Selasa, 17 Juli 2012

Rainbow Behind The Clouds [PART 4-END]







Title    : Rainbow Behind The Clouds
       -Part 4

Author: Ifa Raneza

Cast    :
~   Cho Kyuhyun
~   Kim Shin Jung
~   Kim Jong Woon (Yesung)




Saat kau merasa lelah bahkan tidak mampu untuk merasakan denyut nadimu sendiri,
Apa yang kau rasakan?
Sakit? Lelah? Atau… bingung?
Bingung akan satu pertanyaan, ‘Siapkah dirimu meninggalkan dunia tempatmu kini berpijak? Meninggalkan orang-orang yang masih ingin mendengar detak jantungmu?’
Atau… Bukan hanya itu yang kau bingungkan.
Tapi juga ‘Apa alasanmu untuk tetap bertahan hidup?’
Di saat kau merasa lelah untuk sekedar bernafas, pernahkah kau memikirkan kembali apa alasanmu untuk tetap hidup? Alasanmu untuk tetap bisa menghirup oksigen di bumi?
Dan saat kau menemukan alasanmu, apa yang akan kaulakukan?
Tetap melangkah maju dengan keputusanmu,
Atau berbalik dan melupakan rasa lelahmu untuk hidup?
Dan jika ‘alasan’mu itu sendiri yang memintamu untuk tetap bernafas,
Apa kau akan mengabulkan permintaannya?



~** ** ** ** ** **~



~Kim Shin Jung POV~


Alasan... Sebenarnya apa alasanku untuk tetap bertahan hidup? Atau lebih tepatnya, adakah?

Jika ada, tapi aku tidak menyadari keberadaannya, bagaimana caraku untuk menemukannya? Menemukannya secepat mungkin sebelum nafasku benar-benar tak lagi berhembus.

Langit Seoul yang setiap hari kulihat, bumi tempatku berpijak, tempat-tempat berbalut rumput hijau yang selalu kudatangi, orang-orang yang mencintaiku… Siapkah? Siapkah aku meninggalkan itu semua?

Gelap.
Aku tidak ingin kegelapan ini berganti menjadi terang.
Biarkan saja semuanya seperti ini, dan mungkin sampai waktuku tiba.

Tiba-tiba wajah seseorang muncul di antara kegelapan yang ada di depan mataku sekarang.
Namja itu.

Entah pesona apa yang dimiliki namja itu, hingga aku merasa hatiku begitu berat untuk mengatakan ‘aku lelah untuk hidup’ sekali lagi.

Appa… Omma…
Maafkan aku. Sebenarnya bukan kalian yang menjadi alasanku untuk meninggalkan dunia. Tapi karena aku takut. Aku takut terjatuh terlalu dalam pada pesona yang dimiliki namja itu, hingga jika waktuku benar-benar tiba, aku tidak mampu melepaskannya, begitu pula sebaliknya.

Tapi sepertinya sudah terlambat. Aku benar-benar sudah jatuh ke dalam lautan pesonanya, dan kurasa ia pun merasakan hal yang sama dengan apa yang kurasakan.

Rasa sakit ini, penderitaan ini, benarkah semuanya bisa berakhir? Benarkah semuanya bisa kuakhiri tanpa harus menghentikan detak jantungku?

Seperti magnet, sesuatu yang menjalar di bagian wajahku menarikku untuk segera membuka kedua mataku yang tadinya terasa sangat berat untuk dibuka.
Lalu, sebelum kedua kelopak mataku berhasil terbuka dengan sempurna, ada sesuatu yang hangat menyerbu bibirku. Hangat. Hangat yang langsung menjalar ke dalam dadaku.

Rasa hangat ini.
Mungkinkah itu dia? Alasanku untuk tetap menginjakkan kaki di bumi?

“Jong Woon-oppa?”

Kini kedua bola mataku menangkap sosok yang membuatku jatuh ke dalam lautan pesona tak bertepi. Sosok yang membuat hatiku terasa sangat berat untuk memilih terbang ke alam lain.

“Kau…”


~** ** ** ** ** **~


~Author POV~


Kyuhyun yang masih menempelkan bibirnya pada bibir Shin Jung, segera menarik wajahnya menjauh dari wajah gadis itu saat telinganya menangkap sebuah suara yang sangat ia kenal.

“Jong Woon-oppa…”

Kedua bola mata gadis itu bergerak menyapu pandangannya ke seluruh penjuru ruangan, dan akhirnya berhenti pada wajah Kyuhyun.

“Kau…” ucap gadis pemilik mata yang sedang menatap Kyuhyun itu. “Kau di sini… ?”

Kyuhyun mengangguk. “Aku di sini.”

Pandangan mata Shin Jung beralih pada seorang namja yang berdiri tak jauh dari tempat Kyuhyun berdiri.

“Aku akan menunggu di luar,” kata namja itu saat menyadari arti tatapan adiknya.

Pandangan Shin Jung kembali tertuju pada kedua bola mata Kyuhyun saat kakaknya sudah menghilang di balik pintu.

“Ada apa?” tanyanya lemah.

“Ada satu hal yang perlu kutegaskan di sini,” jawab Kyuhyun seraya menarik sebuah kursi ke sisi ranjang dan duduk di atasnya. “Kim Shin Jung, saranghae,” ucapnya singkat sambil menarik ujung-ujung bibirnya sehingga membentuk seulas senyuman.

Singkat, namun memiliki makna yang dalam.

“Apa?”

Saranghae. Kim Shin Jung, jeongmal saranghae,” ucap Kyuhyun, mengulangi perkataannya.

Shin Jung memalingkan wajahnya ke arah lain, menghindari tatapan Kyuhyun yang tertuju langsung pada kedua bola matanya.

“Kyuhyun-ah, apa kau tidak lelah menanyakan sesuatu yang jawabannya sudah kau ketahui?”

“Karena ini?” tanya Kyuhyun. Ia sama sekali tidak menghiraukan pertanyaan yang baru saja terlontar dari mulut Shin Jung. “Apa karena ini kau menyuruhku untuk melupakanmu?” lanjutnya.

Shin Jung menganggukkan kepalanya perlahan, bersamaan dengan hembusan napasnya.
“Benar. Karena ini,” jawabnya.

Namja yang menjadi lawan bicaranya hanya mendesah. Lalu ia merasakan sesuatu yang hangat menyentuh sisi wajahnya, tangan Kyuhyun.

“Tatap aku, Jung,” pinta Kyuhyun. Namun langsung Shin Jung tolak dengan semakin memalingkan wajahnya. “Kenapa kau tidak mau menatapku, Jung? Wae?” tanyanya.

“Tidak apa-apa.”

“Apa kau takut?” tebak Kyuhyun.

“Apa yang kutakutkan? Aku tahu kedua matamu tidak akan bisa melukaiku.”

Molla. Tapi mungkin saja… kau takut kebohonganmu akan terbongkar.”

Kyuhyun merasa kata-katanya barusan membuat tubuh gadis yang menjadi lawan bicaranya itu menegang.
“Jung, apa kau juga mencintaiku?” tanyanya.

“Kau sudah tahu jawabannya,” jawab Shin Jung.

Sebelah tangan Kyuhyun kembali menyentuh pipi Shin Jung dan menariknya paksa agar gadis itu mau menatapnya.

“Jangan berbohong,” ucapnya dengan penegasan yang terdengar dari nada bicaranya.

Shin Jung terkekeh, merasakan sesuatu yang konyol dalam kalimat namja yang sedang menatap matanya lurus-lurus. “Apa yang membuatmu yakin bahwa aku berbohong?” tanyanya.

“Matamu.”

Shin Jung tak lagi bersuara. Ia merasa dirinya sudah kalah telak. Kyuhyun sudah mengetahui kebohongan yang seharusnya ia tutupi rapat-rapat

“Matamu tidak akan pernah bisa berbohong,” ucap Kyuhyun sambil terus menatap mata Shin Jung dalam-dalam. “Katakan kebenarannya padaku.”

“Benar.”

Shin Jung membuang napasnya perlahan, lalu kembali melanjutkan kalimatnya dengan kedua mata yang tertutup. “Aku memang mencintaimu. Aku sudah jatuh ke dalam pesonamu, dan aku tak yakin bisa keluar begitu saja dari sana.”

Kyuhyun tak bisa menahan bibirnya untuk mengembangkan senyum.
Tapi senyumnya tak berlangsung lama. Senyumannya perlahan memudar tatkala Shin Jung melanjutkan ucapannya.
“Sudah terlambat,” ucapnya. “Kau tahu kebenarannya pun tidak akan mengubah keadaan… sedikitpun,” lanjutnya dengan penekanan pada akhir kalimatnya.

Wae?” tanya Kyuhyun pelan, hampir seperti bisikan.

“Aku akan meninggalkanmu, meninggalkan dunia ini… Aku tidak akan bisa menatapmu lagi. Aku tidak akan bisa menghirup oksigen, dan bahkan untuk sekedar merasakan denyut nadiku sendiri,” jawab Shin Jung lirih.

Tidak terdengar kesedihan di dalam suaranya. Tidak sedikitpun.

“Apakah keadaanmu sudah separah itu sampai-sampai kau tidak bisa terus bertahan hidup?”

“Lebih tepatnya belum.”
Bola mata Shin Jung yang tadinya menatap mata Kyuhyun bergerak turun, tak lagi menatap mata namja itu.
“Belum separah itu. Tapi aku hanya akan menunggu dan menunggu, sampai waktuku tiba.”

Sekali lagi, Kyuhyun merasakan nyeri yang teramat sangat di dalam dadanya.

“Tidak adakah yang bisa kulakukan agar kau bisa menguatkan hatimu untuk tetap menatap dunia?” tanya Kyuhyun lirih.

Shin Jung menggeleng yakin.
“Tidak ada lagi alasanku untuk tetap hidup.”

Kedua tangan Kyuhyun kini berpindah ke tangan Shin Jung, menggenggamnya dan sesekali mengecup punggung tangan gadis itu.

“Jika tidak ada lagi alasanmu untuk tetap hidup, maka jadikanlah aku sebagai alasanmu untuk tetap bernafas,” ucap Kyuhyun, berharap gadis pemilik tangan yang berada dalam genggamannya itu kembali menatapnya.

“Demi Tuhan, Jung… Lebih dari apapun, aku ingin kau terus menghembuskan nafasmu bersamaku. Aku ingin terus mendengar detak jantungmu bersama dengan detak jantungku,” lanjutnya saat mata mereka bertemu.

Shin Jung menatap Kyuhyun dengan tatapan yang sulit diartikan. Tapi di detik berikutnya, sudut bibirnya tertarik ke satu arah, membentuk seringai.
“Apa yang membuatmu yakin untuk berkata seperti itu padaku?” tanyanya enteng.

“Tidak ada,” jawab Kyuhyun. “Aku tidak memaksamu untuk terus bernafas, tapi memintamu. Dan kau mau melanjutkan hidupmu atau tidak, itu terserah padamu.”

“Begitu?”

Kyuhyun mengangguk. “Aku hanya ingin kau tahu bahwa dirimu saat ini tidaklah selemah kelihatannya. Aku tidak pernah mencoba untuk menopangmu, karena pada kenyataannya kaulah yang menguatkan hatiku.”

Lalu telapak tangan Kyuhyun bergerak dan menyentuh dadanya sendiri.
“Dan kau akan selalu ada di sini.”


~** ** ** ** ** **~


~Kim Shin Jung POV~


“ Jika tidak ada lagi alasanmu untuk tetap hidup,
maka jadikanlah aku sebagai alasanmu untuk tetap bernafas… ”


Kalimat yang keluar dari mulut namja yang bisa membuatku menahan napas saat menatap matanya itu terus berulang di dalam pikiranku. Berulang terus, sampai aku tidak bisa melupakan kata-katanya.

Kalimat itu, kalimat yang mampu membuat pertahananku runtuh hingga pada akhirnya aku berbalik dari keputusanku dan memilih untuk menghirup udara Seoul lebih lama lagi.


~** ** ** ** ** **~


[Flashback]

~Author POV~

-2 days ago-


Jong Woon langsung menolehkan kepalanya saat mendengar bunyi pintu yang tertutup ke arah ruangan di mana adiknya di rawat. Dilihatnya Kyuhyun sudah keluar dari sana dan tersenyum sepintas padanya sebelum namja itu berjalan ke dalam lift dan menghilang di balik pintu lift yang tertutup.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, namja yang masih mengenakan pakaian formalnya itu langsung masuk ke dalam ruangan yang beberapa menit lalu ditinggalkannya.

Ia mendapati adiknya berada di atas ranjang dengan posisi duduk dan punggungnya disandarkan pada sandaran tempat tidur, menatap ke arah jendela kamar yang terbuka.

“Jung,” panggilnya saat ia sudah duduk di atas kursi yang merupakan tempat Kyuhyun duduk beberapa menit yang lalu. “Apa yang namja itu katakan padamu?” tanyanya.

Shin Jung menghela napasnya secara perlahan dan terdengar sangat lelah, tanpa memalingkan wajahnya pada Jong Woon.

Oppa…” ucapnya pelan.

Ne?”

“Apa semuanya sudah terlambat?” tanya Shin Jung, membuat Jong Woon menaikkan sebelah alisnya dan menatap adiknya itu dengan tatapan yang penuh dengan tanda tanya.

Shin Jung menoleh pada Jong Woon, membuat kakaknya itu terkejut melihat matanya yang sudah digenangi air mata.

“Apa sekarang sudah terlambat jika kukatakan aku ingin terus bernafas? Bersamamu? Bersama orang-orang yang kucintai?” tanyanya dengan bibir yang bergetar.

Jong Woon menggeleng. Lalu kedua tangannya menarik tubuh lemah Shin Jung ke dalam pelukannya.
“Tidak, Jung. Sama sekali belum terlambat,” jawabnya.

“Jika operasi itu kujalani, apa itu bisa menjamin rasa sakit ini akan berakhir tanpa perlu kuhembuskan napas terakhirku?”

Jong Woon mengangguk. Ia semakin mengeratkan pelukannya ketika kedua telinganya menangkap suara isakan dengan jelas yang berasal dari bibir Shin Jung.

“Jung…” panggil Jong Woon. “Apa namja itu––Cho Kyu Hyun––yang sudah membuatmu menjadi seperti ini? Apa dia… alasanmu untuk tetap hidup?”


[Flashback end]


~** ** ** ** ** **~


~Kim Shin Jung POV~


Kini tubuhku tak lagi terbaring lemah di atas tempat tidur yang membuat punggungku seakan mati rasa. Tubuhku sudah berpindah ke atas tempat tidur berjalan yang didorong oleh beberapa orang perawat ke sebuah ruangan lain dengan penerangan yang tak lebih terang dari penerangan di luar ruangan.

Pandanganku tak berpindah dari lampu yang menyorot langsung pada wajahku.
Lalu kurasakan sedikit nyeri pada salah satu lenganku dan sedetik kemudian seperti ada cairan yang mengalir di dalam urat nadiku.

Kini seperti slideshow, satu persatu wajah orang-orang yang kucintai bermunculan di dalam pikiranku. Satu persatu, dari raut wajah senang, sedih, semuanya. Semuanya muncul di dalam otakku yang sudah terasa lelah untuk mempertahankan kesadaranku.

“Dan kau akan selalu ada di sini.”

Tanpa sadar, kedua sudut bibirku tertarik ke atas bersamaan dengan pandanganku yang semakin menggelap dan akhirnya pandanganku tidak dapat menangkap apapun.

Gelap.
Aku hanya bisa menunggu sampai kegelapan ini berganti menjadi terang sementara tubuhku sudah tidak dapat merasakan apa-apa lagi.


~** ** ** ** ** **~


~Author POV~


Seorang gadis kecil berlari ke dalam pelukan ibunya saat ia merasa ada seorang anak laki-laki yang mengejarnya di belakangnya.

“Omma!” serunya sambil menggelanyut manja pada ibunya itu. “Jong Woon-oppa menggangguku lagi!” ujarnya dengan nada yang teramat manja.

“Jong Woon-ah,” kata wanita muda yang dipanggil omma itu saat pandangannya tertuju pada anak laki-laki yang berdiri tak jauh dari tempatnya berdiri. “Berhenti mengganggu adikmu!”

Anak bernama Jong Woon itu hanya mengerucutkan bibirnya, menandakan bahwa dirinya sedang kesal saat ini.

“Yaak! Jangan menunjukkan wajah aegyeo-mu pada Omma. Itu tidak akan berhasil, kau tahu?” ujar sang ibu dengan sedikit kekehan.

Raut wajah Jong Woon tak lebih baik dari sebelumnya. Ia semakin kesal mendengar ucapan ibunya.
“Aku tidak mengganggunya, Omma,” katanya. “Aku hanya ingin mengajaknya bermain.”

Pandangan si ibu berpindah ke wajah anak bungsunya yang sekarang berada di dalam dekapannya.
“Kau dengar, Jung? Kakakmu hanya ingin bermain denganmu.”

“Jinjja?” tanya gadis kecil itu membuat wajahnya semakin terlihat menggemaskan.

“Ne!” jawab Jong Woon sambil mengangguk dengan semangat.

Gadis kecil itu melepaskan pelukannya pada tubuh ibunya dan berjalan menghampiri Jong Woon.
“Kajja!” ajaknya seraya menarik tangan kanan Jong Woon.

** ** ** **

“Jadi kita akan bermain apa?” tanya gadis kecil itu saat mereka sudah berjalan cukup jauh dari pandangan orang tua mereka.

“Hmm…” Jong Woon tidak menjawab, ia hanya bergumam sambil berpikir. “Bagaimana kalau petak umpet?” usulnya yang langsung disambut dengan anggukan oleh adiknya itu.

“Baiklah. Aku yang menghitung dan kau bersembunyi, arraseo?” ujar Jong Woon lagi.

“Arra!” sahut gadis kecil itu.

Ia langsung mencari tempat persembunyian sementara kakaknya sudah mulai menghitung.


“… Delapan belas… Sembilan belas… Dua puluh!” Jong Woon mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru taman. “Shin Jung-ah! Kau di mana?” panggilnya seraya berjalan mencari keberadaan adiknya yang sedang bersembunyi itu.

“Waah… sepertinya tempat persembunyianmu sangat baik, Jung! Lihat saja, aku akan menemukanmu sebentar lagi!” ujarnya.


Shin Jung terkikik mendengar panggilan oppa-nya yang sedang mencari dirinya itu. Dalam hatinya ia sudah membayangkan bahwa ia yang akan memenangkan permainan kali ini.

Satu menit… Dua menit… Tiga menit…
Akhirnya sepuluh menit berlalu. Tapi Jong Woon belum juga berhasil menemukan dirinya. Suaranya pun tak lagi terdengar.

Shin Jung merasa hatinya sedikit terguncang.
Ke mana kakaknya? Apa dia sudah meninggalkan Shin Jung sendirian di sini? Atau jangan-jangan kakak dan orang tuanya sudah pulang, meninggalkannya di taman ini.
Shin Jung tidak bisa lagi menahan air matanya.
Ia menangis. Ia tidak mau orang-orang yang ia sayangi pergi meninggalkannya.


“Shin Jung! Kau di mana?! Jung!” teriak Jong Woon panik karena belum juga berhasil menemukan adiknya itu.

“Jung! Aku mengaku kalah sekarang! Kau sudah menang sekarang! Keluarlah, Jung!” teriaknya lagi, berharap sosok gadis kecil yang dipanggilnya itu segera menampakkan dirinya di hadapan Jong Woon.

Di tengah keputusasaan karena tak berhasil menemukan adiknya, Jong Woon mendengar suara tangisan yang sangat ia kenali.

Ia mempercepat langkahnya dan menyeruak masuk ke dalam semak-semak yang ia yakini sebagai sumber suara tangisan itu.

“Oppa…” panggil gadis kecil yang sedang menangis dengan kedua kedua tangannya yang memeluk kedua lututnya yang ditekuk.

“Sudah… Jangan menangis. Aku di sini sekarang,” ujar Jong Woon seraya menarik tubuh adiknya itu ke dalam pelukannya dan membelai-belai pelan rambut panjangnya. “Jangan menangis lagi,” ucapnya lagi, berharap tangisan adiknya itu akan mereda.

“Aku kira kau sudah meninggalkanku, Oppa…” ucapnya di sela-sela tangisnya.

Jong Woon mendorong kedua lengan Shin Jung sehingga mereka berhadapan. “Mana mungkin aku meninggalkanmu. Aku tidak akan bisa hidup tanpamu, Jung. Aku akan selalu menjagamu,” ujarnya seraya menghapus air mata yang membasahi kedua sisi wajah adiknya.

“Janji?” kata Shin Jung seraya mengacungkan jari kelingkingnya.

Jong Woon tersenyum dan mengaitkan jari kelingkingnya pada jari kelingking Shin Jung hingga jari mereka bertautan.

“Aku berjanji.”


~** ** ** ** ** **~


“Aku tidak akan bisa hidup tanpamu, Jung…” gumam Jong Woon dengan kedua matanya yang tertutup.

Ia menyandarkan punggungnya ke dinding rumah sakit yang terasa sangat dingin.

Matanya terbuka saat didengarnya suara pintu yang terbuka.

“Bagaimana, Dok?” tanyanya pada seorang dokter yang baru saja keluar dari ruang operasi.

Dokter itu melepaskan masker yang ia kenakan dan tersenyum pada Jong Woon.
“Tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi sekarang. Awan gelap sudah menghilang,” ujar dokter itu seraya menepuk pelan bahu Jong Woon.

Ne?”

“Anda bisa menemuinya beberapa menit lagi setelah keadaannya sudah benar-benar pulih,” kata dokter itu sebelum pergi meninggalkan Jong Woon yang masih berdiri di depan ruang operasi.

Belum sempat ia bergeming dari tempatnya, Jong Woon mendapati beberapa orang perawat keluar dari ruangan itu dengan mendorong sebuah tempat tidur dengan sosok yang sangat ingin ia temui berada di atasnya.

Jong Woon––tanpa mengurangi rasa khawatirnya––berjalan cepat, mencoba menyamakan langkahnya dengan langkah para perawat yang membawa tubuh adiknya ke sebuah kamar rawat.

“Maaf,” kata seorang perawat, menahan Jong Woon yang hendak memasuki kamar rawat adiknya itu. “Pasien belum sadarkan diri. Anda boleh masuk beberapa menit lagi setelah efek obat biusnya benar-benar habis,” jelasnya, membuat Jong Woon tidak bisa melakukan apa-apa lagi selain menunggu adiknya siuman di luar kamar.

Namja yang memiliki wajah dingin itu duduk dengan bersandar pada sandaran kursi dengan detak jantung yang sama sekali belum kembali normal.
Tanpa melihat keadaan adiknya, ia tidak akan bisa bersikap tenang.

“Apa namja itu––Cho Kyu Hyun––yang membuatmu menjadi seperti ini? Apa dia… alasanmu untuk tetap hidup?”

“Benar…”
“Dia alasanku untuk tetap bernafas… bersamamu… bersama orang-orang yang kucintai.”


Jong Woon tidak bisa menahan sudut-sudut bibirnya untuk tertarik ke atas, membentuk sebuah garis lengkung, saat ia mengingat ucapan adiknya. Ucapan yang membuat dirinya terkejut, namun ada rasa senang yang menyeruak di dalam dadanya.

Kim Shin Jung.
Akhirnya adiknya itu dapat bertahan hidup. Adiknya masih dapat menghirup oksigen di bumi, menapakkan kakinya di tanah, dan menatap langit Seoul yang selama bertahun-tahun ini selalu ia lihat.

Dan semua ini karena namja itu, Cho Kyu Hyun.


~** ** ** ** ** **~


~The Memories~


“Aku akan terus menjagamu, Jung. Sampai kapanpun. Walaupun aku harus mengorbankan kehidupanku.”

“Lalu bagaimana dengan keluargamu nanti, Oppa?”

“Hei, bukankah kau ini adikku? Kau adalah salah satu bagian penting dari hidupku, Jung, sama seperti keluargaku kelak.”

***

“Kau tahu, Jung? Sejak bertemu denganmu aku mulai lebih tertarik pada kamera daripada PSP.”

“Begitu? Jadi aku adalah doronganmu untuk masuk ke dunia fotografi?”

“Ne. Dan salah satu alasan utamaku masuk ke dunia fotografi adalah karena aku ingin dekat denganmu, Jung.”

“Haaah… Ternyata ada udang di balik batu.”

“Hahaha…”

“Tapi sekarang akulah yang harus berterima kasih padamu, Kyuhyun-ah.”

“Wae? Kenapa harus kau? Akulah yang seharusnya berterima kasih padamu.”

“Wae?”

“Karena kau sudah membiarkanku untuk mencintaimu.”

“Kapan aku pernah bilang begitu? Kapan??!”

“Haiisshh… Setelah operasi itu kau menjadi semakin menyebalkan, Shin Jung-ah.”

“Hahahaha…”

“Berhenti menertawakanku atau aku…”

“Atau kau akan apa?”

“Aku akan menyerbu bibirmu lagi, otte?”

“Yaak! Kau! Jangan sekali-kali kau berani mendekatiku! Sesenti pun!”

“Kau akan jadi milikku, KIM SHIN JUNG!!”

“Aaah, aniya! Jong Woon-oppa, tolong akuuu!!!”

***

“Gomawo, Kyuhyun-ah.”

“Kenapa kau berterima kasih padaku, Hyung?”

“Karena kau telah menjadi alasan adikku untuk tetap hidup.”

“Kau tidak perlu mengatakan itu padaku, Hyung. Aku yang harus berterima kasih padamu, karena kau sudah menerima kehadiranku di dalam kehidupan kalian.”

“Tapi, Kyuhyun-ah…”

“Hyung , apapun akan kulakukan demi adikmu. Karena aku…
Karena aku mencintainya, Hyung.”

***

“Kau tahu apa pesan yang appa dan omma berikan padaku?”

“Tentu saja aku tahu. Pasti mereka memintamu untuk menjagaku, kan?”

“Mmm… Benar. Tapi itu salah satunya.”

“Masih ada lagi?”

“Ne.”

“Apa?”

“Mereka berpesan ‘hiduplah dengan baik’ dan … ‘buat hidupmu menjadi bahagia’.”

***

“Yang aku tahu, pelangi selalu muncul di langit. Tapi kini aku baru menyadari sesuatu.”

“Apa? Kau pikir di mana lagi pelangi akan muncul?”

“Aku baru tahu satu hal, bahwa pelangi tidak hanya muncul di langit.”

“Eh? Memangnya ada tempat lain selain langit yang menjadi tempat pelangi selalu muncul?”

“Tentu saja ada.”

“Eodi?”

“Di sini, di sampingku.”

“Mwo?”

“Kau, Jung. Kau adalah pelangiku.”


~** ** ** ** ** **~


~Their life~


Hyung! Chukkaeyo! Akhirnya kau menikah juga,” ujar Kyuhyun seraya memeluk sekilas seorang namja yang mengenakan tuxedo putih.

Gomawo,” sahut namja itu sambil membalas pelukan Kyuhyun.

Oppa!” panggil seorang yeoja dengan riang. “Aiisshh… Oppa, kau tampan sekali!” pujinya dengan senyum yang sangat menggemaskan. “Haish, kau beruntung mendapatkan anae secantik dia, Oppa,” ujarnya lagi sambil melirik ke arah seorang yeoja yang berdiri di sebelah namja yang dipanggilnya oppa itu.

Namja ber-tuxedo putih itu melirik istrinya yang pipinya sudah merona merah akibat ucapan adiknya tadi.
“Yaak, Shin Jung-ah! Berhenti menggoda istriku,” ujarnya dengan raut wajah kesal yang dibuat-buat.

Shin Jung dan Kyuhyun hanya terkekeh melihat reaksi namja itu.

“Jong Woon-oppa, jaga istrimu baik-baik. Jangan bekerja terlalu keras. Berikan aku keponakan-keponakan yang lucu, tampan, dan cantik seperti kalian,” ujar Shin Jung, lagi-lagi menggoda kakaknya itu.

Jong Woon menatap adiknya tajam.
“Bagaimana denganmu?” Ia memamerkan seringainya. “Kapan kalian akan menyusul kami?” tanyanya, membuat Shin Jung salah tingkah.

“Ah, benar juga!” Kyuhyun melirik Shin Jung. “Kapan kau akan berjalan di selasar dengan aku yang menunggumu di altar?” tanyanya sambil tersenyum penuh arti.

Shin Jung hanya membulatkan kedua bola matanya. Ia merasa pipinya sudah panas sekarang.

M-mwo? Yaak, kalian ini bicara apa?” tanyanya, mencoba menghilangkan sikap salah tingkahnya.

Tawa Jong Woon meledak melihat tingkah adiknya itu.
“Benar,” sahutnya. “Kapan kalian akan menikah? Aku sudah sangat siap menjadi pendamping wanitamu, Saengie.”

Setelah tawa mereka mereda. Kyuhyun dan Shin Jung menjauh dari tempat Jong Woon dan istrinya itu berdiri.

Kyuhyun menarik paksa Shin Jung agar mau berdiri di antara yeoja-yeoja lain yang sedang bersiap-siap untuk menangkap buket bunga yang akan mempelai wanita lemparkan.

“Aku tidak mau, Kyuhyun-ah,” rengek Shin Jung, memohon untuk dilepaskan.

“Aiisshh… Kau tidak lihat yeoja-yeoja lain? Mereka sudah bersiap menangkap bunganya,” ujar Kyuhyun tanpa memerdulikan rengekan Shin Jung dan meninggalkannya di antara yeoja-yeoja yang sudah berdiri tegap.

Dari kejauhan, Jong Woon hanya bisa menggerutu melihat adiknya yang berdiri lemas tanpa memasang persiapan untuk menangkap bunga yang akan anae-nya lemparkan. Dari raut wajahnya, Shin Jung tampak sangat tidak tertarik dengan sesi melempar bunga ini. Berbeda jauh dengan yeoja-yeoja di sekitarnya yang menunggu sang mempelai wanita untuk melemparkan bunga dengan antusias.

Akhirnya sang mempelai wanita melemparkan bunga ke arah yeoja-yeoja yang berusaha untuk menangkapnya. Tapi siapa yang berhasil menangkapnya?

Jong Woon hanya bisa tertawa keras saat melihat Shin Jung dengan tatapan tak percaya menatap buket bunga yang ada di tangannya. Ya, adiknya itu menangkap bunga yang istrinya lemparkan tadi secara tidak sengaja.

“Lihat itu, Yeobo. Sebentar lagi Dongsaeng kita akan menikah,” ujar Jong Woon pada istrinya di sela-sela tawanya yang belum juga mereda.

Kyuhyun mendekati Shin Jung yang masih terpaku di tempatnya dan tersenyum penuh arti.

“Jadi, kapan tanggal baik untuk pernikahan kita?” tanyanya.

Shin Jung tersadar dan langsung menatap namja yang ia cintai itu dengan tatapan geram.

“YA! CHO KYU HYUN! KAAAUUU!!!!”

Akhirnya adegan brutal terjadi di acara pernikahan yang seharusnya berjalan dengan baik dan tenang itu.

“Ampuni aku! Aku mohon ampuni aku, Nyonya Cho!” ujar Kyuhyun sambil melindungi kepalanya dari serangan Shin Jung.

Shin Jung terus memukul-mukul namja berambut kecokelatan itu dengan buket bunga yang ada di tangannya.

“Yaak! Apa kau bilang?! ‘Nyonya Cho’?! Margaku Kim!”

Kyuhyun menahan tangan Shin Jung sehingga yeoja itu tidak bisa lagi mendaratkan pukulan mautnya.

“Apa peduliku?” bisik Kyuhyun, lagi-lagi memamerkan seringainya, membuat Shin Jung bergidik. “Sebentar lagi aku akan mengubah margamu menjadi Cho,” ucapnya sebelum bibirnya benar-benar mendarat dengan sempurna pada bibir Shin Jung.

“Yaak! Cho Kyu Hyun!! Kau benar-benar… !!!”




-End-




Fuuuh... Finally, FF ini selesai juga.
Gimana chingudeul? Endingnya aneh? gaje? Hahaha... emang. Soalnya aku emang paling gak bisa bikin ending #plakk..
Jeongmal mianhae deeh ;)
Yang penting kan Kyuhyun happy ending bro ;)
Bagi chingudeul yg gak terima endingnya rada gaje gini, aku rela kok digetok hehe *pasang helm sebelum digetok*

Gomawo gomawo gomawo buat:
- Hendiana a.k.a Park Hyemi yg udah bersedia baca hampir semua FF ku *terharu* T^T
- Alvara S. A. yg udah bersedia baca FF ini dari part1 ampe part 4 nya
- Nandya Nanda yg udah bersedia baca FF gaje ini.
- Last... buat chingudeul yg lain yg udah nyempetin baca FF aku ;)

hehe... Kapan-kapan baca lagi yaaa~
C U next time :* *tebar ciuman*

2 komentar: