Selasa, 10 Juli 2012

Rainbow Behind The Clouds [Part 3]











Title   : Rainbow Behind The Clouds
      -Part 3

Author : Ifa Raneza

Cast   :
~    Cho Kyu Hyun
~    Kim Shin Jung
~    Kim Jong Woon (Yesung)


** ** ** **




“Kau percaya cinta pada pandangan pertama?” tanya Kyuhyun dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.

Shin Jung menaikkan sebelah alisnya, tidak mengerti dengan apa yang baru saja Kyuhyun katakan. “Aku tidak tahu… Bagiku semua yang terjadi dalam kehidupan manusia karena takdir yang Tuhan tetapkan,” jawabnya pelan.

“Kalau begitu, berarti aku ditakdirkan untuk bertemu denganmu.”

Mwo ? Wae ?”

“Karena sepertinya …”

“Jung,” panggil seseorang di belakang mereka, memotong ucapan Kyuhyun.

Shin Jung dan Kyuhyun sama-sama menoleh. Mereka mendapati Jong Woon sedang berdiri di ambang pintu, masih dengan wajah datar dan menampakkan ketidaksukaannya melihat Shin Jung bersama Kyuhyun.

“Ayo pulang,” kata Jong Woon lagi.

Shin Jung beranjak dari duduknya dan hendak menghampiri Jong Woon saat ia merasa sebelah tangannya ditahan.

Shin Jung menatap Kyuhyun heran.

“Sampai jumpa,” ucap Kyuhyun sambil mengulas senyum, lalu melepaskan tangan Shin Jung yang ia tahan.

“Mm… ne. Sampai jumpa,” balas Shin Jung. Kemudian ia menghampiri kakaknya yang masih berdiri di ambang pintu dengan wajah yang makin ditekuk.

Kyuhyun menatap punggung kakak beradik itu yang semakin menjauh, dan akhirnya menghilang di antara tamu-tamu yang lain. Ia membuang napas berat, lalu bergumam, “Pelangiku…”


~***~***~***~


-The next morning-


“Pagi, Oppa,” sapa Shin Jung saat melihat Jong Woon sedang duduk di depan meja makan, menunggu kehadirannya.

“Pagi… Jung!” seru Jong Woon, efek dari keterkejutannya.

M-mwo?” tanya Shin Jung tak mengerti.

Lalu ia merasakan sesuatu yang hangat turun dari hidungnya. Ya, cairan yang sama seperti sebelumnya, darah.

Tak lama setelah menyadari apa yang baru saja menjadi alasan keterkejutan kakaknya, Shin Jung merasa kedua kakinya tak lagi kuat untuk menopang tubuhnya. Seakan melayang, Shin Jung merasakan punggungnya sudah menyentuh lantai berlapis ubin yang dingin.

Pandangannya semakin menggelap dan pada akhirnya ia tidak dapat melihat apa-apa lagi. Samar-samar didengarnya suara Jong Woon yang berulang kali memanggil namanya dengan panik. Kini ia tidak dapat merasakan apapun, kecuali rasa sakit yang ia rasakan di satu bagian tubuhnya.

“Jung! Jung!!!” panggil Jong Woon sambil mengguncang tubuh adiknya yang sudah tak sadarkan diri itu, berharap yang dipanggil akan segera menyahut atau sekedar membuka matanya.

Namun nihil. Gadis yang berada dalam dekapannya itu tetap tak bergeming. Ia tetap menutup kedua kelopak matanya.

Jong Woon, tanpa mengatur napasnya terlebih dahulu, segera bangkit dan mengangkat adiknya itu ke dalam gendongannya. Secepat mungkin ia berjalan––atau mungkin bisa dikatakan berlari kecil––menuju mobilnya dan segera menjalankannya setelah memasangkan seat belt pada tubuh Shin Jung yang tak sadarkan diri.

Kini lebih dari apapun, Jong Woon tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada adiknya. Ia tidak ingin, bahkan ia tidak akan membiarkan adik kesayangannya itu menderita lebih lama lagi.

Dengan degup jantung dan napas yang berhembus tak lebih pelan dari sebelumnya, laki-laki berkulit putih itu mengendarai mobilnya secepat yang ia bisa menuju rumah sakit.

** ** **

“Tidak bisa ditunda lagi,” ujar seorang dokter yang usianya sudah mencapai lebih dari 40 tahun.

Jong Woon hanya tertunduk lemas. Sesekali ia menoleh pada adiknya yang belum sadarkan diri di atas ranjang putih.

“Apa itu bisa membuatnya sembuh total?” tanya Jong Woon dengan tatapan penuh harapan dan suara yang terdengar seperti keputusasaan.

Dokter itu hanya mengendikkan bahunya. “Lebih cepat akan lebih baik. Dia masih bisa sembuh jika dilakukan operasi sebelum kondisinya bertambah parah dan tidak bisa tertolong lagi,” jawabnya tanpa mengurangi sedikitpun wibawanya.

Jong Woon membuang napas berat dan sekali lagi melirik Shin Jung yang masih tertidur.
“Terima kasih,” ujarnya pada dokter itu sambil menarik sudut bibirnya yang terasa membeku.

Dokter itu hanya membalas senyuman Jong Woon sebelum pada akhirnya keluar dari ruangan bernuansa serba putih dan beraroma obat itu.

Jong Woon berbalik, menghampiri adik satu-satunya dan akhirnya duduk di kursi yang berada di sisi ranjang. Ia mengangkat pelan sebelah tangan Shin Jung dan menggenggamnya erat dengan sesekali mencium punggung tangannya.

Kemudian Jong Woon tersentak melihat kedua kelopak mata gadis itu tak lagi tertutup rapat. Perlahan ia bisa melihat kedua bola mata yang mirip dengan miliknya, sampai akhirnya kedua mata Shin Jung terbuka dengan sempurna.

“Jong Woon-oppa…” ucap Shin Jung pelan yang terdengar hampir seperti bisikan saat kedua matanya menangkap sosok yang sangat ia kenal.

“Hei…” sahut Jong Woon sama pelannya bersamaan dengan tertariknya kedua sudut bibirnya.

Oppa…”

“Kenapa? Masih sakit?” tanya Jong Woon cemas.

Shin Jung menggeleng menjawab kekhawatiran kakaknya.

Oppa…”

“Hm?”

“Aku lelah,” ucapnya lirih, membuat Jong Woon merasakan ada sesuatu yang terasa perih pada jantungnya.

Mwo?”

“Aku lelah dengan semua ini. Tempat ini, tubuhku yang lemah ini, butiran-butiran pahit yang selalu kuminum untuk mengurangi rasa sakitku, aroma menyengat yang kuhirup di tempat ini… hidup ini,” kata Shin Jung dengan suara yang semakin memelan dan lirih pada akhir kalimatnya.

“Jangan bicara seperti itu,” ujar Jong Woon yang sudah tidak tahan lagi untuk mendengarkan kalimat adiknya.

Oppa… Apa kau tidak lelah melihatku seperti ini? Apa kau tidak lelah merasakan dadamu dipenuhi rasa khawatir terhadapku? Hentikan semua ini. Akhiri semuanya sampai di sini,” ujar Shin Jung tanpa memerdulikan raut wajah Jong Woon yang sudah menunjukkan rasa sakit yang menghujam jantungnya.

“Apa yang ingin kau akhiri, Jung ?” tanyanya dengan sorot mata yang terlihat menyedihkan. “Penderitaanmu atau… hidupmu?”

Shin Jung, tanpa mengalihkan tatapannya dari kedua bola mata berwarna hitam yang mirip dengan miliknya, menjawab dengan sangat pasti dan terasa begitu yakin di telinga Jong Woon.
“Jika hidupku sudah berakhir, maka penderitaanku juga akan ikut berakhir.”

“Benar… Dan pada saat hidupmu berakhir, penderitaanku baru akan dimulai,” ucap Jong Woon pasti. “Berhenti berpikiran bodoh, Jung. Aku tidak akan membiarkanmu pergi meninggalkanku begitu saja,” lanjutnya.

Shin Jung tetap tidak mengalihkan tatapannya. Lagi, ia menemukan setitik ketakutan dalam sorot mata kakaknya itu. Takut akan kehilangan dirinya.

Shin Jung menarik ujung-ujung bibirnya hingga terbentuk senyuman tipis.

“Aku merindukan dua orang yang sudah lama meninggalkan kehidupan kita. Dua orang yang sudah membuat kita terlahir ke dunia ini,” ucapnya lagi dengan nada bicara yang lebih lembut dari sebelumnya. “Aku sangat merindukan mereka. Jong Woon-oppa, aku ingin menyusul mereka.”

“Hentikan…” desis Jong Woon dengan rahangnya yang sudah mengeras. “Kubilang hentikan semua ini, Jung!” serunya penuh emosi.

“Apa yang membuatmu tidak merelakanku? Apa, Oppa?” tanya Shin Jung dengan tatapan menyelidik yang menusuk langsung pada kedua bola mata Jong Woon. “Kau takut?” tebaknya.

Jong Woon mengangguk tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

“Aku sudah lelah dengan semua ini,” ucapnya seraya mengalihkan tatapannya ke arah lain, memandangi butiran-butiran obat yang diletakkan di atas meja di samping tempat tidur. “Singkirkan obat-obat itu. Aku tidak membutuhkannya lagi,” ujarnya.

“Kau butuh obat-obat itu,” ucap Jong Woon dengan nada bicara yang mulai meninggi. “Demi Tuhan, Jung… Tanpamu aku tidak bisa dibilang hidup walau nyawa masih ada di dalam tubuhku,” lanjutnya sambil meraih kedua tangan Shin Jung dan menggenggamnya erat.

Shin Jung tidak menatap Jong Woon. Ia memalingkan wajahnya ke arah lain, menyembunyikan cairan bening yang sudah menggenang di pelupuk matanya.

“Apapun yang terjadi, kau harus tetap hidup, Saeng,” ucap Jong Woon lembut sembari mengecup puncak kepala adiknya itu.

“Berapa lama?” tanya Shin Jung. Ia kembali menatap kakaknya dengan mata yang sudah penuh dengan air mata. “Setahun, dua tahun, tiga tahun? Atau aku hanya dapat bertahan selama enam bulan?” ucapnya bersamaan dengan air mata yang jatuh perlahan ke pipi putihnya.

Dengan cepat Jong Woon menghapus air mata Shin Jung dan membenamkan wajah adiknya itu ke dadanya yang bidang. Perlahan air matanya pun mengalir di kedua pipinya.

“Jika kau segera melakukan operasi, kau akan sembuh. Kau tidak akan merasakan sakit lagi. Kau akan sembuh, sembuh seperti sebelum kau mendapatkan penyakit ini,” ujar Jong Woon yang tidak dapat menyembunyikan getaran dalam suaranya.

Shireo…”

“Kau harus melakukannya.”

“Tapi aku menolak untuk melakukannya,” tolak Shin Jung seraya mendorong kedua lengan Jong Woon agar dirinya terlepas dari dekapan kakaknya itu.

“Jung…” ratap Jong Woon. “Apa yang harus kulakukan agar kau ingin terus bertahan hidup? Apa, Jung? Adakah alasanmu untuk tetap hidup? Jika ada, katakan padaku. Aku akan menemukan alasan itu agar kau bisa terus bernapas bersamaku.”

Kini kedua mata kecilnya sudah tak dapat melihat wajah Shin Jung dengan jelas karena terhalang air mata. Rasa sakit terus menghujam hatinya. Apapun… Apapun akan dilakukannya asalkan ia dapat terus hidup bersama Shin Jung.


~***~***~***~


-A month later-

“Shin Jung-ah,” panggil Kibum saat ia memasuki ruang di mana Shin Jung dirawat.

Shin Jung menoleh dan langsung mengukir senyumnya saat mata mereka bertemu.

“Bagaimana keadaanmu?” tanya Kibum seraya menarik sebuah kursi ke sebelah ranjang dan duduk di sana.

Shin Jung mengendikkan kedua bahunya. “Tidak ada perubahan yang berarti. Masih sama seperti kemarin,” jawabnya sambil tersenyum kecil, mencoba untuk menunjukkan dirinya tidaklah selemah yang Kibum pikirkan.

Bogoshipo, Chingu,” kata Kibum sambil melemparkan tatapan sendu pada sahabatnya yang tengah terbaring lemah di atas tempat tidur itu.

Senyum Shin Jung makin melebar. “Nado,” sahutnya.

“Sudah sebulan kau dirawat di rumah sakit, kami semua merindukanmu.”

“Semua?”

“Ya, kami ‘semua’. Termasuk namja itu.”

Shin Jung menaikkan sebelah alisnya, tidak mengerti dengan apa yang Kibum katakan.

Tanpa menjawab tatapan bingung yang Shin Jung lemparkan, namja itu merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah benda berwarna putih. Ia menekan beberapa nomor dan menempelkan benda tersebut ke telinganya.

Tak berapa lama kemudian, raut wajah namja itu berubah dari menunggu menjadi cerah.

“Aku sudah berada di depannya. Kau ingin mengatakan sesuatu padanya?”


~***~***~***~


~Two days ago~


Kyuhyun melangkah masuk ke dalam ruangan yang dipenuhi dengan berbagai foto pemandangan yang bisa menarik minat seseorang. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. Lalu, setelah ia merasa tidak mendapati apa yang ia cari, ia hanya menghembuskan napas berat dan menundukkan kepalanya.

Sejak beberapa minggu yang lalu, Kyuhyun merasa telah kehilangan minatnya pada bidang fotografi. Penyebabnya? Orang yang membuatnya tertarik pada bidang itulah yang menjadi penyebab utamanya.

Gadis yang membuatnya serasa tenggelam dalam lautan penuh warna. Gadis yang telah berhasil membuatnya mengalihkan minat dari PSP. Gadis yang ia anggap sebagai pelanginya. Ya, gadis itu. Gadis itu tak lagi terlihat selama beberapa minggu ini. Tak ada kabar sama sekali. Ia seperti hilang di telan bumi, membuat Kyuhyun tidak dapat menjangkaunya lagi.

“Kibum-ssi,” panggilnya, membuat seorang namja berkaus biru langit itu menoleh padanya.

“Ada apa, Kyuhyun-ssi?” tanyanya ramah.

“Kim Shin Jung… Ke mana dia selama ini? Apa dia sakit?” tanya Kyuhyun yang tampak sangat tidak bersemangat.

Kibum menggeleng.

“Katakan saja padaku,” desak Kyuhyun.

“Kalau kau tahu pun, tidak akan mengubah keadaan,” ujar Kibum yang tak lagi menatap Kyuhyun.

Wae?”

Kibum hanya mengendikkan bahunya. Lalu pergi meninggalkan Kyuhyun yang masih bertahan pada posisinya.


~***~***~***~


Kyuhyun tidak lagi memerdulikan rasa takutnya terhadap Jong Woon. Rasa rindunya yang teramat dalam pada ‘pelangi’nya sudah menutupi akal sehat dan rasa takutnya.

Ia melangkahkan kakinya ke halaman kediaman keluarga Kim dan dengan yakin menekan bel yang ada di sebelah pintu. Tak lama setelah itu pintu berwarna putih itu terbuka. Orang yang berdiri di hadapan Kyuhyun menampakkan raut wajah terkejutnya saat mata mereka bertemu.

Annyeonghaseyo, Kim Jong Woon-ssi,” katanya seraya membungkuk hormat.

“Kenapa kau datang kemari?” tanya orang yang berdiri di depannya dengan wajah yang tidak senang. “Aku tahu kau bukan orang bodoh yang tidak menyadari ketidaksukaanku padamu,” lanjutnya tajam.

Ne, aku tahu,” kata Kyuhyun dengan pandangan yang menunduk. “Aku hanya ingin tahu keadaan Shin Jung.”

“Tidak bisa.”

Kyuhyun mengangkat wajahnya, menatap Jong Woon. “Wae?” tanyanya, tidak rela jika harus diusir secepat ini.

“Aku bilang tidak bisa. Kau tidak boleh menemuinya,” ucap Jong Woon, bukannya menjawab pertanyaan Kyuhyun.

“Apa aku seburuk itu di matamu, Hyung?” tanya Kyuhyun. “Aku bersumpah, aku bukanlah namja berhati dingin yang akan menyakiti dongsaeng-mu.”

“Bagaimana bisa aku memercayaimu, huh?”

“Aku memang tidak bisa membuktikannya padamu. Tapi aku merasakan sesuatu di dalam sini sejak kehadirannya dalam kehidupanku,” ujar Kyuhyun dengan sebelah tangannya yang tergerak menyentuh dadanya, mendesak Jong Woon agar mengizinkan dirinya untuk bertemu dengan Shin Jung.

Jong Woon terdiam sejenak, memerhatikan Kyuhyun yang kini telah berani menatap matanya.

“Omong kosong,” desisnya bersamaan dengan sudut bibirnya yang tertarik membentuk seringai. “Kau pikir aku akan percaya dengan omong kosongmu? Kau pikir aku bodoh, hah? Bahkan anak SD saja bisa mengatakan hal yang sama dengan apa yang ucapkan barusan,” lanjutnya dingin.

“Tapi, Hyung…”

“Pergi dari sini.”

Jong Woon langsung menutup pintu dengan keras, membuat Kyuhyun sedikit melonjak kaget.

Kyuhyun berjalan dengan gontai ke arah mobilnya. Saat tangannya hendak membuka pintu mobil, ia menoleh ke arah rumah bercat putih itu. Ia menengadah, menatap jendela yang merupakan jendela kamar Shin Jung.

Jendela itu tertutup rapat. Tidak ada tanda-tanda bahwa ada seseorang di dalam ruangan itu.

Kyuhyun hanya menghela napas berat, lalu masuk ke dalam mobilnya.

“Dia tidak ada di sini,” gumamnya pelan pada dirinya sendiri.


~***~***~***~


Kibum menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi sambil mengetuk-ketukkan jarinya ke meja yang ada di depannya.

“Jadi, apa yang membuatmu merasa yakin bahwa aku bisa membantumu?” tanyanya datar.

Namja yang menjadi lawan bicaranya itu hanya membuang napasnya perlahan, menyejajarkan mata mereka, dan mulai menjawab. “Karena aku rasa hanya kau yang bisa membantuku.”

“Cepat katakan apa yang kau inginkan.”

“Aku ingin bertemu dengan Shin Jung.”

Kibum menghela napasnya frustasi mendengar jawaban namja itu.
“Kyuhyun-ah, harus berapa kali kukatakan? Kau tidak bisa bertemu dengannya.”

Geunde…”

“Tidak bisa,” potong Kibum cepat. “Aku tidak bisa membantumu.”

Kyuhyun lagi-lagi membuang napasnya dengan berat. Ia tidak tahu lagi bagaimana caranya agar bisa bertemu dengan gadis yang hampir sebulan ini tidak dapat ia temui. Ia bahkan tidak tahu di mana yeoja itu berada sekarang.

“Di mana dia sekarang?” tanya Kyuhyun setelah keheningan menyelimuti mereka selama beberapa menit.

Kibum mencondongkan tubuhnya ke arah Kyuhyun. “Untuk apa kau tahu? Kau ingin menemuinya?” Kibum tertawa sinis, menertawakan pertanyaan Kyuhyun. “Kalaupun kau tahu kau tidak akan bisa menemuinya,” lanjutnya.

“Aku hanya ingin bicara dengannya,” ucap Kyuhyun lirih.

Kibum lagi-lagi hanya terdiam. Ia mengaduk-aduk minuman yang ada di depannya tanpa menyesapnya sama sekali.

“Ada yang ingin kukatakan padanya,” lanjut Kyuhyun. “Bisakah kau…”

Belum sempat Kyuhyun menyelesaikan kalimatnya, Kibum sudah beranjak dari tempat duduknya. Ia meraih tasnya dan mulai berlalu meninggalkan Kyuhyun.

“Akan kuusahakan,” katanya pelan, namun masih dapat dijangkau telinga Kyuhyun, sebelum pada akhirnya meninggalkan Kyuhyun yang masih bertahan di tempatnya.


~***~***~***~


“Aku sudah berada di depannya, kau ingin mengatakan sesuatu padanya?” ucap orang yang berada di seberang telepon.

Kyuhyun dengan kesadaran penuh hanya bisa terdiam dengan kedua matanya yang sedikit membesar dan tangannya yang seakan membeku. Akhirnya kesempatan emas ini jatuh di tangannya.

“Berikan ponselmu padanya,” ujar Kyuhyun kemudian.

Orang yang tadi berbicara padanya tidak lagi mengeluarkan suaranya. Kini ponselnya sudah berpindah tangan. Dan beberapa detik kemudian kedua telinga Kyuhyun menangkap sebuah suara. Suara yang sangat ia rindukan.

“Kyuhyun-ah?”

Kyuhyun menarik napasnya dalam-dalam, lalu mengeluarkannya secara perlahan, mencoba menghilangkan ketegangan yang ia rasakan.

“Shin Jung…” ucapnya pelan. “Ada yang belum sempat kusampaikan padamu.”

“Katakan.”

“Apa kau percaya ‘cinta pada pandangan pertama’?” tanya Kyuhyun.

Hening sejenak. Kyuhyun hanya bisa menunggu jawaban dari lawan bicaranya dengan degup jantung yang sama sekali tidak melambat.

“Aku tidak tahu,” jawab suara di seberang sana. “Karena aku tidak tahu bagaimana hal itu dapat terjadi dan seperti apa rasanya.”

“Tapi aku merasakannya,” ucap Kyuhyun yang lagi-lagi tidak direspon apa-apa. “Aku merasakannya… padamu,” lanjutnya dengan suara yang semakin lirih pada akhir kalimatnya.

“Aku?”

Ne.”

Kyuhyun dapat mendengar dengan jelas kekehan gadis yang menjadi lawan bicaranya saat ini.
“Ini konyol, Kyuhyun-ah,” ucapnya. “Kita bahkan baru mengenal tidak lebih dari sebulan yang lalu.”

“Benar, dan aku adalah orang terkonyol di dunia saat ini,” sahut Kyuhyun datar.

Ia kembali diam, menunggu jawaban dari lawan bicaranya.

“Sebaiknya kau melupakanku.”

Mwo? Wae?!”

“Karena kau tidak boleh mencintaiku.”

Kyuhyun sedikit membuka mulutnya, tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

“Apa alasannya?” tanya Kyuhyun.

KLIK!

Kyuhyun tak lagi mendengar suara gadis yang sangat ia rindukan itu. Kini yang terdengar dari ponselnya hanya suara monoton yang membuat detak jantungnya makin berpacu cepat.

Tubuh Kyuhyun melemas. Tangan yang sejak tadi menahan ponselnya agar tetap menempel pada telinga merosot hingga tak lagi memegang ponsel.

Apa ini adalah penolakan darinya?


~***~***~***~


~Shin Jung’s room in the hospital~


Kibum memandangi ponsel yang Shin Jung sodorkan padanya dengan pandangan tak percaya. Kemudian tatapannya berpindah pada wajah Shin Jung yang sudah memucat.

“Sudah selesai?” tanya Kibum yang hanya Shin Jung jawab dengan sekali anggukan. “Secepat ini?” tanyanya lagi, seakan jawaban sebelumnya kurang memuaskan baginya.

“Tidak ada yang perlu kubicarakan lagi dengannya,” ujar Shin Jung pelan.

“Jung…”

“Jangan bahas tentang namja itu lagi,” katanya tajam.

Kibum menggenggam ponselnya dan mencoba menelan ludahnya yang kini terasa sangat sulit untuk ia lakukan. Ia kembali mengangkat wajahnya, menatap gadis yang tampak sangat tak berdaya di hadapannya itu.

“Sampai kapan, Jung?” tanya Kibum. “Sampai kapan kau akan menutup hatimu?”

Shin Jung menoleh dan menatap sahabatnya itu dengan tatapan datar.

“Sikapmu selama ini yang menghindari namja bukan semata-mata karena Jong Woon-hyung, melainkan karena alasan lain. ‘Alasanmu’, benar kan?” ucap Kibum.

Shin Jung menatap namja yang sudah mengeluarkan hal yang paling ia sembunyikan itu dengan tatapan terkejut. Sampai di sini, hanya sampai di sini ‘alasan’ yang sejak lama ia sembunyikan itu berhasil ia tutupi. Karena kini––pada akhirnya––‘alasan’ itu tercium juga oleh namja yang sudah menjadi sahabatnya selama bertahun-tahun itu.

“Alasan itu ada pada diri Kyuhyun, kan?” tanya Kibum yang terdengar seperti sebuah pernyataan bukan sebuah pertanyaan.

“Kibum… Aku tidak mengerti,” ucap Shin Jung dengan senyum tipis yang tampak sangat dipaksakan.

“Kau jelas tahu maksudku.” Kibum memamerkan senyumnya, senyuman penuh arti. “Dengar, Jung. Pada akhirnya bukan hanya dia yang akan tersakiti, tapi juga dirimu.”

Kibum beranjak dari tempat duduknya dan memilih untuk pergi dari hadapan Shin Jung. Saat hendak menggapai gagang pintu, namja itu berbalik dan menatap Shin Jung dalam.

“Apa kau yakin perasaanmu itu bukanlah perasaan yang sama dengan apa yang Kyuhyun rasakan terhadapmu?” tanyanya. Lalu membuka pintu dan keluar dari ruangan di mana Shin Jung berada.

Shin Jung, sepeninggalan namja itu, hanya bisa menggigit bibir bawahnya dan terdiam. Menatap, tapi tidak tahu apa yang ia tatap. Shin Jung mulai memikirkan perkataan Jong Woon, Kibum, dan Kyuhyun. Pikirannya mulai penuh dengan kalimat demi kalimat yang hanya akan membuat dadanya semakin terasa sesak.


“Adakah alasanmu untuk tetap hidup? Jika ada, katakan padaku. Aku akan menemukan alasan itu agar kau bisa terus bernapas bersamaku.”

“Kau percaya ‘cinta pada pandangan pertama’?”

“Sampai kapan kau akan menutup hatimu?”

“Tapi aku merasakannya. Aku merasakannya… padamu.”

“Sikapmu selama ini yang menghindari namja bukan semata-mata karena Jong Woon-hyung, melainkan karena alasan lain. ‘Alasanmu’, benar kan?”

“Dan aku adalah orang terkonyol di dunia saat ini.”

“Alasan itu ada pada diri Kyuhyun, kan?”

“Demi Tuhan, Jung… Tanpamu aku tidak bisa dibilang hidup walau nyawa masih ada di dalam tubuhku.”

“Apa kau yakin perasaanmu itu bukanlah perasaan yang sama dengan apa yang Kyuhyun rasakan terhadapmu?”


Shin Jung memegangi kepalanya yang kini terasa seperti berputar-putar. Ia menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan cairan yang kini memaksa untuk keluar dari kedua matanya.

“Alasan… alasanku untuk tetap hidup?”


~***~***~***~


-A week later-


“Kyuhyun-ah? Kyuhyun-ah! YA! Cho Kyu Hyun!” panggil Kibum dengan setengah berteriak sambil mengguncang tubuh namja yang sejak sepuluh menit terakhir terlihat seperti mayat hidup itu.

Mwo?” tanya Kyuhyun yang sudah tersadar dari lamunannya.

“Yaak! Jadi dari tadi kau tidak mendengarkan ucapanku?” tanya Kibum kesal yang hanya dijawab Kyuhyun dengan gelengan.

“Maaf, tadi kau bilang apa?” tanya Kyuhyun meminta pengulangan dari Kibum sambil memamerkan cengir kudanya.

Kibum yang sudah kesal hanya memandangi Kyuhyun dan mengibaskan sebelah tangannya. “Aaah, sudahlah. Tidak usah,” ujarnya.

Mianhae,” ucap Kyuhyun.

Ia kembali mengutak-atik kameranya. Dan pada saat itu pula ia merasakan rasa rindu yang semakin menjadi-jadi. Matanya terasa berat untuk sekedar memandangi foto-foto yang tersimpan di dalam benda yang ada di dalam genggamannya. Semuanya adalah foto pemandangan. Hanya gambar-gambar alam, namun memiliki makna yang sangat dalam bagi Kyuhyun.

Memori akan gadis itu kembali lagi ke dalam pikirannya.
Saat mereka secara tidak sengaja bertemu di taman.
Saat Kyuhyun terus memohon maaf padanya walaupun ia tahu bahwa gadis itu sudah memaafkannya.
Dan… saat Kyuhyun meminta gadis itu untuk mengajarinya memotret.

Begitu singkat kenangan yang terpatri di antara mereka. Singkat. Bahkan terlalu singkat untuk Kyuhyun berani mengutarakan perasaannya. Dan pada akhirnya dia sendiri yang merasakan akibatnya, sakit yang mendalam.

Benda yang sekarang di dalam genggamannya adalah saksi bisu kebersamaan mereka yang singkat itu. Kyuhyun bingung. Haruskah ia membuang kenangan mereka dan melakukan apa yang gadis itu pinta padanya; melupakannya. Haruskah? Bukan, bukan itu yang seharusnya menjadi pertanyaannya, tapi ‘bisakah’. Bisakah Kyuhyun melupakan gadis yang sudah menjadi pelanginya itu?

“Kim Shin Jung?” tanya Kibum tiba-tiba.

Kyuhyun menoleh cepat pada namja itu dengan dahi yang berkerut samar.

“Kau memikirkannya lagi?” tanya Kibum lagi.

Kyuhyun hanya mengangguk menjawab pertanyaannya.
“Tidak ada lagi yang bisa kulakukan,” ucapnya lirih.

“Jangan putus asa seperti itu.”

“Dia sudah menolakku.”

“Benarkah begitu?”

Kerutan di dahi Kyuhyun semakin terlihat jelas. “Maksudmu?” tanyanya tak mengerti.

“Apa kau pernah mendengarnya bilang ‘aku menolakmu’ secara langsung?” ucap Kibum berbalik bertanya.

Mwo?” Kyuhyun diam sejenak. Lalu secara perlahan kerutan di dahinya memudar. “Tidak. Tapi dia sudah jelas-jelas menolakku,” ucapnya lemah, membuatnya semakin terlihat putus asa.

Kibum mencondongkan tubuhnya ke arah Kyuhyun dan menatapnya dengan tatapan penuh arti. “Kau tahu cara melihat kebohongan seseorang?” tanya Kibum dengan setengah berbisik.

Kyuhyun menggeleng cepat. “Ani.”

“Kau bisa lihat dari matanya,” ujar Kibum. “Kalau kau mendengar penolakannya melalui telepon, bagaimana bisa kau tahu bahwa dia tidak berbohong padamu?” lanjutnya.

“Heh?” Kyuhyun terdiam, mencoba mencerna ucapan Kibum baik-baik.

“Sudah tidak ada waktu lagi,” ujar Kibum seraya merogoh tasnya, mengeluarkan sebuah notes kecil dan pulpen. “Temui dia dan bicarakan baik-baik. Dengan begitu kau akan tahu sendiri jawabannya,” ujarnya lagi seraya merobek kertas notes dan memberikannya pada Kyuhyun.

Kyuhyun memandangi tulisan-tulisan yang tertera di kertas itu. Lagi-lagi ia dibuat bingung oleh Kibum. Tapi perlahan kebingungan itu berkurang, dan akhirnya ia menemukan jawabannya sendiri––alasan kenapa gadis itu menyuruhnya untuk melupakannya.


~***~***~***~


Jong Woon menatap pasrah adiknya yang terbaring di atas tempat tidur dari luar kamar. Pandangannya meredup tatkala dokter yang menjadi lawan bicaranya itu menggeleng-geleng pasrah sambil menepuk bahunya pelan. Jong Woon tidak mengerti kenapa dokter itu melakukan hal itu. Untuk menularkan ketabahan padanya kah? Konyol. Jong Woon tidak merasa lebih baik sekarang.

“Sudah tidak bisa ditunda lagi,” kata dokter itu pelan. “Kita harus melakukan operasi itu secepatnya, sebelum adik Anda tidak bisa ditolong lagi.”

Jong Woon menatap lantai tempatnya berpijak, tidak berani menatap dokter yang sedang berbicara padanya. Ia tidak berani menatap fakta yang sudah berada di depan matanya sendiri. Namja berkulit putih itu menelan ludahnya dengan susah payah.
“Apa tidak ada jalan lain?”

Lagi-lagi dokter itu menggeleng. “Operasi adalah satu-satunya jalan keluar,” jawabnya.

“Tapi dia tidak menginginkannya…” ucap Jong Woon lirih.

“Itu tergantung pada keputusan pasien. Kami hanya melakukan yang terbaik,” ujar dokter itu sembari menyunggingkan senyumnya. Lalu meninggalkan Jong Woon yang masih berdiri di tempatnya.

Jong Woon merasa jantungnya benar-benar berhenti sekarang. Ia tidak tahu lagi bagaimana caranya agar Shin Jung mau menjalani operasi yang akan membuatnya dapat bertahan hidup.

Di dunia ini apapun bisa Jong Woon miliki. Tapi semua itu tidak ada artinya sama sekali dibandingkan dengan Kim Shin Jung, hartanya yang paling berharga. Sungguh, demi Tuhan, Jong Woon tidak dapat bernafas dengan baik tanpa mendengar detak jantung Shin Jung. Apapun akan ia lakukan agar Shin Jung dapat bertahan hidup, bernafas bersamanya, dan merasakan denyut nadinya. Apapun… Sungguh, apapun akan dilakukannya.

Jong Woon menarik napasnya dalam-dalam, lalu setelah merasa paru-parunya penuh dengan oksigen, ia membuangnya perlahan. Kemudian ia berbalik, hendak masuk ke dalam kamar di mana adiknya di rawat. Namun, sebelum tangan kanan Jong Woon menggapai gagang pintu, kedua telinganya menangkap sebuah suara memanggilnya. Suara yang sangat ia kenal. Suara itu… suara orang yang tidak ia sukai.


~***~***~***~


Sebuah mobil hitam membelah jalan raya dengan kecepatan tinggi, bagai angin yang bertiup dan tak peduli dengan apa yang baru saja ia lewati. Si pengendara tidak peduli dengan suara klakson mobil lain yang memperingatkannya untuk menurunkan kecepatan, atau sumpah serapah yang dikatakan orang-orang yang hampir ia tabrak, ia tetap menyetir seperti orang kesetanan.

Ketika sampai di tempat tujuannya, si pengendara yang adalah seorang namja itu segera berlari menuju gedung yang sudah ada di depan matanya.

“Kim Shin Jung,” ujarnya sebelum sempat mengatur napasnya terlebih dahulu.

Orang yang menjadi lawan bicaranya tidak menjawab, hanya menekan-nekan tombol pada keyboard komputer dan memusatkan pandangannya pada layar monitor. “Ruang 132, lantai tiga,” ujarnya kemudian.

Tanpa mengatur napas atau sekedar memelankan langkahnya, Kyuhyun segera masuk ke dalam lift dan menekan angka 3. Ia bahkan menggerutu saat lift yang ia gunakan tak kunjung terbuka.

TING!
Kyuhyun sampai di lantai tiga. Ia segera keluar dari lift dan segera mencari ruangan dengan angka 132 pada pintunya lagi-lagi dengan berlari.

Tatapannya berubah menjadi cerah saat melihat seseorang yang sedang berdiri di depan sebuah ruangan dengan kepala yang tertunduk dan wajah yang muram.

Tanpa memerdulikan rasa takutnya lagi, Kyuhyun segera memanggil nama orang itu selantang mungkin. “Kim Jong Woon-hyung!”

Orang itu tak langsung berbalik, ia lantas hanya terdiam dengan rahang yang mengeras.

“Jong Woon-hyung!” panggil Kyuhyun lagi saat ia sudah berada di hadapan orang itu.

Jong Woon berbalik dan menatap Kyuhyun dengan tatapan yang sama sekali tidak berubah dari tatapan yang pernah ia berikan pada namja itu. “Mau apa kau ke sini?” tanya Jong Woon dingin. “Apa keinginanmu?”

“Jong Woon-hyung, aku ingin bertemu dengan adikmu,” jawab Kyuhyun tanpa rasa takut sedikitpun.

“Berapa kali aku mengatakannya padamu? Tidak bisa.”
Jong Woon membalikkan badannya dan hendak meraih gagang pintu saat Kyuhyun lagi-lagi menyebut namanya.

Hyung, kumohon… Aku ingin sekali bertemu dengannya,” ujar Kyuhyun sambil menahan tangan Jong Woon yang sudah terangkat untuk membuka pintu.

“Tidak bisa,” sahutnya tanpa berbalik atau menatap Kyuhyun.

“Kumohon… Sekali ini saja, izinkan ak––”

BUK!

Kyuhyun memegangi pipinya yang terasa nyeri. Bukan jawaban atau izin dari Jong Woon yang ia dapatkan, melainkan kepalan tangan Jong Woon yang menghantam pipi kirinya.

“Cepat pergi dari sini, atau aku––”

Hyung,” potong Kyuhyun. Ia berlutut sambil memegangi tangan kiri Jong Woon yang tidak terkepal. “Aku mohon… Aku ingin bertemu dengannya,” pintanya.

“Yaak, lepaskan!” ujar Jong Woon seraya berusaha untuk melepaskan tangan Kyuhyun yang menggenggam tangan kirinya.

Kyuhyun makin mengeratkan genggamannya.
Apapun akan ia lakukan agar bisa bertemu dengan gadis itu. Apapun. Walaupun ia harus memohon pada Jong Woon yang membuatnya terlihat rendah seperti sekarang.

“Aku ingin bicara padanya.”

“Lepaskan! Atau kau ingin aku memukulmu lagi, heh?”

“Pukul saja, Hyung!” seru Kyuhyun. “Pukul saja aku jika itu bisa mengantarkanku untuk bertemu dengan Shin Jung.”

Jong Woon terpaku di tempatnya. Ia tidak bergerak sedikitpun.

Saat dirasakannya tangan Kyuhyun sudah melemas, ia segera menarik tangannya yang tadi Kyuhyun tahan. Ia berbalik dan membuka pintu kamar di mana Shin Jung dirawat.

“Masuklah,” ucapnya pelan.

Kyuhyun mengangkat kepalanya, menatap Jong Woon dengan tatapan bingung.

“Kubilang masuk,” ucap Jong Woon singkat, mengulangi ucapannya dengan nada bicara yang sedikit meninggi.

Namja yang menjadi lawan bicaranya itu segera berdiri dan masuk ke dalam ruangan dengan aroma obat yang sedikit menusuk.

Pelan. Sampai akhirnya Kyuhyun merasakan nyeri yang teramat sangat di dalam dadanya saat ia mendapati ‘pelangi’nya sedang terbaring lemah di atas tempat tidur dan terlihat sangat tidak berdaya.

“Sudah berapa lama?” tanya Kyuhyun pelan tanpa mengalihkan pandangannya dari gadis yang sudah tampak lebih kurus itu.

“Tiga tahun,” jawab Jong Woon lirih.

Perlahan sebelah tangan Kyuhyun menyentuh dahi Shin Jung yang putih pucat. Lalu turun ke hidungnya, dan terakhir ke bibirnya. Entah mendapat keberanian dari mana, Kyuhyun mendaratkan bibirnya pada bagian wajah Shin Jung yang terakhir kali disentuhnya itu.

Jong Woon tersentak kaget melihat apa yang baru saja namja berambut cokelat di depannya itu lakukan pada adiknya.
“Hei, apa yang kau––”

Ucapan Jong Woon terhenti saat menyadari kelopak mata Shin Jung yang sedari tadi tertutup perlahan mulai terbuka.

Kyuhyun yang masih menempelkan bibirnya pada bibir Shin Jung, segera menarik wajahnya menjauh dari wajah gadis itu saat telinganya menangkap sebuah suara yang sangat ia kenal.

“Jong Woon-oppa…”



-To be continued-



Sorry kalo alur ceritanya kecepetan atau gimana.
Soalnya saya lagi sibuk-sibuknya ngurus sekolah.
Maklum, udah putih abu-abu *kibas poni*  *eh
hehehehe.... :D 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar