin yang menatapnya dengan cemas. Pandangannya terlihat nanar,
terlebih lagi dengan ekspresinya yang tak mudah ditebak.
“Kau di sini, eoh?”
tanya Hyemi pada Narin dengan berusaha sekuat tenaga menyempatkan dirinya untuk
tersenyum.
Narin mengangguk cepat. “Kau kenapa? Apa yang
terjadi padamu? Kau sakit?” tanya Narin cepat, seakan tidak sabar untuk
menunggu Hyemi menjawab pertanyaannya satu persatu.
Hyemi menggeleng pelan sambil tersenyum tipis. Ia
kembali menunduk, menatap pola lantai yang sedang ia pijak dengan tatapan
kosongnya. Lagi-lagi air mata bodoh ini keluar begitu saja tanpa izin darinya.
Ia begitu membenci dirinya yang tampak menyedihkan saat ini. Terlebih lagi pada
namja yang menyebabkan dirinya
menjadi seperti ini.
“Kau bisa menanyakannya nanti, Narin-ah. Biarkan
Hyemi istirahat,” ujar Jungsoo lembut sambil membawa Hyemi dengan hati-hati
menuju kamarnya di lantai dua.
“Aku akan meminta pelayan membuatkannya sup dan
teh,” ujar Narin tanpa menghilangkan sedikitpun nada dan raut wajah cemasnya.
Jungsoo hanya mengangguk dan tersenyum mengiyakan,
sebelum pada akhirnya ia menaiki tangga satu persatu dengan hati-hati sambil
tetap merangkul kedua bahu adiknya yang terasa begitu lemah dalam dekapannya.
** ** **
(Park Jungsoo
POV)
Aku duduk di sisi ranjang yang sejak beberapa hari
lalu kosong karena ditinggal pemiliknya ini, lalu menarik selimut hingga
menutupi sebagian tubuh kecil yang terasa dingin saat menyentuh kulitku. Dengan
hati-hati aku menyisir poninya yang sedikit menutupi wajahnya. Ia menatapku
dengan tatapan bersalahnya yang sejak beberapa jam lalu selalu ia berikan
padaku. Bisa kurasakan kata ‘maaf’ yang tersirat dari tatapannya. Adikku ini
menyadari kesalahannya.
“Tidurlah. Kau lelah, bukan?” ucapku lembut sambil
tersenyum manis padanya.
Kini wajah yang selalu tampak riang itu terlihat
pucat dan seolah tak bernyawa. Aku bersumpah akan membunuh siapa saja yang
telah membuat adikku menjadi seperti ini.
“Temani aku, Oppa…”
ucapnya dengan suara serak. Sekali lagi aku melihat cairan bening itu menuruni
pipinya. “Aku mohon…”
Aku mengangguk mengiyakan, lalu memeluk tubuh
ringkih itu sambil sesekali mengecup kepalanya.
“Kau ingat saat kita bermain di tepi danau?”
tanyaku yang hanya ia jawab dengan anggukan.
“Saat itu kita masih kecil dan kau memaksaku untuk
bermain di tepi danau.”
“Apa sebenarnya yang ingin kau bicarakan, Oppa?” tanyanya pelan.
Aku menatapnya dengan tatapan penuh arti, lalu
menggeleng pelan.
“Aku hanya ingin mengingat masa-masa kecil kita.
Bukankah itu menyenangkan?” tanyaku yang sebenarnya adalah bohong. Bukan itu
maksudku yang sebenarnya. Tapi apa yang ingin kusampaikan tidak mampu untuk
kuucapkan padanya saat ini.
“Aku menyayangimu, Hyemi..” bisikku lembut seraya
mengecup keningnya.
** ** **
Lima belas
tahun yang lalu, Hyemi memaksaku untuk bermain di tepi danau saat kami berlibur
ke villa milik halmeoni. Aku sudah memperingatkannya bahwa eomma dan appa bisa
saja membunuhku jika tahu aku menuruti permintaannya itu. Tapi ia tetap
memaksaku bahkan ia hampir menggigit lenganku. Aku tahu adikku itu sedikit
ganas untuk perempuan seukuran dirinya, tapi aku tidak pernah tahu bahwa
keinginan kerasnya akan berujung pada penyiksaan pada kakaknya tercinta ini.
Akhirnya aku
menuruti keinginannya. Kami bermain di tepi danau. Sesekali aku menariknya
kembali ke tepi danau saat ia mulai menyelupkan kaki-kakinya ke dalam air. Ia
memang menyukai air. Kemudian ia memarahiku karena sudah mencegahnya masuk ke
dalam air.
Lalu ia
memintaku untuk mengambil kamera yang appa belikan untukku saat ulang tahunku
sebulan sebelumnya. Ia bilang kapan lagi kami bisa mengabadikan momen istimewa
ini mengingat pekerjaan eomma dan appa yang tidak bisa ditoleransi jumlahnya.
Aku kembali ke
dalam villa untuk mengambil kamera yang kusimpan di dalam tas ranselku. Saat
kembali ke tepi danau, aku tidak menemukan sosok Hyemi. Yang kutemukan hanyalah
sepatu flat putihnya yang tergeletak di tepi danau. Berbagai pikiran buruk berenang
di dalam pikiranku. Akhirnya aku memberanikan diri untuk masuk ke dalam air dan
berenang mencari Hyemi dengan cepat.
Tapi apa yang
kudapatkan? Ternyata Hyemi mempermainkanku.
“Kau kenapa,
Oppa? Aku di sini, kenapa kau malah berenang di sana?” ucapnya dengan nada
mengejek sambil terkekeh pelan di tepi danau.
Ia
mengerjaiku. Ia bersembunyi di belakang pohon dan membiarkanku mengira ia
tenggelam di danau ini.
“Kurang ajar
kau, Park Hyemi!!!” teriakku murka.
Kali ini aku
benar-benar marah, hingga membuatnya menangis karena takut mendengarku
berteriak. Di detik selanjutnya yang kulakukan adalah membujuknya agar tidak
menangis lagi.
“Maafkan aku.
Aku hanya tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu,” ujarku sambil
menghapus jejak-jejak air mata di sudut matanya.
“Benarkah?
Oppa tidak membenciku?” tanyanya polos yang membuatku langsung tersenyum ketika
ia mengucapkannya.
Aku
mengangguk. “Ne, bagaimana mungkin aku bisa membencimu, Hyemi? Kau adikku.”
Ia tersenyum
dan langsung mengucapkan kata maaf berkali-kali sebagai rasa penyesalannya.
Dan mulai saat itu yang kulakukan dalam hidupku
adalah melindunginya. Melindungi adik yang telah tumbuh bersamaku sejak
bertahun-tahun yang lalu. Itulah yang ingin kusampaikan padanya. Tapi aku tak
pernah menyampaikannya sekalipun. Yang pasti.. aku akan selalu melindunginya.
** ** **
(Park Hyemi
POV)
Tiga hari yang lalu, aku kembali ke kehidupan
awalku. Tanpa Kim Jong Woon.. tanpa namja
brengsek yang sudah menghancurkan hidupku itu. Kejadian di Jeju beberapa hari
lalu tidak bisa membuatku berhenti untuk memikirkannya. Memikirkan kebodohanku
selama ini karena sudah memercayainya. Ternyata benar.. percaya dengan Kim Jong
Woon sama saja dengan percaya adanya unicorn di dunia ini.
Cepat atau lambat, aku yakin namja itu akan datang untuk mencariku, mencoba menjelaskan apa yang
sebenarnya sudah sangat jelas di mataku. Dia sudah mengkhianatiku. Itu yang aku
tahu sekarang.
Bahkan aku baru tahu dari orang suruhan oppa bahwa ia sudah menghamili Jung
Hara, mantan pacarnya yang tiga hari lalu menyusulnya ke Jeju.
Ya Tuhan… apa aku salah jika aku jatuh cinta? Dan
kenapa kau titipkan rasa ini untuk namja
yang bahkan tidak pernah bosan menyakiti yeoja
itu?
Aku terduduk di pinggir tempat tidur setelah
kurasakan nyeri yang menyerang kepalaku. Tiba-tiba saja kepalaku seperti
berputar-putar, pusing sekali. Sekelebat kejadian yang akhir-akhir ini kualami
berputar-putar di pikiranku. Tentang oppa,
Sungmin, Jongwoon, Narin… Semuanya.. Semuanya berputar di dalam sini, membuatku
merasa tertekan hingga akhirnya aku berteriak.
Tiga hari… Baru tiga hari yang lalu namja itu menyakitiku. Tapi detik ini ia
sudah berhasil membuatku hampir gila. Kenapa? Kenapa dia mampu membuatku
menjadi seperti ini?
“Hyemi-ah?”
Tangisanku yang entah sejak kapan meledak langsung
terhenti begitu indera pendengaranku menangkap suara yang sangat familiar itu.
Dengan cepat jemariku menghapus air mata yang mengalir dari sudut mataku, lalu
mencoba menjawab panggilan yeoja itu.
“Ne?”
ucapku dengan suara serak yang sulit untuk disembunyikan.
“Gwaenchanayo?
Boleh aku masuk?” tanyanya dengan ragu, nada bicara khas Narin.
“Masuk saja. Pintunya tidak dikunci,” sahutku dari
dalam kamar.
Sedetik kemudian sosoknya terlihat di balik pintu,
lalu ia masuk ke dalam kamarku setelah menutup pintunya. Ia duduk di sampingku
yang masih mendekap lutut, kemudian sebelah tangannya merangkulku selayaknya
seorang sahabat.
“Kau kenapa? Kenapa berteriak?” tanyanya cemas.
“Mwo?”
Sial, bagaimana menjelaskannya? Apa suaraku
terlalu keras hingga terdengar sampai ke luar?
“Teriakanmu sangat keras. Untung saja Jungsoo-oppa sedang tidak ada di rumah. Ada apa?
Kau sakit?”
Aku menggeleng sembari mengulas senyum
menenangkan. “Aniyo, aku tidak
apa-apa..”
“Kau yakin?” tanyanya memastikan.
Aku mengangguk mantap.
Ia ber-oh pelan, lalu beberapa detik setelahnya ia
memasang wajah ceria dan senyum lebar di bibirnya.
“Kau mau jalan-jalan? Sudah lama, kan, kita tidak
jalan-jalan ke taman bersama?” tanyanya dengan mata berbinar yang tidak mampu
untuk kutolak.
Masih dengan senyuman yang sama, aku mengangguk
mengiyakan ajakan sahabatku ini.
** ** **
(Author POV)
“Kau tidak bilang kita akan pergi bersama
Sungmin,” sungut Hyemi sambil berjalan ke arah mobil Sungmin yang terparkir di
halaman depan, sementara Narin berjalan di sebelahnya dengan wajah cerah.
Narin menggeleng. “Ani, kau salah. Hanya kau dan Sungmin. Aku pikir lebih baik aku di
rumah saja,” ujar Narin yang sontak membuat langkah Hyemi terhenti dan kedua
matanya terbuka lebar.
“Mwo?!
Apa kau bilang?! Yaak, Jung Narin!”
Hyemi sudah bersiap untuk menjitak kepala Narin
saat Sungmin memanggilnya. Gerakan tangan gadis itu terhenti di udara saat
kedua telinganya mendengar suara Sungmin. Suara yang begitu lembut saat
melafalkan namanya.
“Awas kau, Narin,” desis Hyemi pelan seraya
melangkahkan kakinya menghampiri Sungmin.
Narin tertawa pelan melihat wajah kesal sahabatnya
itu, lalu ia melambaikan tangannya ke arah Hyemi dan Sungmin.
“Selamat bersenang-senang!” ujarnya yang membuat
Hyemi ingin sekali mencekik lehernya sekarang juga.
Hyemi berjalan kikuk menghampiri Sungmin yang
sedang bersandar pada pintu mobilnya dengan sebelah tangannya yang dimasukkan
ke dalam saku celananya. Sungmin tersenyum sekilas melihat sikap canggung Hyemi
yang sangat jarang ia lihat.
“Sudah siap?” tanya Sungmin yang hanya dijawab
Hyemi dengan sebuah anggukan.
Sungmin memutari mobilnya dan mengeluarkan sesuatu
dari pintu belakang. Hyemi memiringkan kepalanya, mengintip aktifitas Sungmin
di belakang mobil yang sedang mengeluarkan sebuah kendaraan lagi.
“Sepeda?” gumam Hyemi sambil menatap Sungmin
dengan tatapan bingung.
Sungmin mengangguk. “Bukankah lebih nyaman kalau
kita jalan-jalan dengan sepeda?” ujar Sungmin yang sudah siap dengan sepedanya.
“Wae? Kau tidak suka naik sepeda?”
tanya Sungmin.
Hyemi menggeleng. “Bukan begitu…”
“Kalau begitu naiklah,” ujar Sungmin, menunggu
Hyemi untuk segera duduk di belakangnya.
Dengan ragu Hyemi naik ke sepeda itu dan memegang
kedua sisi pinggang Sungmin dengan canggung, lebih tepatnya menggenggam baju
yang sedang Sungmin pakai. Tidak mungkin bukan ia memeluk pinggang namja itu?
“Siap? Pegangan yang erat,” ujar Sungmin seraya
menjalankan sepeda keluar dari halaman kediaman keluarga Park yang mewah itu.
** ** **
“Aissh… Kenapa susah sekali?” gumam Hyemi sambil
menatap sepeda Sungmin dengan tatapan frustasi.
Ini sudah kelima kalinya ia mencoba mengendarai
sepeda itu, tapi tetap saja gagal. Seharusnya sejak kecil ia menuruti ucapan
Jungsoo yang menyuruhnya untuk belajar menaiki sepeda, bukannya bermain dengan
segala game yang tersimpan rapi di
laptop ibunya.
Hyemi mendelik sebal ke arah Sungmin yang terkekeh
melihat dirinya tengah dilanda kekesalan luar biasa.
“Tertawalah sepuasmu, Lee Sungmin,” ujar Hyemi
yang membuat tawa pelan Sungmin terdengar.
“Seharusnya kau belajar menaiki sepeda sejak
kecil, Nona Park. Di usiamu yang kini sudah mencapai 20 tahun, sangat memalukan
mengingat kemampuan bersepedamu yang buruk,” ledek Sungmin yang membuat Hyemi
semakin kesal.
“Ya!”
“Arra… arra…
Aku tidak bermaksud meledekmu,” ucap Sungmin yang tidak sesuai dengan
kenyataannya. Ia masih saja terkekeh, membuat Hyemi melipat kedua tangannya di
depan dada dan menatapnya kesal.
“Mau kuajari?” tawar Sungmin yang membuat raut
wajah Hyemi perlahan-lahan berubah cerah.
“Kenapa tidak dari tadi saja, Sungmin-ah?” ucap
Hyemi dengan mata berbinar.
Sungmin segera duduk di belakang Hyemi dan
membiarkan gadis itu mengendarai sepeda kuningnya dengan tangan Sungmin yang
ikut menuntun tangan Hyemi dalam menjaga keseimbangan sepedanya.
Satu… dua… tiga…
Akhirnya sepeda kuning itu berjalan dengan lurus
walaupun sedikit tidak seimbang karena Hyemi baru saja belajar menggunakannya.
“Yay!” seru Hyemi girang.
“Kau senang, huh?” tanya Sungmin sambil terkekeh.
“Tentu saja,” jawab Hyemi dengan bangga.
Saking bangganya, ia sampai lupa menjaga
keseimbangan sepeda dan membuat sepeda itu kehilangan keseimbangannya. Sungmin
mencoba menjaga keseimbangan sepedanya, tapi gagal karena ia juga kewalahan
mengatur keseimbangan sepeda kuning itu.
BRUK!
Keduanya terjatuh ke rumput yang terhampar di
taman itu. Baik Hyemi maupun Sungmin sama-sama meringis kesakitan saat
merasakan persendian mereka nyeri akibat terjatuh cukup keras dari sepeda
kuning yang Sungmin bawa.
“Kau tidak apa-apa?” tanya Hyemi sambil menoleh ke
belakang, mencoba memeriksa keadaan Sungmin. Walau bagaimana pun hal ini
terjadi karena kesalahannya. Kalau saja ia bisa mengendalikan keseimbangan
sepeda itu, mereka tidak akan terjatuh seperti ini.
Tatapan Hyemi berubah seketika saat ia mendapati namja itu sedang menatapnya dengan
tatapan yang sulit diartikan. Dalam namun juga lembut. Ia bahkan sudah lupa
bagaimana caranya untuk bernafas saat perlahan-lahan Sungmin memajukan
wajahnya.
“Apa aku masih memiliki kesempatan untuk
membahagiakanmu, Park Hyemi?”
Hyemi mampu merasakan hembusan nafas Sungmin saat
ia mengucapkan kalimat itu. Hyemi tidak menjawabnya, karena ia sendiri juga
bingung bagaimana cara menjawab ucapan namja
itu di dalam situasi seperti ini.
“I love you,
Park Hyemi…”
Sedetik setelah Hyemi mendengar namja itu mengucapkan kalimat penuh
makna itu, ia merasakan kehangatan dan kelembutan yang nyata di bibirnya. Hanya
selama sepersekian detik, kemudian Sungmin melepaskan bibirnya dari bibir Hyemi
dan menatap gadis itu lembut.
“Kau tahu, aku tidak akan melepaskanmu bahkan
untuk hyung-ku sendiri yang brengsek
itu,” ucap Sungmin yang mengingatkan Hyemi pada Jongwoon.
Ya.. Entah kenapa kini Hyemi merasa sedikit ragu,
apakah perasaannya ini masih tertuju pada Jongwoon ataukah Sungmin. Tapi saat
mengingat kejadian tiga hari yang lalu, Hyemi merasakan sakit di dalam dadanya.
Perih yang membuatnya ingin melupakan namja
bernama Kim Jong Woon itu.
“Izinkan aku memilikimu, Hyemi.”
Hyemi tidak menjawab, ia hanya menunduk menatap
kedua tangannya yang kini tampak berkeringat.
Jauh di sudut taman, seorang namja menatap mereka dengan tatapan tajam. Ia mengepalkan kedua
tangannya di samping tubuhnya, menahan rasa sakit yang menghujam hatinya saat
ia melihat bibir gadisnya baru saja bertaut dengan bibir sepupunya sendiri.
“Hyemi… Sampai kapanpun, aku akan tetap
mencintaimu,” gumamnya pelan yang hanya bisa ia dengar sendiri.
To be continued…
Wow! Konflik baru! Tapi tenang… saya bakal usahain
konflik baru ini bakal selesai di part mendatang. Dan untuk konflik-konflik
lama yang belum terpecahkan akan menyusul di part berikutnya :D
So, just wait for the next post :D
Uhm… Let me see your comment on my comment
box?(.___. )
Kok yesung brengsek sih thor -__________-
BalasHapus