Author : Ifa Raneza
Cast : Lee Dong Hae, Cheon Ji Hyun
Genre : Romance
***
“Lee
Dong Hae. Let’s break up.”
Donghae
tidak mengeluarkan sepatah kata pun saat kedua telinganya mendengar kalimat itu
keluar dari mulut yeoja yang tidak
pernah ia duga akan mengatakannya. Kalimat yang merupakan hal paling tabu dalam
kehidupannya. Kalimat yang mampu memutuskan berjuta sel syaraf di dalam
tubuhnya. Ya, kalimat itu mampu membuat sekujur tubuhnya seperti tersengat
aliran listrik berjuta volt.
“Mwo?”
Hanya
itu yang keluar dari mulutnya setelah beberapa saat terpaku. Kedua matanya
terbuka lebar, seolah meyakinkan dirinya sendiri bahwa kalimat yang ia dengar
barusan adalah sebuah khayalan belaka.
“Kau
tidak mendengarku?” Yeoja itu bersuara
dengan entengnya dan mengulas senyum simpul yang sangat menawan, namun tidak
tepat untuk saat-saat seperti ini. Saat-saat di mana Donghae hampir kesulitan
hanya untuk sekedar menarik nafas. “Donghae-ah, let’s break up. Kita selesaikan semua ini,” lanjutnya dengan nada
bicara yang sama. Tidak terdengar sedikitpun rasa sakit yang tersirat dari
suaranya. Ia terdengar baik-baik saja. Tapi bagaimana dengan hatinya? Tidak ada
yang tahu.
“Andwae,” ucap Donghae dengan suara
rendah. Ia sudah berubah serius sekarang. Ia tidak ingin semuanya berakhir
seperti ini. Ia tidak mau kehilangan yeoja
ini.
“Kau
sudah punya dia, kan?” tanyanya sambil melemparkan tatapan pada yeoja yang ada di belakang Donghae. Choi
Yoo Ran, kekasihnya yang lain. “Untuk apa ada aku di kehidupanmu kalau kau
sudah memiliki yang lain?”
“Cheon
Ji Hyun, aku tidak mau mengakhiri semua ini,” ujar Donghae dengan suara rendah
namun dengan nada yang sedikit membentak, menegaskan keputusannya yang tidak
akan pernah mau melepaskan yeoja di
hadapannya itu.
“Wae? Karena kau masih mencintaiku?”
tanya Jihyun tanpa menghapus senyumannya sedikit pun.
Donghae
mengangguk. Ia sudah jujur akan perasaannya. Ia memang masih menyimpan cinta
dalam hatinya untuk Jihyun.
Jihyun
mendengus pelan. “Lalu bagaimana dengan yeoja
yang di sana?” tanyanya seraya melirik Yooran sekilas. “Kau juga mencintainya?”
Donghae
menunduk. Ia bingung dengan perasaannya sendiri. Apa dia juga mencintai Yooran
yang merupakan yeoja pertama yang
mengisi hatinya sebelum kehadiran Jihyun? Atau…
“Maaf,
Donghae. Aku tidak menerima cinta yang bercabang. Mianhae,” ujar Jihyun seraya membalikkan tubuhnya dan hendak masuk
ke dalam mobilnya yang sudah terbuka.
Donghae
menahan pergelangan kiri Jihyun, membuat yeoja
itu menghentikan gerakannya dan menoleh pada Donghae, menatapnya dalam.
“Apa
lagi?” tanyanya, ia mulai jengah dengan sikap Donghae yang selalu menarik ulur
hatinya. Tidakkah namja ini tahu
bagaimana rasanya menjadi yeoja kedua
yang hadir di kehidupan asmaranya?
“Aku
masih mencintaimu,” ucap Donghae pelan. “Cheon Ji Hyun, kumohon… Jangan akhiri
semuanya seperti ini,” pintanya dengan genangan air mata yang sudah terlihat di
pelupuk matanya dan bersiap untuk terjun bebas menuruni pipi putihnya.
“Tidakkah
kau tahu bagaimana perasaanku? Aku tidak mau menjadi yeoja disebut sebagai penghancur hubungan orang lain,” kata Jihyun
datar.
“Tapi
aku…”
“Kau
mencoba untuk membunuhku,” ujar Jihyun tajam, memotong ucapan Donghae.
Donghae
sekali lagi membuka kedua matanya lebar, seolah tidak percaya dengan apa yang
ia dengar dari mulut Jihyun.
“Kau
membuatku menderita,” katanya lagi. “Kau… brengsek,” desisnya tajam, membuat jantung
Donghae serasa ditusuk beribu-ribu belati dan siap untuk mengantarkannya pada
kematian yang jauh lebih mengerikan dari apa yang ia bayangkan sebelumnya.
Donghae
menatap kedua mata Jihyun tak percaya. Ia tidak percaya yeoja di depannya kini berubah 180 derajat menjadi yeoja dingin yang tidak pernah ia kenal
sebelumnya. Ia seperti tidak mengenal Jihyun yang sekarang. Jihyun yang ada di
hadapannya kini bukanlah Jihyun-nya yang dulu. Jihyun yang dulu ia temui di
sebuah acara reuni kampusnya yang membuatnya langsung terpesona dan berpikir
untuk menduakan Yooran.
Jihyun
menarik sudut bibirnya, tersenyum. Dengan senyuman yang sama dengan senyuman
yang pertama kali Donghae lihat saat pertemuan pertama mereka.
“Kita
akhiri sekarang, ne?” tanyanya manis,
namun mampu membuat Donghae berpikir untuk memilih menjadi namja tuli sehingga tidak perlu mendengarkan permintaan Jihyun untuk
mengakhiri hubungan mereka ini.
“Andwae..” ucap Donghae. Sebulir air mata
meluncur dengan bebasnya di pipi putihnya. Lalu disusul dengan buliran-buliran
air mata yang lain, membuat wajahnya menjadi banjir akan air mata. “Cheon Ji
Hyun, aku tidak akan pernah mau melepaskanmu. TI-DAK A-KAN PER-NAH!!” ujarnya
dengan penekanan pada kalimat terakhir dan nada bicara yang sedikit membentak.
“Lalu
kau mau aku terus menahan kekecewaanku? Apa itu yang kauinginkan?” tanya Jihyun
tanpa meninggikan nada bicaranya.
“Andwae.” Donghae menggeleng-gelengkan
kepalanya, menolak keinginan Jihyun untuk mengakhiri semuanya. Mengakhiri
hubungan yang telah mereka rajut sejak dua tahun yang lalu. “Andwae!!!” jerit Donghae dengan air
matanya yang terus membanjiri wajahnya.
Jihyun
tersenyum kecut.
“Seharusnya
Tuhan tidak perlu mempertemukan kita dua tahun yang lalu,” ucapnya pelan.
Lalu
ia mencoba menarik tangannya yang masih dicekal Donghae, namun usahanya
sia-sia. Tenaga Donghae lebih besar daripada tenaganya. Namja itu menolak untuk melepaskannya, hingga tanpa sadar ia
menahan tangan gadis itu terlalu kuat. Mungkin sekarang pergelangan tangan
Jihyun sudah memerah.
“Donghae-ah…”
ringis Jihyun karena merasa pergelangan tangannya menjadi sedikit perih.
Donghae mencekal tangannya terlalu kuat. “Donghae… Kumohon…” ucapnya pelan,
bahkan terdengar hampir seperti bisikan.
“Saranghae…” ucap Donghae tanpa
melepaskan tangannya dari pergelangan tangan Jihyun.
Jihyun
mengusap pelan pipi Donghae dengan tangan kanannya yang bebas. Lalu perlahan ia
mendekatkan wajahnya pada wajah namja
itu, membuat Donghae dapat merasakan hembusan nafas Jihyun yang hangat,
hembusan nafas yang selalu ia rindukan. Perlahan namun dapat ia rasakan bibir
Jihyun yang menyapu bibirnya hangat. Hangat sekali. Namun itu hanya untuk
beberapa saat, sebelum Jihyun melepaskan tautan bibir mereka dan genggaman
Donghae pada tangan kirinya.
“I love you too,” bisiknya tepat di telinga Donghae.
Namja itu bisa merasakan kesungguhan hati Jihyun dalam
mengucapkannya. Ia masih mencintai Donghae. Itu yang dapat ia rasakan dari
bisikan Jihyun yang mampu menyentuh hatinya yang terdalam.
Jihyun
berbalik dan masuk ke dalam mobilnya tanpa Donghae cegah seperti sebelumnya.
“We’re done,” ujar Jihyun sebelum
sosoknya benar-benar menghilang di balik pintu mobil yang ditutupnya.
Donghae
tertegun. Ya, kata itulah yang ia dengar barusan. Ia tidak sedang bermimpi. Ini
bukan mimpi sama sekali. Ini kenyataan, namun terasa seperti mimpi buruk yang
tidak pernah Donghae inginkan dalam kehidupannya.
“We’re done.”
Yeoja itu mengatakan kalau mereka sudah selesai.
Semuanya sudah berakhir. Semuanya… sudah berakhir. Kenyataan yang tidak pernah
Donghae inginkan. Tapi kenyataan itulah yang di hadapkan padanya saat ini.
Perlahan
ia menoleh ke belakang, menatap Yooran yang masih diam di tempatnya tanpa
bergerak sedikitpun.
Lee Dong Hae, apa kau benar-benar
mencintai kedua yeoja ini? Atau… kau hanya mencintai salah satunya?
Donghae
menundukkan pandangannya, menatap pasir pantai yang sedang ia pijak. Apa
mungkin ia mencintai kedua yeoja-nya,
atau… ia hanya mencintai salah satu dari mereka tapi ia tidak menyadarinya?
Donghae tidak tahu. Ia bingung akan perasaannya sendiri.
Ia
menoleh ke belakang, menatap mobil Jihyun yang sudah melaju meninggalkan
pantai. Saat itu juga ia rasakan petir yang menyambar jantungnya hingga ia
tidak dapat merasakan degup jantungnya sendiri. Jihyun… gadis itu memilih untuk
mengakhiri semua ini.
“Jihyun,
kenapa…” bisiknya lirih.
***
Luka
di hati Jihyun masih menganga lebar dan perlahan-lahan dapat menggerogoti hatinya
hingga habis tak tersisa. Ya, luka ini hanya akan membunuhnya secara perlahan
dan membuatnya tersiksa. Lee Dong Hae, namja
itu telah mampu membuat Jihyun menjadi ‘mayat hidup’ seperti sekarang. Di satu
sisi ia ingin melupakan namja itu,
tapi di sisi lain, Jihyun masih mencintai Donghae. Ia masih menginginkan namja itu. Tapi mengingat di samping
Donghae telah hadir seorang yeoja
lain––Choi Yoo Ran––ia tidak yakin apa hatinya siap untuk mendapatkan cinta
Donghae yang sudah terbagi.
Dia
tahu, namja itu juga mencintainya.
Sangat mencintainya. Ia bisa melihat kesungguhan hati namja itu lewat kedua matanya, lewat tatapannya pada Jihyun. Tapi
apakah Jihyun sanggup melihat namja-nya
membagi cintanya untuk dua yeoja? Apa
Jihyun mampu melawan egonya untuk menjadi satu-satunya yeoja yang dicintai Lee Dong Hae? Jawabannya sederhana, TIDAK.
Tidak ada satupun yeoja yang rela
membagi namja-nya. Jika ada, yeoja itu pasti memiliki hati yang tulus
dan kesabaran yang besar. Dan Jihyun tidak termasuk dalam kategori yeoja yang seperti itu.
Jihyun
hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri, perasaannya sendiri. Seharusnya takdir
tidak usah mempertemukan mereka dua tahun yang lalu. Mereka tidak perlu bertemu
dan jatuh cinta jika pada akhirnya salah satu dari mereka akan tersakiti
seperti ini.
Cheon
Ji Hyun. Lee Dong Hae. Choi Yoo Ran.
Masalah
mereka begitu rumit, hingga Jihyun sendiri pun angkat tangan dalam masalah ini.
Ia lebih memilih melepaskan Donghae dan mencoba merelakan namja itu bersama Yooran, meskipun ia sendiri tahu bahwa ia juga
akan menderita karena perasaannya. Tapi ia yakin cepat atau lambat, Tuhan pasti
akan mengirimkan pengganti Lee Dong Hae untuk tempatnya bersandar. Dan
hubungannya kelak pasti akan lebih baik dari yang sebelumnya.
Jihyun
tersentak dari lamunannya saat dirasakannya ponselnya bergetar di dekat kakinya
di atas kasur. Ia tersenyum kecut saat mendapati siapa yang meneleponnya. Lee
Dong Hae. Tanpa ragu, yeoja itu
menekan tombol merah pada ponselnya, menolak untuk mengangkat panggilan Donghae,
sama seperti yang ia lakukan selama seminggu terakhir. Sejak kejadian di pantai
saat itu, Jihyun menghindari kontak dengan Donghae. Berpuluh-puluh pesan dan
telepon dari Donghae yang masuk ke ponselnya selalu diabaikan. Bagaimana ia
bisa melupakan namja itu kalau ia terus
berhubungan dengannya?
Sekali
lagi ponsel Jihyun berdering dengan nama Donghae yang tertera di layar
ponselnya. Jihyun menghembuskan nafasnya perlahan, lalu tangannya dengan sigap
membuka penutup belakang ponselnya dan mencabut battery-nya. Lebih baik begini daripada hatinya semakin sakit dan
tidak bisa menghapus nama Lee Dong Hae dari pikirannya, dari hatinya.
Seharusnya Jihyun berpikir untuk mengganti nomor ponselnya sejak seminggu yang
lalu. Ia benar-benar harus menghilang dari kehidupan Donghae jika ia ingin
melupakannya dan Donghae pun dapat melepaskannya. Ia tahu Donghae tidak mau
mengakhiri hubungan mereka, karena itulah ia memilih untuk pergi ke villanya
dan menginap di sana untuk beberapa waktu sampai ia merasa mulai bisa kembali
ke kehidupannya yang semula atau mungkin saja ia bisa memulai kehidupan yang
baru tanpa Lee Dong Hae. Tujuannya hanya satu, menghindari Donghae.
Jihyun
beranjak dari kasur empuknya dan berjalan keluar dari kamarnya lewat pintu kaca
yang menyambungkannya ke sebuah kolam renang pribadi. Ia menarik nafasnya
perlahan, menghirup oksigen untuk mengisi paru-parunya. Ia terus melangkahkan
kakinya ke tepi kolam renang. Suasana yang ia rasakan begitu damai, seolah
dapat membuatnya melupakan masalah cinta segitiganya yang begitu menyesakkan
dada beberapa hari terakhir. Jihun terus melangkah hingga setengah tubuhnya
masuk ke dalam kolam renang. Air yang merendam sebagian tubuhnya tidak terlalu
dingin mengingat saat ini telah memasuki musim panas.
Yeoja itu terus melangkah, semakin ke tengah kolam
renang yang lebih dalam. Ia memejamkan kedua matanya, merasakan kenyamanan yang
semakin masuk ke dalam dirinya. Lee Dong Hae. Perlahan nama itu kembali masuk
ke pikirannya, namun tidak dengan masalah mereka. Wajahnya, senyumannya,
tatapannya yang menyejukkan kembali muncul di pikiran Jihyun. Bohong jika
Jihyun bilang ia tidak mencintai Donghae. Ia sangat mencintai Donghae. Ia
sangat mencintainya.
Langkah
Jihyun terhenti bersamaan dengan kedua matanya yang kembali terbuka. Kini air
kolam renang sudah merendam tubuhnya sampai di bagian atas dadanya, hampir
menyentuh dagu. Ia memang bukan yeoja
yang bisa dibilang tinggi untuk yeoja
seusianya, tubuhnya terbilang mungil. Dengan sekali gerakan, yeoja itu bisa menenggelamkan dirinya sendiri
di dalam kolam renang itu.
Ia
kembali memejamkan matanya dan menarik sudut bibirnya ke atas, tersenyum. Bukan
senyum miris atau senyum palsu seperti yang selama ini ia tunjukkan, kali ini
ia tersenyum seperti saat pertama kali bertemu Donghae, saat pertama kali ia
merasa jatuh hati pada namja itu. Ia
menarik nafasnya dan membuangnya perlahan.
“We’re done,” bisiknya seraya memasukkan seluruh tubuhnya ke dalam air.
Lagi-lagi
kalimat itu yang dia ucapkan. Bahkan untuk saat ini, saat ia sudah mulai bisa
melupakan masalahnya. Dan kalimat itu mungkin saja akan menjadi kalimat
terakhirnya saat Jihyun mulai kehilangan nafas di dalam air.
***
Donghae
menghela nafasnya pelan. Setelah dua teleponnya diabaikan oleh Jihyun, kini
ponsel yeoja itu tidak aktif. Apalagi
ia tidak bisa menemui yeoja itu di
apartemennya atua di rumah orang tuanya. Sejak kejadian di pantai seminggu yang
lalu, yeoja itu menghilang dari
kehidupan Donghae. Ia hilang, benar-benar menghilang seperti debu yang sudah
tersedot ke dalam vacuum cleaner,
tanpa bekas sedikitpun.
“We’re done.”
Itu
kata terakhir yang Donghae dengar dari mulut Jihyun sebelum yeoja itu pergi untuk menghilang tanpa
jejak seperti sekarang. Jihyun… Donghae sangat mencintainya. Bohong jika
Donghae bilang perasaannya pada Jihyun bercabang pada Yooran. Karena pada
kenyataannya ia merasakan debar jantungnya melebihi dari detak normal dan
matanya tak bisa lepas dari sosok Jihyun saat mereka bertatap muka. Ya..
Perasaan yang hampir sama seperti apa yang ia rasakan pada Yooran. Dan ini yang
membuat Donghae bingung. Apa benar ia mencintai kedua yeoja itu, atau ia hanya mencintai salah satunya tapi ia tidak
menyadarinya? Jawabannya.. ia tidak tahu.
“Donghae!”
Donghae
menoleh ke arah pintu. Di sana sudah berdiri seorang yeoja yang sudah menemaninya selama tiga tahun terakhir, yeoja pertama yang mengisi hatinya
sebelum kehadiran Jihyun. Choi Yoo Ran.
“Ada
apa?” tanya Donghae sambil melangkahkan kakinya menghampiri Yooran yang sedang
memasang raut wajah panik sekaligus khawatir.
“Jihyun…”
ucap Yooran lirih.
Donghae
menaikkan sebelah alisnya. Ia memang sudah memberitahu masalah cinta
segitiganya pada Yooran, dan yeoja
itu tidak mempermasalahkannya. Tapi kali ini Yooran kembali menyebut nama
Jihyun, dengan nada khawatir pula. Ada apa sebenarnya?
“Jihyun
kenapa?” tanya Donghae gusar dengan raut wajahnya yang juga ikut panik.
“Dia…
Dia ditemukan tenggelam di kolam renang villanya sendiri.”
Donghae
membuka matanya lebar, seolah meyakinkan dirinya sendiri bahwa apa yang ia
dengar barusan adalah mimpi belaka.
“Mwo?”
Yooran
hanya mengangguk pelan seraya menarik tangan Donghae ke arah mobilnya,
bermaksud untuk mengajak namja itu
pergi ke tempat jasad Jihyun berada sekarang. Jihyun… setelah susah payah
Donghae menghubunginya, sekarang ia sudah tak bernyawa.
Sekali
lagi Donghae merasakan petir yang menyambar detak jantungnya dengan kuat,
seolah memutuskan berjuta sel syaraf dalam tubuhnya. Tubuhnya mulai melemas,
seperti diterjang badai hebat yang bahkan tidak dapat ia lihat. Jihyun… gadis
itu sudah pergi meninggalkannya ke tempat yang tidak dapat ia jangkau di dunia.
“We’re done.”
Jihyun
benar. Semuanya sudah berakhir. Ia sudah menghilang dari kehidupan Donghae. Ia benar-benar
telah menghilang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar