Title : Rainbow Behind The Clouds
-Part 3
Author : Ifa Raneza
Cast :
~ Cho Kyu Hyun
~ Kim Shin Jung
~ Kim Jong Woon (Yesung)
** ** ** **
“Kau
percaya cinta pada pandangan pertama?” tanya Kyuhyun dengan tatapan yang sulit
untuk diartikan.
Shin
Jung menaikkan sebelah alisnya, tidak mengerti dengan apa yang baru saja
Kyuhyun katakan. “Aku tidak tahu… Bagiku semua yang terjadi dalam kehidupan
manusia karena takdir yang Tuhan tetapkan,” jawabnya pelan.
“Kalau
begitu, berarti aku ditakdirkan untuk bertemu denganmu.”
“Mwo ? Wae ?”
“Karena
sepertinya …”
“Jung,”
panggil seseorang di belakang mereka, memotong ucapan Kyuhyun.
Shin
Jung dan Kyuhyun sama-sama menoleh. Mereka mendapati Jong Woon sedang berdiri
di ambang pintu, masih dengan wajah datar dan menampakkan ketidaksukaannya
melihat Shin Jung bersama Kyuhyun.
“Ayo
pulang,” kata Jong Woon lagi.
Shin
Jung beranjak dari duduknya dan hendak menghampiri Jong Woon saat ia merasa
sebelah tangannya ditahan.
Shin
Jung menatap Kyuhyun heran.
“Sampai
jumpa,” ucap Kyuhyun sambil mengulas senyum, lalu melepaskan tangan Shin Jung
yang ia tahan.
“Mm…
ne. Sampai jumpa,” balas Shin Jung. Kemudian
ia menghampiri kakaknya yang masih berdiri di ambang pintu dengan wajah yang
makin ditekuk.
Kyuhyun
menatap punggung kakak beradik itu yang semakin menjauh, dan akhirnya
menghilang di antara tamu-tamu yang lain. Ia membuang napas berat, lalu
bergumam, “Pelangiku…”
~***~***~***~
-The next morning-
“Pagi,
Oppa,” sapa Shin Jung saat melihat
Jong Woon sedang duduk di depan meja makan, menunggu kehadirannya.
“Pagi…
Jung!” seru Jong Woon, efek dari keterkejutannya.
“M-mwo?” tanya Shin Jung tak mengerti.
Lalu
ia merasakan sesuatu yang hangat turun dari hidungnya. Ya, cairan yang sama
seperti sebelumnya, darah.
Tak
lama setelah menyadari apa yang baru saja menjadi alasan keterkejutan kakaknya,
Shin Jung merasa kedua kakinya tak lagi kuat untuk menopang tubuhnya. Seakan melayang,
Shin Jung merasakan punggungnya sudah menyentuh lantai berlapis ubin yang
dingin.
Pandangannya
semakin menggelap dan pada akhirnya ia tidak dapat melihat apa-apa lagi. Samar-samar
didengarnya suara Jong Woon yang berulang kali memanggil namanya dengan panik.
Kini ia tidak dapat merasakan apapun, kecuali rasa sakit yang ia rasakan di
satu bagian tubuhnya.
“Jung!
Jung!!!” panggil Jong Woon sambil mengguncang tubuh adiknya yang sudah tak
sadarkan diri itu, berharap yang dipanggil akan segera menyahut atau sekedar
membuka matanya.
Namun
nihil. Gadis yang berada dalam dekapannya itu tetap tak bergeming. Ia tetap
menutup kedua kelopak matanya.
Jong
Woon, tanpa mengatur napasnya terlebih dahulu, segera bangkit dan mengangkat
adiknya itu ke dalam gendongannya. Secepat mungkin ia berjalan––atau mungkin bisa
dikatakan berlari kecil––menuju mobilnya dan segera menjalankannya setelah
memasangkan seat belt pada tubuh Shin
Jung yang tak sadarkan diri.
Kini
lebih dari apapun, Jong Woon tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada
adiknya. Ia tidak ingin, bahkan ia tidak akan membiarkan adik kesayangannya itu
menderita lebih lama lagi.
Dengan
degup jantung dan napas yang berhembus tak lebih pelan dari sebelumnya,
laki-laki berkulit putih itu mengendarai mobilnya secepat yang ia bisa menuju
rumah sakit.
** ** **
“Tidak
bisa ditunda lagi,” ujar seorang dokter yang usianya sudah mencapai lebih dari
40 tahun.
Jong
Woon hanya tertunduk lemas. Sesekali ia menoleh pada adiknya yang belum
sadarkan diri di atas ranjang putih.
“Apa
itu bisa membuatnya sembuh total?” tanya Jong Woon dengan tatapan penuh harapan
dan suara yang terdengar seperti keputusasaan.
Dokter
itu hanya mengendikkan bahunya. “Lebih cepat akan lebih baik. Dia masih bisa
sembuh jika dilakukan operasi sebelum kondisinya bertambah parah dan tidak bisa
tertolong lagi,” jawabnya tanpa mengurangi sedikitpun wibawanya.
Jong
Woon membuang napas berat dan sekali lagi melirik Shin Jung yang masih
tertidur.
“Terima
kasih,” ujarnya pada dokter itu sambil menarik sudut bibirnya yang terasa
membeku.
Dokter
itu hanya membalas senyuman Jong Woon sebelum pada akhirnya keluar dari ruangan
bernuansa serba putih dan beraroma obat itu.
Jong
Woon berbalik, menghampiri adik satu-satunya dan akhirnya duduk di kursi yang
berada di sisi ranjang. Ia mengangkat pelan sebelah tangan Shin Jung dan
menggenggamnya erat dengan sesekali mencium punggung tangannya.
Kemudian
Jong Woon tersentak melihat kedua kelopak mata gadis itu tak lagi tertutup
rapat. Perlahan ia bisa melihat kedua bola mata yang mirip dengan miliknya,
sampai akhirnya kedua mata Shin Jung terbuka dengan sempurna.
“Jong
Woon-oppa…” ucap Shin Jung pelan yang
terdengar hampir seperti bisikan saat kedua matanya menangkap sosok yang sangat
ia kenal.
“Hei…”
sahut Jong Woon sama pelannya bersamaan dengan tertariknya kedua sudut
bibirnya.
“Oppa…”
“Kenapa?
Masih sakit?” tanya Jong Woon cemas.
Shin
Jung menggeleng menjawab kekhawatiran kakaknya.
“Oppa…”
“Hm?”
“Aku
lelah,” ucapnya lirih, membuat Jong Woon merasakan ada sesuatu yang terasa
perih pada jantungnya.
“Mwo?”
“Aku
lelah dengan semua ini. Tempat ini, tubuhku yang lemah ini, butiran-butiran
pahit yang selalu kuminum untuk mengurangi rasa sakitku, aroma menyengat yang
kuhirup di tempat ini… hidup ini,” kata Shin Jung dengan suara yang semakin
memelan dan lirih pada akhir kalimatnya.
“Jangan
bicara seperti itu,” ujar Jong Woon yang sudah tidak tahan lagi untuk
mendengarkan kalimat adiknya.
“Oppa… Apa kau tidak lelah melihatku
seperti ini? Apa kau tidak lelah merasakan dadamu dipenuhi rasa khawatir
terhadapku? Hentikan semua ini. Akhiri semuanya sampai di sini,” ujar Shin Jung
tanpa memerdulikan raut wajah Jong Woon yang sudah menunjukkan rasa sakit yang
menghujam jantungnya.
“Apa
yang ingin kau akhiri, Jung ?” tanyanya dengan sorot mata yang terlihat
menyedihkan. “Penderitaanmu atau… hidupmu?”
Shin
Jung, tanpa mengalihkan tatapannya dari kedua bola mata berwarna hitam yang
mirip dengan miliknya, menjawab dengan sangat pasti dan terasa begitu yakin di
telinga Jong Woon.
“Jika
hidupku sudah berakhir, maka penderitaanku juga akan ikut berakhir.”
“Benar…
Dan pada saat hidupmu berakhir, penderitaanku baru akan dimulai,” ucap Jong
Woon pasti. “Berhenti berpikiran bodoh, Jung. Aku tidak akan membiarkanmu pergi
meninggalkanku begitu saja,” lanjutnya.
Shin
Jung tetap tidak mengalihkan tatapannya. Lagi, ia menemukan setitik ketakutan
dalam sorot mata kakaknya itu. Takut akan kehilangan dirinya.
Shin
Jung menarik ujung-ujung bibirnya hingga terbentuk senyuman tipis.
“Aku
merindukan dua orang yang sudah lama meninggalkan kehidupan kita. Dua orang
yang sudah membuat kita terlahir ke dunia ini,” ucapnya lagi dengan nada bicara
yang lebih lembut dari sebelumnya. “Aku sangat merindukan mereka. Jong Woon-oppa, aku ingin menyusul mereka.”
“Hentikan…”
desis Jong Woon dengan rahangnya yang sudah mengeras. “Kubilang hentikan semua
ini, Jung!” serunya penuh emosi.
“Apa
yang membuatmu tidak merelakanku? Apa, Oppa?”
tanya Shin Jung dengan tatapan menyelidik yang menusuk langsung pada kedua bola
mata Jong Woon. “Kau takut?” tebaknya.
Jong
Woon mengangguk tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
“Aku
sudah lelah dengan semua ini,” ucapnya seraya mengalihkan tatapannya ke arah
lain, memandangi butiran-butiran obat yang diletakkan di atas meja di samping
tempat tidur. “Singkirkan obat-obat itu. Aku tidak membutuhkannya lagi,”
ujarnya.
“Kau
butuh obat-obat itu,” ucap Jong Woon dengan nada bicara yang mulai meninggi.
“Demi Tuhan, Jung… Tanpamu aku tidak bisa dibilang hidup walau nyawa masih ada
di dalam tubuhku,” lanjutnya sambil meraih kedua tangan Shin Jung dan
menggenggamnya erat.
Shin
Jung tidak menatap Jong Woon. Ia memalingkan wajahnya ke arah lain,
menyembunyikan cairan bening yang sudah menggenang di pelupuk matanya.
“Apapun
yang terjadi, kau harus tetap hidup, Saeng,”
ucap Jong Woon lembut sembari mengecup puncak kepala adiknya itu.
“Berapa
lama?” tanya Shin Jung. Ia kembali menatap kakaknya dengan mata yang sudah
penuh dengan air mata. “Setahun, dua tahun, tiga tahun? Atau aku hanya dapat
bertahan selama enam bulan?” ucapnya bersamaan dengan air mata yang jatuh
perlahan ke pipi putihnya.
Dengan
cepat Jong Woon menghapus air mata Shin Jung dan membenamkan wajah adiknya itu
ke dadanya yang bidang. Perlahan air matanya pun mengalir di kedua pipinya.
“Jika
kau segera melakukan operasi, kau akan sembuh. Kau tidak akan merasakan sakit
lagi. Kau akan sembuh, sembuh seperti sebelum kau mendapatkan penyakit ini,”
ujar Jong Woon yang tidak dapat menyembunyikan getaran dalam suaranya.
“Shireo…”
“Kau
harus melakukannya.”
“Tapi
aku menolak untuk melakukannya,” tolak Shin Jung seraya mendorong kedua lengan
Jong Woon agar dirinya terlepas dari dekapan kakaknya itu.
“Jung…”
ratap Jong Woon. “Apa yang harus kulakukan agar kau ingin terus bertahan hidup?
Apa, Jung? Adakah alasanmu untuk tetap hidup? Jika ada, katakan padaku. Aku
akan menemukan alasan itu agar kau bisa terus bernapas bersamaku.”
Kini
kedua mata kecilnya sudah tak dapat melihat wajah Shin Jung dengan jelas karena
terhalang air mata. Rasa sakit terus menghujam hatinya. Apapun… Apapun akan
dilakukannya asalkan ia dapat terus hidup bersama Shin Jung.
~***~***~***~
-A month later-
“Shin
Jung-ah,” panggil Kibum saat ia memasuki ruang di mana Shin Jung dirawat.
Shin
Jung menoleh dan langsung mengukir senyumnya saat mata mereka bertemu.
“Bagaimana
keadaanmu?” tanya Kibum seraya menarik sebuah kursi ke sebelah ranjang dan
duduk di sana.
Shin
Jung mengendikkan kedua bahunya. “Tidak ada perubahan yang berarti. Masih sama
seperti kemarin,” jawabnya sambil tersenyum kecil, mencoba untuk menunjukkan
dirinya tidaklah selemah yang Kibum pikirkan.
“Bogoshipo, Chingu,” kata Kibum sambil
melemparkan tatapan sendu pada sahabatnya yang tengah terbaring lemah di atas
tempat tidur itu.
Senyum
Shin Jung makin melebar. “Nado,”
sahutnya.
“Sudah
sebulan kau dirawat di rumah sakit, kami semua merindukanmu.”
“Semua?”
“Ya,
kami ‘semua’. Termasuk namja itu.”
Shin
Jung menaikkan sebelah alisnya, tidak mengerti dengan apa yang Kibum katakan.
Tanpa
menjawab tatapan bingung yang Shin Jung lemparkan, namja itu merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah benda
berwarna putih. Ia menekan beberapa nomor dan menempelkan benda tersebut ke
telinganya.
Tak
berapa lama kemudian, raut wajah namja
itu berubah dari menunggu menjadi cerah.
“Aku
sudah berada di depannya. Kau ingin mengatakan sesuatu padanya?”
~***~***~***~
~Two days ago~
Kyuhyun
melangkah masuk ke dalam ruangan yang dipenuhi dengan berbagai foto pemandangan
yang bisa menarik minat seseorang. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru
ruangan. Lalu, setelah ia merasa tidak mendapati apa yang ia cari, ia hanya
menghembuskan napas berat dan menundukkan kepalanya.
Sejak
beberapa minggu yang lalu, Kyuhyun merasa telah kehilangan minatnya pada bidang
fotografi. Penyebabnya? Orang yang membuatnya tertarik pada bidang itulah yang
menjadi penyebab utamanya.
Gadis
yang membuatnya serasa tenggelam dalam lautan penuh warna. Gadis yang telah
berhasil membuatnya mengalihkan minat dari PSP. Gadis yang ia anggap sebagai
pelanginya. Ya, gadis itu. Gadis itu tak lagi terlihat selama beberapa minggu
ini. Tak ada kabar sama sekali. Ia seperti hilang di telan bumi, membuat
Kyuhyun tidak dapat menjangkaunya lagi.
“Kibum-ssi,” panggilnya, membuat seorang namja berkaus biru langit itu menoleh
padanya.
“Ada
apa, Kyuhyun-ssi?” tanyanya ramah.
“Kim
Shin Jung… Ke mana dia selama ini? Apa dia sakit?” tanya Kyuhyun yang tampak
sangat tidak bersemangat.
Kibum
menggeleng.
“Katakan
saja padaku,” desak Kyuhyun.
“Kalau
kau tahu pun, tidak akan mengubah keadaan,” ujar Kibum yang tak lagi menatap
Kyuhyun.
“Wae?”
Kibum
hanya mengendikkan bahunya. Lalu pergi meninggalkan Kyuhyun yang masih bertahan
pada posisinya.
~***~***~***~
Kyuhyun
tidak lagi memerdulikan rasa takutnya terhadap Jong Woon. Rasa rindunya yang
teramat dalam pada ‘pelangi’nya sudah menutupi akal sehat dan rasa takutnya.
Ia
melangkahkan kakinya ke halaman kediaman keluarga Kim dan dengan yakin menekan
bel yang ada di sebelah pintu. Tak lama setelah itu pintu berwarna putih itu
terbuka. Orang yang berdiri di hadapan Kyuhyun menampakkan raut wajah
terkejutnya saat mata mereka bertemu.
“Annyeonghaseyo, Kim Jong Woon-ssi,” katanya seraya membungkuk hormat.
“Kenapa
kau datang kemari?” tanya orang yang berdiri di depannya dengan wajah yang
tidak senang. “Aku tahu kau bukan orang bodoh yang tidak menyadari
ketidaksukaanku padamu,” lanjutnya tajam.
“Ne, aku tahu,” kata Kyuhyun dengan
pandangan yang menunduk. “Aku hanya ingin tahu keadaan Shin Jung.”
“Tidak
bisa.”
Kyuhyun
mengangkat wajahnya, menatap Jong Woon. “Wae?”
tanyanya, tidak rela jika harus diusir secepat ini.
“Aku
bilang tidak bisa. Kau tidak boleh menemuinya,” ucap Jong Woon, bukannya
menjawab pertanyaan Kyuhyun.
“Apa
aku seburuk itu di matamu, Hyung?” tanya
Kyuhyun. “Aku bersumpah, aku bukanlah namja
berhati dingin yang akan menyakiti dongsaeng-mu.”
“Bagaimana
bisa aku memercayaimu, huh?”
“Aku
memang tidak bisa membuktikannya padamu. Tapi aku merasakan sesuatu di dalam
sini sejak kehadirannya dalam kehidupanku,” ujar Kyuhyun dengan sebelah
tangannya yang tergerak menyentuh dadanya, mendesak Jong Woon agar mengizinkan
dirinya untuk bertemu dengan Shin Jung.
Jong
Woon terdiam sejenak, memerhatikan Kyuhyun yang kini telah berani menatap
matanya.
“Omong
kosong,” desisnya bersamaan dengan sudut bibirnya yang tertarik membentuk
seringai. “Kau pikir aku akan percaya dengan omong kosongmu? Kau pikir aku
bodoh, hah? Bahkan anak SD saja bisa mengatakan hal yang sama dengan apa yang
ucapkan barusan,” lanjutnya dingin.
“Tapi,
Hyung…”
“Pergi
dari sini.”
Jong
Woon langsung menutup pintu dengan keras, membuat Kyuhyun sedikit melonjak
kaget.
Kyuhyun
berjalan dengan gontai ke arah mobilnya. Saat tangannya hendak membuka pintu
mobil, ia menoleh ke arah rumah bercat putih itu. Ia menengadah, menatap
jendela yang merupakan jendela kamar Shin Jung.
Jendela
itu tertutup rapat. Tidak ada tanda-tanda bahwa ada seseorang di dalam ruangan
itu.
Kyuhyun
hanya menghela napas berat, lalu masuk ke dalam mobilnya.
“Dia
tidak ada di sini,” gumamnya pelan pada dirinya sendiri.
~***~***~***~
Kibum
menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi sambil mengetuk-ketukkan jarinya
ke meja yang ada di depannya.
“Jadi,
apa yang membuatmu merasa yakin bahwa aku bisa membantumu?” tanyanya datar.
Namja yang menjadi lawan bicaranya
itu hanya membuang napasnya perlahan, menyejajarkan mata mereka, dan mulai
menjawab. “Karena aku rasa hanya kau yang bisa membantuku.”
“Cepat
katakan apa yang kau inginkan.”
“Aku
ingin bertemu dengan Shin Jung.”
Kibum
menghela napasnya frustasi mendengar jawaban namja itu.
“Kyuhyun-ah,
harus berapa kali kukatakan? Kau tidak bisa bertemu dengannya.”
“Geunde…”
“Tidak
bisa,” potong Kibum cepat. “Aku tidak bisa membantumu.”
Kyuhyun
lagi-lagi membuang napasnya dengan berat. Ia tidak tahu lagi bagaimana caranya
agar bisa bertemu dengan gadis yang hampir sebulan ini tidak dapat ia temui. Ia
bahkan tidak tahu di mana yeoja itu
berada sekarang.
“Di
mana dia sekarang?” tanya Kyuhyun setelah keheningan menyelimuti mereka selama
beberapa menit.
Kibum
mencondongkan tubuhnya ke arah Kyuhyun. “Untuk apa kau tahu? Kau ingin
menemuinya?” Kibum tertawa sinis, menertawakan pertanyaan Kyuhyun. “Kalaupun
kau tahu kau tidak akan bisa menemuinya,” lanjutnya.
“Aku
hanya ingin bicara dengannya,” ucap Kyuhyun lirih.
Kibum
lagi-lagi hanya terdiam. Ia mengaduk-aduk minuman yang ada di depannya tanpa
menyesapnya sama sekali.
“Ada
yang ingin kukatakan padanya,” lanjut Kyuhyun. “Bisakah kau…”
Belum
sempat Kyuhyun menyelesaikan kalimatnya, Kibum sudah beranjak dari tempat
duduknya. Ia meraih tasnya dan mulai berlalu meninggalkan Kyuhyun.
“Akan
kuusahakan,” katanya pelan, namun masih dapat dijangkau telinga Kyuhyun,
sebelum pada akhirnya meninggalkan Kyuhyun yang masih bertahan di tempatnya.
~***~***~***~
“Aku
sudah berada di depannya, kau ingin mengatakan sesuatu padanya?” ucap orang
yang berada di seberang telepon.
Kyuhyun
dengan kesadaran penuh hanya bisa terdiam dengan kedua matanya yang sedikit
membesar dan tangannya yang seakan membeku. Akhirnya kesempatan emas ini jatuh
di tangannya.
“Berikan
ponselmu padanya,” ujar Kyuhyun kemudian.
Orang
yang tadi berbicara padanya tidak lagi mengeluarkan suaranya. Kini ponselnya
sudah berpindah tangan. Dan beberapa detik kemudian kedua telinga Kyuhyun
menangkap sebuah suara. Suara yang sangat ia rindukan.
“Kyuhyun-ah?”
Kyuhyun
menarik napasnya dalam-dalam, lalu mengeluarkannya secara perlahan, mencoba
menghilangkan ketegangan yang ia rasakan.
“Shin
Jung…” ucapnya pelan. “Ada yang belum sempat kusampaikan padamu.”
“Katakan.”
“Apa
kau percaya ‘cinta pada pandangan pertama’?” tanya Kyuhyun.
Hening
sejenak. Kyuhyun hanya bisa menunggu jawaban dari lawan bicaranya dengan degup
jantung yang sama sekali tidak melambat.
“Aku
tidak tahu,” jawab suara di seberang sana. “Karena aku tidak tahu bagaimana hal
itu dapat terjadi dan seperti apa rasanya.”
“Tapi
aku merasakannya,” ucap Kyuhyun yang lagi-lagi tidak direspon apa-apa. “Aku
merasakannya… padamu,” lanjutnya dengan suara yang semakin lirih pada akhir
kalimatnya.
“Aku?”
“Ne.”
Kyuhyun
dapat mendengar dengan jelas kekehan gadis yang menjadi lawan bicaranya saat
ini.
“Ini
konyol, Kyuhyun-ah,” ucapnya. “Kita bahkan baru mengenal tidak lebih dari
sebulan yang lalu.”
“Benar,
dan aku adalah orang terkonyol di dunia saat ini,” sahut Kyuhyun datar.
Ia
kembali diam, menunggu jawaban dari lawan bicaranya.
“Sebaiknya
kau melupakanku.”
“Mwo? Wae?!”
“Karena
kau tidak boleh mencintaiku.”
Kyuhyun
sedikit membuka mulutnya, tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
“Apa
alasannya?” tanya Kyuhyun.
KLIK!
Kyuhyun
tak lagi mendengar suara gadis yang sangat ia rindukan itu. Kini yang terdengar
dari ponselnya hanya suara monoton yang membuat detak jantungnya makin berpacu
cepat.
Tubuh
Kyuhyun melemas. Tangan yang sejak tadi menahan ponselnya agar tetap menempel
pada telinga merosot hingga tak lagi memegang ponsel.
Apa
ini adalah penolakan darinya?
~***~***~***~
~Shin Jung’s room
in the hospital~
Kibum
memandangi ponsel yang Shin Jung sodorkan padanya dengan pandangan tak percaya.
Kemudian tatapannya berpindah pada wajah Shin Jung yang sudah memucat.
“Sudah
selesai?” tanya Kibum yang hanya Shin Jung jawab dengan sekali anggukan.
“Secepat ini?” tanyanya lagi, seakan jawaban sebelumnya kurang memuaskan
baginya.
“Tidak
ada yang perlu kubicarakan lagi dengannya,” ujar Shin Jung pelan.
“Jung…”
“Jangan
bahas tentang namja itu lagi,” katanya
tajam.
Kibum
menggenggam ponselnya dan mencoba menelan ludahnya yang kini terasa sangat
sulit untuk ia lakukan. Ia kembali mengangkat wajahnya, menatap gadis yang
tampak sangat tak berdaya di hadapannya itu.
“Sampai
kapan, Jung?” tanya Kibum. “Sampai kapan kau akan menutup hatimu?”
Shin
Jung menoleh dan menatap sahabatnya itu dengan tatapan datar.
“Sikapmu
selama ini yang menghindari namja
bukan semata-mata karena Jong Woon-hyung,
melainkan karena alasan lain. ‘Alasanmu’, benar kan?” ucap Kibum.
Shin
Jung menatap namja yang sudah
mengeluarkan hal yang paling ia sembunyikan itu dengan tatapan terkejut. Sampai
di sini, hanya sampai di sini ‘alasan’ yang sejak lama ia sembunyikan itu
berhasil ia tutupi. Karena kini––pada akhirnya––‘alasan’ itu tercium juga oleh namja yang sudah menjadi sahabatnya
selama bertahun-tahun itu.
“Alasan
itu ada pada diri Kyuhyun, kan?” tanya Kibum yang terdengar seperti sebuah
pernyataan bukan sebuah pertanyaan.
“Kibum…
Aku tidak mengerti,” ucap Shin Jung dengan senyum tipis yang tampak sangat
dipaksakan.
“Kau
jelas tahu maksudku.” Kibum memamerkan senyumnya, senyuman penuh arti. “Dengar,
Jung. Pada akhirnya bukan hanya dia yang akan tersakiti, tapi juga dirimu.”
Kibum
beranjak dari tempat duduknya dan memilih untuk pergi dari hadapan Shin Jung.
Saat hendak menggapai gagang pintu, namja
itu berbalik dan menatap Shin Jung dalam.
“Apa
kau yakin perasaanmu itu bukanlah perasaan yang sama dengan apa yang Kyuhyun
rasakan terhadapmu?” tanyanya. Lalu membuka pintu dan keluar dari ruangan di
mana Shin Jung berada.
Shin
Jung, sepeninggalan namja itu, hanya
bisa menggigit bibir bawahnya dan terdiam. Menatap, tapi tidak tahu apa yang ia
tatap. Shin Jung mulai memikirkan perkataan Jong Woon, Kibum, dan Kyuhyun.
Pikirannya mulai penuh dengan kalimat demi kalimat yang hanya akan membuat
dadanya semakin terasa sesak.
“Adakah alasanmu
untuk tetap hidup? Jika ada, katakan padaku. Aku akan menemukan alasan itu agar
kau bisa terus bernapas bersamaku.”
“Kau percaya
‘cinta pada pandangan pertama’?”
“Sampai kapan kau
akan menutup hatimu?”
“Tapi aku merasakannya.
Aku merasakannya… padamu.”
“Sikapmu selama
ini yang menghindari namja bukan semata-mata karena Jong Woon-hyung, melainkan
karena alasan lain. ‘Alasanmu’, benar kan?”
“Dan aku adalah
orang terkonyol di dunia saat ini.”
“Alasan itu ada
pada diri Kyuhyun, kan?”
“Demi Tuhan, Jung…
Tanpamu aku tidak bisa dibilang hidup walau nyawa masih ada di dalam tubuhku.”
“Apa kau yakin
perasaanmu itu bukanlah perasaan yang sama dengan apa yang Kyuhyun rasakan
terhadapmu?”
Shin
Jung memegangi kepalanya yang kini terasa seperti berputar-putar. Ia menggigit
bibir bawahnya, mencoba menahan cairan yang kini memaksa untuk keluar dari
kedua matanya.
“Alasan…
alasanku untuk tetap hidup?”
~***~***~***~
-A week later-
“Kyuhyun-ah?
Kyuhyun-ah! YA! Cho Kyu Hyun!” panggil Kibum dengan setengah berteriak sambil
mengguncang tubuh namja yang sejak
sepuluh menit terakhir terlihat seperti mayat hidup itu.
“Mwo?” tanya Kyuhyun yang sudah tersadar
dari lamunannya.
“Yaak!
Jadi dari tadi kau tidak mendengarkan ucapanku?” tanya Kibum kesal yang hanya
dijawab Kyuhyun dengan gelengan.
“Maaf,
tadi kau bilang apa?” tanya Kyuhyun meminta pengulangan dari Kibum sambil
memamerkan cengir kudanya.
Kibum
yang sudah kesal hanya memandangi Kyuhyun dan mengibaskan sebelah tangannya. “Aaah,
sudahlah. Tidak usah,” ujarnya.
“Mianhae,” ucap Kyuhyun.
Ia
kembali mengutak-atik kameranya. Dan pada saat itu pula ia merasakan rasa rindu
yang semakin menjadi-jadi. Matanya terasa berat untuk sekedar memandangi
foto-foto yang tersimpan di dalam benda yang ada di dalam genggamannya. Semuanya
adalah foto pemandangan. Hanya gambar-gambar alam, namun memiliki makna yang
sangat dalam bagi Kyuhyun.
Memori
akan gadis itu kembali lagi ke dalam pikirannya.
Saat
mereka secara tidak sengaja bertemu di taman.
Saat
Kyuhyun terus memohon maaf padanya walaupun ia tahu bahwa gadis itu sudah
memaafkannya.
Dan…
saat Kyuhyun meminta gadis itu untuk mengajarinya memotret.
Begitu
singkat kenangan yang terpatri di antara mereka. Singkat. Bahkan terlalu
singkat untuk Kyuhyun berani mengutarakan perasaannya. Dan pada akhirnya dia
sendiri yang merasakan akibatnya, sakit yang mendalam.
Benda
yang sekarang di dalam genggamannya adalah saksi bisu kebersamaan mereka yang
singkat itu. Kyuhyun bingung. Haruskah ia membuang kenangan mereka dan
melakukan apa yang gadis itu pinta padanya; melupakannya. Haruskah? Bukan,
bukan itu yang seharusnya menjadi pertanyaannya, tapi ‘bisakah’. Bisakah
Kyuhyun melupakan gadis yang sudah menjadi pelanginya itu?
“Kim
Shin Jung?” tanya Kibum tiba-tiba.
Kyuhyun
menoleh cepat pada namja itu dengan
dahi yang berkerut samar.
“Kau
memikirkannya lagi?” tanya Kibum lagi.
Kyuhyun
hanya mengangguk menjawab pertanyaannya.
“Tidak
ada lagi yang bisa kulakukan,” ucapnya lirih.
“Jangan
putus asa seperti itu.”
“Dia
sudah menolakku.”
“Benarkah
begitu?”
Kerutan
di dahi Kyuhyun semakin terlihat jelas. “Maksudmu?” tanyanya tak mengerti.
“Apa
kau pernah mendengarnya bilang ‘aku menolakmu’ secara langsung?” ucap Kibum
berbalik bertanya.
“Mwo?” Kyuhyun diam sejenak. Lalu secara
perlahan kerutan di dahinya memudar. “Tidak. Tapi dia sudah jelas-jelas
menolakku,” ucapnya lemah, membuatnya semakin terlihat putus asa.
Kibum
mencondongkan tubuhnya ke arah Kyuhyun dan menatapnya dengan tatapan penuh
arti. “Kau tahu cara melihat kebohongan seseorang?” tanya Kibum dengan setengah
berbisik.
Kyuhyun
menggeleng cepat. “Ani.”
“Kau
bisa lihat dari matanya,” ujar Kibum. “Kalau kau mendengar penolakannya melalui
telepon, bagaimana bisa kau tahu bahwa dia tidak berbohong padamu?” lanjutnya.
“Heh?”
Kyuhyun terdiam, mencoba mencerna ucapan Kibum baik-baik.
“Sudah
tidak ada waktu lagi,” ujar Kibum seraya merogoh tasnya, mengeluarkan sebuah
notes kecil dan pulpen. “Temui dia dan bicarakan baik-baik. Dengan begitu kau
akan tahu sendiri jawabannya,” ujarnya lagi seraya merobek kertas notes dan
memberikannya pada Kyuhyun.
Kyuhyun
memandangi tulisan-tulisan yang tertera di kertas itu. Lagi-lagi ia dibuat
bingung oleh Kibum. Tapi perlahan kebingungan itu berkurang, dan akhirnya ia
menemukan jawabannya sendiri––alasan kenapa gadis itu menyuruhnya untuk
melupakannya.
~***~***~***~
Jong
Woon menatap pasrah adiknya yang terbaring di atas tempat tidur dari luar
kamar. Pandangannya meredup tatkala dokter yang menjadi lawan bicaranya itu
menggeleng-geleng pasrah sambil menepuk bahunya pelan. Jong Woon tidak mengerti
kenapa dokter itu melakukan hal itu. Untuk menularkan ketabahan padanya kah?
Konyol. Jong Woon tidak merasa lebih baik sekarang.
“Sudah
tidak bisa ditunda lagi,” kata dokter itu pelan. “Kita harus melakukan operasi
itu secepatnya, sebelum adik Anda tidak bisa ditolong lagi.”
Jong
Woon menatap lantai tempatnya berpijak, tidak berani menatap dokter yang sedang
berbicara padanya. Ia tidak berani menatap fakta yang sudah berada di depan
matanya sendiri. Namja berkulit putih
itu menelan ludahnya dengan susah payah.
“Apa
tidak ada jalan lain?”
Lagi-lagi
dokter itu menggeleng. “Operasi adalah satu-satunya jalan keluar,” jawabnya.
“Tapi
dia tidak menginginkannya…” ucap Jong Woon lirih.
“Itu
tergantung pada keputusan pasien. Kami hanya melakukan yang terbaik,” ujar
dokter itu sembari menyunggingkan senyumnya. Lalu meninggalkan Jong Woon yang
masih berdiri di tempatnya.
Jong
Woon merasa jantungnya benar-benar berhenti sekarang. Ia tidak tahu lagi
bagaimana caranya agar Shin Jung mau menjalani operasi yang akan membuatnya
dapat bertahan hidup.
Di
dunia ini apapun bisa Jong Woon miliki. Tapi semua itu tidak ada artinya sama
sekali dibandingkan dengan Kim Shin Jung, hartanya yang paling berharga.
Sungguh, demi Tuhan, Jong Woon tidak dapat bernafas dengan baik tanpa mendengar
detak jantung Shin Jung. Apapun akan ia lakukan agar Shin Jung dapat bertahan
hidup, bernafas bersamanya, dan merasakan denyut nadinya. Apapun… Sungguh,
apapun akan dilakukannya.
Jong
Woon menarik napasnya dalam-dalam, lalu setelah merasa paru-parunya penuh
dengan oksigen, ia membuangnya perlahan. Kemudian ia berbalik, hendak masuk ke
dalam kamar di mana adiknya di rawat. Namun, sebelum tangan kanan Jong Woon
menggapai gagang pintu, kedua telinganya menangkap sebuah suara memanggilnya.
Suara yang sangat ia kenal. Suara itu… suara orang yang tidak ia sukai.
~***~***~***~
Sebuah
mobil hitam membelah jalan raya dengan kecepatan tinggi, bagai angin yang
bertiup dan tak peduli dengan apa yang baru saja ia lewati. Si pengendara tidak
peduli dengan suara klakson mobil lain yang memperingatkannya untuk menurunkan
kecepatan, atau sumpah serapah yang dikatakan orang-orang yang hampir ia
tabrak, ia tetap menyetir seperti orang kesetanan.
Ketika
sampai di tempat tujuannya, si pengendara yang adalah seorang namja itu segera berlari menuju gedung
yang sudah ada di depan matanya.
“Kim
Shin Jung,” ujarnya sebelum sempat mengatur napasnya terlebih dahulu.
Orang
yang menjadi lawan bicaranya tidak menjawab, hanya menekan-nekan tombol pada
keyboard komputer dan memusatkan pandangannya pada layar monitor. “Ruang 132,
lantai tiga,” ujarnya kemudian.
Tanpa
mengatur napas atau sekedar memelankan langkahnya, Kyuhyun segera masuk ke
dalam lift dan menekan angka 3. Ia bahkan menggerutu saat lift yang ia gunakan
tak kunjung terbuka.
TING!
Kyuhyun
sampai di lantai tiga. Ia segera keluar dari lift dan segera mencari ruangan
dengan angka 132 pada pintunya lagi-lagi dengan berlari.
Tatapannya
berubah menjadi cerah saat melihat seseorang yang sedang berdiri di depan
sebuah ruangan dengan kepala yang tertunduk dan wajah yang muram.
Tanpa
memerdulikan rasa takutnya lagi, Kyuhyun segera memanggil nama orang itu
selantang mungkin. “Kim Jong Woon-hyung!”
Orang
itu tak langsung berbalik, ia lantas hanya terdiam dengan rahang yang mengeras.
“Jong
Woon-hyung!” panggil Kyuhyun lagi
saat ia sudah berada di hadapan orang itu.
Jong
Woon berbalik dan menatap Kyuhyun dengan tatapan yang sama sekali tidak berubah
dari tatapan yang pernah ia berikan pada namja
itu. “Mau apa kau ke sini?” tanya Jong Woon dingin. “Apa keinginanmu?”
“Jong
Woon-hyung, aku ingin bertemu dengan
adikmu,” jawab Kyuhyun tanpa rasa takut sedikitpun.
“Berapa
kali aku mengatakannya padamu? Tidak bisa.”
Jong
Woon membalikkan badannya dan hendak meraih gagang pintu saat Kyuhyun lagi-lagi
menyebut namanya.
“Hyung, kumohon… Aku ingin sekali bertemu
dengannya,” ujar Kyuhyun sambil menahan tangan Jong Woon yang sudah terangkat
untuk membuka pintu.
“Tidak
bisa,” sahutnya tanpa berbalik atau menatap Kyuhyun.
“Kumohon…
Sekali ini saja, izinkan ak––”
BUK!
Kyuhyun
memegangi pipinya yang terasa nyeri. Bukan jawaban atau izin dari Jong Woon
yang ia dapatkan, melainkan kepalan tangan Jong Woon yang menghantam pipi
kirinya.
“Cepat
pergi dari sini, atau aku––”
“Hyung,” potong Kyuhyun. Ia berlutut
sambil memegangi tangan kiri Jong Woon yang tidak terkepal. “Aku mohon… Aku
ingin bertemu dengannya,” pintanya.
“Yaak,
lepaskan!” ujar Jong Woon seraya berusaha untuk melepaskan tangan Kyuhyun yang
menggenggam tangan kirinya.
Kyuhyun
makin mengeratkan genggamannya.
Apapun
akan ia lakukan agar bisa bertemu dengan gadis itu. Apapun. Walaupun ia harus
memohon pada Jong Woon yang membuatnya terlihat rendah seperti sekarang.
“Aku
ingin bicara padanya.”
“Lepaskan!
Atau kau ingin aku memukulmu lagi, heh?”
“Pukul
saja, Hyung!” seru Kyuhyun. “Pukul
saja aku jika itu bisa mengantarkanku untuk bertemu dengan Shin Jung.”
Jong
Woon terpaku di tempatnya. Ia tidak bergerak sedikitpun.
Saat
dirasakannya tangan Kyuhyun sudah melemas, ia segera menarik tangannya yang
tadi Kyuhyun tahan. Ia berbalik dan membuka pintu kamar di mana Shin Jung
dirawat.
“Masuklah,”
ucapnya pelan.
Kyuhyun
mengangkat kepalanya, menatap Jong Woon dengan tatapan bingung.
“Kubilang
masuk,” ucap Jong Woon singkat, mengulangi ucapannya dengan nada bicara yang
sedikit meninggi.
Namja yang menjadi lawan bicaranya
itu segera berdiri dan masuk ke dalam ruangan dengan aroma obat yang sedikit
menusuk.
Pelan.
Sampai akhirnya Kyuhyun merasakan nyeri yang teramat sangat di dalam dadanya
saat ia mendapati ‘pelangi’nya sedang terbaring lemah di atas tempat tidur dan
terlihat sangat tidak berdaya.
“Sudah
berapa lama?” tanya Kyuhyun pelan tanpa mengalihkan pandangannya dari gadis
yang sudah tampak lebih kurus itu.
“Tiga
tahun,” jawab Jong Woon lirih.
Perlahan
sebelah tangan Kyuhyun menyentuh dahi Shin Jung yang putih pucat. Lalu turun ke
hidungnya, dan terakhir ke bibirnya. Entah mendapat keberanian dari mana,
Kyuhyun mendaratkan bibirnya pada bagian wajah Shin Jung yang terakhir kali
disentuhnya itu.
Jong
Woon tersentak kaget melihat apa yang baru saja namja berambut cokelat di depannya itu lakukan pada adiknya.
“Hei,
apa yang kau––”
Ucapan
Jong Woon terhenti saat menyadari kelopak mata Shin Jung yang sedari tadi
tertutup perlahan mulai terbuka.
Kyuhyun
yang masih menempelkan bibirnya pada bibir Shin Jung, segera menarik wajahnya
menjauh dari wajah gadis itu saat telinganya menangkap sebuah suara yang sangat
ia kenal.
“Jong
Woon-oppa…”
-To
be continued-
Sorry kalo alur ceritanya kecepetan atau gimana.
Soalnya saya lagi sibuk-sibuknya ngurus sekolah.
Maklum, udah putih abu-abu *kibas poni* *eh
hehehehe.... :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar