[JongWoon-SoonHee’s
story]
Prove It!
Author : Ifa Raneza
Cast :
-Yesung (Kim Jongwoon)
-Kim Soonhee
-Han Maorin
-Choi Siwon
Genre : Romance, Marriage Life,
Comedy (?)
Previous :
-My Last Dream
-I’ll
Marry You, Kim Jong Woon
-Marry
Him
-I’m
Your Husband
Haaaii~ saya balik lagi nih bawa
FF Jongwoon-Soonhee :D
Ada yang ingetkah? *tidaaaak*
Ada yang kangen? *tidak juga* Mwo? :O
Wkwkwk… Okelah, langsung saja..
Happy reading~ ^^
**
(Jongwoon POV)
Aku
tersenyum saat kedua mataku setengah terbuka dan indera penciumanku menangkap
harum masakan dari luar. Setelah meregangkan otot-ototku yang sedikit kaku, aku
keluar dari kamar dengan mengendap-endap menuju dapur, berusaha tidak
menimbulkan suara sedikitpun.
Begitu
aku mendekati dapur, kulihat sosok itu sedang menyiapkan sesuatu di atas meja
makan dengan serius, sehingga tidak menyadari keberadaanku di belakangnya. Ini
bagus karena aku baru saja mendapatkan ide untuk mengerjainya.
Tanpa
aba-aba, aku langsung memeluk tubuhnya dengan erat dari belakang, membuatnya melonjak
kaget dalam pelukanku.
“AAAAAAA!!
Aish, omo.. Kau mau membuatku
jantungan!” omelnya saat menyadari keberadaanku.
Dengan
cepat tangan halusnya mencubit hidungku dengan keras hingga memerah.
“Aargghh…
Sakit, Hee.. Apa kau tidak bisa lembut sedikit pada suamimu?” sungutku tanpa
mau melepaskan tubuhnya dari pelukanku.
Bagiku
memeluknya adalah salah satu aktifitas penting dan wajib dilakukan setiap pagi.
Apalagi aroma tubuhnya hampir mengalahkan efek kafein atau apapun itu agar rasa
kantukku hilang.
“Salahmu
sendiri membuatku kaget! Ini hukuman untukmu,” ujarnya sambil terus mencubit
hidungku.
“Aish,
hentikan!” seruku sambil berusaha menyingkirkan tangannya yang masih mencubit
hidungku. Tapi percuma saja, tangannya masih senantiasa mencubit hidungku yang
mancung ini(?).
“Memohon
dulu, baru kulepaskan.”
Apa
katanya? Memohon? Dia pikir aku ini apa? Seperti anak kecil saja.
“Ck,
shireo! Kau seperti anak kecil saja,”
ujarku menolak perintahnya.
Ia
hanya tersenyum setan, lalu mencubit hidungku dengan lebih kuat.
“Argh!”
“Ayo,
memohon dulu, baru akan kulepaskan,” ujarnya santai tanpa menghapus senyuman
setannya.
“Aish,
arraseo…! Nyo..Nyonya Kim, kumohon
lepaskan hidungku, ne? ayolah, kalau
kau lepaskan maka kau akan mendapatkan morning
kiss gratis dari Yesung yang tampan ini,” ujarku dengan tatapan setengah
memelas.
Ia
tersenyum penuh kemenangan, tapi senyum itu hilang saat ia menyadari maksud
dari ucapan terakhirku. Matanya menyipit menatapku dengan tatapan kesalnya.
“Ya! Untuk apa kau membangga-banggakan
dirimu seperti itu, hah? Tanpa morning
kiss-mu pun aku akan tetap melepaskanmu, pabo,” ujarnya sambil mendorong tubuhku pelan hingga pelukan kami
terlepas.
Ia
berjalan santai memutari meja makan dan duduk di seberangku. Ia mulai mengambil
nasi dan lauk pauk, sedangkan aku hanya memandanginya dengan tatapan menggoda
yang kupunya. Tapi hasilnya ia hanya menatapku dengan jijik :’(
“Hentikan,
Jongwoon. Kau membuatku kehilangan nafsu makan,” ujarnya masih dengan tatapan
yang sama.
“Benar
kau tidak mau morning kiss dariku?
Yakin tidak mau?” tanyaku menawarkan jasa(?) morning kiss yang selalu ditolaknya. Padahal aku tahu dia selalu
menginginkan tawaran ini. Cih, dasar jual mahal.
Ia
menggeleng pelan, tapi aku tahu ada rasa ragu saat ia melakukan itu.
“Akui
sajalah, Hee.. Daripada nanti kau menyesal karena sudah menolaknya,” ujarku
dengan nada angkuh sambil memainkan sumpit yang kupegang.
Ia
mengerjapkan matanya beberapa kali, setelah itu ia langsung menyerbuku dengan
suara cemprengnya.
“Aissh!
Sudah kubilang aku tidak mau! TIDAK MAU! Kau dengar, kan?! Sudahlah, aku
lapar!” teriaknya yang hampir menembus gendang telingaku.
Tapi
dengan santainya aku memajukan tubuhku ke arahnya, dan dengan cepat langsung
mengecup kilat bibir kecilnya.
“Morning kiss… Kau memang menolaknya,
tapi aku menginginkannya,” ucapku sebelum melesat masuk ke dalam kamar sebelum
wanita absurd ini menelanku hidup-hidup.
“KIM
JONGWOOOOOOOOOOONNN!!!”
Aku
hanya bisa tertawa sendiri mendengar
suara menggelegar milik Soonhee yang terdengar sampai ke dalam kamar mandi.
Hebat sekali dia, bahkan aku pun belum tentu bisa memiliki suara sekeras
miliknya.
Melupakan
kejadian, tadi aku langsung mengambil handuk dan mencuci mukaku di wastafel.
Tepat saat aku akan mengambil sabun, aku melihat sesuatu yang aneh di tepi
wastafel. Benda panjang dengan tanda-tanda aneh yang ada di sana. Tapi saat aku
menemukan sebuah kotak dengan keterangan di belakangnya. Otakku langsung
mencerna keadaan dengan baik.
BRAK!
Dengan
cepat bak orang kesetanan aku berlari menemui Soonhee yang masih menikmati
sarapan paginya di meja makan. Ia bahkan melotot hingga hampir mengeluarkan
bola matanya dari kelopaknya saat mendapati aku mengenakan handuk sebagai
pengganti celanaku. Tapi aku tidak peduli itu, ada sesuatu yang lebih penting
sekarang.
“Yaak,
Jongwoon. Apa kau gila? Kenapa berlari seperti itu? Dan ini.. kenapa hanya
mengenakan handuk, hah?!” omelnya yang tidak kugubris.
Aku
menunjukkan benda yang kutemukan di kamar mandi tadi padanya, membuatnya
menatapku dengan tatapan bingungnya.
“Katakan
padaku, kau hamil?” tanyaku dengan nafas yang masih memburu.
Bukannya
menjawab pertanyaanku, Soonhee malah menyemburkan air tepat pada wajahku.
“Mwo?” tanyanya dengan mulutnya yang
menganga lebar.
“Ini,
aku mendapatkannya di kamar mandi. Ini milikmu, kan?” tanyaku sambil
menyodorkan benda itu tepat di depan wajahnya.
“Ani, itu bukan punyaku.”
“Yaak,
bohong!”
“Aku
tidak bohong! Itu memang bukan punyaku.”
“Ayolah,
Hee.. Tidak ada wanita lain di rumah ini selain kau. Tidak mungkin ini milikku,
kan? Aku tidak mungkin hamil.”
Ia
terdiam dengan raut wajah berpikir. Lalu beberapa saat kemudian ia menjentikkan
jarinya dan tersenyum lebar menatapku.
“Ah,
aku ingat! Itu punya Maorin,” ujarnya yang langsung membuatku terbelalak saking
kagetnya.
“MWO!? Maorin hamil?! Jangan bilang
Siwon––sepupu gilamu itu sudah menghamili salah satu fansku!” teriakku yang
langsung membuatnya menutup telinga.
“Maksudku
test pack itu milik kakaknya,”
ujarnya dengan kekesalan yang terlihat begitu jelas.
“Jinjja?” tanyaku dengan tatapan
menyelidik.
“Benar,
itu bukan milikku.”
“Lalu
kenapa benda ini ada di sini?” tanyaku lagi.
“Kemarin
Maorin membawanya untuk menunjukkannya padaku karena saking senangnya akan
mendapatkan keponakan. Ternyata benda itu tertinggal di sini, ya,” ujarnya
santai.
“Aish,
kau kira aku akan percaya dengan alasan semacam itu?”
“Sekarang
aku tanya, apa kau pernah melihatku mual-mual atau semacamnya?”
Aku
berpikir sebentar, lalu dengan polosnya aku menggelengkan kepalaku.
Ia
menjentikkan jarinya dan menatapku dengan penuh kemenangan.
“Itu
berarti aku tidak hamil, Jongwoon-ah.”
Aku
merasakan tubuhku sedikit melemas mendengarkan penuturannya. Aku kira aku akan
segera menjadi seorang ayah, ternyata tidak.
“Kau
kenapa, Jongwoon?” tanyanya pelan.
Aku
menggeleng lemah. “Aniyo, aku kira
ini milikmu. Ternyata bukan…” jawabku lesu.
Ia
tertawa tergelak-gelak menertawakan kebodohanku yang sudah berlari seperti
marathon dari kamar mandi menuju ruang makan seperti tadi. Issh.. kalau aku
tidak ingat ia adalah istriku, mungkin aku sudah menjitak kepalanya itu
sekarang.
**
“Yaa… Kau kenapa? Kau sakit?” tanya
Soonhee saat mendapatiku sedang bersiap-siap untuk pergi ke sebuah acara musik
dengan lesu.
Ia
menempelkan punggung tangannya pada dahiku, dan bergumam kecil.
“Tidak
panas.”
Aku
hanya menggeleng sembari menyingkirkan tangannya pelan dari dahiku. Tapi seakan
tidak puas dengan jawaban singkatku itu, ia kembali menanyakan hal yang hampir
sama.
“Kau
pusing? Kau mau istirahat saja di rumah, atau bagaimana? Aku bisa menelpon
managermu untuk…”
“Aniyo, aku tidak apa-apa…” ucapku memotong
kalimatnya yang belum sempat ia selesaikan.
Tanpa
memedulikan tatapan dan ucapan khawatirnya, aku meraih tas ranselku dan
berjalan melewatinya. Dengan bingung di wajahnya ia terdiam di tempatnya sambil
memandangiku yang berjalan menuju pintu depan.
“Aku
akan pulang sebelum makan malam. Sampai jumpa nanti,” ucapku sebelum menutup
pintu sambil tersenyum kecil padanya.
**
(Soonhee POV)
TING…
TONG…!
Dengan
cepat aku ke berjalan menuju pintu depan dan membukakan pintu untuk orang yang
sengaja kuundang itu. Saat sosoknya terlihat di depan pintu, aku langsung
menariknya masuk ke dalam tanpa memedulikan ringisannya karena sikapku yang
terlalu kasar.
“Ada
apa, Eonnie? Tumben sekali kau
menyuruhku ke sini,” tanyanya bingung sambil memanyunkan bibirnya karena sikap
anehku hari ini.
TING…
TONG…!
Astaga,
siapa lagi itu?
“Hello, my dearest cous–– Aaarrgghh!”
Ucapan
namja tinggi itu terpotong saat
kakinya berhasil kujadikan bulan-bulanan kakiku, membuatnya membatalkan niatnya
untuk memelukku. Aku yakin kalau Jongwoon melihatnya ia akan langsung menelan namja tengik ini.
“Waah,
eonni! Kau mengajakku ke sini karena
ada Siwon-oppa?” tanya Maorin saat
kami tiba di ruang tamu dengan mata berbinar.
Tapi
tatapan berlebihan itu padam seketika saat aku menggeleng. Aku duduk di depan
kedua orang itu dan langsung memasang ekspresi berlebihanku.
“Ada
hal penting,” ujarku datar.
“Apa?”
tanya mereka bersamaan.
Aku
mengatur nafasku perlahan, lalu dengan detak jantung yang tak beraturan aku
menjawabnya.
“Aku
hamil.”
“Ah,
itu bagus,” ujar Siwon dengan wajah cueknya.
Tapi
beberapa detik setelahnya, mereka langsung berteriak kaget dan memasang
ekspresi berlebihan yang lebih menjijikkan dari ekspresiku.
“MWO???!!! KAU BILANG APA, SOONHEE?? Ka..
kau hamil?! Jinjjayo?! Aku akan
menjadi seorang pam––”
Sebelum
ia membuatku tuli, dengan cepat mulutnya kusumpal dengan kue yang sengaja
kusiapkan untuk Maorin.
“Kau
berlebihan, Siwon,” cibirku.
Ia
tidak membalas ucapanku, melainkan sibuk menghabiskan kue yang kusumpal ke
mulutnya.
“Lalu,
Eonnie, apa Yesung-oppa sudah tahu tentang hal ini?” tanya
Maorin dengan suara polosnya.
Aku
hanya menutup wajahku dengan telapak tanganku sambil menggeleng yang langsung
mendapatkan jeritan berlebihan dari mereka berdua.
“Kenapa,
Eonnie? Bukankah ini bagus?” tanya
Maorin dengan tampang kecewanya.
Aku
menggeleng pelan. “Aku masih ragu,” ucapku pelan.
Siwon
menaikkan sebelah alisnya. “Ragu apa? Ragu kalau ternyata itu bukan anak
Yesung-hyung?” tanyanya dengan
tampang tak berdosanya.
Di
detik berikutnya yang keluar dari mulutnya adalah teriakan menyedihkan karena
kakinya lagi-lagi kuinjak dengan ganas.
“Aku
hanya ragu, sebenarnya dia itu… sudah siap menjadi appa atau belum,” akuku yang langsung mendapatkan tatapan sinis
dari Siwon.
“Cih,
alasan apa itu? Kekanakan sekali,” cibirnya yang hanya kutanggapi dengan
tatapan kesalku.
“Lalu…?
Apa sampai sekarang Yesung-oppa belum
tahu tentang kehamilanmu, Eonnie?”
tanya Maorin.
Aku
menggeleng, dan Maorin langsung menghela nafasnya.
“Aku
bilang test pack itu bukan milikku,
tapi punya kakakmu, Maorin. Kau bilang kemarin kakakmu hamil, kan?” ucapku
dengan kepala yang kutundukkan dalam-dalam.
Berbicara
seperti ini membuatku terlihat seperti sedang diinterogasi oleh kedua orang di
depanku ini. Aku seperti terpojok. Bagaimana pun mereka benar, aku yang salah.
Seharusnya Jongwoon sudah tahu tentang hal ini. Tapi, aku masih saja ragu.. Mianhae, Jongwoon…
“Kenapa
kau bisa ragu begitu, Soonhee? Bukankah dia suamimu?” tanya Siwon dengan wajah
yang mulai serius.
“Kau
tahulah sikap Jongwoon itu bagaimana. Dia masih saja suka kekanakan, masih
menganggap kalau kehidupan kami adalah kehidupan biasa yang ringan. Aku ragu
kalau sudah punya anak nanti dia malah jadi kurang bertanggung jawab,” jawabku.
Siwon
menggeleng-gelengkan kepalanya pelan sembari mengusap wajahnya dengan frustasi.
“Kau
kekanakan, Soonhee..”
“Yaak,
kau pikir aku tidak pusing memikirkan ini? Aku bahkan sampai tidak tidur
semalaman memikirkan kondisi ini,” ujarku membela diri dari cercaan sepupuku
itu.
Aku
hanya menggigit bibir bawahku sambil menautkan kedua tanganku. Bisa kurasakan
keringat yang membanjiri pori-pori telapak tanganku. Hal ini benar-benar
membuatku pusing!
“Terserah
padamu, Eonnie. Tapi yang jelas,
Yesung-oppa benar-benar harus tahu
tentang kehamilanmu karena dia suamimu,” ujar Maorin seperti sedang
menguliahiku.
“Ne… Aku tahu, tapi aku masih belum siap mengatakannya…”
ucapku pelan.
“Ngomong-ngomong
sudah berapa usia kandunganmu?” tanya Siwon sambil dengan santainya memakan
habis kue yang ada di hadapannya tanpa memberi kesempatan pada Maorin untuk
mencicipinya.
“Satu
minggu..” jawabku.
“Masih
ada banyak untuk menyiapkan hatimu untuk mengatakannya. Tapi secepatnya kau
harus mengatakan pada suamimu. Biar bagaimana pun dia itu suamimu, Soonhee..”
“Ne, aku tahu.”
**
(Jongwoon POV)
Setelah
selesai mengeluarkan semua kemampuan bernyanyiku dengan nada-nada tinggi di
depan fansku tadi, aku berjalan dengan gontai menuju ruang ganti dan meneguk
sebotol air mineral hingga setengahnya.
Dengan
menghela nafas lelah, aku menghempaskan tubuhku ke sofa yang ada di sudut
ruangan. Ryeowook menatapku aneh.
“Ada
apa, Hyung? Sedang ada masalah dengan
noona?” tanyanya.
Aku
menggeleng. “Kami baik-baik saja,” jawabku.
“Tapi
kau tidak menunjukkan kalau kau baik-baik saja. Ada apa? Ceritakanlah padaku.”
Aku
menghela nafas panjang sebelum menjawab ucapannya. Dengan lesu aku mulai
bercerita kejadian tadi pagi.
Ryeowook
hanya tertawa kecil mendengar ceritaku, berbanding terbalik dengan keadaanku
yang justru kecewa dengan kenyataan ini.
“Hyung, apa kau tidak bisa sabar menunggu
sampai akhirnya noona benar-benar
hamil?” tanyanya sambil terkekeh.
Dengan
cepat aku menggeleng.
“Aku
sudah menunggu saat-saat seperti ini sejak sebelum menikah. Aku bahkan sudah
menyiapkan nama untuk anak-anakku saat aku baru memasuki universitas,” ujarku
dengan bangga menyebutkan rencanaku yang terlalu cepat itu.
Ryeowook
terkekeh lagi.
“Apa
sebegitu inginnya kau memiliki anak, Hyung?”
tanyanya.
“Tentu
saja. Apa kau tidak senang melihat seseorang yang merupakan replika dari
sosokmu?” ujarku dengan bersemangat.
“Mwo?”
“Kau
bayangkan saja rumahmu akan ramai dengan kehadiran anggota keluarga baru di
tengah-tengah kehidupanmu. Aku sudah menantikan saat-saat aku harus bersikap
lebih bijaksana saat anakku lahir. Aku menantikan saat-saat aku akan menasehati
dan mengajari anakku tentang banyak hal. Bukankah itu menyenangkan?” ujarku
setengah menerawang.
Ryeowook
mengerjapkan matanya, lalu tersenyum lebar menatapku.
“Wah,
Hyung, kau sudah lebih dewasa
sekarang. Apa noona yang mengubahmu?”
ucapnya kagum.
Aku
tersenyum tipis.
“Bahkan
sejak pertama bertemu dia mengajariku banyak hal,” ucapku yang membuat senyum
Ryeowook melebar.
Kim
Soon Hee memang sudah banyak mengubahku.
**
(Author POV)
Setibanya
di apartemen mereka, Jongwoon dibuat bingung dengan sikap aneh Soonhee yang
mendadak berubah menjadi manja. Sebenarnya itu tidak aneh, mengingat sifat
lazim ibu hamil yang akan berubah menjadi manja pada suaminya.
“Kau
kenapa, Soonhee? Kau aneh sekali hari ini,” tanya Jongwoon bingung pada Soonhee
yang sedang menggelayut di lengannya.
“Wae? Kau tidak suka?” Soonhee balik
bertanya dengan bibirnya yang dikerucutkan.
Jongwoon
terkekeh sambil mencubit pipi putih Soonhee dengan gemas. Memang tidak salah,
malah Jongwoon sangat menginginkan saat-saat seperti ini. Tapi dia bingung, ini
bukan sifat asli Soonhee.
“Bukan
begitu, hanya aneh saja. Biasanya kau tidak seperti ini. Ada apa?” tanya
Jongwoon sambil memainkan rambut Soonhee. Kini Soonhee memposisikan kepalanya
di atas paha Jongwoon yang sedang menikmati tehnya di sofa.
“Tidak
ada apa-apa. Hanya ingin…” jawab Soonhee pelan, membuat Jongwoon ingin sekali
menggigit pipi putih istrinya itu. Dia persis seperti anak kecil sekarang.
Jongwoon
terkekeh sambil mengelus pelan kepala istrinya itu. Lalu tiba-tiba Soonhee
beranjak bangun dan menatap Jongwoon dengan tatapan penuh selidik.
“Jongwoon,
jawab dengan jujur,” ujarnya serius.
“Hm?”
“Kau
mencintaiku, kan?”
Pfft…
Jongwoon
menyemburkan teh yang diminumnya ke arah samping, menghindari wajah mulus
istrinya itu menjadi korban semburan tehnya.
“Mwo?” ucap Jongwoon dengan kedua matanya
yang membelalak kaget. Apa-apaan ini? “Kau meragukanku?” tanya Jongwoon masih
dengan ekspresi terkejut yang sama seperti tadi.
Soonhee
menggeleng dengan menatap Jongwoon takut-takut.
“Lalu?”
“Aku
hanya memikirkan bagaimana nasib anak kita nanti,” jawab Soonhee yang membuat
Jongwoon menaikkan sebelah alisnya.
“Apa
maksudmu dengan ‘nasib’? Kau pikir aku tidak akan bertanggung jawab dengan
keluargaku?” tanya Jongwoon dengan tatapan menusuk yang membuat kepala Soonhee
tertunduk karena takut.
“Bu..bukan
begitu.. Hanya saja…”
“Soonhee,
dengar aku..”
Jongwoon
memegang kedua pundak Soonhee dan mengangkat dagunya dengan telunjuknya,
menyuruh Soonhee untuk menatapnya.
“Dengar,
aku yang memintamu untuk menikah denganku. Dan aku mengatakan bahwa aku
menginginkanmu menjadi istriku dengan persiapan yang matang, bukan karena aku
hanya ingin kau menjadi milikku.”
Soonhee
menatap Jongwoon dengan kedua mata polosnya. Ia mencoba mencari kebohongan di
dalam mata suaminya itu, tapi ia tidak menemukannya.
“Jauh
sebelum kita menikah aku sudah memikirkannya dengan matang. Bagaimana aku akan
menghidupi keluargaku, membesarkan anak-anakku, mendidik mereka hingga akhirnya
mereka menjadi dewasa dan sudah bisa mandiri.”
Tanpa
ia sadari, Soonhee sudah menarik sudut bibirnya secara perlahan, hingga
membentuk seulas senyum tipis karena kagum mendengar ucapan Jongwoon. Ia tidak
menyangka Jongwoon mampu mengatakan semua itu dengan rasa tanggung jawab yang
ia cari-cari selama ini.
“Aku
juga memikirkanmu sebagai ibu dari anak-anakku. Aku akan menjagamu, menjaga
anak-anak kita nanti. Hingga pada harinya kau melahirkan putra-putri kecilku,
aku tidak akan menjauhkanmu dari lingkaran hidupku. Mengerti, Nyonya Kim?”
Soonhee
mengangguk puas sambil tersenyum lebar. Sebagai tambahan ia mengecup kilat
bibir Jongwoon yang sedang tersenyum. Jongwoon mengerjapkan matanya
berkali-kali, mencoba mengembalikan arwahnya yang entah melayang ke mana saat
kecupan kilat yang tak disangka-sangka itu menghampiri bibirnya.
“Hehehe…”
Soonhee hanya bisa memamerkan cengiran khasnya pada Jongwoon saat suaminya itu
tersenyum penuh arti padanya.
Seakan
tahu maksud dari senyuman itu, Soonhee segera mengalungkan tangannya pada leher
Jongwoon, lalu menempelkan bibir tipisnya pada bibir milik suaminya itu dengan
lembut dan cukup lama.
“Mmhh..
Itu hadiah untukmu karena sudah bisa bersikap dewasa,” ujar Soonhee saat ia
melepaskan tautan bibir mereka secara sepihak, menghindari Jongwoon yang bisa
saja menuntut lebih.
“Arraseo…”
“Oh
iya, satu lagi,” seru Soonhee dengan kedua matanya yang tampak berbinar,
sedangkan Jongwoon hanya mengerutkan keningnya.
Ia
merasa ada sesuatu yang tidak beres setelah ini.
“Apa?
Kau mau apa lagi?” tanya Jongwoon.
“Aku
ingin kau membuktikan semua ucapanmu tadi,” jawab Soonhee penuh harapan.
“M..mwo?” ucap Jongwoon pelan. Ia merasa
tubuhnya sedikit melemas mendengar ucapan istrinya sendiri. “Kau tidak sedang
meragukanku, kan?” tanyanya ragu.
“Bu..
bukan begitu. Tapi… Ah, sudahlah.. Kau mau mengabulkan permintaanku atau
tidak?” ujar Soonhee dengan tampang memelas yang paling menyedihkan yang ia
punya.
Dan,
ya! Akhirnya Jongwoon mengangguk pasrah, dan itu membuat Soonhee meloncat
kegirangan dan mengecup bibir milik suaminya itu secara bertubi-tubi.
“Gomawo, Jongwoon!”
**
Jongwoon
melirik Soonhee yang sudah tertidur sejak satu jam yang lalu di sebelahnya. Perlahan
tangan Jongwoon bergerak ke kiri dan ke kanan di depan wajah Soonhee,
memastikan bahwa istrinya itu benar-benar sudah tertidur. Dengan perlahan
Jongwoon menggeser kepala Soonhee yang menyandar pada pundaknya, lalu
melepaskan tangan Soonhee yang masih melingkar pada lengannya. Untungnya
Soonhee termasuk orang yang sulit dibangunkan jika sudah tidur, jadi Jongwoon
tidak perlu cemas jika istrinya itu akan terbangun hanya karena pergerakan
kecil yang ia timbulkan.
Setelah
yakin Soonhee tidak akan terbangun, Jongwoon turun dari tempat tidur dan meraih
ponsel yang ia letakkan di meja nakas di sebelah tempat tidur. Lalu ia keluar
dari kamar secara mengendap-endap tanpa menyalakan lampunya.
Ia
mulai bernafas lega begitu pintu kamar berhasil ia tutup kembali tanpa
menimbulkan suara sedikitpun. Dengan cepat ia menekan tombol-tombol pada ponselnya
dan melakukan panggilan.
“Yeoboseyo?” ucap orang di seberang
sambungan dengan suara lesunya. Itu wajar karena ini memang sudah jam sebelas
malam.
“Siwon-ah!
Bantu aku!” ujar Jongwoon panik dengan berbisik.
“Mwo? Ada apa?” tanya Siwon masih dengan
suara lesunya. Ia tidak bisa menolerir orang yang sudah mengganggu waktu
istirahatnya. Apalagi tadi ia melakukan pemotretan untuk album terbarunya
sampai jam delapan malam.
“Soonhee,
dia––”
“Apa
yang kau lakukan padanya, Hyung??!!!”
teriak Siwon yang hampir membuat gendang telinga Jongwoon pecah.
Ia
langsung melupakan rasa lelah dan kantuknya begitu mendengar nama sepupu
kesayangannya.
“Dengarkan
aku dulu! Jangan berlebihan!” seru Jongwoon meskipun masih dengan berbisik. “Jadi
begini…”
“BUAHAHAHAHAHA!!!”
Tawa Siwon meledak begitu Jongwoon menyudahi cerita panjang lebarnya tentang
sikap aneh Soonhee tadi.
Kini
Jongwoon menyesal sudah meminta bantuan pada Siwon, sepupu istrinya yang paling
aneh itu. Seharusnya ia memikirkan cara mengabulkan permintaan Soonhee sendiri
tanpa meminta bantuan pada namja aneh
yang satu ini.
“Diam
dan bantu aku. Aku meneleponmu untuk membantuku,” ujar Jongwoon kesal.
Lama
kelamaan tawa Siwon reda dan suaranya mulai berubah serius. Jongwoon kembali
memasang telinganya baik-baik untuk mendengarkan ide atau nasihat Siwon.
“Kau
harus membuktikan padanya bahwa dia adalah segalanya bagimu, Hyung. Kau harus membuatnya percaya
bahwa hanya dialah pusat kehidupanmu, karena bukankah memang begitu
kenyataannya, Hyung?” ujar Siwon yang
hanya ditanggapi Jongwoon dengan gumaman.
“Bagaimana,
Hyung? Kau masih ingin mengabulkan
permintaan Soonhee?” tanya Siwon yang membuat Jongwoon menarik sudut bibirnya
hingga muncul seulas senyuman.
“Tentu
saja. Dia istriku. Apapun akan kulakukan demi membuatnya bahagia,” ucapnya yang
dibalas Siwon dengan kekehan pelan.
“Sepupuku
tidak salah memilih suami, Hyung.”
**
“Eunnghh…
Jongwoon…”
Soonhee
membuka kedua matanya perlahan sambil meraba-raba tempat kosong di sebelahnya.
Ia langsung melonjak begitu tidak mendapati suaminya di sana. Ia segera bangun
dan meraih jam weker di atas meja nakas di samping tempat tidurnya. Jam enam.
Ia yakin suaminya itu tidak punya kebiasaan bangun pagi, apalagi hari ini Jongwoon
tidak memiliki jadwal pagi.
Belum
sempat ia mendapatkan jawaban atas pertanyaan di pikirannya, rasa mual terasa
begitu mendesak perutnya, hingga ia merasakan isi perutnya akan keluar saat ini
juga. Soonhee berlari ke dalam kamar mandi dan langsung menumpahkan semuanya ke
wastafel.
Air.
Yang keluar dari perutnya hanya air. Ia sudah mulai terbiasa dengan ‘kebiasaan
baru’ nya itu. Hal ini wajar bagi seorang ibu hamil yang masa kehamilan baru
beberapa minggu. Tapi ia khawatir Jongwoon akan menyadari hal ganjil ini.
Selama ini suaminya itu tidak pernah melihatnya muntah atau mual-mual. Tapi
hari ini… ‘Semoga saja Jongwoon sudah
berangkat…’
KLEEK…
“Hee,
kau kenapa?”
Soonhee
melonjak kaget saat didapatinya kepala Jongwoon menyembul dari pintu kamar
mandi dengan wajah ‘tidak tahu’ nya yang terlihat polos.
“Kau
kenapa?” tanya Jongwoon lagi, membuat Soonhee sedikit gelagapan untuk
menjawabnya.
“A..
aku tidak apa-apa.. Hanya…”
“Hanya
apa? Kau sakit?”
“Aku
hanya tidak enak badan,” ujar Soonhee yang tentunya berbohong. Ia masih saja
belum siap untuk memberitahu Jongwoon tentang kehamilannya. “Ka.. kau sendiri,
ke mana saja? Kenapa jam segini sudah bangun? Tumben sekali.”
“Aku
di dapur,” jawab Jongwoon seraya berjalan keluar dari kamar.
Soonhee
membuka mulutnya tak percaya.
“Dapur?
Untuk apa?” tanya Soonhee sambil berjalan di belakang Jongwoon, mengikuti
langkah suaminya itu menuju dapur.
“Tentu
saja untuk ini,” ujar Jongwoon sambil menunjukkan hasil masakannya pada
Soonhee.
Soonhee
menganga dengan kedua matanya yang tidak bosan-bosannya mengamati masakan yang
sudah tersaji di atas meja makan. Ia tidak menyangka Jongwoon bisa menyiapkan
ini semua, padahal selama ini Soonhee sendirilah yang biasanya menyiapkan
makanan untuk mereka.
“Ini––
Kau memasak semua ini?” tanya Soonhee sembari melemparkan tatapan tak
percayanya pada Jongwoon.
Jongwoon
mengangguk. “Ini semua untukmu. Ayo, duduk. Kau harus mencicipi semuanya,”
ujarnya sambil menarik kursi di sebelah Soonhee, menyuruhnya untuk segera duduk
di sana.
“Di
mana kau belajar memasak semua ini?” tanya Soonhee lagi saat Jongwoon
mengambilkan beberapa lauk untuknya. Ia masih saja melemparkan tatapan tak
percayanya pada Jongwoon mengingat kemampuan memasakn Jongwoon yang bisa
dibilang… payah.
“Dari
buku memasak yang biasa kau beli. Aku mencoba resepnya secara amatiran,” aku
Jongwoon yang membuat Soonhee perlahan menelan ludahnya.
Apa
hidupnya bisa selamat setelah ia memakan semua ini?
“Bagaimana?”
tanya Jongwoon dengan berharap-harap cemas menunggu jawaban Soonhee yang sedang
mengunyah makanannya.
Glek…
Soonhee
menelannya dan kata pertama yang keluar dari mulut wanita itu membuat Jongwoon
bernafas lega.
“Enak,”
ucap Soonhee dengan senyum puas yang mengembang di bibirnya.
Setidaknya
Jongwoon maupun Soonhee tidak perlu mengkhawatirkan efek yang akan ditimbulkan
oleh masakan ‘percobaan’ yang Jongwoon siapkan pagi ini.
“Untuk
apa kau menyiapkan ini semua? Hari ini bukan ulang tahunku..” tanya Soonhee
dengan wajah polosnya, membuat Jongwoon ingin segera menyerbu bibir dan kedua
pipi putih milik istrinya itu.
“Aku
hanya ingin memberikan kesan terbaikku untukmu. Setidaknya aku bisa melakukan
sesuatu untukmu. Bukan hanya kau yang bisa mengurusku, tapi aku juga bisa
mengurusmu. Dan di saat kau tidak bisa melayaniku, maka akulah yang akan
melayanimu,” jawab Jongwoon, membuat Soonhee menatapnya haru bercampur kagum.
Kim
Jong Woon-nya sudah sangat dewasa.
“Terima
kasih,” ucap Soonhee dengan senyuman termanisnya yang pernah Jongwoon lihat.
“Kau memang baik, aku tidak salah sudah menikah denganmu. Gomawo,” ujar Soonhee lagi yang langsung mendapatkan morning kiss dari Jongwoon.
“Cheonmaneyo.”
**
“Annyeong…!”
Kedua
mata berbinar itu langsung menyambut Jongwoon saat ia baru saja membukakan
pintu saat bel pintu berbunyi. Ia mendengus pelan mengetahui tujuan si pemilik
mata berbinar itu ke apartemennya. Apalagi kalau bukan untuk menemui ‘kakak’
tersayangnya, dan bukan untuk menemuinya yang jelas-jelas adalah idola gadis
itu.
“Annyeong, Oppa. Aku mencari Soonhee-eonnie,” ujar gadis itu, membuat
Jongwoon mengerucutkan bibirnya berpura-pura kesal.
“Aku
heran, apa rasa cintamu padaku sudah berkurang semenjak kau dekat dengan
Soonhee.. Astaga, aku harus berhati-hati mulai sekarang. Istriku bisa saja
merebut semua fansku,” ujar Jongwoon yang membuat tawa Maorin meledak.
Jongwoon
berjalan dengan gontai ke ruang tamu dan duduk di sofa di hadapan Maorin dengan
lesu. Seharian ini melakukan hal-hal yang biasa dikerjakan oleh Soonhee membuat
hampir seluruh tubuhnya pegal. Ia tidak pernah menyangka mengurus pekerjaan
rumah tangga sendirian sangatlah berat. Dan itulah yang istrinya kerjakan
setiap hari.
“Ah,
Maorin! Tumben sekali kau datang, ada apa?” ujar Soonhee girang begitu ia tiba
di ruang tamu.
Ia
langsung menghambur duduk di sebelah Maorin dengan antusias seperti baru
mendengar gossip bahwa masa kejayaan seorang Yesung akan runtuh beberapa hari
lagi dan akan digantikan oleh Siwon, sepupunya.
“Aku
baru saja membeli ini di supermarket di dekat sini, jadi aku mampir,” ujar
Maorin sambil menunjukkan bungkusan cokelat yang dibawanya.
“Apa
ini?” tanya Soonhee sambil membuka bungkusan itu dan melihat isinya. “Puding
cokelat?”
Maorin
mengangguk semangat. “Ne, aku dengar
dari Siwon-oppa, katanya kau suka pudding
cokelat, jadi kubelikan saja itu. Bukankah seharusnya kau akan mencari-cari
makanan kesukaanmu, apalagi kan kau sedang ham–– HMPH!”
Kalimat
‘tabu’ yang keluar dari mulut mungil Maorin langsung terpotong begitu Soonhee
membekap mulutnya dengan ganas. Kini Soonhee melirik Jongwoon yang menatap
keduanya dengan curiga.
“Apa?
Apa yang ingin kau katakan tadi?” tanya Jongwoon dengan tatapan penuh selidik,
membuat Soonhee ingin sekali membunuh salah satu penggemar suaminya ini.
“A… aniyo..” ucap Soonhee sambil terkekeh
hambar yang terdengar aneh.
“Apa
ada yang kalian sembunyikan dariku?” tanya Jongwoon lagi. Kali ini ia melirik
Maorin yang masih dibekap oleh istrinya.
Keduanya
sama-sama menggeleng sambil memamerkan cengiran khas mereka.
“Hmm…
Ada yang aneh,” gumam Jongwoon yang langsung membuat Soonhee meloncat dari sofa
dan langsung menghampirinya.
“Ah,
Jongwoon! Bukankah kau seharusnya berangkat ke studio? Kau ada jadwal, kan?
Lihat ini sudah jam berapa,” ujar Soonhee pura-pura panik menunjuk jam dinding
yang masih menunjukkan pukul dua siang.
“Acaranya
kan baru dimulai jam tiga.”
“Kau
bisa terlambat kalau baru pergi mendekati jam tiga. Ayolah, kau kan harus
bersikap professional,” ujar Soonhee, mencari-cari alasan untuk mengalihkan
perhatian Jongwoon.
“Ne, arraseo…”
Dengan
malas Jongwoon bangkit dari sofa dan berjalan ke dalam kamar, meninggalkan
Maorin bersama istrinya yang masih panik. Soonhee melirik Maorin yang hanya
memamerkan cengirannya dan mengacungkan dua jarinya membentuk tanda peace.
“Mianhae, aku tidak sengaja,” gumam
Maorin dengan puppy eyes andalannya.
**
[Soon Hee’s POV]
“Kyaaaaa…!
Yesung-oppa…!”
Aku
berdesis pelan sambil menggosok sebelah telingaku karena teriakan histeris
Maorin yang hampir membuat gendang telingaku pecah. Saat ini aku duduk tepat di
tengah-tengah Clouds––penggemar Jongwoon––yang bersiap menyambut Yesung mereka
untuk menghibur mereka dengan suara emasnya. Apa lagi kalau bukan karena
Jongwoon yang memaksaku, kalau tidak sekarang aku sedang berada di rumah
menikmati kudapan sore hariku untuk calon bayi di perutku ini, bukannya berada
di studio yang berisik meneriakkan nama panggung suamiku itu.
Entah
apa yang ingin Jongwoon tunjukkan padaku sampai-sampai ia harus memaksaku untuk
datang untuk menonton penampilannya kali ini. Bayangkan saja! Ia mengancamku
akan memotong jatah biskuit cokelatku dalam sebulan jika aku menolak ajakannya.
Menyedihkan sekali, bukan? T___T Apa jadinya diriku yang maniak cokelat ini
kalau jatah makan cokelatku dipotong dengan kejam seperti itu?
“Annyeong…!”
Lamunanku
buyar dengan kehadiran seseorang yang sudah tak asing lagi tengah-tengah
panggung dengan senyuman khasnya. Kedua tangannya sudah bersiap dengan sebuah
gitar akustik untuk mengalunkan nada-nada andalannya untuk memikat hati setiap
fansnya. Tidak mau penggemar setianya menunggu lama, pria itu mulai memetik
gitarnya, mengalunkan nada-nada yang nyaman di telinga membuat kami merasa
hanyut dalam nyanyiannya.
Geudaereul saranghae my love..
Modeun geol julgeyo, oh my love…
Jo haneul-ui byolboda geudaereul
bakhyo julgeyo
Tatapanku terpaku pada sosoknya yang tampak begitu menikmati
penampilannya di panggung itu. Ah, tidak. Aku lebih tertarik pada bibirnya yang
tengah mengukir senyum yang cukup ‘mematikan’. Tanpa sadar kedua pipiku mulai
memanas. Sial, dia menyadari keberadaanku. Dan kini ia terus-terusan menatap ke
arahku.
“Yaa… Eonnie-ya,
lihatlah suamimu itu. Ditengah-tengah fansnya begini masih saja
memerhatikanmu,” goda Maorin yang langsung disambut dengan death glare dariku meskipun kedua pipiku sudah merona merah seperti
tomat.
Kkeutnaejwoyo geudaeneun modeun ge
wanbyeokhae
Geu eotteon nugudo bigyohal su
eobneun han song-i jangmi
Kkotboda areumdaeun geudaeneun
laillag hyang-giboda hyang-i johayo
Nae yeopeul jinal ttaen meoli
heutnallil ttaen naemsaega joha
Cheoncheonhi naege dagawa jullaeyo
Nae maeum-i nog-anaelyeoyo…
Kali ini aku hanya bisa menahan nafasku dengan wajah terpesonaku
yang tampak begitu bodoh ketika menatapnya yang memejamkan kedua mata, mencoba
mengambil nada tinggi dalam nyanyiannya. ‘Tampan..’
batinku.
Astaga, Kim Soon Hee… Sadarlah, sudah berapa lama kau mengenal namja ini? Kenapa baru sekarang kau
bertingkah seolah-olah kalian baru bertemu?
Geudaereul saranghae my love
Modeun geol julgeyo oh my love
Jo haneul-ui byolboda geudaereul
bakhyo julgeyo
Han song-i kkotboda geudaeneun
yeppeoyo… nuni busyeoyo
Saranghago isseoyo… kkotboda geunyo
Sial… Kenapa dia menatapku terus, huh? Membuatku salah tingkah
saja. Alih-alih menikmati penampilannya, aku malah meraih kipas dengan gambar
wajah pria yang sedang menyanyi di panggung itu untuk menutupi wajahku yang
tampak bodoh ini. Ah, sudahlah! Terserah dia sekarang mau menertawaiku dalam
hati atau bagaimana, yang jelas aku tidak tahan diperhatikan seperti itu di
tempat umum seperti ini. Sekarang saja banyak Clouds yang sedang berbisik-bisik
membicarakan sikap Jongwoon padaku.
KIM JONG WOOOONNNN!!!! KAU MEMBUATKU MALUUUUU!! ><
Yeogilbwayo dareun
goseun boji malayo
Geudae-ui du nun-e
namalgo daereun geon damji marayo
Jogeumman ppali dagawa jullaeyo nae maeum-i tadeul-eogayo
Geudaereul saranghae my love modeun geol julgeyo oh my love
Jo haneul-ui byolboda geudaereul bakhyo julgeyo
han song-i kkotboda geudaeneun yeppeoyo nuni busyeoyo
saranghago isseoyo kkotboda geunyo
geudaereul saranghae my love modeun geol julgeyo oh my love
jo haneul-ui byolboda geudaereul bakhyo julgeyo
geudaeman baraboneun nan haebaragi
neon saeppalgan jangmi geudae nae sam-ui jeonbu
geudaereul saranghaeyo
‘Sudah selesai…’
batinku bersamaan dengan berhembusnya nafas lega. Akhirnya selesai juga. Itu
artinya aku sudah bisa melepas ‘penutup’ wajahku saat ini. Tapi dengan tidak
diduga, ‘Tuan Yesung’ itu bukannya menutup penampilannya, melainkan meletakkan
gitarnya di samping bangkunya dan berbicara lewat mikrofon.
“Kim Soon Hee…? Kau di sini, kan..? Kau
mendengarku?” ucapnya yang membuatku mengerutkan keningku.
Jelas-jelas
saat ini ia tengah menatapku lurus-lurus, membuatnya bisa melihat perubahan
ekspresiku setiap saat dengan jelas.
“Ada yang ingin kukatakan padamu,”
ucapnya lagi yang langsung disambut dengan sorakan dari seluruh fans-nya yang
ada di studio ini.
Apa
lagi ini??? Aku seperti kembali pada masa-masa menjelang pernikahan kami, di
mana aku hampir saja membatalkan rencana pernikahan yang sudah disusunnya
dengan sukacita.
“Aku ingin mengatakan bahwa aku tidak malu
memiliki istri sepertimu.”
MWO?!
Jadi dia pikir aku ini gadis memalukan, begitu?!!! Grr…
“Ngg.. Maksudku… Aku rela melewati masa-masa
apapun asalkan bersamamu.”
Aku
tertegun mendengar penuturannya. Sebenarnya apa yang ingin ia tunjukkan?
“Aku rela meskipun aku harus dibenci banyak
fansku. Aku rela meskipun aku sering dikejar wartawan hanya untuk mencari-cari
berita tentang pernikahan kita. Aku rela kehilangan semua ini asalkan aku bisa
bersamamu, hidup bersamamu, mendapatkan cintamu.”
Entah
bagaimana, yang kutahu saat ini sebelah tanganku sedang menutup mulutku
sendiri, menahan rasa haru yang perlahan menyeruak mendengar pernyataannya.
“Aku ingin membuktikan di sini bahwa aku bisa
menjadi pendamping yang baik untukmu. Itu karena aku mencintaimu, Kim Soon Hee…
Aku tidak sedang mempermalukan diriku, tapi aku sedang membuktikan pada dunia
bahwa aku pantas untuk kau cintai. Saranghae…”
Dan
yang kusadari saat ini adalah… ia tengah memasang pose tanda love dengan kedua tangannya ke arahku
disertai sorakan oleh para penggemarnya, dan aku… aku tengah menitikkan air
mataku sambil bergumam pelan.
“Dia
mencintaiku… Ya Tuhan, dia benar-benar mencintaiku…”
Aku
tahu aku memang bodoh… Saking bodohnya, aku tidak bisa menghentikan air mataku
yang semakin deras di tengah-tengah penonton seperti ini.
**
“Soonhee-ya…
Uljima… uljima…” ucapnya mencoba
menghentikanku yang masih sedikit sesenggukan sambil mengusap pelan punggungku.
Ia
menghela nafasnya sambil tersenyum tipis menatapku yang masih sesenggukan
akibat perkataannya saat akhir penampilannya tadi. Kami memasuki lift menuju
apartemen, tapi aku masih saja tidak bisa menata perasaanku dengan baik saat
ini. Kenapa aku jadi cengeng begini? Kenapa…?
“Uljima, Hee-ya… Kenapa masih saja
menangis? Apa kau begitu terharu dengan kata-kataku tadi, hm?” tanyanya sambil
menaik-turunkan kedua alisnya, sifat narsisnya kembali lagi.
Aku
menoyor pipinya pelan, membuatnya terkekeh dengan sikapku. Ini bukan saat yang
tepat meladeni sifat narsisnya.
“Jawab
pertanyaanku,” ucapnya masih menunggu jawabanku.
“Ke…
Kenapa…?” ucapku tak beraturan. “Kenapa kau mengatakan itu tadi…?”
Ia
mengendikkan bahunya dan memasang wajah acuh, membuatku merengek sambil
menggucang sebelah tangannya pelan.
“Kan
sudah kubilang, aku ingin membuktikan padamu bahwa AKU-MENCINTAI-MU,” jawabnya
dengan penekanan pada akhir kalimatnya seraya menangkup kedua sisi wajahku
dengan kedua tangannya, lalu mengecup bibirku sekilas.
“Kau
berhasil,” ucapku yang membuat sebelah alisnya terangkat. “Kau sudah
meyakinkanku..” ucapku lagi yang langsung disambut dengan senyumannya yang
merekah.
“Benarkah?”
katanya senang.
Di
detik berikutnya aku sudah berada di dalam pelukannya yang mengunci seluruh
pergerakanku. Kusembunyikan wajahku di lekukan lehernya, menghirup aroma mint
yang tercium di sana.
“Eh,
Jongwoon…” ucapku seraya melepaskan pelukannya, kemudian mendapati tatapan
lembut darinya.
TING!
Pintu
lift terbuka dan kami melangkah keluar, mulai berjalan ke apartemen kami.
“Ada
yang ingin kukatakan sejak kemarin. Sebenarnya…” ucapku menggantung.
Langkahku
tiba-tiba terhenti, membuatku ketinggalan tiga langkah darinya. Ia juga ikut
berhenti, berbalik menatapku yang sedang menguatkan hatiku untuk mengatakan
yang sejujurnya.
“Apa?”
tanyanya menungguku mengucapkan sesuatu.
“Aku…
Sebenarnya aku…”
Ya
Tuhan, kenapa jadi sulit begini?
“Kenapa?
Kau sakit?” tanyanya seraya mendekatiku dan menyentuh kedua sisi wajahku,
mengusapnya lembut.
“Aku…
Sebenarnya aku… ha..hamil…” ucapku pada akhirnya.
Aku
menutup wajahku dengan kedua tanganku menyembunyikan tatapanku pada wajahnya
yang mendadak berubah menjadi shock. Sebegitu terkejutnyakah dirinya mendengar
berita bahagia ini?
“Jong…
Jongwoon, maaf.. aku–––AH!”
Ucapanku
terputus ketika ia tiba-tiba saja mengangkat tubuhku dan memutarnya di udara.
“Yaak,
hentikan.. Aku pusing,” ucapku setelah beberapa detik merasa pusing dibuatnya.
Ia
menghentikan aksinya, dan langsung mengecup kedua pipiku secara bertubi-tubi.
“Kenapa
baru bilang sekarang? Jadi yang kemarin itu kau berbohong? Astaga, Soonhee… Kau
tahu? Aku sudah menunggu saat-saat seperti ini sejak lama,” ujarnya cepat
dengan berbagai ekspresi lucu yang dapat kulihat di wajahnya. Ekspresi
terkejut, senang, dan kesal karena dibohongi. Hehehe…
“Maaf…”
ucapku sambil tersenyum kecil.
“Mulai
saat ini, kau tidak boleh berbohong lagi. Apalagi jika menyangkut calon baby kita,” ujarnya yang hanya
kutanggapi dengan sebuah anggukan.
**
Two
months later…
“Yaak…
Kim Soon Hee! Habiskan susumu!”
Aku
hanya bisa mendengus kesal sambil berjalan menghampiri suami tercintaku itu
saat teriakan kesal itu menggema di seluruh ruangan. Dengan gerakan cepat kuteguk
susu putih itu hingga isinya kosong, membuat Jongwoon mengembangkan senyum
puasnya dan mengusap puncak kepalaku dengan rasa sayang.
“Anak
pintar,” ucapnya seraya mendaratkan kecupan singkat pada pipiku.
“Yaak,
aku bukan anak kecil lagi, Jongwoon!” seruku kesal.
“Oh,
jinjja? Hey, tidakkah kau sadar
sikapmu belakangan ini tidak mencerminkan seorang ibu hamil, melainkan lebih
mengarah ke sosok anak TK yang senang sekali membantah?” tanyanya yang lebih
mengarah seperti sebuah pernyataan.
Jika
sudah begini yang bisa kulakukan hanya menatapnya kesal, membuatnya tertawa
penuh kemenangan.
“Usia
kandunganmu sudah dua bulan, tapi sikapmu masih saja seperti anak kecil. Ingat
Soonhee, kau harus menjaga kandunganmu. Kenapa jadi aku yang terlihat seperti eomma-mu, heh? Aigoo~” ucapnya berlebihan yang membuat senyumanku langsung
mengembang.
Tanpa
ia duga, aku mengecup pipinya kilat. Ia menatapku tak percaya, sementara aku
hanya berpura-pura cuek seolah-olah tidak ada yang perlu dipermasalahkan.
Aku
mulai melangkahkan kakiku meninggalkannya yang masih tertegun di meja makan ke
ruang TV. Tapi baru beberapa langkah melangkah, ia langsung mengejarku dan
menangkap tubuhku ke dalam dekapannya.
“Yaa…! Lepaskan, Jongwoon!” seruku kaget
saat mendapatkan sebuah dekapan tiba-tiba dari belakang.
“Ini
hukuman untuk ibu nakal sepertimu,”
ujarnya sambil menciumi pipiku dari belakang dengan ganas.
“Ibu nakal? Apa lagi itu?” tanyaku sambil
terkekeh mendengar istilah asalnya yang terdengar begitu aneh.
Beginilah
kehidupan baruku sekarang. Rasanya kehidupan rumah tangga kami lebih berharga
dengan kehadiran calon bayi di perutku ini. Jongwoon berubah menjadi lebih
dewasa dan lebih cerewet, persis seperti ibuku jika berhubungan dengan
kepentingan anaknya ini. Kalau menyangkut tentang perasaan apa yang kurasakan
saat ini mungkin… rasa bahagia saja kurang bisa mewakili seluruh kebahagian
yang kurasa.
“Jongwoon…”
panggilku masih dalam posisi yang sama di dalam dekapannya.
“Hm?”
“Aku
bahagia…”
“Hmm…?”
“AKU
BAHAGIAAAA…!” seruku senang yang terdengar menggema di ruangan ini.
Di
detik berikutnya yang terdengar adalah tawa riang kami berdua yang menggema di
ruangan ini. Jongwoon benar, dia sudah menepati janjinya. Dia benar-benar sudah
membahagiakanku. Gomawo, Jongwoon.
*END*
Fuuuh,
akhirnya selesai juga FF rada abal ini :D
Btw,
mian kalo masih banyak unsur yang gaje atau typo bertebaran di mana-mana. Ini
dikarenakan tidak ada proses editing ulang, jadi makanya jadi rada kacau begini
*hadeeeh* -__-
Oke,
sampe di sinilah cerita Jongwoon & Soonhee. Masih ada yang mau sequel? Comment
yang banyak ya kalo gitu ;)
-Kamsahamnida *bow*
mau sequelnya lgi ^^
BalasHapusiya, nanti ya :)
Hapus