Jumat, 13 Juli 2012

BACK [Part 2 of 2]





Title   : BACK [Part 2 of 2]
     [I’m Sorry Oppa After Story]

Author: Ifa Raneza

Cast   : Yesung (Kim Jong Woon) , Park Hye Mi

Genre : Romance, Family, Marriage Life

Edited by : Hyunnie




“Bohong kalau kukatakan aku baik-baik saja.
Karena pada kenyataannya, aku sakit karena harus menunggumu selama ini.
Berapa lama lagi aku harus menunggumu?
Satu tahun, dua tahun, tiga tahun?
Atau sampai nyawa tak lagi berada dalam tubuhku?”



~** ** ** ** ** **~



Jong Woon melangkah masuk ke dalam apartemennya dengan membawa beberapa bungkus makanan. Ia melirik jam dinding yang tergantung di ruang tengah. Pukul 9.00 malam. Tidak heran jika apartemennya sudah gelap sekarang, mungkin mertua dan anaknya sudah tidur.

Ia masuk ke dapur dan menyimpan makanan yang ia bawa ke dalam kulkas. Lalu ia mengeluarkan sebotol minuman dingin dari sana dan meneguknya. Ia terdiam sebentar, mencoba menghilangkan rasa lelah yang sekarang menyerang tubuhnya.

Pandangannya terpaku pada wastafel yang ada di hadapannya. Ia melihat sesosok yeoja sedang mencuci peralatan masak di sana. Walau Jong Woon hanya bisa menatap punggungnya, tapi ia tahu siapa yeoja itu.

Jong Woon terpaku di tempatnya selama beberapa menit, sampai akhirnya sosok itu perlahan menghilang bagai debu. Pria itu menggeleng-gelengkan kepalanya cepat, mencoba mengumpulkan kesadarannya kembali. Ia berbalik dan menyimpan botol yang ada di tangannya ke dalam kulkas.

Lagi-lagi Jong Woon terpaku dengan apa yang ia lihat saat tubuhnya berbalik, hendak melangkah ke dalam kamarnya. Lagi, sosok itu kembali muncul tepat di hadapannya. Tidak seperti ilusinya yang sebelumnya, sosok ini terlihat begitu nyata. Ia bisa memerhatikan lekuk-lekuk wajah sosok itu. Ia sangat mengenalnya.

Jong Woon merasa dadanya kembali terhimpit, sesak. Dadanya naik turun karena nafasnya yang tak beraturan, masih tidak percaya dengan apa yang ada di hadapannya sekarang. Sosok yeoja itu menatapnya dalam dengan sorot mata yang sulit untuk diartikan dan wajahnya sama sekali tidak menyiratkan perasaannya sedikitpun. Wajahnya dingin, tanpa ekspresi.

Lalu, ia melihat bibir sosok yang berdiri di hadapannya itu sedikit bergerak, menggumamkan satu kata, “Oppa…”

Hati pria itu terasa semakin teriris-iris mendengar suara yang memanggilnya lirih.

“Hyemi…” panggilnya, berharap sosok itu menyahut dan menandakan apa yang ia lihat sekarang bukanlah sekedar ilusi. Tangannya tergerak ke arah sosok itu, mencoba menggapainya, memeluknya. “Yeobo…” panggilnya lagi, bersamaan dengan sebulir cairan bening yang menuruni pipinya.

Saat tangan Jong Woon sudah hampir menyentuh sisi wajah yeoja itu, sosoknya kembali menghilang bagai debu. Menandakan apa yang Jong Woon lihat lagi-lagi hanya sebuah ilusi.

Pria itu mengepalkan tangannya yang sudah terangkat. Ia menundukkan kepalanya, memejamkan kedua matanya rapat. Sekali lagi, namja itu mencoba menekan rasa sakit yang menerjang perasaannya. Dan lagi-lagi usahanya gagal, ia merasa semakin sakit.

Entah apa yang terjadi, Jong Woon sudah mendapati kedua lututnya sudah menyentuh lantai. Seluruh badannya melemas, seakan tenaganya ikut menghilang bersama dengan sosok yeoja yang muncul di hadapannya tadi.

“Hyemi… Hyemi…”

Bibirnya terus menggumamkan satu kata, memanggil-manggil nama sosok yang selalu muncul dan menghilang dalam pikirannya. Ia memukul-mukul pelan dadanya yang sudah mati rasa akan perasaan lain selain rasa sakit. Sepi… tidak suara lain yang bisa ia dengar selain detak jantung dan isakannya sendiri.

Oppa…”

Ia mengangkat wajahnya, menatap orang yang baru saja memanggilnya.

“Kau kenapa? Gwaenchanayo?!” tanya orang itu sambil melangkahkan kakinya cepat, menghampiri Jong Woon yang masih terduduk di lantai dapur.

“Soon Hee-ah, kenapa kau masih di sini?” tanya Jong Woon saat adiknya itu sudah berdiri tepat di hadapannya.

“Ponselku ketinggalan,” jawabnya. “Oppa, kau kenapa?”

Jong Woon hanya menggeleng seraya bangkit dan berjalan dengan langkah gontai ke arah kamarnya.

Namja itu membuka jaketnya dan menggantungnya di dalam lemari pakaian. Jong Woon terdiam menatap pakaian wanita yang tergantung di dalam sana, pakaian yang sering istrinya gunakan untuk bekerja.

Perlahan tangan kanannya tergerak untuk menyentuh pakaian yang ada di depannya itu, lalu lama kelamaan tangannya mengepal kuat, menggenggamnya. Kemudian Jong Woon meremas kuat pakaian putih itu dengan kedua tangannya dan membenamkan wajahnya di sana, menghirup aroma yang istrinya tinggalkan.

Lagi, tangis Jong Woon pecah hingga membuat pakaian itu basah akibat air matanya yang sudah membanjiri wajahnya. Di sela isakan tangisnya yang tidak akan mengganggu tidur mertua dan anaknya itu, ia mulai menggumamkan kalimatnya.

“Hyemi-ah…” ucapnya. “Kenapa kau meninggalkanku seperti ini? Apa aku melakukan kesalahan yang tidak kusadari?”

Pria itu terus melakukan monolog di sela-sela tangisnya dan tidak menghiraukan jarum jam yang terus berputar. Ia terus menangis, berharap orang yang ia rindukan akan segera memeluknya dari belakang dan berkata ‘aku kembali’.

“Hyemi, apa selama ini kau menangis di balik tawamu… karenaku?”

“Hyemi, aku janji tidak akan membuatmu kesal atau marah lagi. Aku janji akan membereskan barang-barangku setiap pulang kerja. Aku janji tidak akan membuat rumah kita ini berantakan lagi. Aku janji akan menjaga Hyejin kalau kau terlambat pulang dari rumah sakit. Aku janji… Aku janji…”

Suara Jong Woon semakin lirih. Ia bahkan tidak punya tenaga lagi untuk sekedar berbicara. Ia merasa tidak bisa mengeluarkan suaranya untuk hal lain selain menyebut nama Park Hye Mi.

Ia menunjukkan kelemahannya sekarang. Kelemahan yang tidak ia tunjukkan pada orang lain. Di saat ia sendiri seperti ini, ia akan mengeluarkan sesak yang ia rasakan selama hampir dua bulan ini. Sesak karena merindukan orang yang tak kunjung datang itu, Park Hye Mi.

Harapan. Ia bahkan tidak yakin apa harapan itu masih tersimpan rapi di dalam hatinya. Entahlah… tapi sampai detik ini, Jong Woon masih mengharapkan yeoja itu akan kembali dan melengkapi kepingan hatinya yang hilang.


~** ** ** ** ** **~


“Astaga, rambutmu kenapa, Oppa?”

Jong Woon mengerjapkan matanya menatap seorang yeoja dengan tampang terkejutnya memerhatikan rambut namja yang ada di hadapannya.

“Hehehe…” Namja itu terkekeh menanggapi keterkejutan istrinya sambil menggaruk-garuk kepalanya yang sama sekali tidak gatal. “Bagaimana? Bagus kan?”

“Bagus apanya? Kenapa rambutmu jadi merah begitu?” tanya yeoja itu.

“Aku mengecat rambutku. Sudah lama aku tidak mengganti model rambut.”

“Aiissh… wajahmu jadi aneh.”

“Aneh? Bukankah aku ini tampan?”

Yeoja itu tampak mendengus dan melipat kedua tangannya di depan dada dan namja tadi memeluknya, berusaha membujuk istrinya itu agar tidak marah padanya.

Jong Woon hanya terdiam, tidak mengeluarkan suaranya sedikit pun melihat dua orang yang sangat ia kenal di depannya. Orang itu, dirinya sendiri dan Park Hye Mi di waktu yang lalu.

Perlahan pandangan Jong Woon menjadi buram. Yeoja dan namja yang ia lihat lama kelamaan menghilang. Samar-samar kedua telinganya menangkap sebuah suara. Ia berbalik dan mendapati adegan-adegan yang pernah ia dan Hyemi alami bagaikan slideshow.

Jong Woon melihat dirinya datang membawa sebuket bunga saat kelulusan Hyemi.
Jong Woon melihat mereka mengucapkan janji setia di depan altar.
Jong Woon melihat mereka berpelukan, senang karena diberi hadiah dari Tuhan.
Jong Woon melihat dirinya mengelus perut istrinya yang sudah membesar itu.
Jong Woon melihat Hyemi mengerang kesakitan sambil memegangi perutnya.
Jong Woon melihat dirinya tersenyum menatap buntalan kecil yang ada di dalam gendongannya.
Jong Woon melihat anak mereka belajar berjalan sampai akhirnya bisa berlari.
Jong Woon melihat Hyemi menyuapi anak mereka.
Jong Woon melihat Hyemi membacakan buku dongeng atau sekedar bernyanyi agar anak mereka tertidur.
Jong Woon melihat perdebatan kecil di antara mereka hanya karena masalah sepele.

Jong Woon  melihatnya, ia melihat semua itu. Tak satupun yang ia lewatkan.

Ia kembali memegangi dadanya. Tubuhnya sudah mati rasa sekarang. Ia tidak lagi bisa merasakan perasaan lain selain rasa sakit yang terus menerus menghujam hatinya.
‘Kenapa, Tuhan? Kenapa Kau buat kehidupanku seperti ini?’
Jong Woon sudah merasa dirinya benar-benar gila sekarang. Ia tidak tahu harus menyalahkan siapa atas takdir yang ia terima saat ini. Menyalahkan Tuhan? Apa dia sanggup melakukan itu? Tidak. Sedikitpun ia tidak bisa menyalahkan Tuhan.

Tiba-tiba pria itu merasa tubuhnya menjadi ringan. Serasa melayang, tubuhnya terhempas jauh ke dasar yang sangat gelap. Gelap, sunyi. Itulah yang ia rasakan. Ada satu pertanyaan yang muncul dalam pikirannya. Kapan kepingan hatinya kembali utuh?


~** ** ** ** ** **~


Namja itu membuka matanya perlahan saat merasa sesuatu yang hangat menjalar di tubuhnya. Apa mungkin itu ‘dia’?

Dengan cepat namja itu bangun dan mengubah posisinya menjadi duduk. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar. Tidak ada siapapun selain dirinya di sana. Ia menghela napasnya panjang dan menarik ujung bibirnya ke satu arah, tersenyum miris, seolah menertawakan nasibnya saat ini.

Sekali lagi ia kehilangan kepingan hatinya setelah beberapa tahun silam.
Jong Woon memegangi dadanya dan meremas bajunya, melakukan usaha yang sama saat perih menghujani hatinya. Ia tidak akan menyangkal jika orang-orang menyebutnya bodoh, karena memang seperti itulah dirinya sekarang. Ia tahu usahanya itu hanya sia-sia, tapi ia tetap melakukannya. Ia tetap mencoba menekan rasa sakit yang menjalar ke dalam dadanya.

Jong Woon teringat saat dirinya kehilangan Park Hye Mi beberapa tahun yang lalu, karena yeoja itu memilih untuk bertunangan dengan namja lain. Tapi kini ia benar-benar merasa kehilangan yeoja itu. Yeoja itu hilang bak ditelan bumi, tanpa jejak.

Ia pun teringat dengan janjinya yang ia buat saat mereka baru saja menjalin hubungan.
Janji itu, janji yang selalu ia pegang agar Hyemi tidak meninggalkannya. Janji bahwa Jong Woon akan membuat Hyemi mencintainya. Dan sekarang, janji itu sudah terpenuhi.
Lagi-lagi Jong Woon merasakan matanya memanas dan dadanya semakin bergemuruh.

“Apa karena janji itu sudah kupenuhi, kau meninggalkanku seperti, Hyemi-ah…?” ucapnya lirih. “Apa aku kurang pantas untuk menjadi orang yang berhak menjagamu ?”

“Jong Woon-ah.”

Jong Woon menoleh ke sumber suara. Mertuanya.

Ne, Ommonim? Ada apa?” tanya Jong Woon, mencoba menarik segaris lengkung pada bibirnya.

“Sudah seminggu aku di sini. Aku rasa aku harus pulang. Tidak ada yang menjaga rumah,” ucap nyonya Park sambil melangkah maju, menghampiri Jong Woon. “Wae, Jong Woon? Ada yang sedang kaupikirkan?”

Jong Woon menggeleng pelan, mencoba membohongi mertuanya itu.

“Hyemi lagi?” tebak Nyonya Park.

Jong Woon diam, ia tidak menjawab pertanyaan Nyonya Park yang tepat mengenai sasaran itu.

“Ngg… Ommonim,” kata Jong Woon seraya bangkit dari duduknya. “Mungkin aku harus bersiap-siap untuk mengantarmu pulang sekarang. Tapi sebelumnya kita harus mengajak Hyejin jalan-jalan. Bukankah hari ini hari Minggu?” lanjutnya sambil tersenyum simpul pada mertuanya itu.

Nyonya Park menghela napas mendengar ucapan Jong Woon yang bukan jawaban yang ia inginkan. Ia menarik sudut-sudut bibirnya hingga membentuk seulas senyuman.
Ne, bersiap-siaplah.”


~** ** ** ** ** **~


Dark


[Park Hye Mi POV]


Gelap. Hanya itu yang bisa kulihat. Tidak ada cahaya yang masuk ke dalam mataku dan suaraku sama sekali tidak bisa keluar. Tenagaku terlalu lemah untuk bisa menggerakan jemari atau sekedar membuka mata.

Sakit tak lagi menerjang tubuhku, tapi batinku. Batinku sakit sekarang. Sakit karena terus bertanya-tanya tanpa ada yang menjawab. Siapa aku? Di mana keluargaku? Dan lagi… apa nyawa masih bersarang dalam ragaku? Apa aku masih menghirup oksigen di bumi?

“Hyemi-ah…”

Tiba-tiba sesosok namja sudah berdiri di hadapanku, menatapku dalam dengan tatapan sendu yang cukup bisa mengiris hatiku. Aku sama sekali tidak ingat sosok namja ini. Tapi wajahnya tampak tidak asing bagiku. Siapa dia?

“Hyemi-ah…”

Dia terus mengucapkan nama itu dengan nada bicara yang semakin melirih. Apa dia sedang memanggil namaku?

Kulihat bibir namja itu sedikit bergerak, menggumamkan sesuatu.

Bogoshipo…”

Seperti tersengat listrik, aliran darahku serasa terhenti saat mendengar ucapannya. Hanya satu kata, namun memiliki makna yang begitu dalam, dan berhasil membuat jantungku berpacu cepat.

Entah dorongan dari mana, tanpa sempat kucerna terlebih dahulu, bibirku menggumamkan sesuatu di luar kendaliku.
Nado bogoshipo… Jong Woon-oppa…”


** ** ** **

[Author POV]


Seorang dokter muda masuk ke dalam sebuah kamar kecil dengan seorang yeoja yang terbaring lemah di atas tempat tidur. Kedua matanya tertutup rapat, sama seperti dua bulan terakhir.

“Bagaimana keadaannya?” tanyanya pada seorang perawat yang sedang memeriksa keadaan yeoja itu.

“Semakin membaik,” jawab perawat itu. “Tapi aku masih bingung kenapa dia belum juga sadar,” ujarnya sambil memandangi yeoja yang masih tak sadarkan diri itu dengan tatapan putus asa.

Yeobo-ya,” panggil dokter muda itu. “Kau sudah memeriksa barang-barangnya? Apa ada sesuatu yang bisa menunjukkan identitasnya?” tanyanya.

Perawat itu beranjak dari duduknya dan melangkah menuju sebuah lemari. Ia mengeluarkan sebuah kartu pengenal dan menyodorkannya pada dokter muda tadi.

“Dia seorang dokter dari Seoul,” ujar perawat itu.

“Park Hye Mi?” gumam dokter itu sambil memerhatikan benda yang perawat itu sodorkan.

Ne, namanya Park Hye Mi. Hanya itu yang bisa kutemukan.”


~** ** ** ** ** **~


Pria berambut kemerahan itu keluar dari sebuah gedung dengan berlari-lari kecil menuju mobilnya yang sudah terparkir sempurna di lapangan parkir. Titik-titik hujan yang mulai turun membasahi bumi tempatnya berpijak membuat rasa cemasnya menjadi-jadi.

Ia mempercepat langkahnya menuju mobil. Dan pada saat tangan kanannya hendak membuka pintu mobil, indera penglihatannya kembali menangkap sosok yang selalu menghantui pikirannya. Ia terpaku dengan apa yang dilihatnya dengan jantung yang berpacu cepat dan nafas yang memburu.

Sosok itu berdiri jauh di seberang jalan dan tidak membalas tatapan Jong Woon. Ia terus berjalan dengan langkah lebar ke satu arah, menandakan dirinya sedang terburu-buru.

Perlahan sosok itu menjauh, sampai akhirnya menghilang dari pandangan Jong Woon. Sosok itu berbaur dengan pejalan kaki lainnya yang sudah berhambur karena hujan yang semakin deras.

Sadar sosok itu sudah menghilang, Jong Woon menghela napasnya berat, lalu menarik sudut-sudut bibirnya ke atas, membuat garis lengkungan itu muncul kembali di bibirnya. Miris, itulah yang dirasakannya saat ini. Ilusi tadi terasa sangat nyata di matanya.

Apa yang dilihatnya tadi begitu terasa jelas, membuat oksigen yang ia hirup masuk ke dalam paru-parunya menjadi sangat menyesakkan. Karena ia dihadapkan dengan penglihatannya yang menangkap sesosok yeoja yang sampai detik ini belum juga kembali. Dan pada saat ia menganggap sosok itu nyata, ia harus kembali menelan pil pahit karena lagi-lagi sosok itu hilang dari pandangannya, seolah menandakan bahwa sosok itu hanyalah ilusi.


~** ** ** ** ** **~



Seorang yeoja berjalan dengan langkah lebar dan terburu-buru, menyeruak di antara pejalan kaki lainnya yang sudah berhambur karena titik-titik hujan yang sudah mulai turun membasahi jalanan kota Seoul. Ada satu tempat yang sangat ingin ia datangi saat ini. Tempat yang selama ini menaungi keluarga kecilnya. Namun bukan tempat itu yang harus pertama kali ia tuju saat ini. Ia harus mengurusi urusan pentingnya, namun tak lebih penting dari tempat yang ia rindukan itu.

Dirasakannya titik-titik air yang turun membasahi kulitnya semakin cepat menghujani jalanan, membuat langkah lebarnya harus berubah menjadi berlari. Ia berlari secepat yang ia bisa untuk menghindari hujan yang sebentar lagi akan semakin deras.

Akhirnya kedua kakinya menapak di sebuah gedung dengan nuansa putih yang selama beberapa tahun terakhir menjadi tempatnya membanting tulang.

Yeoja itu, tanpa memerdulikan tatapan perawat lain yang menatapnya takjub bercampur terkejut, terus melangkahkan kakinya yakin ke dalam suatu ruangan yang sudah ia hapal letaknya.

Seorang pria paruh baya yang ada di dalam ruangan itu mengangkat kepalanya, menatap yeoja itu dengan tatapan yang sama seperti orang-orang tadi––takjub bercampur terkejut.

“Apa kabar, Dokter Han?” sapa yeoja itu dengan senyuman yang sudah tersungging di bibirnya.

Dokter yang disapanya itu mengerjapkan matanya berkali-kali, hingga akhirnya tenggorokannya yang terasa tercekat berhasil mengeluarkan suara.

“Dokter Park… Kau…?” ucap dokter Han tergagap, seakan tak percaya dengan apa yang sedang ia lihat.

“Ini aku, Dokter Han,” ujar yeoja itu seraya melangkah maju dan duduk di kursi yang ada di hadapan dokter Han. “Aku sudah kembali.”


~** ** ** ** ** **~


Jong Woon berlari-lari kecil saat pintu lift terbuka, menuju apartemennya dengan seorang gadis kecil yang berada di dalam gendongannya. Hujan di luar cukup deras hingga membuatnya menggigil kedinginan. Tapi ia juga yakin, bukan hanya dirinya yang kedinginan saat ini. Hyejin––anaknya––juga pasti kedinginan. Terlihat dari tubuh mungilnya yang sedikit bergetar dalam gendongan Jong Woon.

“Putri appa kedinginan, hm?” ucapnya seraya mengecup singkat pipi putih anaknya yang sudah dingin itu. Jong Woon merapatkan jaket yang Hyejin kenakan dengan maksud agar putri kecilnya itu tidak semakin kedinginan.

Ia mempercepat langkahnya dan akhirnya tiba di depan pintu apartemennya. Setelah dengan susah payah memasukkan kombinasi angka-angka yang menjadi password apartemennya, pintu apartemen itu terbuka.

Namja yang kini sudah berstatus sebagai ayah itu sedikit tercengang melihat sepasang sepatu yang tidak dikenalnya sudah tersusun rapi di rak sepatu yang berada tepat di depan pintu masuk apartemen. Ada orang lain di apartemennya?

“Soon Hee-ya?” ucapnya setengah berteriak memanggil nama adiknya.

Yaah, mungkin saja Soon Hee sedang berkunjung ke apartemennya.

“Soon Hee? Kim Soon––”

Ucapan Jong Woon terputus, suaranya seakan lenyap saat matanya bertemu dengan mata yang sama dengan yang Hyejin miliki. Sorot mata yang cukup tegas, namun bisa menyejukkan hati pria itu.

“Kau…?” ucap Jong Woon, hampir seperti bisikan.

Akal sehatnya masih belum bisa menerima dengan apa yang ada di hadapannya. Oh, mungkin bukan ‘apa’ tapi ‘siapa’. Siapa yang sedang berdiri di hadapannya.

Sekali lagi, Jong Woon merasa oksigen yang ia hirup masih kurang untuk memenuhi paru-parunya. Jantungnya kembali berpacu cepat dan nafasnya terhembus dengan cepat. Ia segera mendapatkan kesadarannya kembali saat sebelah tangannya hampir melemas sehingga membuat Hyejin yang masih berada dalam gendongannya jatuh.

Apa ini ilusi?


~** ** ** ** ** **~


[Flashback]


Seorang dokter muda sedang memeriksa seorang yeoja yang selama dua bulan terakhir tidak sadarkan diri. Tapi kini kedua kelopak mata yeoja itu sudah terbuka dengan sempurna. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan yang tidak besar itu, sementara membiarkan dokter itu memeriksa keadaannya.

“Keadaanmu sudah pulih,” ujar dokter itu sambil mengemaskan peralatan medisnya. “Dokter Park.”

Yeoja itu menatap dokter yang ada di depannya dengan tatapan penuh tanda tanya.
“Park?” ucapnya. “Aku dokter?”

Dokter itu mengangguk. Lalu ia mengeluarkan sesuatu dari saku bajunya dan memberikannya pada yeoja itu.

“Namamu Park Hye Mi. Kau tinggal di Seoul dan benar, kau adalah seorang dokter,” ujarnya, sementara yeoja itu masih mengamati sebuah kartu pengenal yang ada di tangannya.

“Aku Park Hye Mi…?” ucapnya sembari melemparkan tatapan yang sama pada dokter itu.

Dokter itu mengulas senyumnya. “Sebentar lagi ingatanmu akan pulih. Tenanglah, kau akan segera mengingat semuanya.”

Dokter itu hendak melangkah keluar ruangan saat yeoja itu memanggil namanya.

“Dokter… Shin,” panggilnya sedikit menggantung karena harus melihat name tag yang tergantung di kantong kemeja dokter itu dulu. “Terima kasih,” lanjutnya.

Dokter bermarga Shin itu kembali mengulas senyumnya, mengisyaratkan kata ‘sama-sama’ pada yeoja bernama Park Hye Mi itu. Lalu melanjutkan langkahnya keluar dari ruangan itu.


~** ** ** ** ** **~


Yeoja dengan tubuh yang berbalut piyama putih itu duduk di sisi tempat tidur, menatap jalanan sepi melalui jendela. Jalanan itu selalu sepi, tak heran karena tempat di mana ia berada sekarang merupakan daerah terpencil yang jauh dari Seoul.

Wajahnya masih tetap tanpa ekspresi sementara angin pagi hari menerpa wajahnya. Pikirannya kembali penuh dengan ingatan-ingatan yang kembali ke dalam memorinya, namun terlihat samar. Ia harus memutar otaknya, mencoba mengingat-ingat kembali apa saja yang sudah terjadi dalam hidupnya sebelum hari ini dan apa yang menjadi penyebabnya berada di sini.

Ia kembali menggenggam kartu pengenal yang kemarin dokter Shin berikan padanya. Sekali lagi, ia membaca tulisan-tulisan yang tertera di sana.

“Park Hye Mi,” gumamnya membaca tulisan yang tersusun rapi pada kartu itu. “Tempat tinggal… Seoul…”

Ia menghembuskan nafasnya perlahan, lalu kembali melanjutkan tulisan yang sedikit banyak membuat pikirannya lelah. “Status… menikah.”


~** ** ** ** ** **~


“Kapan kau kembali?”

“Apa… yang kaubicarakan? Aku tidak mengerti.”

“Aku sudah cukup kehilanganmu, Hyemi-ah… Kapan kau akan mengakhiri penantianku ini?”

“Kau…?”

“Apa aku melakukan kesalahan tanpa kusadari, hingga kau meninggalkanku seperti ini?”

“Mwoya? Salah? Kau tidak pernah melakukan kesalahan apapun padaku.”

“Lalu, sampai kapan lagi aku harus menunggumu? Apa sampai nyawa tak lagi bersarang dalam ragaku?”

“Bicara apa kau?”

“Aku merindukanmu, Hyemi-ah. Jeongmal bogoshipo…”

“Aku…”

“Ingat. Aku, Kim Jong Woon, akan selalu menantimu sampai kapanpun. Walaupun sampai waktuku tiba.”

** ** ** **

Hyemi terbangun dengan nafasnya yang memburu dan degup jantung yang berdetak cepat. Ia meneliti seluruh penjuru ruangan. Kulit putihnya kini sudah bersimbah keringat dingin yang terus keluar dari pori-pori kulitnya.

Kini pikirannya sudah penuh akan memori yang pernah hilang dalam ingatannya.
Ia mengingat semuanya. Semuanya, termasuk orang yang paling mempengaruhi hidupnya, Kim Jong Woon.

“Dokter Shin!” serunya saat pintu ruangan itu terbuka.

Ne, ada apa, Hyemi-ssi?” tanya seorang dokter yang masih mengenakan kacamata.

“Aku… aku memutuskan untuk pulang ke Seoul besok pagi.”


~** ** ** ** ** **~


Someone is back…


“Apa kabar, Dokter Han?” sapa seorang yeoja dengan senyuman yang sudah tersungging di bibirnya.

Dokter yang disapanya itu mengerjapkan matanya berkali-kali, hingga akhirnya tenggorokannya yang terasa tercekat berhasil mengeluarkan suara.

“Dokter Park… Kau…?” ucap dokter Han tergagap, seakan tak percaya dengan apa yang sedang ia lihat.

“Ini aku, Dokter Han,” ujar yeoja itu seraya melangkah maju dan duduk di kursi yang ada di hadapan dokter Han. “Aku sudah kembali,” ucapnya masih dengan senyuman yang sama.

“Astaga!” seru dokter Han sambil memukul pelan meja kerjanya. “Ke mana saja kau, Park Hye Mi? Apa kau tahu kami sudah mengerahkan tim untuk mencarimu? Tapi hasilnya nihil!” tanyanya dengan raut wajah yang menuntut jawaban.

“Dokter Han, bukan kemauanku untuk menghilang selama ini,” ujar Hyemi, bukan dengan jawaban yang dokter Han inginkan.

“Lalu kenapa kau tidak langsung pulang, heh? Kau tidak tahu suamimu sudah seperti orang gila! Ia terus mendesakku dengan pertanyaan yang sama; ‘di mana istriku?’ Aku juga hampir gila karena kau baru muncul sekarang,” ujar dokter Han, menghujani Hyemi dengan kata-kata. “Kenapa kau malah datang ke rumah sakit?” tanyanya.

“Aku ingin mengambil barang-barang yang sempat kutinggal di sini. Dan aku yakin, kau pasti menyimpannya,” jawab Hyemi tanpa menghapus senyumannya sesenti pun.

Dokter Han mengeluarkan bungkusan dari laci meja kerjanya dan memberikannya pada Hyemi.
“Cepatlah pulang! Jangan membuat suamimu menunggu lebih lama lagi,” ujarnya tanpa kesan mengusir.

Arraseo. Gomawo, Dokter Han!”


[Flashback end]


~** ** ** ** ** **~


“Kau…?” ucap Jong Woon, hampir seperti bisikan.

Apa ini ilusi?

“Hei, aku bukan hantu,” ujar Hyemi sambil memamerkan senyum meledek pada suaminya itu.

Jong Woon masih terpaku dengan apa yang dilihatnya hingga Hyemi berdiri tepat di hadapannya, hendak mengambil Hyejin yang ada di dalam gendongan Jong Woon.

“Apa kau sudah melupakan Eomma?” ucapnya pada Hyejin saat anak itu sudah berada dalam gendongannya.

Hyejin tidak menjawab, hanya menggumam tak jelas khas anak kecil.

Merasa ada yang janggal, Hyemi berbalik dan menatap suaminya penuh tanya.

“Kenapa masih di situ? Kau tidak mau mengganti bajumu? Kau mau jatuh sakit dan membuatku kerepotan, huh?” tanyanya dengan nada tinggi, sikap khas yang selalu ia tunjukkan pada Jong Woon.

“Kau… Kau benar-benar istriku?” tanya Jong Woon. Ia tahu pertanyaan yang ia lemparkan terdengar sangat konyol, tapi ia butuh penegasan untuk saat ini.

“Selama aku belum menandatangani surat cerai, aku masih istrimu. Benar, kan?”

Lagi-lagi buliran air mata jatuh di pipi Jong Woon, membuat tubuhnya terasa lemas.

“Yaak, Oppa! Apa selama aku tidak ada kau sudah berubah menjadi namja cengeng?” tanyanya masih dengan nada meledek seraya menghapus air mata Jong Woon dengan sebelah tangannya. “Aku sudah kembali. Apa lagi yang kau tangiskan?”

“Kenapa kau baru kembali sekarang?” tanya Jong Woon masih dengan isakan, membuatnya terlihat begitu lemah di depan Hyemi.

“Jadi kau tidak suka aku kembali sekarang? Kau mau aku kembali beberapa bulan lagi?” tanya Hyemi sambil berbalik dan melangkah menuju kamar Hyejin. Namun dengan cepat Jong Woon mengunci tubuh istrinya itu, seakan tidak ingin melepaskannya lagi.

“Aku merindukanmu…” ucap Jong Woon lirih, tepat di telinga Hyemi. “Aku sangat merindukanmu.”

“Aku tahu,” sahut Hyemi seraya melepaskan tangan suaminya yang memeluknya dari belakang.

“Berjanjilah padaku, jangan pernah meninggalkanku lagi.”

Arraseo, aku tidak akan meninggalkanmu lagi.”

Hyemi berbalik, lalu melanjutkan langkahnya ke kamar Hyejin yang sempat ditahan Jong Woon. Jong Woon menatap punggung istrinya itu tanpa berkedip, seakan yeoja itu akan menghilang lagi seperti ilusinya jika ia mengalihkan pandangannya sebentar.

Oppa.” Hyemi berbalik dan menatap Jong Woon yang masih berdiri di tempatnya. “Cepat ganti bajumu. Jangan sampai kau sakit.”





-END-



Fuuuuhh…. Akhirnya selesai juga! Priwiiit~~! xD
Aiisshh… Sumpah lega banget pas FF ini selesai :D
Kenapa saya bikin sequelnya? Karena saya kangen sama couple ini. *lirik orang yang lagi senyum-senyum gaje di pojokan* wkwkwk xD
Tapi bener loh, saya kangen buat nulis cerita tentang Jong Woon-Hyemi.
Mungkin setelah ini saya bakal ada ide lagi buat nulis I’m Sorry Oppa after story lainnya.
Oh ya, jeongmal gomawo buat reader yang masih setia sama cerita Jong Woon-Hyemi yaaa!
C U~! *cium satu-satu* kkkk xD


Tidak ada komentar:

Posting Komentar