Rabu, 26 Desember 2012

Prove It! (JongWoon-SoonHee's Story)



[JongWoon-SoonHee’s story]
Prove It!

Author : Ifa Raneza
Cast :
-Yesung (Kim Jongwoon)
-Kim Soonhee
-Han Maorin
-Choi Siwon
Genre : Romance, Marriage Life, Comedy (?)
Previous :
-My Last Dream
-I’ll Marry You, Kim Jong Woon
-Marry Him
-I’m Your Husband

Haaaii~ saya balik lagi nih bawa FF Jongwoon-Soonhee :D
Ada yang ingetkah? *tidaaaak* Ada yang kangen? *tidak juga* Mwo? :O
Wkwkwk… Okelah, langsung saja.. Happy reading~ ^^


**

(Jongwoon POV)

Aku tersenyum saat kedua mataku setengah terbuka dan indera penciumanku menangkap harum masakan dari luar. Setelah meregangkan otot-ototku yang sedikit kaku, aku keluar dari kamar dengan mengendap-endap menuju dapur, berusaha tidak menimbulkan suara sedikitpun.
Begitu aku mendekati dapur, kulihat sosok itu sedang menyiapkan sesuatu di atas meja makan dengan serius, sehingga tidak menyadari keberadaanku di belakangnya. Ini bagus karena aku baru saja mendapatkan ide untuk mengerjainya.
Tanpa aba-aba, aku langsung memeluk tubuhnya dengan erat dari belakang, membuatnya melonjak kaget dalam pelukanku.
“AAAAAAA!! Aish, omo.. Kau mau membuatku jantungan!” omelnya saat menyadari keberadaanku.
Dengan cepat tangan halusnya mencubit hidungku dengan keras hingga memerah.
“Aargghh… Sakit, Hee.. Apa kau tidak bisa lembut sedikit pada suamimu?” sungutku tanpa mau melepaskan tubuhnya dari pelukanku.
Bagiku memeluknya adalah salah satu aktifitas penting dan wajib dilakukan setiap pagi. Apalagi aroma tubuhnya hampir mengalahkan efek kafein atau apapun itu agar rasa kantukku hilang.
“Salahmu sendiri membuatku kaget! Ini hukuman untukmu,” ujarnya sambil terus mencubit hidungku.
“Aish, hentikan!” seruku sambil berusaha menyingkirkan tangannya yang masih mencubit hidungku. Tapi percuma saja, tangannya masih senantiasa mencubit hidungku yang mancung ini(?).
“Memohon dulu, baru kulepaskan.”
Apa katanya? Memohon? Dia pikir aku ini apa? Seperti anak kecil saja.
“Ck, shireo! Kau seperti anak kecil saja,” ujarku menolak perintahnya.
Ia hanya tersenyum setan, lalu mencubit hidungku dengan lebih kuat.
“Argh!”
“Ayo, memohon dulu, baru akan kulepaskan,” ujarnya santai tanpa menghapus senyuman setannya.
“Aish, arraseo…! Nyo..Nyonya Kim, kumohon lepaskan hidungku, ne? ayolah, kalau kau lepaskan maka kau akan mendapatkan morning kiss gratis dari Yesung yang tampan ini,” ujarku dengan tatapan setengah memelas.
Ia tersenyum penuh kemenangan, tapi senyum itu hilang saat ia menyadari maksud dari ucapan terakhirku. Matanya menyipit menatapku dengan tatapan kesalnya.
Ya! Untuk apa kau membangga-banggakan dirimu seperti itu, hah? Tanpa morning kiss-mu pun aku akan tetap melepaskanmu, pabo,” ujarnya sambil mendorong tubuhku pelan hingga pelukan kami terlepas.
Ia berjalan santai memutari meja makan dan duduk di seberangku. Ia mulai mengambil nasi dan lauk pauk, sedangkan aku hanya memandanginya dengan tatapan menggoda yang kupunya. Tapi hasilnya ia hanya menatapku dengan jijik :’(
“Hentikan, Jongwoon. Kau membuatku kehilangan nafsu makan,” ujarnya masih dengan tatapan yang sama.
“Benar kau tidak mau morning kiss dariku? Yakin tidak mau?” tanyaku menawarkan jasa(?) morning kiss yang selalu ditolaknya. Padahal aku tahu dia selalu menginginkan tawaran ini. Cih, dasar jual mahal.
Ia menggeleng pelan, tapi aku tahu ada rasa ragu saat ia melakukan itu.
“Akui sajalah, Hee.. Daripada nanti kau menyesal karena sudah menolaknya,” ujarku dengan nada angkuh sambil memainkan sumpit yang kupegang.
Ia mengerjapkan matanya beberapa kali, setelah itu ia langsung menyerbuku dengan suara cemprengnya.
“Aissh! Sudah kubilang aku tidak mau! TIDAK MAU! Kau dengar, kan?! Sudahlah, aku lapar!” teriaknya yang hampir menembus gendang telingaku.
Tapi dengan santainya aku memajukan tubuhku ke arahnya, dan dengan cepat langsung mengecup kilat bibir kecilnya.
Morning kiss… Kau memang menolaknya, tapi aku menginginkannya,” ucapku sebelum melesat masuk ke dalam kamar sebelum wanita absurd ini menelanku hidup-hidup.
“KIM JONGWOOOOOOOOOOONNN!!!”

Aku hanya  bisa tertawa sendiri mendengar suara menggelegar milik Soonhee yang terdengar sampai ke dalam kamar mandi. Hebat sekali dia, bahkan aku pun belum tentu bisa memiliki suara sekeras miliknya.
Melupakan kejadian, tadi aku langsung mengambil handuk dan mencuci mukaku di wastafel. Tepat saat aku akan mengambil sabun, aku melihat sesuatu yang aneh di tepi wastafel. Benda panjang dengan tanda-tanda aneh yang ada di sana. Tapi saat aku menemukan sebuah kotak dengan keterangan di belakangnya. Otakku langsung mencerna keadaan dengan baik.
BRAK!
Dengan cepat bak orang kesetanan aku berlari menemui Soonhee yang masih menikmati sarapan paginya di meja makan. Ia bahkan melotot hingga hampir mengeluarkan bola matanya dari kelopaknya saat mendapati aku mengenakan handuk sebagai pengganti celanaku. Tapi aku tidak peduli itu, ada sesuatu yang lebih penting sekarang.
“Yaak, Jongwoon. Apa kau gila? Kenapa berlari seperti itu? Dan ini.. kenapa hanya mengenakan handuk, hah?!” omelnya yang tidak kugubris.
Aku menunjukkan benda yang kutemukan di kamar mandi tadi padanya, membuatnya menatapku dengan tatapan bingungnya.
“Katakan padaku, kau hamil?” tanyaku dengan nafas yang masih memburu.
Bukannya menjawab pertanyaanku, Soonhee malah menyemburkan air tepat pada wajahku.
Mwo?” tanyanya dengan mulutnya yang menganga lebar.
“Ini, aku mendapatkannya di kamar mandi. Ini milikmu, kan?” tanyaku sambil menyodorkan benda itu tepat di depan wajahnya.
Ani, itu bukan punyaku.”
“Yaak, bohong!”
“Aku tidak bohong! Itu memang bukan punyaku.”
“Ayolah, Hee.. Tidak ada wanita lain di rumah ini selain kau. Tidak mungkin ini milikku, kan? Aku tidak mungkin hamil.”
Ia terdiam dengan raut wajah berpikir. Lalu beberapa saat kemudian ia menjentikkan jarinya dan tersenyum lebar menatapku.
“Ah, aku ingat! Itu punya Maorin,” ujarnya yang langsung membuatku terbelalak saking kagetnya.
MWO!? Maorin hamil?! Jangan bilang Siwon––sepupu gilamu itu sudah menghamili salah satu fansku!” teriakku yang langsung membuatnya menutup telinga.
“Maksudku test pack itu milik kakaknya,” ujarnya dengan kekesalan yang terlihat begitu jelas.
Jinjja?” tanyaku dengan tatapan menyelidik.
“Benar, itu bukan milikku.”
“Lalu kenapa benda ini ada di sini?” tanyaku lagi.
“Kemarin Maorin membawanya untuk menunjukkannya padaku karena saking senangnya akan mendapatkan keponakan. Ternyata benda itu tertinggal di sini, ya,” ujarnya santai.
“Aish, kau kira aku akan percaya dengan alasan semacam itu?”
“Sekarang aku tanya, apa kau pernah melihatku mual-mual atau semacamnya?”
Aku berpikir sebentar, lalu dengan polosnya aku menggelengkan kepalaku.
Ia menjentikkan jarinya dan menatapku dengan penuh kemenangan.
“Itu berarti aku tidak hamil, Jongwoon-ah.”
Aku merasakan tubuhku sedikit melemas mendengarkan penuturannya. Aku kira aku akan segera menjadi seorang ayah, ternyata tidak.
“Kau kenapa, Jongwoon?” tanyanya pelan.
Aku menggeleng lemah. “Aniyo, aku kira ini milikmu. Ternyata bukan…” jawabku lesu.
Ia tertawa tergelak-gelak menertawakan kebodohanku yang sudah berlari seperti marathon dari kamar mandi menuju ruang makan seperti tadi. Issh.. kalau aku tidak ingat ia adalah istriku, mungkin aku sudah menjitak kepalanya itu sekarang.

**

Yaa… Kau kenapa? Kau sakit?” tanya Soonhee saat mendapatiku sedang bersiap-siap untuk pergi ke sebuah acara musik dengan lesu.
Ia menempelkan punggung tangannya pada dahiku, dan bergumam kecil.
“Tidak panas.”
Aku hanya menggeleng sembari menyingkirkan tangannya pelan dari dahiku. Tapi seakan tidak puas dengan jawaban singkatku itu, ia kembali menanyakan hal yang hampir sama.
“Kau pusing? Kau mau istirahat saja di rumah, atau bagaimana? Aku bisa menelpon managermu untuk…”
Aniyo, aku tidak apa-apa…” ucapku memotong kalimatnya yang belum sempat ia selesaikan.
Tanpa memedulikan tatapan dan ucapan khawatirnya, aku meraih tas ranselku dan berjalan melewatinya. Dengan bingung di wajahnya ia terdiam di tempatnya sambil memandangiku yang berjalan menuju pintu depan.
“Aku akan pulang sebelum makan malam. Sampai jumpa nanti,” ucapku sebelum menutup pintu sambil tersenyum kecil padanya.

**

(Soonhee POV)

TING… TONG…!
Dengan cepat aku ke berjalan menuju pintu depan dan membukakan pintu untuk orang yang sengaja kuundang itu. Saat sosoknya terlihat di depan pintu, aku langsung menariknya masuk ke dalam tanpa memedulikan ringisannya karena sikapku yang terlalu kasar.
“Ada apa, Eonnie? Tumben sekali kau menyuruhku ke sini,” tanyanya bingung sambil memanyunkan bibirnya karena sikap anehku hari ini.
TING… TONG…!
Astaga, siapa lagi itu?
Hello, my dearest cous–– Aaarrgghh!”
Ucapan namja tinggi itu terpotong saat kakinya berhasil kujadikan bulan-bulanan kakiku, membuatnya membatalkan niatnya untuk memelukku. Aku yakin kalau Jongwoon melihatnya ia akan langsung menelan namja tengik ini.
“Waah, eonni! Kau mengajakku ke sini karena ada Siwon-oppa?” tanya Maorin saat kami tiba di ruang tamu dengan mata berbinar.
Tapi tatapan berlebihan itu padam seketika saat aku menggeleng. Aku duduk di depan kedua orang itu dan langsung memasang ekspresi berlebihanku.
“Ada hal penting,” ujarku datar.
“Apa?” tanya mereka bersamaan.
Aku mengatur nafasku perlahan, lalu dengan detak jantung yang tak beraturan aku menjawabnya.
“Aku hamil.”
“Ah, itu bagus,” ujar Siwon dengan wajah cueknya.
Tapi beberapa detik setelahnya, mereka langsung berteriak kaget dan memasang ekspresi berlebihan yang lebih menjijikkan dari ekspresiku.
MWO???!!! KAU BILANG APA, SOONHEE?? Ka.. kau hamil?! Jinjjayo?! Aku akan menjadi seorang pam––”
Sebelum ia membuatku tuli, dengan cepat mulutnya kusumpal dengan kue yang sengaja kusiapkan untuk Maorin.
“Kau berlebihan, Siwon,” cibirku.
Ia tidak membalas ucapanku, melainkan sibuk menghabiskan kue yang kusumpal ke mulutnya.
“Lalu, Eonnie, apa Yesung-oppa sudah tahu tentang hal ini?” tanya Maorin dengan suara polosnya.
Aku hanya menutup wajahku dengan telapak tanganku sambil menggeleng yang langsung mendapatkan jeritan berlebihan dari mereka berdua.
“Kenapa, Eonnie? Bukankah ini bagus?” tanya Maorin dengan tampang kecewanya.
Aku menggeleng pelan. “Aku masih ragu,” ucapku pelan.
Siwon menaikkan sebelah alisnya. “Ragu apa? Ragu kalau ternyata itu bukan anak Yesung-hyung?” tanyanya dengan tampang tak berdosanya.
Di detik berikutnya yang keluar dari mulutnya adalah teriakan menyedihkan karena kakinya lagi-lagi kuinjak dengan ganas.
“Aku hanya ragu, sebenarnya dia itu… sudah siap menjadi appa atau belum,” akuku yang langsung mendapatkan tatapan sinis dari Siwon.
“Cih, alasan apa itu? Kekanakan sekali,” cibirnya yang hanya kutanggapi dengan tatapan kesalku.
“Lalu…? Apa sampai sekarang Yesung-oppa belum tahu tentang kehamilanmu, Eonnie?” tanya Maorin.
Aku menggeleng, dan Maorin langsung menghela nafasnya.
“Aku bilang test pack itu bukan milikku, tapi punya kakakmu, Maorin. Kau bilang kemarin kakakmu hamil, kan?” ucapku dengan kepala yang kutundukkan dalam-dalam.
Berbicara seperti ini membuatku terlihat seperti sedang diinterogasi oleh kedua orang di depanku ini. Aku seperti terpojok. Bagaimana pun mereka benar, aku yang salah. Seharusnya Jongwoon sudah tahu tentang hal ini. Tapi, aku masih saja ragu.. Mianhae, Jongwoon…
“Kenapa kau bisa ragu begitu, Soonhee? Bukankah dia suamimu?” tanya Siwon dengan wajah yang mulai serius.
“Kau tahulah sikap Jongwoon itu bagaimana. Dia masih saja suka kekanakan, masih menganggap kalau kehidupan kami adalah kehidupan biasa yang ringan. Aku ragu kalau sudah punya anak nanti dia malah jadi kurang bertanggung jawab,” jawabku.
Siwon menggeleng-gelengkan kepalanya pelan sembari mengusap wajahnya dengan frustasi.
“Kau kekanakan, Soonhee..”
“Yaak, kau pikir aku tidak pusing memikirkan ini? Aku bahkan sampai tidak tidur semalaman memikirkan kondisi ini,” ujarku membela diri dari cercaan sepupuku itu.
Aku hanya menggigit bibir bawahku sambil menautkan kedua tanganku. Bisa kurasakan keringat yang membanjiri pori-pori telapak tanganku. Hal ini benar-benar membuatku pusing!
“Terserah padamu, Eonnie. Tapi yang jelas, Yesung-oppa benar-benar harus tahu tentang kehamilanmu karena dia suamimu,” ujar Maorin seperti sedang menguliahiku.
Ne… Aku tahu, tapi aku masih belum siap mengatakannya…” ucapku pelan.
“Ngomong-ngomong sudah berapa usia kandunganmu?” tanya Siwon sambil dengan santainya memakan habis kue yang ada di hadapannya tanpa memberi kesempatan pada Maorin untuk mencicipinya.
“Satu minggu..” jawabku.
“Masih ada banyak untuk menyiapkan hatimu untuk mengatakannya. Tapi secepatnya kau harus mengatakan pada suamimu. Biar bagaimana pun dia itu suamimu, Soonhee..”
Ne, aku tahu.”

**

(Jongwoon POV)

Setelah selesai mengeluarkan semua kemampuan bernyanyiku dengan nada-nada tinggi di depan fansku tadi, aku berjalan dengan gontai menuju ruang ganti dan meneguk sebotol air mineral hingga setengahnya.
Dengan menghela nafas lelah, aku menghempaskan tubuhku ke sofa yang ada di sudut ruangan. Ryeowook menatapku aneh.
“Ada apa, Hyung? Sedang ada masalah dengan noona?” tanyanya.
Aku menggeleng. “Kami baik-baik saja,” jawabku.
“Tapi kau tidak menunjukkan kalau kau baik-baik saja. Ada apa? Ceritakanlah padaku.”
Aku menghela nafas panjang sebelum menjawab ucapannya. Dengan lesu aku mulai bercerita kejadian tadi pagi.
Ryeowook hanya tertawa kecil mendengar ceritaku, berbanding terbalik dengan keadaanku yang justru kecewa dengan kenyataan ini.
Hyung, apa kau tidak bisa sabar menunggu sampai akhirnya noona benar-benar hamil?” tanyanya sambil terkekeh.
Dengan cepat aku menggeleng.
“Aku sudah menunggu saat-saat seperti ini sejak sebelum menikah. Aku bahkan sudah menyiapkan nama untuk anak-anakku saat aku baru memasuki universitas,” ujarku dengan bangga menyebutkan rencanaku yang terlalu cepat itu.
Ryeowook terkekeh lagi.
“Apa sebegitu inginnya kau memiliki anak, Hyung?” tanyanya.
“Tentu saja. Apa kau tidak senang melihat seseorang yang merupakan replika dari sosokmu?” ujarku dengan bersemangat.
Mwo?”
“Kau bayangkan saja rumahmu akan ramai dengan kehadiran anggota keluarga baru di tengah-tengah kehidupanmu. Aku sudah menantikan saat-saat aku harus bersikap lebih bijaksana saat anakku lahir. Aku menantikan saat-saat aku akan menasehati dan mengajari anakku tentang banyak hal. Bukankah itu menyenangkan?” ujarku setengah menerawang.
Ryeowook mengerjapkan matanya, lalu tersenyum lebar menatapku.
“Wah, Hyung, kau sudah lebih dewasa sekarang. Apa noona yang mengubahmu?” ucapnya kagum.
Aku tersenyum tipis.
“Bahkan sejak pertama bertemu dia mengajariku banyak hal,” ucapku yang membuat senyum Ryeowook melebar.
Kim Soon Hee memang sudah banyak mengubahku.

**

(Author POV)

Setibanya di apartemen mereka, Jongwoon dibuat bingung dengan sikap aneh Soonhee yang mendadak berubah menjadi manja. Sebenarnya itu tidak aneh, mengingat sifat lazim ibu hamil yang akan berubah menjadi manja pada suaminya.
“Kau kenapa, Soonhee? Kau aneh sekali hari ini,” tanya Jongwoon bingung pada Soonhee yang sedang menggelayut di lengannya.
Wae? Kau tidak suka?” Soonhee balik bertanya dengan bibirnya yang dikerucutkan.
Jongwoon terkekeh sambil mencubit pipi putih Soonhee dengan gemas. Memang tidak salah, malah Jongwoon sangat menginginkan saat-saat seperti ini. Tapi dia bingung, ini bukan sifat asli Soonhee.
“Bukan begitu, hanya aneh saja. Biasanya kau tidak seperti ini. Ada apa?” tanya Jongwoon sambil memainkan rambut Soonhee. Kini Soonhee memposisikan kepalanya di atas paha Jongwoon yang sedang menikmati tehnya di sofa.
“Tidak ada apa-apa. Hanya ingin…” jawab Soonhee pelan, membuat Jongwoon ingin sekali menggigit pipi putih istrinya itu. Dia persis seperti anak kecil sekarang.
Jongwoon terkekeh sambil mengelus pelan kepala istrinya itu. Lalu tiba-tiba Soonhee beranjak bangun dan menatap Jongwoon dengan tatapan penuh selidik.
“Jongwoon, jawab dengan jujur,” ujarnya serius.
“Hm?”
“Kau mencintaiku, kan?”
Pfft…
Jongwoon menyemburkan teh yang diminumnya ke arah samping, menghindari wajah mulus istrinya itu menjadi korban semburan tehnya.
Mwo?” ucap Jongwoon dengan kedua matanya yang membelalak kaget. Apa-apaan ini? “Kau meragukanku?” tanya Jongwoon masih dengan ekspresi terkejut yang sama seperti tadi.
Soonhee menggeleng dengan menatap Jongwoon takut-takut.
“Lalu?”
“Aku hanya memikirkan bagaimana nasib anak kita nanti,” jawab Soonhee yang membuat Jongwoon menaikkan sebelah alisnya.
“Apa maksudmu dengan ‘nasib’? Kau pikir aku tidak akan bertanggung jawab dengan keluargaku?” tanya Jongwoon dengan tatapan menusuk yang membuat kepala Soonhee tertunduk karena takut.
“Bu..bukan begitu.. Hanya saja…”
“Soonhee, dengar aku..”
Jongwoon memegang kedua pundak Soonhee dan mengangkat dagunya dengan telunjuknya, menyuruh Soonhee untuk menatapnya.
“Dengar, aku yang memintamu untuk menikah denganku. Dan aku mengatakan bahwa aku menginginkanmu menjadi istriku dengan persiapan yang matang, bukan karena aku hanya ingin kau menjadi milikku.”
Soonhee menatap Jongwoon dengan kedua mata polosnya. Ia mencoba mencari kebohongan di dalam mata suaminya itu, tapi ia tidak menemukannya.
“Jauh sebelum kita menikah aku sudah memikirkannya dengan matang. Bagaimana aku akan menghidupi keluargaku, membesarkan anak-anakku, mendidik mereka hingga akhirnya mereka menjadi dewasa dan sudah bisa mandiri.”
Tanpa ia sadari, Soonhee sudah menarik sudut bibirnya secara perlahan, hingga membentuk seulas senyum tipis karena kagum mendengar ucapan Jongwoon. Ia tidak menyangka Jongwoon mampu mengatakan semua itu dengan rasa tanggung jawab yang ia cari-cari selama ini.
“Aku juga memikirkanmu sebagai ibu dari anak-anakku. Aku akan menjagamu, menjaga anak-anak kita nanti. Hingga pada harinya kau melahirkan putra-putri kecilku, aku tidak akan menjauhkanmu dari lingkaran hidupku. Mengerti, Nyonya Kim?”
Soonhee mengangguk puas sambil tersenyum lebar. Sebagai tambahan ia mengecup kilat bibir Jongwoon yang sedang tersenyum. Jongwoon mengerjapkan matanya berkali-kali, mencoba mengembalikan arwahnya yang entah melayang ke mana saat kecupan kilat yang tak disangka-sangka itu menghampiri bibirnya.
“Hehehe…” Soonhee hanya bisa memamerkan cengiran khasnya pada Jongwoon saat suaminya itu tersenyum penuh arti padanya.
Seakan tahu maksud dari senyuman itu, Soonhee segera mengalungkan tangannya pada leher Jongwoon, lalu menempelkan bibir tipisnya pada bibir milik suaminya itu dengan lembut dan cukup lama.
“Mmhh.. Itu hadiah untukmu karena sudah bisa bersikap dewasa,” ujar Soonhee saat ia melepaskan tautan bibir mereka secara sepihak, menghindari Jongwoon yang bisa saja menuntut lebih.
Arraseo…”
“Oh iya, satu lagi,” seru Soonhee dengan kedua matanya yang tampak berbinar, sedangkan Jongwoon hanya mengerutkan keningnya.
Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres setelah ini.
“Apa? Kau mau apa lagi?” tanya Jongwoon.
“Aku ingin kau membuktikan semua ucapanmu tadi,” jawab Soonhee penuh harapan.
M..mwo?” ucap Jongwoon pelan. Ia merasa tubuhnya sedikit melemas mendengar ucapan istrinya sendiri. “Kau tidak sedang meragukanku, kan?” tanyanya ragu.
“Bu.. bukan begitu. Tapi… Ah, sudahlah.. Kau mau mengabulkan permintaanku atau tidak?” ujar Soonhee dengan tampang memelas yang paling menyedihkan yang ia punya.
Dan, ya! Akhirnya Jongwoon mengangguk pasrah, dan itu membuat Soonhee meloncat kegirangan dan mengecup bibir milik suaminya itu secara bertubi-tubi.
Gomawo, Jongwoon!”

**

Jongwoon melirik Soonhee yang sudah tertidur sejak satu jam yang lalu di sebelahnya. Perlahan tangan Jongwoon bergerak ke kiri dan ke kanan di depan wajah Soonhee, memastikan bahwa istrinya itu benar-benar sudah tertidur. Dengan perlahan Jongwoon menggeser kepala Soonhee yang menyandar pada pundaknya, lalu melepaskan tangan Soonhee yang masih melingkar pada lengannya. Untungnya Soonhee termasuk orang yang sulit dibangunkan jika sudah tidur, jadi Jongwoon tidak perlu cemas jika istrinya itu akan terbangun hanya karena pergerakan kecil yang ia timbulkan.
Setelah yakin Soonhee tidak akan terbangun, Jongwoon turun dari tempat tidur dan meraih ponsel yang ia letakkan di meja nakas di sebelah tempat tidur. Lalu ia keluar dari kamar secara mengendap-endap tanpa menyalakan lampunya.
Ia mulai bernafas lega begitu pintu kamar berhasil ia tutup kembali tanpa menimbulkan suara sedikitpun. Dengan cepat ia menekan tombol-tombol pada ponselnya dan melakukan panggilan.
Yeoboseyo?” ucap orang di seberang sambungan dengan suara lesunya. Itu wajar karena ini memang sudah jam sebelas malam.
“Siwon-ah! Bantu aku!” ujar Jongwoon panik dengan berbisik.
Mwo? Ada apa?” tanya Siwon masih dengan suara lesunya. Ia tidak bisa menolerir orang yang sudah mengganggu waktu istirahatnya. Apalagi tadi ia melakukan pemotretan untuk album terbarunya sampai jam delapan malam.
“Soonhee, dia––”
“Apa yang kau lakukan padanya, Hyung??!!!” teriak Siwon yang hampir membuat gendang telinga Jongwoon pecah.
Ia langsung melupakan rasa lelah dan kantuknya begitu mendengar nama sepupu kesayangannya.
“Dengarkan aku dulu! Jangan berlebihan!” seru Jongwoon meskipun masih dengan berbisik. “Jadi begini…”

“BUAHAHAHAHAHA!!!” Tawa Siwon meledak begitu Jongwoon menyudahi cerita panjang lebarnya tentang sikap aneh Soonhee tadi.
Kini Jongwoon menyesal sudah meminta bantuan pada Siwon, sepupu istrinya yang paling aneh itu. Seharusnya ia memikirkan cara mengabulkan permintaan Soonhee sendiri tanpa meminta bantuan pada namja aneh yang satu ini.
“Diam dan bantu aku. Aku meneleponmu untuk membantuku,” ujar Jongwoon kesal.
Lama kelamaan tawa Siwon reda dan suaranya mulai berubah serius. Jongwoon kembali memasang telinganya baik-baik untuk mendengarkan ide atau nasihat Siwon.
“Kau harus membuktikan padanya bahwa dia adalah segalanya bagimu, Hyung. Kau harus membuatnya percaya bahwa hanya dialah pusat kehidupanmu, karena bukankah memang begitu kenyataannya, Hyung?” ujar Siwon yang hanya ditanggapi Jongwoon dengan gumaman.
“Bagaimana, Hyung? Kau masih ingin mengabulkan permintaan Soonhee?” tanya Siwon yang membuat Jongwoon menarik sudut bibirnya hingga muncul seulas senyuman.
“Tentu saja. Dia istriku. Apapun akan kulakukan demi membuatnya bahagia,” ucapnya yang dibalas Siwon dengan kekehan pelan.
“Sepupuku tidak salah memilih suami, Hyung.”

**

“Eunnghh… Jongwoon…”
Soonhee membuka kedua matanya perlahan sambil meraba-raba tempat kosong di sebelahnya. Ia langsung melonjak begitu tidak mendapati suaminya di sana. Ia segera bangun dan meraih jam weker di atas meja nakas di samping tempat tidurnya. Jam enam. Ia yakin suaminya itu tidak punya kebiasaan bangun pagi, apalagi hari ini Jongwoon tidak memiliki jadwal pagi.
Belum sempat ia mendapatkan jawaban atas pertanyaan di pikirannya, rasa mual terasa begitu mendesak perutnya, hingga ia merasakan isi perutnya akan keluar saat ini juga. Soonhee berlari ke dalam kamar mandi dan langsung menumpahkan semuanya ke wastafel.
Air. Yang keluar dari perutnya hanya air. Ia sudah mulai terbiasa dengan ‘kebiasaan baru’ nya itu. Hal ini wajar bagi seorang ibu hamil yang masa kehamilan baru beberapa minggu. Tapi ia khawatir Jongwoon akan menyadari hal ganjil ini. Selama ini suaminya itu tidak pernah melihatnya muntah atau mual-mual. Tapi hari ini… ‘Semoga saja Jongwoon sudah berangkat…’
KLEEK…
“Hee, kau kenapa?”
Soonhee melonjak kaget saat didapatinya kepala Jongwoon menyembul dari pintu kamar mandi dengan wajah ‘tidak tahu’ nya yang terlihat polos.
“Kau kenapa?” tanya Jongwoon lagi, membuat Soonhee sedikit gelagapan untuk menjawabnya.
“A.. aku tidak apa-apa.. Hanya…”
“Hanya apa? Kau sakit?”
“Aku hanya tidak enak badan,” ujar Soonhee yang tentunya berbohong. Ia masih saja belum siap untuk memberitahu Jongwoon tentang kehamilannya. “Ka.. kau sendiri, ke mana saja? Kenapa jam segini sudah bangun? Tumben sekali.”
“Aku di dapur,” jawab Jongwoon seraya berjalan keluar dari kamar.
Soonhee membuka mulutnya tak percaya.
“Dapur? Untuk apa?” tanya Soonhee sambil berjalan di belakang Jongwoon, mengikuti langkah suaminya itu menuju dapur.
“Tentu saja untuk ini,” ujar Jongwoon sambil menunjukkan hasil masakannya pada Soonhee.
Soonhee menganga dengan kedua matanya yang tidak bosan-bosannya mengamati masakan yang sudah tersaji di atas meja makan. Ia tidak menyangka Jongwoon bisa menyiapkan ini semua, padahal selama ini Soonhee sendirilah yang biasanya menyiapkan makanan untuk mereka.
“Ini–– Kau memasak semua ini?” tanya Soonhee sembari melemparkan tatapan tak percayanya pada Jongwoon.
Jongwoon mengangguk. “Ini semua untukmu. Ayo, duduk. Kau harus mencicipi semuanya,” ujarnya sambil menarik kursi di sebelah Soonhee, menyuruhnya untuk segera duduk di sana.
“Di mana kau belajar memasak semua ini?” tanya Soonhee lagi saat Jongwoon mengambilkan beberapa lauk untuknya. Ia masih saja melemparkan tatapan tak percayanya pada Jongwoon mengingat kemampuan memasakn Jongwoon yang bisa dibilang… payah.
“Dari buku memasak yang biasa kau beli. Aku mencoba resepnya secara amatiran,” aku Jongwoon yang membuat Soonhee perlahan menelan ludahnya.
Apa hidupnya bisa selamat setelah ia memakan semua ini?


“Bagaimana?” tanya Jongwoon dengan berharap-harap cemas menunggu jawaban Soonhee yang sedang mengunyah makanannya.
Glek…
Soonhee menelannya dan kata pertama yang keluar dari mulut wanita itu membuat Jongwoon bernafas lega.
“Enak,” ucap Soonhee dengan senyum puas yang mengembang di bibirnya.
Setidaknya Jongwoon maupun Soonhee tidak perlu mengkhawatirkan efek yang akan ditimbulkan oleh masakan ‘percobaan’ yang Jongwoon siapkan pagi ini.
“Untuk apa kau menyiapkan ini semua? Hari ini bukan ulang tahunku..” tanya Soonhee dengan wajah polosnya, membuat Jongwoon ingin segera menyerbu bibir dan kedua pipi putih milik istrinya itu.
“Aku hanya ingin memberikan kesan terbaikku untukmu. Setidaknya aku bisa melakukan sesuatu untukmu. Bukan hanya kau yang bisa mengurusku, tapi aku juga bisa mengurusmu. Dan di saat kau tidak bisa melayaniku, maka akulah yang akan melayanimu,” jawab Jongwoon, membuat Soonhee menatapnya haru bercampur kagum.
Kim Jong Woon-nya sudah sangat dewasa.
“Terima kasih,” ucap Soonhee dengan senyuman termanisnya yang pernah Jongwoon lihat. “Kau memang baik, aku tidak salah sudah menikah denganmu. Gomawo,” ujar Soonhee lagi yang langsung mendapatkan morning kiss dari Jongwoon.
Cheonmaneyo.”

**

Annyeong…!”
Kedua mata berbinar itu langsung menyambut Jongwoon saat ia baru saja membukakan pintu saat bel pintu berbunyi. Ia mendengus pelan mengetahui tujuan si pemilik mata berbinar itu ke apartemennya. Apalagi kalau bukan untuk menemui ‘kakak’ tersayangnya, dan bukan untuk menemuinya yang jelas-jelas adalah idola gadis itu.
Annyeong, Oppa. Aku mencari Soonhee-eonnie,” ujar gadis itu, membuat Jongwoon mengerucutkan bibirnya berpura-pura kesal.
“Aku heran, apa rasa cintamu padaku sudah berkurang semenjak kau dekat dengan Soonhee.. Astaga, aku harus berhati-hati mulai sekarang. Istriku bisa saja merebut semua fansku,” ujar Jongwoon yang membuat tawa Maorin meledak.
Jongwoon berjalan dengan gontai ke ruang tamu dan duduk di sofa di hadapan Maorin dengan lesu. Seharian ini melakukan hal-hal yang biasa dikerjakan oleh Soonhee membuat hampir seluruh tubuhnya pegal. Ia tidak pernah menyangka mengurus pekerjaan rumah tangga sendirian sangatlah berat. Dan itulah yang istrinya kerjakan setiap hari.
“Ah, Maorin! Tumben sekali kau datang, ada apa?” ujar Soonhee girang begitu ia tiba di ruang tamu.
Ia langsung menghambur duduk di sebelah Maorin dengan antusias seperti baru mendengar gossip bahwa masa kejayaan seorang Yesung akan runtuh beberapa hari lagi dan akan digantikan oleh Siwon, sepupunya.
“Aku baru saja membeli ini di supermarket di dekat sini, jadi aku mampir,” ujar Maorin sambil menunjukkan bungkusan cokelat yang dibawanya.
“Apa ini?” tanya Soonhee sambil membuka bungkusan itu dan melihat isinya. “Puding cokelat?”
Maorin mengangguk semangat. “Ne, aku dengar dari Siwon-oppa, katanya kau suka pudding cokelat, jadi kubelikan saja itu. Bukankah seharusnya kau akan mencari-cari makanan kesukaanmu, apalagi kan kau sedang ham–– HMPH!”
Kalimat ‘tabu’ yang keluar dari mulut mungil Maorin langsung terpotong begitu Soonhee membekap mulutnya dengan ganas. Kini Soonhee melirik Jongwoon yang menatap keduanya dengan curiga.
“Apa? Apa yang ingin kau katakan tadi?” tanya Jongwoon dengan tatapan penuh selidik, membuat Soonhee ingin sekali membunuh salah satu penggemar suaminya ini.
A… aniyo..” ucap Soonhee sambil terkekeh hambar yang terdengar aneh.
“Apa ada yang kalian sembunyikan dariku?” tanya Jongwoon lagi. Kali ini ia melirik Maorin yang masih dibekap oleh istrinya.
Keduanya sama-sama menggeleng sambil memamerkan cengiran khas mereka.
“Hmm… Ada yang aneh,” gumam Jongwoon yang langsung membuat Soonhee meloncat dari sofa dan langsung menghampirinya.
“Ah, Jongwoon! Bukankah kau seharusnya berangkat ke studio? Kau ada jadwal, kan? Lihat ini sudah jam berapa,” ujar Soonhee pura-pura panik menunjuk jam dinding yang masih menunjukkan pukul dua siang.
“Acaranya kan baru dimulai jam tiga.”
“Kau bisa terlambat kalau baru pergi mendekati jam tiga. Ayolah, kau kan harus bersikap professional,” ujar Soonhee, mencari-cari alasan untuk mengalihkan perhatian Jongwoon.
Ne, arraseo…”
Dengan malas Jongwoon bangkit dari sofa dan berjalan ke dalam kamar, meninggalkan Maorin bersama istrinya yang masih panik. Soonhee melirik Maorin yang hanya memamerkan cengirannya dan mengacungkan dua jarinya membentuk tanda peace.
Mianhae, aku tidak sengaja,” gumam Maorin dengan puppy eyes andalannya.

**

[Soon Hee’s POV]

“Kyaaaaa…! Yesung-oppa…!”
Aku berdesis pelan sambil menggosok sebelah telingaku karena teriakan histeris Maorin yang hampir membuat gendang telingaku pecah. Saat ini aku duduk tepat di tengah-tengah Clouds––penggemar Jongwoon––yang bersiap menyambut Yesung mereka untuk menghibur mereka dengan suara emasnya. Apa lagi kalau bukan karena Jongwoon yang memaksaku, kalau tidak sekarang aku sedang berada di rumah menikmati kudapan sore hariku untuk calon bayi di perutku ini, bukannya berada di studio yang berisik meneriakkan nama panggung suamiku itu.
Entah apa yang ingin Jongwoon tunjukkan padaku sampai-sampai ia harus memaksaku untuk datang untuk menonton penampilannya kali ini. Bayangkan saja! Ia mengancamku akan memotong jatah biskuit cokelatku dalam sebulan jika aku menolak ajakannya. Menyedihkan sekali, bukan? T___T Apa jadinya diriku yang maniak cokelat ini kalau jatah makan cokelatku dipotong dengan kejam seperti itu?

Annyeong…!”
Lamunanku buyar dengan kehadiran seseorang yang sudah tak asing lagi tengah-tengah panggung dengan senyuman khasnya. Kedua tangannya sudah bersiap dengan sebuah gitar akustik untuk mengalunkan nada-nada andalannya untuk memikat hati setiap fansnya. Tidak mau penggemar setianya menunggu lama, pria itu mulai memetik gitarnya, mengalunkan nada-nada yang nyaman di telinga membuat kami merasa hanyut dalam nyanyiannya.

Geudaereul saranghae my love..
Modeun geol julgeyo, oh my love…
Jo haneul-ui byolboda geudaereul bakhyo julgeyo

Tatapanku terpaku pada sosoknya yang tampak begitu menikmati penampilannya di panggung itu. Ah, tidak. Aku lebih tertarik pada bibirnya yang tengah mengukir senyum yang cukup ‘mematikan’. Tanpa sadar kedua pipiku mulai memanas. Sial, dia menyadari keberadaanku. Dan kini ia terus-terusan menatap ke arahku.
Yaa… Eonnie-ya, lihatlah suamimu itu. Ditengah-tengah fansnya begini masih saja memerhatikanmu,” goda Maorin yang langsung disambut dengan death glare dariku meskipun kedua pipiku sudah merona merah seperti tomat.

Kkeutnaejwoyo geudaeneun modeun ge wanbyeokhae
Geu eotteon nugudo bigyohal su eobneun han song-i jangmi
Kkotboda areumdaeun geudaeneun laillag hyang-giboda hyang-i johayo
Nae yeopeul jinal ttaen meoli heutnallil ttaen naemsaega joha
Cheoncheonhi naege dagawa jullaeyo
Nae maeum-i nog-anaelyeoyo…

Kali ini aku hanya bisa menahan nafasku dengan wajah terpesonaku yang tampak begitu bodoh ketika menatapnya yang memejamkan kedua mata, mencoba mengambil nada tinggi dalam nyanyiannya. ‘Tampan..’ batinku.
Astaga, Kim Soon Hee… Sadarlah, sudah berapa lama kau mengenal namja ini? Kenapa baru sekarang kau bertingkah seolah-olah kalian baru bertemu?

Geudaereul saranghae my love
Modeun geol julgeyo oh my love
Jo haneul-ui byolboda geudaereul bakhyo julgeyo
Han song-i kkotboda geudaeneun yeppeoyo… nuni busyeoyo
Saranghago isseoyo… kkotboda geunyo

Sial… Kenapa dia menatapku terus, huh? Membuatku salah tingkah saja. Alih-alih menikmati penampilannya, aku malah meraih kipas dengan gambar wajah pria yang sedang menyanyi di panggung itu untuk menutupi wajahku yang tampak bodoh ini. Ah, sudahlah! Terserah dia sekarang mau menertawaiku dalam hati atau bagaimana, yang jelas aku tidak tahan diperhatikan seperti itu di tempat umum seperti ini. Sekarang saja banyak Clouds yang sedang berbisik-bisik membicarakan sikap Jongwoon padaku.
KIM JONG WOOOONNNN!!!! KAU MEMBUATKU MALUUUUU!! ><

Yeogilbwayo dareun goseun boji malayo
Geudae-ui du nun-e namalgo daereun geon damji marayo
Jogeumman ppali dagawa jullaeyo nae maeum-i tadeul-eogayo
Geudaereul saranghae my love modeun geol julgeyo oh my love
Jo haneul-ui byolboda geudaereul bakhyo julgeyo
han song-i kkotboda geudaeneun yeppeoyo nuni busyeoyo
saranghago isseoyo kkotboda geunyo
geudaereul saranghae my love modeun geol julgeyo oh my love
jo haneul-ui byolboda geudaereul bakhyo julgeyo
geudaeman baraboneun nan haebaragi
neon saeppalgan jangmi geudae nae sam-ui jeonbu
geudaereul saranghaeyo

‘Sudah selesai…’ batinku bersamaan dengan berhembusnya nafas lega. Akhirnya selesai juga. Itu artinya aku sudah bisa melepas ‘penutup’ wajahku saat ini. Tapi dengan tidak diduga, ‘Tuan Yesung’ itu bukannya menutup penampilannya, melainkan meletakkan gitarnya di samping bangkunya dan berbicara lewat mikrofon.
Kim Soon Hee…? Kau di sini, kan..? Kau mendengarku?” ucapnya yang membuatku mengerutkan keningku.
Jelas-jelas saat ini ia tengah menatapku lurus-lurus, membuatnya bisa melihat perubahan ekspresiku setiap saat dengan jelas.
Ada yang ingin kukatakan padamu,” ucapnya lagi yang langsung disambut dengan sorakan dari seluruh fans-nya yang ada di studio ini.
Apa lagi ini??? Aku seperti kembali pada masa-masa menjelang pernikahan kami, di mana aku hampir saja membatalkan rencana pernikahan yang sudah disusunnya dengan sukacita.
Aku ingin mengatakan bahwa aku tidak malu memiliki istri sepertimu.”
MWO?! Jadi dia pikir aku ini gadis memalukan, begitu?!!! Grr…
Ngg.. Maksudku… Aku rela melewati masa-masa apapun asalkan bersamamu.”
Aku tertegun mendengar penuturannya. Sebenarnya apa yang ingin ia tunjukkan?
Aku rela meskipun aku harus dibenci banyak fansku. Aku rela meskipun aku sering dikejar wartawan hanya untuk mencari-cari berita tentang pernikahan kita. Aku rela kehilangan semua ini asalkan aku bisa bersamamu, hidup bersamamu, mendapatkan cintamu.
Entah bagaimana, yang kutahu saat ini sebelah tanganku sedang menutup mulutku sendiri, menahan rasa haru yang perlahan menyeruak mendengar pernyataannya.
Aku ingin membuktikan di sini bahwa aku bisa menjadi pendamping yang baik untukmu. Itu karena aku mencintaimu, Kim Soon Hee… Aku tidak sedang mempermalukan diriku, tapi aku sedang membuktikan pada dunia bahwa aku pantas untuk kau cintai. Saranghae…”
Dan yang kusadari saat ini adalah… ia tengah memasang pose tanda love dengan kedua tangannya ke arahku disertai sorakan oleh para penggemarnya, dan aku… aku tengah menitikkan air mataku sambil bergumam pelan.
“Dia mencintaiku… Ya Tuhan, dia benar-benar mencintaiku…”
Aku tahu aku memang bodoh… Saking bodohnya, aku tidak bisa menghentikan air mataku yang semakin deras di tengah-tengah penonton seperti ini.

**

“Soonhee-ya… Uljima… uljima…” ucapnya mencoba menghentikanku yang masih sedikit sesenggukan sambil mengusap pelan punggungku.
Ia menghela nafasnya sambil tersenyum tipis menatapku yang masih sesenggukan akibat perkataannya saat akhir penampilannya tadi. Kami memasuki lift menuju apartemen, tapi aku masih saja tidak bisa menata perasaanku dengan baik saat ini. Kenapa aku jadi cengeng begini? Kenapa…?
Uljima, Hee-ya… Kenapa masih saja menangis? Apa kau begitu terharu dengan kata-kataku tadi, hm?” tanyanya sambil menaik-turunkan kedua alisnya, sifat narsisnya kembali lagi.
Aku menoyor pipinya pelan, membuatnya terkekeh dengan sikapku. Ini bukan saat yang tepat meladeni sifat narsisnya.
“Jawab pertanyaanku,” ucapnya masih menunggu jawabanku.
“Ke… Kenapa…?” ucapku tak beraturan. “Kenapa kau mengatakan itu tadi…?”
Ia mengendikkan bahunya dan memasang wajah acuh, membuatku merengek sambil menggucang sebelah tangannya pelan.
“Kan sudah kubilang, aku ingin membuktikan padamu bahwa AKU-MENCINTAI-MU,” jawabnya dengan penekanan pada akhir kalimatnya seraya menangkup kedua sisi wajahku dengan kedua tangannya, lalu mengecup bibirku sekilas.
“Kau berhasil,” ucapku yang membuat sebelah alisnya terangkat. “Kau sudah meyakinkanku..” ucapku lagi yang langsung disambut dengan senyumannya yang merekah.
“Benarkah?” katanya senang.
Di detik berikutnya aku sudah berada di dalam pelukannya yang mengunci seluruh pergerakanku. Kusembunyikan wajahku di lekukan lehernya, menghirup aroma mint yang tercium di sana.
“Eh, Jongwoon…” ucapku seraya melepaskan pelukannya, kemudian mendapati tatapan lembut darinya.
TING!
Pintu lift terbuka dan kami melangkah keluar, mulai berjalan ke apartemen kami.
“Ada yang ingin kukatakan sejak kemarin. Sebenarnya…” ucapku menggantung.
Langkahku tiba-tiba terhenti, membuatku ketinggalan tiga langkah darinya. Ia juga ikut berhenti, berbalik menatapku yang sedang menguatkan hatiku untuk mengatakan yang sejujurnya.
“Apa?” tanyanya menungguku mengucapkan sesuatu.
“Aku… Sebenarnya aku…”
Ya Tuhan, kenapa jadi sulit begini?
“Kenapa? Kau sakit?” tanyanya seraya mendekatiku dan menyentuh kedua sisi wajahku, mengusapnya lembut.
“Aku… Sebenarnya aku… ha..hamil…” ucapku pada akhirnya.
Aku menutup wajahku dengan kedua tanganku menyembunyikan tatapanku pada wajahnya yang mendadak berubah menjadi shock. Sebegitu terkejutnyakah dirinya mendengar berita bahagia ini?
“Jong… Jongwoon, maaf.. aku–––AH!”
Ucapanku terputus ketika ia tiba-tiba saja mengangkat tubuhku dan memutarnya di udara.
“Yaak, hentikan.. Aku pusing,” ucapku setelah beberapa detik merasa pusing dibuatnya.
Ia menghentikan aksinya, dan langsung mengecup kedua pipiku secara bertubi-tubi.
“Kenapa baru bilang sekarang? Jadi yang kemarin itu kau berbohong? Astaga, Soonhee… Kau tahu? Aku sudah menunggu saat-saat seperti ini sejak lama,” ujarnya cepat dengan berbagai ekspresi lucu yang dapat kulihat di wajahnya. Ekspresi terkejut, senang, dan kesal karena dibohongi. Hehehe…
“Maaf…” ucapku sambil tersenyum kecil.
“Mulai saat ini, kau tidak boleh berbohong lagi. Apalagi jika menyangkut calon baby kita,” ujarnya yang hanya kutanggapi dengan sebuah anggukan.

**

Two months later…


“Yaak… Kim Soon Hee! Habiskan susumu!”
Aku hanya bisa mendengus kesal sambil berjalan menghampiri suami tercintaku itu saat teriakan kesal itu menggema di seluruh ruangan. Dengan gerakan cepat kuteguk susu putih itu hingga isinya kosong, membuat Jongwoon mengembangkan senyum puasnya dan mengusap puncak kepalaku dengan rasa sayang.
“Anak pintar,” ucapnya seraya mendaratkan kecupan singkat pada pipiku.
“Yaak, aku bukan anak kecil lagi, Jongwoon!” seruku kesal.
“Oh, jinjja? Hey, tidakkah kau sadar sikapmu belakangan ini tidak mencerminkan seorang ibu hamil, melainkan lebih mengarah ke sosok anak TK yang senang sekali membantah?” tanyanya yang lebih mengarah seperti sebuah pernyataan.
Jika sudah begini yang bisa kulakukan hanya menatapnya kesal, membuatnya tertawa penuh kemenangan.
“Usia kandunganmu sudah dua bulan, tapi sikapmu masih saja seperti anak kecil. Ingat Soonhee, kau harus menjaga kandunganmu. Kenapa jadi aku yang terlihat seperti eomma-mu, heh? Aigoo~” ucapnya berlebihan yang membuat senyumanku langsung mengembang.
Tanpa ia duga, aku mengecup pipinya kilat. Ia menatapku tak percaya, sementara aku hanya berpura-pura cuek seolah-olah tidak ada yang perlu dipermasalahkan.
Aku mulai melangkahkan kakiku meninggalkannya yang masih tertegun di meja makan ke ruang TV. Tapi baru beberapa langkah melangkah, ia langsung mengejarku dan menangkap tubuhku ke dalam dekapannya.
Yaa…! Lepaskan, Jongwoon!” seruku kaget saat mendapatkan sebuah dekapan tiba-tiba dari belakang.
“Ini hukuman untuk ibu nakal sepertimu,” ujarnya sambil menciumi pipiku dari belakang dengan ganas.
Ibu nakal? Apa lagi itu?” tanyaku sambil terkekeh mendengar istilah asalnya yang terdengar begitu aneh.
Beginilah kehidupan baruku sekarang. Rasanya kehidupan rumah tangga kami lebih berharga dengan kehadiran calon bayi di perutku ini. Jongwoon berubah menjadi lebih dewasa dan lebih cerewet, persis seperti ibuku jika berhubungan dengan kepentingan anaknya ini. Kalau menyangkut tentang perasaan apa yang kurasakan saat ini mungkin… rasa bahagia saja kurang bisa mewakili seluruh kebahagian yang kurasa.
“Jongwoon…” panggilku masih dalam posisi yang sama di dalam dekapannya.
“Hm?”
“Aku bahagia…”
“Hmm…?”
“AKU BAHAGIAAAA…!” seruku senang yang terdengar menggema di ruangan ini.
Di detik berikutnya yang terdengar adalah tawa riang kami berdua yang menggema di ruangan ini. Jongwoon benar, dia sudah menepati janjinya. Dia benar-benar sudah membahagiakanku. Gomawo, Jongwoon.


*END*


Fuuuh, akhirnya selesai juga FF rada abal ini :D
Btw, mian kalo masih banyak unsur yang gaje atau typo bertebaran di mana-mana. Ini dikarenakan tidak ada proses editing ulang, jadi makanya jadi rada kacau begini *hadeeeh* -__-
Oke, sampe di sinilah cerita Jongwoon & Soonhee. Masih ada yang mau sequel? Comment yang banyak ya kalo gitu ;)

-Kamsahamnida *bow*

2 komentar: