Promise
By : Ifa
Raneza
Sad | Romance
Note :
Without editing, really sorry for typo ^^
** ** **
When you can’t stop your tears and I must go.
“Aku akan sangat merindukanmu, Hae..” gumam
Jihyun sambil memandangi Donghae yang sedang memasukkan beberapa pakaiannya ke
dalam koper.
Pria itu menghentikan aktifitasnya dan menatap
Jihyun yang masih bertahan pada posisinya di ambang pintu, lalu ia menghela
nafas bersamaan dengan kedua kakinya yang menghampiri wanitanya itu.
“Ini tidak akan lama,” ucapnya menenangkan hati
Jihyun yang masih gelisah mengingat Donghae harus pergi ke Busan untuk
menyelesaikan pekerjaannya hari ini dan akan pulang dua minggu setelahnya.
Jihyun mengangguk lemah, lalu menundukkan
kepalanya menolak untuk menatap mata Donghae.
Donghae mengangkat dagu Jihyun dengan jari
telunjuknya, memaksa gadis itu untuk segera membalas tatapannya. Tepat saat
mata mereka bertemu, Donghae mengulas senyumnya dan dengan cepat mengecup bibir
tipis Jihyun.
“Aku tidak akan pergi selamanya, Jihyun-ah.. Berapa
lama pun aku pergi, aku pasti akan pulang. Ingat itu, aku-akan-pulang,” ujar
Donghae lembut dengan penekanan pada kalimat terakhirnya, membuat lengkungan
indah yang selalu ia sukai muncul di bibir Jihyun.
“Bolehkah aku ikut denganmu?” tanya Jihyun dengan
tatapan memohonnya.
Dan tatapan itu meredup tatkala Donghae
menggelengkan kepalanya, membuat harapan Jihyun lenyap seketika.
“Yaa…”
“Kau pikir aku pergi ke sana untuk apa? Aku pergi
untuk menyelesaikan pekerjaanku,” ujar Donghae dengan senyuman lembutnya. “Aku
janji akan mengajakmu berlibur setelah pekerjaanku selesai. Arraseo?” ucapnya seraya mengecup lembut
kedua pipi gadis itu secara bergantian.
Jihyun mengangguk dengan lemah. “Baiklah…”
gumamnya pelan seraya mengeratkan pelukannya pada pinggang Donghae.
“Aku akan menunggumu pulang, Hae.. Aku akan
selalu menunggumu,” ucap Jihyun pelan tanpa melepaskan pelukannya saat ia
mengantarkan kepergian Donghae di halaman depan rumah.
Ia menatap lesu tangan Donghae yang dengan
cekatan memasukkan barang-barangnya ke dalam mobil. Kemudian ia menatap kedua
mata hangat Donghae saat pria itu berbalik. Ia menikmati tatapan hangat yang
Donghae lemparkan padanya. Lalu jari telunjuknya bergerak menelusuri lekuk
wajah Donghae hingga jari telunjuknya berhenti pada bibir pria itu, bibir yang
selalu menyalurkan kehangatan pada kulit wajahnya dan bibirnya.
Donghae terkekeh pelan melihat sikap manja
wanitanya ini. Ia menyingkirkan tangan Jihyun dari wajahnya dan memajukan
wajahnya perlahan pada wajah Jihyun. Berbeda dengan sebelumnya Donghae
menautkan bibir mereka dengan lembut, penuh perasaan, seolah ia takut Jihyun
akan rusak jika ia tidak hati-hati. Bak sebuah kristal yang harus selalu ia jaga.
Jihyun menghela nafas kecewa saat ia rasakan
bibir Donghae terlepas dari bibirnya. Ia membuka matanya dan menatap kedua
manik hangat yang juga tengah menatapnya lembut. Jihyun terpaksa melepaskan
kedua tangannya yang melingkar di pinggang Donghae dan memaksakan seulas
senyuman pada bibirnya untuk melepaskan pria itu.
“Aku akan segera pulang setelah pekerjaanku
selesai,” ujar Donghae sambil mengedipkan sebelah matanya seraya menyalakan
mesin mobil dan hendak melajukan mobil hitam itu keluar dari halaman rumah.
Jihyun tersenyum lembut. Sebelah tangannya
terangkat, melambai pada pria yang sudah mengisi hatinya sejak beberapa tahun
yang lalu itu. “Aku akan menunggumu, Hae… Aku akan selalu menunggumu,” ujarnya
pelan sebelum mobil hitam itu benar-benar keluar dari halaman rumah dan
meninggalkannya yang masih berdiri menatap kepergian pria yang selalu muncul di
setiap mimpinya.
Jihyun menghela nafas ketika mobil Donghae
benar-benar sudah tak terlihat lagi dari jangkauan matanya. Ia berbalik dan
masuk ke dalam rumah tempat mereka bernaung selama dua tahun ini, bersiap untuk
memulai dua minggu yang akan terasa panjang tanpa Donghae, menunggu pria itu
pulang dan kembali menariknya ke dalam sebuah pelukan hangat.
** ** **
“Aku akan
menunggumu, Hae… Aku akan selalu menunggumu…”
Jihyun mendengus mengingat kata terakhir yang ia
katakan pada Donghae sebelum pria itu pergi ke Busan. Dan sekarang ia
benar-benar pergi meninggalkan Jihyun. Meninggalkan wanita yang sejak dua tahun
lalu menjadi bagian dari hidupnya. Wanita yang dua tahun lalu mengucapkan janji
suci bersamanya di depan altar. Wanita yang selama ini mengisi hari-harinya
dengan tawa dan canda. Namun kini Jihyun hanya sendirian di dalam rumah penuh
kenangan itu. Tanpa Donghae, tanpa pria yang selalu membuatnya tersenyum.
Ini sudah lebih dari dua minggu dan Donghae belum
pulang, bahkan tidak untuk memberi kabar pada Jihyun tentang keadaannya.
Terakhir kali Jihyun mendengar kabar dari rekan kerja suaminya itu, dikabarkan
bahwa Donghae mengalami kecelakaan di hutan saat mereka melakukan penelitian di
sana, dan sampai saat ini ia belum ditemukan. Ini sudah minggu kedua sejak
kabar itu terdengar di telinga Jihyun, dan belum ada kabar sama sekali yang
mengatakan bahwa pria itu selamat dan masih bernafas di dunia ini.
Jihyun sudah lelah dengan segala pikirannya
tentang Donghae. Dugaan-dugaan buruk selalu saja menepis dugaan baiknya tentang
keadaan suaminya itu. Jihyun kalut, ia khawatir.. tapi ia juga bingung apa yang
harus ia lakukan tanpa Donghae. Tanpa Donghae dia bukanlah sebuah kristal
maupun permata, tapi hanya sebuah kaca rapuh yang sewaktu-waktu bisa pecah
walau hanya karena sebuah sentuhan lembut.
Ia tidak bisa bangkit sendiri. Ia membutuhkan
Donghae sebagai pegangannya, ia butuh Donghae sebagai penyelaras hidupnya.
Hidupnya tanpa Donghae terasa begitu hambar, tidak ada warna seperti saat ada
Donghae di sampingnya.
Tatapan Jihyun berhenti pada frame foto
pernikahan mereka yang terpajang di ruang tengah. Pernikahan suci yang mengikat
mereka dua tahun lalu. Biasanya senyuman Donghae-lah yang membuatnya tersenyum,
tapi kini ketika ia menatap foto pria itu yang sedang tersenyum, ia menitikkan
air matanya. Ia terlalu merindukan Donghae. Ia tidak mampu untuk menjadi wanita
paling munafik di dunia ini, bahwa ia bisa berdiri tanpa Donghae. Bohong. Ia
tidak bisa melakukan itu tanpa Donghae, tanpa kepastian tentang hidup dan mati
pria itu.
Jihyun jatuh terduduk di depan foto pernikahannya
sendiri. Ia menangis sejadi-jadinya sambil memukul lemah lantai dingin itu.
Malam ini udara terasa sangat menusuk kulit, ditambah dengan tangisan pilu Jihyun.
“Aku merindukanmu, Hae…” gumam Jihyun tanpa
menghentikan air matanya yang terus keluar. “Kau bilang tidak akan pergi
terlalu lama… tapi ke mana kau sekarang, eoh…?”
Ia menangis terus-terusan, sampai akhirnya ia
mendengar suara pintu yang terbuka. Lalu sebuah bayangan di depannya membuatnya
menghentikan tangisannya dan langsung berdiri tegak. Ia membalikkan badannya
dan langsung mendapati seorang pria dengan kedua tangannya yang direntangkan,
siap untuk memberikannya sebuah pelukan.
Sekali lagi Jihyun menitikkan air matanya. Ia
berlari ke arah orang itu dan menghambur memeluknya dengan erat.
“Kau jahat…” ucap Jihyun di tengah tangisannya
yang semakin menjadi.
Donghae menggumam sambil mengelus punggung Jihyun
dan sesekali mengecup puncak kepalanya.
“Maafkan aku..” ucapnya penuh penyesalan.
Jihyun mendorong pelan tubuh Donghae dan menatap
wajah suaminya yang sedikit lecet itu dengan matanya yang masih berair.
“Kau tidak apa-apa, kan? Mana yang sakit?”
tanyanya protektif.
Donghae menggeleng dengan senyuman yang
mengembang di bibirnya.
“Aku baik-baik saja. Dan ketika melihatmu, aku
menjadi sangat baik,” jawabnya lembut seraya menghapus air mata Jihyun dengan
kedua ibu jarinya. “Aku sudah kembali, Hyun. Tidak ada lagi yang perlu kau
tangisi,” ujarnya seraya menarik tubuh wanita itu ke dalam pelukannya dan tidak
ingin melepaskannya lagi.
Jihyun mengangguk dalam pelukan Donghae. Ia tidak
ingin kejadian yang lalu terulang kembali. Ia tidak ingin Donghae pergi
meninggalkannya dalam ketakutan lagi.
“Hyun.. Terima kasih.”
Jihyun menatapnya bingung. “Untuk apa?”
“Terima kasih karena sudah menepati janjimu untuk
menungguku.”
Jihyun melebarkan senyumnya dan mengangguk
mantap. “Itu karena aku tahu, Hae.. bahwa kau akan pulang seperti janjimu
padaku.”
“Aku akan menunggumu.. selalu menunggumu.”
-END-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar