Senin, 10 Desember 2012

Promise



Promise

By : Ifa Raneza
Sad | Romance

Note : Without editing, really sorry for typo ^^

** ** **

When you can’t stop your tears and I must go.

 

“Aku akan sangat merindukanmu, Hae..” gumam Jihyun sambil memandangi Donghae yang sedang memasukkan beberapa pakaiannya ke dalam koper.
Pria itu menghentikan aktifitasnya dan menatap Jihyun yang masih bertahan pada posisinya di ambang pintu, lalu ia menghela nafas bersamaan dengan kedua kakinya yang menghampiri wanitanya itu.
“Ini tidak akan lama,” ucapnya menenangkan hati Jihyun yang masih gelisah mengingat Donghae harus pergi ke Busan untuk menyelesaikan pekerjaannya hari ini dan akan pulang dua minggu setelahnya.
Jihyun mengangguk lemah, lalu menundukkan kepalanya menolak untuk menatap mata Donghae.
Donghae mengangkat dagu Jihyun dengan jari telunjuknya, memaksa gadis itu untuk segera membalas tatapannya. Tepat saat mata mereka bertemu, Donghae mengulas senyumnya dan dengan cepat mengecup bibir tipis Jihyun.
“Aku tidak akan pergi selamanya, Jihyun-ah.. Berapa lama pun aku pergi, aku pasti akan pulang. Ingat itu, aku-akan-pulang,” ujar Donghae lembut dengan penekanan pada kalimat terakhirnya, membuat lengkungan indah yang selalu ia sukai muncul di bibir Jihyun.
“Bolehkah aku ikut denganmu?” tanya Jihyun dengan tatapan memohonnya.
Dan tatapan itu meredup tatkala Donghae menggelengkan kepalanya, membuat harapan Jihyun lenyap seketika.
Yaa…”
“Kau pikir aku pergi ke sana untuk apa? Aku pergi untuk menyelesaikan pekerjaanku,” ujar Donghae dengan senyuman lembutnya. “Aku janji akan mengajakmu berlibur setelah pekerjaanku selesai. Arraseo?” ucapnya seraya mengecup lembut kedua pipi gadis itu secara bergantian.
Jihyun mengangguk dengan lemah. “Baiklah…” gumamnya pelan seraya mengeratkan pelukannya pada pinggang Donghae.

“Aku akan menunggumu pulang, Hae.. Aku akan selalu menunggumu,” ucap Jihyun pelan tanpa melepaskan pelukannya saat ia mengantarkan kepergian Donghae di halaman depan rumah.
Ia menatap lesu tangan Donghae yang dengan cekatan memasukkan barang-barangnya ke dalam mobil. Kemudian ia menatap kedua mata hangat Donghae saat pria itu berbalik. Ia menikmati tatapan hangat yang Donghae lemparkan padanya. Lalu jari telunjuknya bergerak menelusuri lekuk wajah Donghae hingga jari telunjuknya berhenti pada bibir pria itu, bibir yang selalu menyalurkan kehangatan pada kulit wajahnya dan bibirnya.
Donghae terkekeh pelan melihat sikap manja wanitanya ini. Ia menyingkirkan tangan Jihyun dari wajahnya dan memajukan wajahnya perlahan pada wajah Jihyun. Berbeda dengan sebelumnya Donghae menautkan bibir mereka dengan lembut, penuh perasaan, seolah ia takut Jihyun akan rusak jika ia tidak hati-hati. Bak sebuah kristal yang harus selalu ia jaga.
Jihyun menghela nafas kecewa saat ia rasakan bibir Donghae terlepas dari bibirnya. Ia membuka matanya dan menatap kedua manik hangat yang juga tengah menatapnya lembut. Jihyun terpaksa melepaskan kedua tangannya yang melingkar di pinggang Donghae dan memaksakan seulas senyuman pada bibirnya untuk melepaskan pria itu.

“Aku akan segera pulang setelah pekerjaanku selesai,” ujar Donghae sambil mengedipkan sebelah matanya seraya menyalakan mesin mobil dan hendak melajukan mobil hitam itu keluar dari halaman rumah.
Jihyun tersenyum lembut. Sebelah tangannya terangkat, melambai pada pria yang sudah mengisi hatinya sejak beberapa tahun yang lalu itu. “Aku akan menunggumu, Hae… Aku akan selalu menunggumu,” ujarnya pelan sebelum mobil hitam itu benar-benar keluar dari halaman rumah dan meninggalkannya yang masih berdiri menatap kepergian pria yang selalu muncul di setiap mimpinya.
Jihyun menghela nafas ketika mobil Donghae benar-benar sudah tak terlihat lagi dari jangkauan matanya. Ia berbalik dan masuk ke dalam rumah tempat mereka bernaung selama dua tahun ini, bersiap untuk memulai dua minggu yang akan terasa panjang tanpa Donghae, menunggu pria itu pulang dan kembali menariknya ke dalam sebuah pelukan hangat.


** ** **


“Aku akan menunggumu, Hae… Aku akan selalu menunggumu…”


Jihyun mendengus mengingat kata terakhir yang ia katakan pada Donghae sebelum pria itu pergi ke Busan. Dan sekarang ia benar-benar pergi meninggalkan Jihyun. Meninggalkan wanita yang sejak dua tahun lalu menjadi bagian dari hidupnya. Wanita yang dua tahun lalu mengucapkan janji suci bersamanya di depan altar. Wanita yang selama ini mengisi hari-harinya dengan tawa dan canda. Namun kini Jihyun hanya sendirian di dalam rumah penuh kenangan itu. Tanpa Donghae, tanpa pria yang selalu membuatnya tersenyum.
Ini sudah lebih dari dua minggu dan Donghae belum pulang, bahkan tidak untuk memberi kabar pada Jihyun tentang keadaannya. Terakhir kali Jihyun mendengar kabar dari rekan kerja suaminya itu, dikabarkan bahwa Donghae mengalami kecelakaan di hutan saat mereka melakukan penelitian di sana, dan sampai saat ini ia belum ditemukan. Ini sudah minggu kedua sejak kabar itu terdengar di telinga Jihyun, dan belum ada kabar sama sekali yang mengatakan bahwa pria itu selamat dan masih bernafas di dunia ini.
Jihyun sudah lelah dengan segala pikirannya tentang Donghae. Dugaan-dugaan buruk selalu saja menepis dugaan baiknya tentang keadaan suaminya itu. Jihyun kalut, ia khawatir.. tapi ia juga bingung apa yang harus ia lakukan tanpa Donghae. Tanpa Donghae dia bukanlah sebuah kristal maupun permata, tapi hanya sebuah kaca rapuh yang sewaktu-waktu bisa pecah walau hanya karena sebuah sentuhan lembut.
Ia tidak bisa bangkit sendiri. Ia membutuhkan Donghae sebagai pegangannya, ia butuh Donghae sebagai penyelaras hidupnya. Hidupnya tanpa Donghae terasa begitu hambar, tidak ada warna seperti saat ada Donghae di sampingnya.

Tatapan Jihyun berhenti pada frame foto pernikahan mereka yang terpajang di ruang tengah. Pernikahan suci yang mengikat mereka dua tahun lalu. Biasanya senyuman Donghae-lah yang membuatnya tersenyum, tapi kini ketika ia menatap foto pria itu yang sedang tersenyum, ia menitikkan air matanya. Ia terlalu merindukan Donghae. Ia tidak mampu untuk menjadi wanita paling munafik di dunia ini, bahwa ia bisa berdiri tanpa Donghae. Bohong. Ia tidak bisa melakukan itu tanpa Donghae, tanpa kepastian tentang hidup dan mati pria itu.
Jihyun jatuh terduduk di depan foto pernikahannya sendiri. Ia menangis sejadi-jadinya sambil memukul lemah lantai dingin itu. Malam ini udara terasa sangat menusuk kulit, ditambah dengan tangisan pilu Jihyun.
“Aku merindukanmu, Hae…” gumam Jihyun tanpa menghentikan air matanya yang terus keluar. “Kau bilang tidak akan pergi terlalu lama… tapi ke mana kau sekarang, eoh…?”

Ia menangis terus-terusan, sampai akhirnya ia mendengar suara pintu yang terbuka. Lalu sebuah bayangan di depannya membuatnya menghentikan tangisannya dan langsung berdiri tegak. Ia membalikkan badannya dan langsung mendapati seorang pria dengan kedua tangannya yang direntangkan, siap untuk memberikannya sebuah pelukan.
Sekali lagi Jihyun menitikkan air matanya. Ia berlari ke arah orang itu dan menghambur memeluknya dengan erat.
“Kau jahat…” ucap Jihyun di tengah tangisannya yang semakin menjadi.
Donghae menggumam sambil mengelus punggung Jihyun dan sesekali mengecup puncak kepalanya.
“Maafkan aku..” ucapnya penuh penyesalan.
Jihyun mendorong pelan tubuh Donghae dan menatap wajah suaminya yang sedikit lecet itu dengan matanya yang masih berair.
“Kau tidak apa-apa, kan? Mana yang sakit?” tanyanya protektif.
Donghae menggeleng dengan senyuman yang mengembang di bibirnya.
“Aku baik-baik saja. Dan ketika melihatmu, aku menjadi sangat baik,” jawabnya lembut seraya menghapus air mata Jihyun dengan kedua ibu jarinya. “Aku sudah kembali, Hyun. Tidak ada lagi yang perlu kau tangisi,” ujarnya seraya menarik tubuh wanita itu ke dalam pelukannya dan tidak ingin melepaskannya lagi.
Jihyun mengangguk dalam pelukan Donghae. Ia tidak ingin kejadian yang lalu terulang kembali. Ia tidak ingin Donghae pergi meninggalkannya dalam ketakutan lagi.
“Hyun.. Terima kasih.”
Jihyun menatapnya bingung. “Untuk apa?”
“Terima kasih karena sudah menepati janjimu untuk menungguku.”
Jihyun melebarkan senyumnya dan mengangguk mantap. “Itu karena aku tahu, Hae.. bahwa kau akan pulang seperti janjimu padaku.”



“Aku akan menunggumu.. selalu menunggumu.”


-END-
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar