Jumat, 14 Desember 2012

Love or Obsession? (Part 8)





Love or Obsession––– Part 8

Author : Ifa Raneza
Main Cast : Yesung (Kim Jong Woon), Park Hyemi


**

“Apa aku masih memiliki kesempatan untuk membahagiakanmu, Park Hyemi?”




Hyemi mengerjap beberapa kali saat pikirannya kembali melayang ke ucapan Sungmin tadi. Ia masih berpikir apa yang membuat jantungnya berdebar begitu kencang saat kalimat itu lolos dari mulut Sungmin. Kali ini suara Sungmin sangat tulus dan tidak ada rasa ingin memiliki dalam suaranya. Hanya ada rasa ingin melindungi. Dan Hyemi menyukai itu, entah karena apa.
Perlahan ia jemarinya menyentuh bibirnya sendiri. Bibir yang beberapa menit lalu baru saja disentuh oleh bibir Sungmin. Ia masih bisa merasakan kehangatannya sampai detik ini, ataukah … itu karena wajahnya yang mulai memanas?
Hyemi menghela nafasnya pelan. Ia masih ingat dengan siapa ia pertama kali melakukan ciuman pertama dalam hidupnya. Namja itu berhasil mencuri ciumannya dan juga hatinya. Tapi kini dia jugalah yang menjatuhkan Hyemi dari langit tertinggi ke dalam jurang terdalam.
Dengan cepat tangan kanan gadis itu mencengkeram kerah bajunya sendiri, mencoba menekan rasa sakit yang kembali menghujam hatinya. Bodoh. Itulah yang ia pikirkan tentang dirinya saat ini. Ia tahu ia harus melupakan namja kurang ajar yang sudah mencuri hatinya dengan seenaknya itu, tapi ia juga tidak tahu bagaimana cara membuang bayangannya jauh-jauh dari pikirannya. Ia merasa dirinya sudah terkena kutukan, kutukan yang tidak akan pernah hilang dari dalam dirinya dan akan terus membekas sampai kapanpun. Kutukan yang membuatnya terjebak dalam lingkaran Kim Jong Woon.

“Hyemi-ah…”
Hyemi menoleh. Ia sedikit membuka matanya lebih lebar saat mendapati siapa yang baru saja memanggilnya. Namja itu, namja yang tidak ingin ia temui. Ingin rasanya ia berlari dan bersembunyi dari hadapan namja ini,. Tapi belum sempat Hyemi menghindar, namja itu sudah mencekal tangannya, mencegahnya untuk pergi.
“Aku mohon… Aku mohon, jangan pergi… Dengarkan aku dulu,” ucapnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dan menatap Hyemi dengan nanar.
Hyemi hanya menatapnya datar, tapi berbeda dengan hatinya yang sedang berteriak untuk segera pergi dari hadapan namja ini.
“Apa…? Apa yang ingin kau katakan padaku?” tanya Hyemi dengan seluruh usahanya untuk menormalkan suaranya meskipun itu sangat sulit.
“Soal Hara…”
“Aku tahu,” potong Hyemi, membuat Jongwoon segera menatapnya dengan tatapan tak percaya.
“Kau tahu tentang Hara…?” tanyanya pelan.
“Tentu saja aku tahu,” ujar Hyemi ketus. Ia menyentak tangan namja itu dan memalingkan wajahnya ke arah lain. “Wanita itu sedang mengandung anakmu. Iya, kan, Jongwoon-ah?”
Jongwoon tak menjawab. Ia hanya menundukkan kepalanya, menyembunyikan wajah kotornya yang tak pantas lagi untuk Hyemi pandang.
“Seharusnya kau tidak perlu menemuiku lagi,” ucap Hyemi lagi dengan suara seraknya, membuat Jongwoon segera mengangkat kepalanya begitu mendengar suaranya.
Sial! Hyemi menggerutu di dalam batinnya. Ia menggerutui suara bodohnya yang tiba-tiba saja serak. Ketahuan sudah, sebentar lagi pasti air matanya akan segera menetes.
“Kau dan aku sudah selesai, Jongwoon-ah.. Tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan. Kita jalani takdir kita masing-masing,” ucap Hyemi dengan air mata yang sudah menggenangi seluruh pelupuk matanya.
Ia mundur beberapa langkah secara perlahan, lalu membungkuk hormat sebelum berlari sekencang yang ia bisa, menghindari Jongwoon.

Jongwoon tersentak melihat Hyemi yang tiba-tiba kabur. Ia segera berlari mengejar Hyemi yang berlari di depannya dengan air mata yang membasahi hampir seluruh wajahnya. Jantung Hyemi berpacu cepat. Ia memejamkan matanya, berharap pada Tuhan keajaiban akan datang dan segera menyingkirkan namja itu dari hadapannya, sehingga ia tidak perlu berlari seperti orang saat ini. Ia terus berdoa dalam hatinya agar Jongwoon tak dapat mengejarnya, meskipun pada faktanya Hyemi adalah pelari yang baik, maka akan sulit bagi Jongwoon untuk mengejarnya.
Sungmin… Di mana namja itu di saat seperti ini? Hyemi rasanya ingin mengutuk Sungmin yang sejak sepuluh menit lalu pergi meninggalkannya di taman, hingga ia harus berhadapan dengan namja ini. Tuhan… Apa yang harus gadis malang ini lakukan?

“Hyemi.. Tunggu aku..” ucap Jongwoon cepat saat ia berhasil meraih tangan Hyemi setelah usaha mati-matiannya mengejar gadis itu.
Hyemi berusaha menyentak tangan kekar Jongwoon, tapi sayang usahanya sia-sia. Kali ini Jongwoon tidak akan membiarkan gadis itu lepas lagi dari tangannya.
“Dengarkan aku..”
“Apa yang harus kudengarkan darimu?!” teriak Hyemi tepat di depan wajah Jongwoon.
Jongwoon tersentak kaget begitu mendapati gadis itu berteriak padanya dengan air mata yang membasahi hampir seluruh wajahnya. Detik itu juga ia dapat merasakan rasa perih yang menghujam hatinya. Tak bisakah ia mendapatkan kepercayaan Hyemi yang telah hilang untuk kedua kalinya?
“Kau jahat, Jongwoon-ah…”
Tangis Hyemi menjadi-jadi. Ia tidak lagi meronta-ronta agar tangannya dilepas oleh Jongwoon, tapi kini ia menangis sejadi-jadinya di hadapan Jongwoon, tepat di depan kedua mata gelap itu. Kedua mata gelap itu menatapnya dengan perasaan terluka. Terluka karena melihat gadisnya menangis, dan juga terluka karena kepercayaan dan cinta untuknya sudah memudar.
“Dengarkan aku, Hyemi…”
“Aku tidak mempercayaimu. Kau dengar itu? Kau tidak perlu menjelaskan apa-apa lagi, karena berapa kali pun kau menjelaskannya, yang aku tahu semua itu hanya kebohongan.”
Kini Jongwoon dapat merasakan kebencian yang amat dari suara Hyemi. Ia sudah hancur sekarang. Ia hancur dengan serangan bertubi-tubi yang Hyemi lemparkan lewat kata-katanya. Jongwoon telah menghancurkan Hyemi, dan kini gadis itu juga tengah menghancurkan dirinya. Dengan kata lain dirinya sendirilah yang berusaha menghancurkan hidupnya. Ironis.
“Hyemi… Jangan menangis,” ucapnya sambil menggerakkan ibu jarinya menghapus air mata Hyemi, namun tangan halus Hyemi dengan cepat menepisnya dengan kasar.
“Jangan sentuh aku!” jeritnya sambil menghempas tangan Jongwoon yang mencoba menyentuh tangannya.
“Hyemi… dengarkan aku…” ucap Jongwoon yang mulai menyerah dengan segala usahanya.
Hyemi menggelengkan kepalanya kuat. Ia menutup kedua indera pendengarannya dengan kedua telapak tangannya, membuat Jongwoon kembali meringis pelan karena hatinya kembali dihujam pedang tajam.
“Hyemi…”
Andwaeyo… Aku mohon.. jangan ganggu aku…” ucap Hyemi dengan sebulir air mata yang kembali menuruni pipi putihnya.
“Hyemi.. terserah kau mau mendengarkannya atau tidak. Tapi yang jelas.. Aku masih mencintaimu.. Aku sangat mencintaimu.”
Tangisan Hyemi semakin menjadi saat kalimat itu lolos dari mulut Jongwoon. Ia ingin kembali ke masa itu, masa di mana ia masih mempercayai kata-kata Jongwoon. Tapi itu mustahil. Kenyataan telah di hadapkan padanya. Ia telah dikhianati.
“Park Hyemi.. jeongmal saranghae…” bisik Jongwoon lembut seraya menyentuh wajah Hyemi dengan tangannya. Ia mengelus pipi putih itu dengan lembut, seolah takut ia bisa merusaknya kapan saja.
“Jangan… Jangan muncul di hadapanku lagi…” ucap Hyemi pelan dan bergetar.
Jongwoon hanya menggeleng menjawab ucapannya. Itu tidak mungkin bisa ia lakukan. Ia tidak bisa hidup tanpa melihat bayangan Hyemi.
“Aku masih sangat mencintaimu..”

BUGH!
Hyemi membuka matanya lebar-lebar saat ia mendengar suara pukulan itu dan mendapati Jongwoon sudah tersungkur ke tanah dengan darah yang mengalir dari sudut bibirnya.
Jongwoon meringis sambil menyentuh sudut bibirnya dengan hati-hati. Ia bangun dengan susah payah karena tenaganya memang sudah terkuras untuk mengejar Hyemi tadi.
“Bukankah sudah kubilang, Hyung? Jangan pernah dekati Hyemi lagi,” ucap pria yang baru saja melayangkan tinjunya ke wajah Jongwoon.
Ia menatap dendam pada Jongwoon yang kini hanya memandangi jarinya yang terkena darah dari bibirnya.
“Sungmin-ah…” ucap Hyemi dengan keterkejutan yang masih bersarang pada dirinya. Ia menyentuh lengan Sungmin, meminta agar pria itu segera meninggalkan tempat ini.
“Kau tidak perlu lagi datang menemui Hyemi, Hyung.. kecuali..” Sungmin menggantungkan ucapannya saat mata Jongwoon terfokus pada tangan Sungmin yang menggenggam tangan Hyemi dengan erat. Sungmin menyunggingkan senyum sinisnya, lalu ia berucap. “… Kecuali saat pernikahan kami berlangsung.”
Kalimat itu mampu membuat kedua mata Jongwoon terbuka lebar dan menghancurkan hampir seluruh bagian dalam tubuhnya. Hatinya, jiwanya, semuanya… Ia merasa hancur sehancur-hancurnya sekarang.
“Kita pergi, Hyemi.”
Sungmin menggandeng tangan Hyemi pergi meninggalkan Jongwoon yang masih berdiri mematung dengan otaknya yang masih memikirkan ucapan Sungmin tadi.
Pernikahan.. Sungmin baru saja mengatakan pernikahannya dengan Hyemi.

**

(Lee Sungmin POV)

“Kau tidak seharusnya memukulnya, Ming..” ujar gadis di sampingku ini dengan nada kesal bercampur penyesalannya.
Aku hanya tetap memandang lurus jalanan di depanku sambil mencengkeram kuat stir mobil. Sesampainya kami di rumahnya, aku langsung menariknya masuk ke dalam mobil dan membawanya pergi entah ke mana. Aku tidak mempunyai tujuan saat ini. Yang aku mau hanyalah pergi berdua dengannya. Hanya berdua. Tidak ada orang lain, termasuk hyung brengsekku itu.
“Sungmin-ah…”
“Dia pantas mendapatkan itu, Hyemi-ah,” ucapku dingin tanpa menatapnya. Aku tidak mau dia mendapatiku menatapnya dengan tatapan tajam.
Tapi diluar dugaanku, dia menahan tanganku hingga membuatku terpaksa menginjak rem mendadak. Kemudian ia menarik pundakku dengan keras agar aku menatapnya. Great! Tanpa sadar aku melemparkan tatapan tajamku padanya.
“Tapi dia hyung-mu, Sungmin. Ingat, dia Hyung-mu!” ujarnya dengan nada tinggi tepat di depan wajahku.
“Dia memang hyung-ku, tapi dia brengsek, Hyemi-ah! Dia sudah menyakiti yeoja yang paling tidak ingin aku sakiti! Dia menghancurkan hidupku yeoja-ku! Tidak bisakah kau merasakannya? Merasakan kebencianku pada namja bodoh itu?!” teriakku tepat di depan wajahnya, membuatnya membeku seketika dan menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan.
Aku menundukkan kepalaku, tidak sanggup menatap kedua bola mata itu dengan emosiku saat ini.
Mianhae…” ucapku pada akhirnya, menyesal pada tindakanku yang meneriakinya tadi.
Ini pertama kalinya aku meneriakinya dengan seemosi tadi dan pertama kalinya juga aku melihatnya membeku karena perkataanku.
Aku mengusap wajahku dengan frustasi, lalu menatapnya teduh. Entah kenapa aku benar-benar jatuh ke dalam pesona gadis ini. Aku ingin memilikinya seutuhnya.

“Apa kau benar-benar tidak bisa melupakan Jongwoon-hyung?” tanyaku pada akhirnya yang membuatnya langsung menatapku kaget.
Ia menggigit bibir bawahnya kuat dengan memalingkan wajahnya ke arah luar jendela, menghindari tatapan penuh selidikku. Tapi dengan cepat aku meraih dagunya agar ia menatapku. Bisa kulihat dengan jelas air mata yang menggenangi pelupuk matanya dan bersiap untuk jatuh, kembali membasahi pipi cantiknya.
“Jawab aku..” ucapku pelan dan lembut.
Perlahan kudekatkan diriku pada dirinya dan mengusap sudut matanya yang basah.
“Sulit..” ucapnya pada akhirnya.
“Hm..?” gumamku memancingnya untuk bercerita lebih tentang perasaannya yang sulit untuk kutembus.
Ia menghapus air mata yang sempat jatuh dengan kedua tangannya, lalu menatapku sendu.
“Aku benar-benar membencinya.. tapi.. sulit.” Kini ia membiarkan pipinya dibasahi oleh air mata yang dengan derasnya menuruni pipi putihnya. “Sulit, Sungmin-ah.. Aku tidak tahu kenapa, tapi… semakin aku ingin menghapusnya, semakin sakit pula hatiku. Sungmin-ah… Kenapa…? Kenapa bisa begitu sulit?” ucapnya tak beraturan karena bercampur dengan tangisannya yang meledak begitu saja. Membuatku sedikit panik melihatnya menangis begitu keras.
“Ssst…” Dengan perlahan aku menariknya ke dalam pelukanku. Tidak ada perlawanan darinya, dan itu membuatku dengan leluasa bisa menyalurkan kehangatanku padanya. “Semuanya akan baik-baik saja, Hyemi.. Aku akan membantumu. Kita akan membuatnya menjadi terasa lebih mudah, eoh?” ucapku sambil sesekali mengusap bahunya yang tampak bergetar karena ia masih menangis di dadaku.
Secara perlahan aku mendorong tubuhnya agar aku bisa melihat wajahnya. Setelah itu aku mencium keningnya dengan lembut, dan membisikkan sesuatu padanya.
Saranghae…”

**

(Author POV)

Jongwoon memasuki rumahnya dengan suasana hati yang sudah tak beraturan. Hatinya sudah hancur berkeping-keping, tak bersisa lagi. Tidak ada yang bisa ia lakukan setelah ia kehilangan cintanya. Dengan secepat mungkin ia naik ke lantai atas dan masuk ke dalam kamarnya dengan membanting pintunya, membuat semua pelayan yang heran melihat sikapnya langsung melonjak kaget. Emosinya sudah berada di atas rata-rata. Wajahnya sudah memerah karena emosi. Ia tidak bisa menahannya lagi. Setelah melirik mejanya beberapa saat ia langsung bergerak membuang apa saja yang ada di atas meja itu dan membantingnya keras. Tidak puas dengan itu, ia beranjak ke tempat tidurnya, mengacak-acak bantal dan selimut yang ada di sana, membuangnya dan membantingnya keras ke lantai.
Jongwoon berteriak. Air matanya sudah mengalir dengan deras sejak tadi. Tangisnya pecah bersamaan dengan teriakannya. Ia menangis sekencang mungkin. Ia tahu untuk namja sepertinya ia tidak pantas untuk menangis seperti ini, tapi hatinya tidak bisa bekerja sesuai dengan kerja otaknya. Ia terlalu rapuh untuk saat ini. Ia sudah hancur, semuanya.. hidupnya, cintanya, hatinya, semuanya sudah hancur.

“Jongwoon…?”
Namja itu mengangkat wajahnya, menunjukkan wajah menyedihkannya pada wanita paruh baya yang membuka pintu kamarnya dengan hati-hati. Setelah menutup pintunya dengan perlahan, wanita itu mendekati putra tunggalnya, menariknya ke dalam pelukan hangat yang tidak akan pernah Jongwoon lupakan dalam hidupnya. Wanita itu menghapus air mata yang menetes dari pelupuk mata Jongwoon saat lagi-lagi kedua mata indah itu mengeluarkan buliran air mata.
Eomma…” bisik Jongwoon lirih. Ia tidak memiliki tenaga lagi untuk bercerita tentang hatinya pada ibunya itu. Tenaganya sudah habis karena digunakan untuk menahan siksaan batin yang ia perangi selama ini.
Sebelah tangan halus dan lembut itu menggenggam tangan Jongwoon, menyalurkan kehangatan yang ia miliki, mencoba meredam kesedihan yang Jongwoon rasakan saat ini.
Eomma…” bisiknya lagi. “Kenapa rasanya sakit, Eomma…?” lirihnya yang mampu membuat pertahanan air mata Nyonya Kim runtuh.
Wanita itu meneteskan air matanya dalam pelukan putranya. Ia mampu merasakan rasa sakit yang Jongwoon alami lebih dari siapapun.
“Kenapa rasanya masih tetap sama seperti yang dulu…? Dulu juga rasanya sangat sakit seperti ini…” lirihnya lagi yang membuat Nyonya Kim semakin tidak tahan untuk mengeratkan pelukannya.
Jongwoon menangis di pundak ibunya. Ia menangis layaknya seorang anak kecil yang mengadu pada ibunya saat ia diganggu teman-temannya atau karena kakinya terluka. Tapi saat ini bukan kaki Jongwoon yang terluka, tapi hatinya. Perasaan terdalamnya sangat terluka.
Eomma tahu..” bisik Nyonya Kim pelan di sebelah telinga Jongwoon.
Jongwoon mengangguk dalam pelukan ibunya.
Eomma memang selalu tahu… Kau selalu tahu bagaimana diriku, Eomma…” bisiknya untuk terakhir kali sebelum tangisnya mulai mereda dan ia terseret ke dalam mimpinya.

**

Sungmin memasuki ruang keluarga kediaman Park dengan wajah penasaran. Ia baru saja dikejutkan dengan telepon dari Jungsoo yang mengatakan ada hal penting yang akan mengubah hidup Sungmin sebentar lagi, dan hal itu sukses membuat Sungmin dengan terburu-buru mengganti pakaian tidurnya dengan T-Shirt dan jeans setelah mandi dengan kecepatan maksimal. Ia menemui Narin dan Jungsoo di dalam ruangan bernuansa cokelat-putih itu dan langsung duduk di hadapan kedua orang itu masih dengan raut wajah penasarannya.
“Hey, bisakah kau sabar menunggu kukatakan kabar baikmu itu?” goda Jungsoo saat melihat raut wajah Sungmin yang hampir saja membuat tawanya meledak.
Sungmin mendelik Jungsoo dengan kesal. “Ayolah, Hyung, katakan saja padaku sekarang. Apa yang membuatmu menyuruhku untuk cepat-cepat datang kemari?” ujar Sungmin sambil sesekali melirik Narin yang juga sedang menunjukkan senyum cerahnya hari ini.
Jungsoo melirik Narin sekilas, lalu ia menyodorkan selembar tiket penerbangan menuju Paris pada Sungmin. Sungmin menatap tiket yang Jungsoo sodorkan padanya dengan tatapan bingung. Untuk apa Jungsoo memberinya liburan?
“Apa ini, Hyung? Kau mau memberiku liburan?” tanya Sungmin dengan tampang bodohnya.
Jungsoo menggeleng. “Bukan, aku tidak memberimu liburan. Tapi Hyemi mengajakmu liburan sebelum hari pernikahan kalian,” jawab Jungsoo yang perlahan-lahan membuat kedua mata Sungmin membelalak tak percaya.
Mwo?” ucap Sungmin sambil menatap Jungsoo dan Narin yang tengah tersenyum senang secara bergantian.
Ne, Hyemi sudah menyetujui rencana pernikahan kalian. Chukkaeyo,” ucap Narin sambil mengulurkan tangannya menjabat tangan Sungmin.
“A..apa aku tidak salah dengar?” ucap Sungmin masih dengan tampang polosnya yang membuat Jungsoo serta Narin terkekeh pelan.
“Kau tidak salah dengar, Lee Sungmin. Kau bisa menemui calon istrimu di kamarnya,” ujar Jungsoo masih dengan lengkungan yang sama di bibirnya.
“Temui dia dan ajak dia bicara dari hati ke hati, Sungmin-ah..” saran Narin yang langsung Sungmin tanggapi dengan anggukan.
Ne, gomawo..”

**

(Lee Sungmin POV)

Gomawo…” ucap gadis di depanku itu dengan senyuman yang tidak dapat kuartikan. Entah itu senyuman yang dipaksakan atau memang tulus dari dalam hatinya. Yang pastinya senyum itu ia tujukan padaku.
Aku mengerutkan keningku menatapnya yang masih menunjukkan lengkungan itu padaku.
“Untuk?” tanyaku bingung.
“Semuanya,” jawabnya.
Ia melangkah mendekatiku yang masih berdiri di ambang pintu kamarnya. Setibanya ia di depanku, ia membuatku bingung dengan sikapnya. Ia menggenggam kedua tanganku dan semakin mengembangkan senyumannya.
“Tolong bantu aku,” ucapnya pelan. “Bantu aku menggantikan Jongwoon dengan dirimu, Sungmin.. Aku mohon, bantu aku…”
Tanpa sadar senyuman di bibirku sudah mengembang mendengar ucapan tulusnya. Entah karena aku senang karena ia masih mempercayaiku atau karena ia telah memilih untuk melupakan Jongwoon-hyung. Yang pastinya aku senang karena ia telah keluar dari lingkaran Jongwoon-hyung yang bisa saja menyakitinya.
“Bukankah sudah kubilang bahwa aku akan membantumu? Kita akan membuatnya menjadi lebih mudah,” ucapku yang langsung mendapatkan pelukan hangat darinya.
Dan saat ia menyalurkan kehangatan tubuhnya padaku, aku sadar bahwa ia benar-benar tersiksa selama ini. Aku bisa merasakan beban yang ia pikul selama ia memikirkan Jongwoon-hyung yang telah membuatnya jatuh terlalu dalam cintanya. Tanganku tergerak mengusap punggungnya, mencoba menguapkan beban dan rasa sakit yang ia rasakan selama ini.
Hyemi… Hyemi-ku tidak boleh lagi menangis karena namja itu. Ia hanya boleh tersenyum dan tertawa. Hanya dengan begitu saja aku merasa hidupku sudah sangat berwarna.

“Jadi untuk apa kau mengajakku liburan?” tanyaku setelah melepaskan pelukan kami.
Kini aku duduk di tepi ranjangnya sementara ia sedang memasukkan barang-barangnya ke dalam sebuah koper.
Ia mengendikkan bahunya. “Hanya untuk semakin mendekatkan diriku padamu,” jawabnya seadanya.
Aku menatapnya dalam tanpa ia sadari, kemudian kata-kata itu keluar begitu saja dari bibirku.
“Atau untuk melupakan Jongwoon-hyung, eoh?”
Kedua tangannya berhenti memasukkan pakaiannya ke dalam koper dan tatapannya beralih padaku yang masih menatapnya dalam. Tubuhnya sedikit membeku mendengar ucapanku yang sama sekali bukan merupakan pertanyaan, melainkan pernyataan. Ia memalingkan tatapannya ke arah lain, lalu sebuah jawaban keluar dari mulutnya.
“Kau benar…” ucapnya lirih. “Apa aku bisa mengandalkanmu, Ming?”
Aku tersenyum dengan rasa senang yang membuncah dalam hatiku. Ia masih mempercayaiku setelah semua hal yang aku dan Jungsoo-hyung lakukan membuatnya tersakiti.
“Tentu saja,” jawabku sambil mengulurkan tanganku padanya.
Ia menyambut uluran tanganku dengan sedikit ragu pada awalnya, namun semakin yakin beberapa detik setelahnya. Ibu jariku mengusap punggung tangannya yang halus bak sutera. Ia terlalu berharga untuk kulepaskan begitu saja untuk Jongwoon-hyung.
Kau terlalu berharga untukku, Park Hyemi..

**

“Kau mau yang mana, Oppa?” tanya Hara sambil memerhatikan deretan cincin pernikahan bertahtakan berlian yang berkilauan seperti meminta untuk dimiliki.
Jongwoon terdiam, ia bingung menentukan pilihannya untuk saat ini. Apa cincin ini akan membuatnya mengikat Hara yang tidak begitu dicintainya? Apa dia bisa melakukan ini sementara hatinya berontak ingin melepaskan diri dari Hara dan berlari untuk memeluk Hyemi yang sudah jelas sangat membencinya?
Oppa…” panggil Hara saat mendapati Jongwoon hanya melamun sambil memandangi deretan cincin di depannya.
Jongwoon terkesiap, ia menoleh pada Hara yang masih menatapnya bingung. Kemudian sebelah tangannya terangkat menggaruk belakang kepalanya yang sama sekali tidak gatal.
“Ngg.. Aku bingung, Hara…” gumamnya sambil menatap Hara ragu. “Kau pilihlah cincin yang kau sukai, aku keluar dulu,” ucap Jongwoon seraya beranjak dari sana dan berjalan keluar toko.
Hara memanggil-manggil Jongwoon, namun namja itu tidak menggubrisnya. Pikirannya terlalu lelah untuk kembali diajak memikirkan perasaan dan keadaannya yang bertolak belakang.
“Ingat, Jongwoon… Kau punya Hara sekarang.. bukan Hyemi. Hara membutuhkanmu,” gumam Jongwoon sambil memukul pelan kepalanya sendiri.
Ia masih sulit mengendalikan jalan pikiran dan perasaannya saat ini. Meskipun ia bisa memikirkan mana yang harusnya ia jalani, tapi perasaannya masih tertuju pada Hyemi. Membuatnya berpikir untuk segera menikahi Hara. Ia percaya akan ucapan orang-orang yang mengatakan bahwa cinta akan tumbuh dengan sendirinya di dalam kehidupan pernikahan. Dan ia ingin membuktikan itu pada dirinya setelah menikahi Hara.
Bohong jika ia bilang ia sudah melupakan Hyemi, karena pada kenyataannya ia masih mengingat wajah dan aroma tubuh Hyemi ketika mereka bersama. Bohong jika ia bilang ia tidak tersiksa, sekarang ia merasakan batinnya sangat terguncang. Tapi satu hal yang ia tanamkan pada dirinya sendiri saat ini, ia harus hidup tanpa Hyemi, ia harus hidup dengan Hara demi janin yang wanita itu kandung.

“Sungmin, seharusnya kau memilih gaun yang tadi.”
Jongwoon mengangkat wajahnya menatap seorang yeoja yang sedang berjalan beriringan dengan seorang namja di sebelahnya di seberang jalan. Tatapannya terpaku pada kedua sosok itu, sosok yang sangat dikenalnya. Kemudian ia melirik toko yang baru saja ditinggalkan kedua orang itu.
“Toko gaun pengantin…” gumam Jongwoon dengan tatapan miris pada toko itu.
Ia pernah membayangkan dirinya dan Hyemi yang akan mengunjungi toko itu. Tapi kini… ia malah melihat gadis itu keluar bersama sepupunya sendiri dari sana. Sekarang ia bisa menyimpulkan bahwa Hyemi sudah melupakannya. Hyemi sudah bisa menerima Sungmin sebagai pengganti dirinya. Hyemi… Jongwoon rasa gadis itu bisa hidup bahagia bersama namja yang merupakan sepupunya itu. Sungmin adalah pria yang baik, Jongwoon yakin itu.
“Aku bahagia untukmu, Hyemi… Terima kasih untuk semuanya,” gumamnya sambil tersenyum tipis sebelum berbalik dan masuk kembali ke dalam toko perhiasan, menyusul Hara yang tengah memilih cincin pernikahan mereka.

‘Terima kasih untuk cintamu dan karena sudah menyadarkanku betapa indahnya mencintai.’

**

(Park Hyemi POV)

Aku menghela nafasku pelan saat sosok itu sudah berbalik memasuki toko perhiasan, membuatku tidak bisa lagi menatap sosoknya secara sembunyi-sembunyi dari sini. Aku bukannya tidak sadar saat ia menatapku dengan tatapan yang tak bisa kuartikan. Dan apa kau tahu, Jongwoon? Kau sudah membuat perasaanku sakit saat kau menatapku seperti itu, membuatku merasa berat untuk melupakanmu.
“Hyemi? Kau kenapa?”
Aku tersentak dan langsung menoleh pada namja yang sedang menyodorkanku satu cup cokelat panas. Sambil menggeleng pelan aku meraih cup itu dan langsung meneguknya perlahan.
“Kau kenapa?” tanyanya lagi yang seolah kurang puas dengan jawaban singkatku tadi.
Gwaenchana,” jawabku yang tentu saja berbohong. Bagaimana bisa aku baik-baik saja setelah melihat tatapan terluka dari orang yang kucintai?
“Kau yakin?”
Tatapanku beralih pada wajahnya yang masih menatapku penuh curiga. Sebelah alisnya ia angkat seakan tidak percaya dengan jawabanku. Aku menghela nafas, lalu menggamit tangannya dan menarik––lebih tepatnya menyeret––namja ini ke mobil hitam yang sudah terparkir di depan sana.
“Kau yakin akan pergi ke Paris besok? Apa itu tidak terlalu cepat?” tanyanya saat kami berada di dalam mobil hitam mewah miliknya.
Aku menatapnya bingung. “Apanya yang cepat?” kataku balik bertanya.
Ia hanya mengendikkan bahunya sambil menyalakan mesin mobil.
“Entahlah, tapi apa kau yakin dengan ini semua? Aku takut kau akan menyesal nantinya,” ucapnya yang langsung menyentak jantungku.
Ucapannya benar.. Terkadang aku masih ragu dengan ini semua, tapi ini adalah keputusanku. Aku harus hidup layaknya seorang Park Hyemi tanpa seorang Kim Jong Woon seperti semula. Aku harus keluar dari lingkaran kehidupan namja itu.
“Tentu saja yakin,” ucapku dengan nada bicara seyakin mungkin.
Ia tersenyum tipis sambil menancap gas. Lalu tatapannya beralih pada wajahku.
“Apa kau mencintaiku?” tanyanya lagi yang kembali membuat jantungku berdetak tak beraturan.
Tatapanku masih terpaku pada kedua bola matanya. Dan setelah menghela nafas serta meyakinkan hatiku akan keputusanku ini, aku menjawabnya.
“Bohong jika kukatakan aku telah mencintaimu, tapi itu mungkin untuk saat ini. Ke depannya setelah aku menjadi milikmu seutuhnya, kupastikan aku akan belajar mencintaimu dan hatiku hanya tertuju pada dirimu…”



-To be continued-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar