Title : BACK [Part 2 of 2]
[I’m Sorry Oppa After Story]
Author: Ifa Raneza
Cast : Yesung (Kim Jong Woon) , Park Hye Mi
Genre : Romance, Family, Marriage Life
Edited by : Hyunnie
“Bohong kalau
kukatakan aku baik-baik saja.
Karena pada
kenyataannya, aku sakit karena harus menunggumu selama ini.
Berapa lama lagi
aku harus menunggumu?
Satu tahun, dua
tahun, tiga tahun?
Atau sampai nyawa
tak lagi berada dalam tubuhku?”
~** ** ** ** **
**~
Jong
Woon melangkah masuk ke dalam apartemennya dengan membawa beberapa bungkus
makanan. Ia melirik jam dinding yang tergantung di ruang tengah. Pukul 9.00
malam. Tidak heran jika apartemennya sudah gelap sekarang, mungkin mertua dan
anaknya sudah tidur.
Ia
masuk ke dapur dan menyimpan makanan yang ia bawa ke dalam kulkas. Lalu ia
mengeluarkan sebotol minuman dingin dari sana dan meneguknya. Ia terdiam
sebentar, mencoba menghilangkan rasa lelah yang sekarang menyerang tubuhnya.
Pandangannya
terpaku pada wastafel yang ada di hadapannya. Ia melihat sesosok yeoja sedang mencuci peralatan masak di
sana. Walau Jong Woon hanya bisa menatap punggungnya, tapi ia tahu siapa yeoja itu.
Jong
Woon terpaku di tempatnya selama beberapa menit, sampai akhirnya sosok itu
perlahan menghilang bagai debu. Pria itu menggeleng-gelengkan kepalanya cepat,
mencoba mengumpulkan kesadarannya kembali. Ia berbalik dan menyimpan botol yang
ada di tangannya ke dalam kulkas.
Lagi-lagi
Jong Woon terpaku dengan apa yang ia lihat saat tubuhnya berbalik, hendak
melangkah ke dalam kamarnya. Lagi, sosok itu kembali muncul tepat di
hadapannya. Tidak seperti ilusinya yang sebelumnya, sosok ini terlihat begitu
nyata. Ia bisa memerhatikan lekuk-lekuk wajah sosok itu. Ia sangat mengenalnya.
Jong
Woon merasa dadanya kembali terhimpit, sesak. Dadanya naik turun karena
nafasnya yang tak beraturan, masih tidak percaya dengan apa yang ada di
hadapannya sekarang. Sosok yeoja itu
menatapnya dalam dengan sorot mata yang sulit untuk diartikan dan wajahnya sama
sekali tidak menyiratkan perasaannya sedikitpun. Wajahnya dingin, tanpa
ekspresi.
Lalu,
ia melihat bibir sosok yang berdiri di hadapannya itu sedikit bergerak,
menggumamkan satu kata, “Oppa…”
Hati
pria itu terasa semakin teriris-iris mendengar suara yang memanggilnya lirih.
“Hyemi…”
panggilnya, berharap sosok itu menyahut dan menandakan apa yang ia lihat sekarang
bukanlah sekedar ilusi. Tangannya tergerak ke arah sosok itu, mencoba
menggapainya, memeluknya. “Yeobo…”
panggilnya lagi, bersamaan dengan sebulir cairan bening yang menuruni pipinya.
Saat
tangan Jong Woon sudah hampir menyentuh sisi wajah yeoja itu, sosoknya kembali menghilang bagai debu. Menandakan apa
yang Jong Woon lihat lagi-lagi hanya sebuah ilusi.
Pria
itu mengepalkan tangannya yang sudah terangkat. Ia menundukkan kepalanya,
memejamkan kedua matanya rapat. Sekali lagi, namja itu mencoba menekan rasa sakit yang menerjang perasaannya.
Dan lagi-lagi usahanya gagal, ia merasa semakin sakit.
Entah
apa yang terjadi, Jong Woon sudah mendapati kedua lututnya sudah menyentuh
lantai. Seluruh badannya melemas, seakan tenaganya ikut menghilang bersama
dengan sosok yeoja yang muncul di
hadapannya tadi.
“Hyemi…
Hyemi…”
Bibirnya
terus menggumamkan satu kata, memanggil-manggil nama sosok yang selalu muncul
dan menghilang dalam pikirannya. Ia memukul-mukul pelan dadanya yang sudah mati
rasa akan perasaan lain selain rasa sakit. Sepi… tidak suara lain yang bisa ia
dengar selain detak jantung dan isakannya sendiri.
“Oppa…”
Ia
mengangkat wajahnya, menatap orang yang baru saja memanggilnya.
“Kau
kenapa? Gwaenchanayo?!” tanya orang
itu sambil melangkahkan kakinya cepat, menghampiri Jong Woon yang masih
terduduk di lantai dapur.
“Soon
Hee-ah, kenapa kau masih di sini?” tanya Jong Woon saat adiknya itu sudah
berdiri tepat di hadapannya.
“Ponselku
ketinggalan,” jawabnya. “Oppa, kau
kenapa?”
Jong
Woon hanya menggeleng seraya bangkit dan berjalan dengan langkah gontai ke arah
kamarnya.
Namja itu membuka jaketnya dan
menggantungnya di dalam lemari pakaian. Jong Woon terdiam menatap pakaian
wanita yang tergantung di dalam sana, pakaian yang sering istrinya gunakan
untuk bekerja.
Perlahan
tangan kanannya tergerak untuk menyentuh pakaian yang ada di depannya itu, lalu
lama kelamaan tangannya mengepal kuat, menggenggamnya. Kemudian Jong Woon
meremas kuat pakaian putih itu dengan kedua tangannya dan membenamkan wajahnya
di sana, menghirup aroma yang istrinya tinggalkan.
Lagi,
tangis Jong Woon pecah hingga membuat pakaian itu basah akibat air matanya yang
sudah membanjiri wajahnya. Di sela isakan tangisnya yang tidak akan mengganggu
tidur mertua dan anaknya itu, ia mulai menggumamkan kalimatnya.
“Hyemi-ah…”
ucapnya. “Kenapa kau meninggalkanku seperti ini? Apa aku melakukan kesalahan yang
tidak kusadari?”
Pria
itu terus melakukan monolog di sela-sela tangisnya dan tidak menghiraukan jarum
jam yang terus berputar. Ia terus menangis, berharap orang yang ia rindukan
akan segera memeluknya dari belakang dan berkata ‘aku kembali’.
“Hyemi,
apa selama ini kau menangis di balik tawamu… karenaku?”
“Hyemi,
aku janji tidak akan membuatmu kesal atau marah lagi. Aku janji akan
membereskan barang-barangku setiap pulang kerja. Aku janji tidak akan membuat
rumah kita ini berantakan lagi. Aku janji akan menjaga Hyejin kalau kau terlambat
pulang dari rumah sakit. Aku janji… Aku janji…”
Suara
Jong Woon semakin lirih. Ia bahkan tidak punya tenaga lagi untuk sekedar
berbicara. Ia merasa tidak bisa mengeluarkan suaranya untuk hal lain selain
menyebut nama Park Hye Mi.
Ia
menunjukkan kelemahannya sekarang. Kelemahan yang tidak ia tunjukkan pada orang
lain. Di saat ia sendiri seperti ini, ia akan mengeluarkan sesak yang ia
rasakan selama hampir dua bulan ini. Sesak karena merindukan orang yang tak
kunjung datang itu, Park Hye Mi.
Harapan.
Ia bahkan tidak yakin apa harapan itu masih tersimpan rapi di dalam hatinya.
Entahlah… tapi sampai detik ini, Jong Woon masih mengharapkan yeoja itu akan kembali dan melengkapi
kepingan hatinya yang hilang.
~** ** ** ** **
**~
“Astaga, rambutmu
kenapa, Oppa?”
Jong Woon
mengerjapkan matanya menatap seorang yeoja dengan tampang terkejutnya
memerhatikan rambut namja yang ada di hadapannya.
“Hehehe…” Namja
itu terkekeh menanggapi keterkejutan istrinya sambil menggaruk-garuk kepalanya
yang sama sekali tidak gatal. “Bagaimana? Bagus kan?”
“Bagus apanya?
Kenapa rambutmu jadi merah begitu?” tanya yeoja itu.
“Aku mengecat
rambutku. Sudah lama aku tidak mengganti model rambut.”
“Aiissh… wajahmu
jadi aneh.”
“Aneh? Bukankah aku
ini tampan?”
Yeoja itu tampak
mendengus dan melipat kedua tangannya di depan dada dan namja tadi memeluknya,
berusaha membujuk istrinya itu agar tidak marah padanya.
Jong Woon hanya
terdiam, tidak mengeluarkan suaranya sedikit pun melihat dua orang yang sangat
ia kenal di depannya. Orang itu, dirinya sendiri dan Park Hye Mi di waktu yang
lalu.
Perlahan pandangan
Jong Woon menjadi buram. Yeoja dan namja yang ia lihat lama kelamaan
menghilang. Samar-samar kedua telinganya menangkap sebuah suara. Ia berbalik
dan mendapati adegan-adegan yang pernah ia dan Hyemi alami bagaikan slideshow.
Jong Woon melihat
dirinya datang membawa sebuket bunga saat kelulusan Hyemi.
Jong Woon melihat
mereka mengucapkan janji setia di depan altar.
Jong Woon melihat
mereka berpelukan, senang karena diberi hadiah dari Tuhan.
Jong Woon melihat
dirinya mengelus perut istrinya yang sudah membesar itu.
Jong Woon melihat
Hyemi mengerang kesakitan sambil memegangi perutnya.
Jong Woon melihat
dirinya tersenyum menatap buntalan kecil yang ada di dalam gendongannya.
Jong Woon melihat anak
mereka belajar berjalan sampai akhirnya bisa berlari.
Jong Woon melihat
Hyemi menyuapi anak mereka.
Jong Woon melihat
Hyemi membacakan buku dongeng atau sekedar bernyanyi agar anak mereka tertidur.
Jong Woon melihat
perdebatan kecil di antara mereka hanya karena masalah sepele.
Jong Woon melihatnya, ia melihat semua itu. Tak satupun
yang ia lewatkan.
Ia kembali
memegangi dadanya. Tubuhnya sudah mati rasa sekarang. Ia tidak lagi bisa
merasakan perasaan lain selain rasa sakit yang terus menerus menghujam hatinya.
‘Kenapa, Tuhan?
Kenapa Kau buat kehidupanku seperti ini?’
Jong Woon sudah
merasa dirinya benar-benar gila sekarang. Ia tidak tahu harus menyalahkan siapa
atas takdir yang ia terima saat ini. Menyalahkan Tuhan? Apa dia sanggup
melakukan itu? Tidak. Sedikitpun ia tidak bisa menyalahkan Tuhan.
Tiba-tiba pria itu
merasa tubuhnya menjadi ringan. Serasa melayang, tubuhnya terhempas jauh ke
dasar yang sangat gelap. Gelap, sunyi. Itulah yang ia rasakan. Ada satu
pertanyaan yang muncul dalam pikirannya. Kapan kepingan hatinya kembali utuh?
~** ** ** ** **
**~
Namja itu membuka matanya perlahan
saat merasa sesuatu yang hangat menjalar di tubuhnya. Apa mungkin itu ‘dia’?
Dengan
cepat namja itu bangun dan mengubah
posisinya menjadi duduk. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar.
Tidak ada siapapun selain dirinya di sana. Ia menghela napasnya panjang dan
menarik ujung bibirnya ke satu arah, tersenyum miris, seolah menertawakan nasibnya
saat ini.
Sekali
lagi ia kehilangan kepingan hatinya setelah beberapa tahun silam.
Jong
Woon memegangi dadanya dan meremas bajunya, melakukan usaha yang sama saat
perih menghujani hatinya. Ia tidak akan menyangkal jika orang-orang menyebutnya
bodoh, karena memang seperti itulah dirinya sekarang. Ia tahu usahanya itu
hanya sia-sia, tapi ia tetap melakukannya. Ia tetap mencoba menekan rasa sakit
yang menjalar ke dalam dadanya.
Jong
Woon teringat saat dirinya kehilangan Park Hye Mi beberapa tahun yang lalu,
karena yeoja itu memilih untuk
bertunangan dengan namja lain. Tapi
kini ia benar-benar merasa kehilangan yeoja
itu. Yeoja itu hilang bak ditelan
bumi, tanpa jejak.
Ia
pun teringat dengan janjinya yang ia buat saat mereka baru saja menjalin
hubungan.
Janji
itu, janji yang selalu ia pegang agar Hyemi tidak meninggalkannya. Janji bahwa
Jong Woon akan membuat Hyemi mencintainya. Dan sekarang, janji itu sudah
terpenuhi.
Lagi-lagi
Jong Woon merasakan matanya memanas dan dadanya semakin bergemuruh.
“Apa
karena janji itu sudah kupenuhi, kau meninggalkanku seperti, Hyemi-ah…?”
ucapnya lirih. “Apa aku kurang pantas untuk menjadi orang yang berhak menjagamu
?”
“Jong
Woon-ah.”
Jong
Woon menoleh ke sumber suara. Mertuanya.
“Ne, Ommonim? Ada apa?” tanya Jong Woon,
mencoba menarik segaris lengkung pada bibirnya.
“Sudah
seminggu aku di sini. Aku rasa aku harus pulang. Tidak ada yang menjaga rumah,”
ucap nyonya Park sambil melangkah maju, menghampiri Jong Woon. “Wae, Jong Woon? Ada yang sedang
kaupikirkan?”
Jong
Woon menggeleng pelan, mencoba membohongi mertuanya itu.
“Hyemi
lagi?” tebak Nyonya Park.
Jong
Woon diam, ia tidak menjawab pertanyaan Nyonya Park yang tepat mengenai sasaran
itu.
“Ngg…
Ommonim,” kata Jong Woon seraya
bangkit dari duduknya. “Mungkin aku harus bersiap-siap untuk mengantarmu pulang
sekarang. Tapi sebelumnya kita harus mengajak Hyejin jalan-jalan. Bukankah hari
ini hari Minggu?” lanjutnya sambil tersenyum simpul pada mertuanya itu.
Nyonya
Park menghela napas mendengar ucapan Jong Woon yang bukan jawaban yang ia
inginkan. Ia menarik sudut-sudut bibirnya hingga membentuk seulas senyuman.
“Ne, bersiap-siaplah.”
~** ** ** ** **
**~
Dark
[Park Hye Mi POV]
Gelap.
Hanya itu yang bisa kulihat. Tidak ada cahaya yang masuk ke dalam mataku dan
suaraku sama sekali tidak bisa keluar. Tenagaku terlalu lemah untuk bisa
menggerakan jemari atau sekedar membuka mata.
Sakit
tak lagi menerjang tubuhku, tapi batinku. Batinku sakit sekarang. Sakit karena
terus bertanya-tanya tanpa ada yang menjawab. Siapa aku? Di mana keluargaku?
Dan lagi… apa nyawa masih bersarang dalam ragaku? Apa aku masih menghirup
oksigen di bumi?
“Hyemi-ah…”
Tiba-tiba
sesosok namja sudah berdiri di
hadapanku, menatapku dalam dengan tatapan sendu yang cukup bisa mengiris
hatiku. Aku sama sekali tidak ingat sosok namja
ini. Tapi wajahnya tampak tidak asing bagiku. Siapa dia?
“Hyemi-ah…”
Dia
terus mengucapkan nama itu dengan nada bicara yang semakin melirih. Apa dia
sedang memanggil namaku?
Kulihat
bibir namja itu sedikit bergerak,
menggumamkan sesuatu.
“Bogoshipo…”
Seperti
tersengat listrik, aliran darahku serasa terhenti saat mendengar ucapannya. Hanya
satu kata, namun memiliki makna yang begitu dalam, dan berhasil membuat
jantungku berpacu cepat.
Entah
dorongan dari mana, tanpa sempat kucerna terlebih dahulu, bibirku menggumamkan
sesuatu di luar kendaliku.
“Nado bogoshipo… Jong Woon-oppa…”
** ** ** **
[Author POV]
Seorang
dokter muda masuk ke dalam sebuah kamar kecil dengan seorang yeoja yang terbaring lemah di atas
tempat tidur. Kedua matanya tertutup rapat, sama seperti dua bulan terakhir.
“Bagaimana
keadaannya?” tanyanya pada seorang perawat yang sedang memeriksa keadaan yeoja itu.
“Semakin
membaik,” jawab perawat itu. “Tapi aku masih bingung kenapa dia belum juga
sadar,” ujarnya sambil memandangi yeoja yang
masih tak sadarkan diri itu dengan tatapan putus asa.
“Yeobo-ya,” panggil dokter muda itu. “Kau
sudah memeriksa barang-barangnya? Apa ada sesuatu yang bisa menunjukkan
identitasnya?” tanyanya.
Perawat
itu beranjak dari duduknya dan melangkah menuju sebuah lemari. Ia mengeluarkan
sebuah kartu pengenal dan menyodorkannya pada dokter muda tadi.
“Dia
seorang dokter dari Seoul,” ujar perawat itu.
“Park
Hye Mi?” gumam dokter itu sambil memerhatikan benda yang perawat itu sodorkan.
“Ne, namanya Park Hye Mi. Hanya itu yang
bisa kutemukan.”
~** ** ** ** **
**~
Pria
berambut kemerahan itu keluar dari sebuah gedung dengan berlari-lari kecil menuju
mobilnya yang sudah terparkir sempurna di lapangan parkir. Titik-titik hujan
yang mulai turun membasahi bumi tempatnya berpijak membuat rasa cemasnya
menjadi-jadi.
Ia
mempercepat langkahnya menuju mobil. Dan pada saat tangan kanannya hendak
membuka pintu mobil, indera penglihatannya kembali menangkap sosok yang selalu
menghantui pikirannya. Ia terpaku dengan apa yang dilihatnya dengan jantung
yang berpacu cepat dan nafas yang memburu.
Sosok
itu berdiri jauh di seberang jalan dan tidak membalas tatapan Jong Woon. Ia
terus berjalan dengan langkah lebar ke satu arah, menandakan dirinya sedang
terburu-buru.
Perlahan
sosok itu menjauh, sampai akhirnya menghilang dari pandangan Jong Woon. Sosok
itu berbaur dengan pejalan kaki lainnya yang sudah berhambur karena hujan yang
semakin deras.
Sadar
sosok itu sudah menghilang, Jong Woon menghela napasnya berat, lalu menarik
sudut-sudut bibirnya ke atas, membuat garis lengkungan itu muncul kembali di
bibirnya. Miris, itulah yang dirasakannya saat ini. Ilusi tadi terasa sangat
nyata di matanya.
Apa
yang dilihatnya tadi begitu terasa jelas, membuat oksigen yang ia hirup masuk
ke dalam paru-parunya menjadi sangat menyesakkan. Karena ia dihadapkan dengan penglihatannya
yang menangkap sesosok yeoja yang
sampai detik ini belum juga kembali. Dan pada saat ia menganggap sosok itu
nyata, ia harus kembali menelan pil pahit karena lagi-lagi sosok itu hilang
dari pandangannya, seolah menandakan bahwa sosok itu hanyalah ilusi.
~** ** ** ** **
**~
Seorang
yeoja berjalan dengan langkah lebar
dan terburu-buru, menyeruak di antara pejalan kaki lainnya yang sudah berhambur
karena titik-titik hujan yang sudah mulai turun membasahi jalanan kota Seoul.
Ada satu tempat yang sangat ingin ia datangi saat ini. Tempat yang selama ini menaungi
keluarga kecilnya. Namun bukan tempat itu yang harus pertama kali ia tuju saat
ini. Ia harus mengurusi urusan pentingnya, namun tak lebih penting dari tempat
yang ia rindukan itu.
Dirasakannya
titik-titik air yang turun membasahi kulitnya semakin cepat menghujani jalanan,
membuat langkah lebarnya harus berubah menjadi berlari. Ia berlari secepat yang
ia bisa untuk menghindari hujan yang sebentar lagi akan semakin deras.
Akhirnya
kedua kakinya menapak di sebuah gedung dengan nuansa putih yang selama beberapa
tahun terakhir menjadi tempatnya membanting tulang.
Yeoja itu, tanpa memerdulikan tatapan
perawat lain yang menatapnya takjub bercampur terkejut, terus melangkahkan
kakinya yakin ke dalam suatu ruangan yang sudah ia hapal letaknya.
Seorang
pria paruh baya yang ada di dalam ruangan itu mengangkat kepalanya, menatap yeoja itu dengan tatapan yang sama
seperti orang-orang tadi––takjub bercampur terkejut.
“Apa
kabar, Dokter Han?” sapa yeoja itu
dengan senyuman yang sudah tersungging di bibirnya.
Dokter
yang disapanya itu mengerjapkan matanya berkali-kali, hingga akhirnya
tenggorokannya yang terasa tercekat berhasil mengeluarkan suara.
“Dokter
Park… Kau…?” ucap dokter Han tergagap, seakan tak percaya dengan apa yang
sedang ia lihat.
“Ini
aku, Dokter Han,” ujar yeoja itu
seraya melangkah maju dan duduk di kursi yang ada di hadapan dokter Han. “Aku
sudah kembali.”
~** ** ** ** **
**~
Jong
Woon berlari-lari kecil saat pintu lift terbuka, menuju apartemennya dengan
seorang gadis kecil yang berada di dalam gendongannya. Hujan di luar cukup
deras hingga membuatnya menggigil kedinginan. Tapi ia juga yakin, bukan hanya
dirinya yang kedinginan saat ini. Hyejin––anaknya––juga pasti kedinginan.
Terlihat dari tubuh mungilnya yang sedikit bergetar dalam gendongan Jong Woon.
“Putri
appa kedinginan, hm?” ucapnya seraya
mengecup singkat pipi putih anaknya yang sudah dingin itu. Jong Woon merapatkan
jaket yang Hyejin kenakan dengan maksud agar putri kecilnya itu tidak semakin
kedinginan.
Ia
mempercepat langkahnya dan akhirnya tiba di depan pintu apartemennya. Setelah
dengan susah payah memasukkan kombinasi angka-angka yang menjadi password apartemennya, pintu apartemen
itu terbuka.
Namja yang kini sudah berstatus
sebagai ayah itu sedikit tercengang melihat sepasang sepatu yang tidak
dikenalnya sudah tersusun rapi di rak sepatu yang berada tepat di depan pintu
masuk apartemen. Ada orang lain di apartemennya?
“Soon
Hee-ya?” ucapnya setengah berteriak memanggil nama adiknya.
Yaah,
mungkin saja Soon Hee sedang berkunjung ke apartemennya.
“Soon
Hee? Kim Soon––”
Ucapan
Jong Woon terputus, suaranya seakan lenyap saat matanya bertemu dengan mata
yang sama dengan yang Hyejin miliki. Sorot mata yang cukup tegas, namun bisa
menyejukkan hati pria itu.
“Kau…?”
ucap Jong Woon, hampir seperti bisikan.
Akal
sehatnya masih belum bisa menerima dengan apa yang ada di hadapannya. Oh,
mungkin bukan ‘apa’ tapi ‘siapa’. Siapa yang sedang berdiri di hadapannya.
Sekali
lagi, Jong Woon merasa oksigen yang ia hirup masih kurang untuk memenuhi
paru-parunya. Jantungnya kembali berpacu cepat dan nafasnya terhembus dengan
cepat. Ia segera mendapatkan kesadarannya kembali saat sebelah tangannya hampir
melemas sehingga membuat Hyejin yang masih berada dalam gendongannya jatuh.
Apa
ini ilusi?
~** ** ** ** **
**~
[Flashback]
Seorang
dokter muda sedang memeriksa seorang yeoja
yang selama dua bulan terakhir tidak sadarkan diri. Tapi kini kedua kelopak
mata yeoja itu sudah terbuka dengan
sempurna. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan yang tidak
besar itu, sementara membiarkan dokter itu memeriksa keadaannya.
“Keadaanmu
sudah pulih,” ujar dokter itu sambil mengemaskan peralatan medisnya. “Dokter
Park.”
Yeoja itu menatap dokter yang ada di
depannya dengan tatapan penuh tanda tanya.
“Park?”
ucapnya. “Aku dokter?”
Dokter
itu mengangguk. Lalu ia mengeluarkan sesuatu dari saku bajunya dan
memberikannya pada yeoja itu.
“Namamu
Park Hye Mi. Kau tinggal di Seoul dan benar, kau adalah seorang dokter,”
ujarnya, sementara yeoja itu masih
mengamati sebuah kartu pengenal yang ada di tangannya.
“Aku
Park Hye Mi…?” ucapnya sembari melemparkan tatapan yang sama pada dokter itu.
Dokter
itu mengulas senyumnya. “Sebentar lagi ingatanmu akan pulih. Tenanglah, kau
akan segera mengingat semuanya.”
Dokter
itu hendak melangkah keluar ruangan saat yeoja
itu memanggil namanya.
“Dokter…
Shin,” panggilnya sedikit menggantung karena harus melihat name tag yang tergantung di kantong kemeja dokter itu dulu. “Terima
kasih,” lanjutnya.
Dokter
bermarga Shin itu kembali mengulas senyumnya, mengisyaratkan kata ‘sama-sama’
pada yeoja bernama Park Hye Mi itu.
Lalu melanjutkan langkahnya keluar dari ruangan itu.
~** ** ** ** **
**~
Yeoja dengan tubuh yang berbalut
piyama putih itu duduk di sisi tempat tidur, menatap jalanan sepi melalui
jendela. Jalanan itu selalu sepi, tak heran karena tempat di mana ia berada
sekarang merupakan daerah terpencil yang jauh dari Seoul.
Wajahnya
masih tetap tanpa ekspresi sementara angin pagi hari menerpa wajahnya.
Pikirannya kembali penuh dengan ingatan-ingatan yang kembali ke dalam
memorinya, namun terlihat samar. Ia harus memutar otaknya, mencoba
mengingat-ingat kembali apa saja yang sudah terjadi dalam hidupnya sebelum hari
ini dan apa yang menjadi penyebabnya berada di sini.
Ia
kembali menggenggam kartu pengenal yang kemarin dokter Shin berikan padanya.
Sekali lagi, ia membaca tulisan-tulisan yang tertera di sana.
“Park
Hye Mi,” gumamnya membaca tulisan yang tersusun rapi pada kartu itu. “Tempat
tinggal… Seoul…”
Ia
menghembuskan nafasnya perlahan, lalu kembali melanjutkan tulisan yang sedikit
banyak membuat pikirannya lelah. “Status… menikah.”
~** ** ** ** **
**~
“Kapan kau
kembali?”
“Apa… yang
kaubicarakan? Aku tidak mengerti.”
“Aku sudah cukup
kehilanganmu, Hyemi-ah… Kapan kau akan mengakhiri penantianku ini?”
“Kau…?”
“Apa aku melakukan
kesalahan tanpa kusadari, hingga kau meninggalkanku seperti ini?”
“Mwoya? Salah? Kau
tidak pernah melakukan kesalahan apapun padaku.”
“Lalu, sampai
kapan lagi aku harus menunggumu? Apa sampai nyawa tak lagi bersarang dalam
ragaku?”
“Bicara apa kau?”
“Aku merindukanmu,
Hyemi-ah. Jeongmal bogoshipo…”
“Aku…”
“Ingat. Aku, Kim
Jong Woon, akan selalu menantimu sampai kapanpun. Walaupun sampai waktuku
tiba.”
** ** ** **
Hyemi
terbangun dengan nafasnya yang memburu dan degup jantung yang berdetak cepat.
Ia meneliti seluruh penjuru ruangan. Kulit putihnya kini sudah bersimbah
keringat dingin yang terus keluar dari pori-pori kulitnya.
Kini
pikirannya sudah penuh akan memori yang pernah hilang dalam ingatannya.
Ia
mengingat semuanya. Semuanya, termasuk orang yang paling mempengaruhi hidupnya,
Kim Jong Woon.
“Dokter
Shin!” serunya saat pintu ruangan itu terbuka.
“Ne, ada apa, Hyemi-ssi?” tanya seorang dokter yang masih mengenakan kacamata.
“Aku…
aku memutuskan untuk pulang ke Seoul besok pagi.”
~** ** ** ** **
**~
Someone
is back…
“Apa
kabar, Dokter Han?” sapa seorang yeoja
dengan senyuman yang sudah tersungging di bibirnya.
Dokter
yang disapanya itu mengerjapkan matanya berkali-kali, hingga akhirnya
tenggorokannya yang terasa tercekat berhasil mengeluarkan suara.
“Dokter
Park… Kau…?” ucap dokter Han tergagap, seakan tak percaya dengan apa yang
sedang ia lihat.
“Ini
aku, Dokter Han,” ujar yeoja itu
seraya melangkah maju dan duduk di kursi yang ada di hadapan dokter Han. “Aku
sudah kembali,” ucapnya masih dengan senyuman yang sama.
“Astaga!”
seru dokter Han sambil memukul pelan meja kerjanya. “Ke mana saja kau, Park Hye
Mi? Apa kau tahu kami sudah mengerahkan tim untuk mencarimu? Tapi hasilnya
nihil!” tanyanya dengan raut wajah yang menuntut jawaban.
“Dokter
Han, bukan kemauanku untuk menghilang selama ini,” ujar Hyemi, bukan dengan
jawaban yang dokter Han inginkan.
“Lalu
kenapa kau tidak langsung pulang, heh? Kau tidak tahu suamimu sudah seperti
orang gila! Ia terus mendesakku dengan pertanyaan yang sama; ‘di mana istriku?’
Aku juga hampir gila karena kau baru muncul sekarang,” ujar dokter Han,
menghujani Hyemi dengan kata-kata. “Kenapa kau malah datang ke rumah sakit?”
tanyanya.
“Aku
ingin mengambil barang-barang yang sempat kutinggal di sini. Dan aku yakin, kau
pasti menyimpannya,” jawab Hyemi tanpa menghapus senyumannya sesenti pun.
Dokter
Han mengeluarkan bungkusan dari laci meja kerjanya dan memberikannya pada
Hyemi.
“Cepatlah
pulang! Jangan membuat suamimu menunggu lebih lama lagi,” ujarnya tanpa kesan
mengusir.
“Arraseo. Gomawo, Dokter Han!”
[Flashback end]
~** ** ** ** **
**~
“Kau…?”
ucap Jong Woon, hampir seperti bisikan.
Apa
ini ilusi?
“Hei,
aku bukan hantu,” ujar Hyemi sambil memamerkan senyum meledek pada suaminya
itu.
Jong
Woon masih terpaku dengan apa yang dilihatnya hingga Hyemi berdiri tepat di hadapannya,
hendak mengambil Hyejin yang ada di dalam gendongan Jong Woon.
“Apa
kau sudah melupakan Eomma?” ucapnya
pada Hyejin saat anak itu sudah berada dalam gendongannya.
Hyejin
tidak menjawab, hanya menggumam tak jelas khas anak kecil.
Merasa
ada yang janggal, Hyemi berbalik dan menatap suaminya penuh tanya.
“Kenapa
masih di situ? Kau tidak mau mengganti bajumu? Kau mau jatuh sakit dan
membuatku kerepotan, huh?” tanyanya dengan nada tinggi, sikap khas yang selalu
ia tunjukkan pada Jong Woon.
“Kau…
Kau benar-benar istriku?” tanya Jong Woon. Ia tahu pertanyaan yang ia lemparkan
terdengar sangat konyol, tapi ia butuh penegasan untuk saat ini.
“Selama
aku belum menandatangani surat cerai, aku masih istrimu. Benar, kan?”
Lagi-lagi
buliran air mata jatuh di pipi Jong Woon, membuat tubuhnya terasa lemas.
“Yaak,
Oppa! Apa selama aku tidak ada kau
sudah berubah menjadi namja cengeng?”
tanyanya masih dengan nada meledek seraya menghapus air mata Jong Woon dengan
sebelah tangannya. “Aku sudah kembali. Apa lagi yang kau tangiskan?”
“Kenapa
kau baru kembali sekarang?” tanya Jong Woon masih dengan isakan, membuatnya
terlihat begitu lemah di depan Hyemi.
“Jadi
kau tidak suka aku kembali sekarang? Kau mau aku kembali beberapa bulan lagi?”
tanya Hyemi sambil berbalik dan melangkah menuju kamar Hyejin. Namun dengan
cepat Jong Woon mengunci tubuh istrinya itu, seakan tidak ingin melepaskannya
lagi.
“Aku
merindukanmu…” ucap Jong Woon lirih, tepat di telinga Hyemi. “Aku sangat
merindukanmu.”
“Aku
tahu,” sahut Hyemi seraya melepaskan tangan suaminya yang memeluknya dari
belakang.
“Berjanjilah
padaku, jangan pernah meninggalkanku lagi.”
“Arraseo, aku tidak akan meninggalkanmu
lagi.”
Hyemi
berbalik, lalu melanjutkan langkahnya ke kamar Hyejin yang sempat ditahan Jong
Woon. Jong Woon menatap punggung istrinya itu tanpa berkedip, seakan yeoja itu akan menghilang lagi seperti
ilusinya jika ia mengalihkan pandangannya sebentar.
“Oppa.” Hyemi berbalik dan menatap Jong
Woon yang masih berdiri di tempatnya. “Cepat ganti bajumu. Jangan sampai kau
sakit.”
-END-
Fuuuuhh….
Akhirnya selesai juga! Priwiiit~~! xD
Aiisshh…
Sumpah lega banget pas FF ini selesai :D
Kenapa
saya bikin sequelnya? Karena saya kangen sama couple ini. *lirik orang yang
lagi senyum-senyum gaje di pojokan* wkwkwk xD
Tapi
bener loh, saya kangen buat nulis cerita tentang Jong Woon-Hyemi.
Mungkin
setelah ini saya bakal ada ide lagi buat nulis I’m Sorry Oppa after story
lainnya.
Oh
ya, jeongmal gomawo buat reader yang
masih setia sama cerita Jong Woon-Hyemi yaaa!
C
U~! *cium satu-satu* kkkk xD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar