Kamis, 25 Oktober 2012

Storm Inside (Sequel of Winter on Summer)

Author : Ifa Raneza

Cast  : Lee Dong Hae, Cheon Ji Hyun

Genre : Romance

The sequel of Winter on Summer.


***


“Lee Dong Hae. Let’s break up.”

Donghae tidak mengeluarkan sepatah kata pun saat kedua telinganya mendengar kalimat itu keluar dari mulut yeoja yang tidak pernah ia duga akan mengatakannya. Kalimat yang merupakan hal paling tabu dalam kehidupannya. Kalimat yang mampu memutuskan berjuta sel syaraf di dalam tubuhnya. Ya, kalimat itu mampu membuat sekujur tubuhnya seperti tersengat aliran listrik berjuta volt.

Mwo?”

Hanya itu yang keluar dari mulutnya setelah beberapa saat terpaku. Kedua matanya terbuka lebar, seolah meyakinkan dirinya sendiri bahwa kalimat yang ia dengar barusan adalah sebuah khayalan belaka.

“Kau tidak mendengarku?” Yeoja itu bersuara dengan entengnya dan mengulas senyum simpul yang sangat menawan, namun tidak tepat untuk saat-saat seperti ini. Saat-saat di mana Donghae hampir kesulitan hanya untuk sekedar menarik nafas. “Donghae-ah, let’s break up. Kita selesaikan semua ini,” lanjutnya dengan nada bicara yang sama. Tidak terdengar sedikitpun rasa sakit yang tersirat dari suaranya. Ia terdengar baik-baik saja. Tapi bagaimana dengan hatinya? Tidak ada yang tahu.

Andwae,” ucap Donghae dengan suara rendah. Ia sudah berubah serius sekarang. Ia tidak ingin semuanya berakhir seperti ini. Ia tidak mau kehilangan yeoja ini.

“Kau sudah punya dia, kan?” tanyanya sambil melemparkan tatapan pada yeoja yang ada di belakang Donghae. Choi Yoo Ran, kekasihnya yang lain. “Untuk apa ada aku di kehidupanmu kalau kau sudah memiliki yang lain?”

“Cheon Ji Hyun, aku tidak mau mengakhiri semua ini,” ujar Donghae dengan suara rendah namun dengan nada yang sedikit membentak, menegaskan keputusannya yang tidak akan pernah mau melepaskan yeoja di hadapannya itu.

Wae? Karena kau masih mencintaiku?” tanya Jihyun tanpa menghapus senyumannya sedikit pun.

Donghae mengangguk. Ia sudah jujur akan perasaannya. Ia memang masih menyimpan cinta dalam hatinya untuk Jihyun.

Jihyun mendengus pelan. “Lalu bagaimana dengan yeoja yang di sana?” tanyanya seraya melirik Yooran sekilas. “Kau juga mencintainya?”

Donghae menunduk. Ia bingung dengan perasaannya sendiri. Apa dia juga mencintai Yooran yang merupakan yeoja pertama yang mengisi hatinya sebelum kehadiran Jihyun? Atau…

“Maaf, Donghae. Aku tidak menerima cinta yang bercabang. Mianhae,” ujar Jihyun seraya membalikkan tubuhnya dan hendak masuk ke dalam mobilnya yang sudah terbuka.

Donghae menahan pergelangan kiri Jihyun, membuat yeoja itu menghentikan gerakannya dan menoleh pada Donghae, menatapnya dalam.

“Apa lagi?” tanyanya, ia mulai jengah dengan sikap Donghae yang selalu menarik ulur hatinya. Tidakkah namja ini tahu bagaimana rasanya menjadi yeoja kedua yang hadir di kehidupan asmaranya?

“Aku masih mencintaimu,” ucap Donghae pelan. “Cheon Ji Hyun, kumohon… Jangan akhiri semuanya seperti ini,” pintanya dengan genangan air mata yang sudah terlihat di pelupuk matanya dan bersiap untuk terjun bebas menuruni pipi putihnya.

“Tidakkah kau tahu bagaimana perasaanku? Aku tidak mau menjadi yeoja disebut sebagai penghancur hubungan orang lain,” kata Jihyun datar.

“Tapi aku…”

“Kau mencoba untuk membunuhku,” ujar Jihyun tajam, memotong ucapan Donghae.

Donghae sekali lagi membuka kedua matanya lebar, seolah tidak percaya dengan apa yang ia dengar dari mulut Jihyun.

“Kau membuatku menderita,” katanya lagi. “Kau… brengsek,” desisnya tajam, membuat jantung Donghae serasa ditusuk beribu-ribu belati dan siap untuk mengantarkannya pada kematian yang jauh lebih mengerikan dari apa yang ia bayangkan sebelumnya.

Donghae menatap kedua mata Jihyun tak percaya. Ia tidak percaya yeoja di depannya kini berubah 180 derajat menjadi yeoja dingin yang tidak pernah ia kenal sebelumnya. Ia seperti tidak mengenal Jihyun yang sekarang. Jihyun yang ada di hadapannya kini bukanlah Jihyun-nya yang dulu. Jihyun yang dulu ia temui di sebuah acara reuni kampusnya yang membuatnya langsung terpesona dan berpikir untuk menduakan Yooran.

Jihyun menarik sudut bibirnya, tersenyum. Dengan senyuman yang sama dengan senyuman yang pertama kali Donghae lihat saat pertemuan pertama mereka.

“Kita akhiri sekarang, ne?” tanyanya manis, namun mampu membuat Donghae berpikir untuk memilih menjadi namja tuli sehingga tidak perlu mendengarkan permintaan Jihyun untuk mengakhiri hubungan mereka ini.

Andwae..” ucap Donghae. Sebulir air mata meluncur dengan bebasnya di pipi putihnya. Lalu disusul dengan buliran-buliran air mata yang lain, membuat wajahnya menjadi banjir akan air mata. “Cheon Ji Hyun, aku tidak akan pernah mau melepaskanmu. TI-DAK A-KAN PER-NAH!!” ujarnya dengan penekanan pada kalimat terakhir dan nada bicara yang sedikit membentak.

“Lalu kau mau aku terus menahan kekecewaanku? Apa itu yang kauinginkan?” tanya Jihyun tanpa meninggikan nada bicaranya.

Andwae.” Donghae menggeleng-gelengkan kepalanya, menolak keinginan Jihyun untuk mengakhiri semuanya. Mengakhiri hubungan yang telah mereka rajut sejak dua tahun yang lalu. “Andwae!!!” jerit Donghae dengan air matanya yang terus membanjiri wajahnya.

Jihyun tersenyum kecut.

“Seharusnya Tuhan tidak perlu mempertemukan kita dua tahun yang lalu,” ucapnya pelan.

Lalu ia mencoba menarik tangannya yang masih dicekal Donghae, namun usahanya sia-sia. Tenaga Donghae lebih besar daripada tenaganya. Namja itu menolak untuk melepaskannya, hingga tanpa sadar ia menahan tangan gadis itu terlalu kuat. Mungkin sekarang pergelangan tangan Jihyun sudah memerah.

“Donghae-ah…” ringis Jihyun karena merasa pergelangan tangannya menjadi sedikit perih. Donghae mencekal tangannya terlalu kuat. “Donghae… Kumohon…” ucapnya pelan, bahkan terdengar hampir seperti bisikan.

Saranghae…” ucap Donghae tanpa melepaskan tangannya dari pergelangan tangan Jihyun.

Jihyun mengusap pelan pipi Donghae dengan tangan kanannya yang bebas. Lalu perlahan ia mendekatkan wajahnya pada wajah namja itu, membuat Donghae dapat merasakan hembusan nafas Jihyun yang hangat, hembusan nafas yang selalu ia rindukan. Perlahan namun dapat ia rasakan bibir Jihyun yang menyapu bibirnya hangat. Hangat sekali. Namun itu hanya untuk beberapa saat, sebelum Jihyun melepaskan tautan bibir mereka dan genggaman Donghae pada tangan kirinya.

“I love you too,” bisiknya tepat di telinga Donghae.

Namja itu bisa merasakan kesungguhan hati Jihyun dalam mengucapkannya. Ia masih mencintai Donghae. Itu yang dapat ia rasakan dari bisikan Jihyun yang mampu menyentuh hatinya yang terdalam.

Jihyun berbalik dan masuk ke dalam mobilnya tanpa Donghae cegah seperti sebelumnya.
We’re done,” ujar Jihyun sebelum sosoknya benar-benar menghilang di balik pintu mobil yang ditutupnya.

Donghae tertegun. Ya, kata itulah yang ia dengar barusan. Ia tidak sedang bermimpi. Ini bukan mimpi sama sekali. Ini kenyataan, namun terasa seperti mimpi buruk yang tidak pernah Donghae inginkan dalam kehidupannya.

“We’re done.”

Yeoja itu mengatakan kalau mereka sudah selesai. Semuanya sudah berakhir. Semuanya… sudah berakhir. Kenyataan yang tidak pernah Donghae inginkan. Tapi kenyataan itulah yang di hadapkan padanya saat ini.

Perlahan ia menoleh ke belakang, menatap Yooran yang masih diam di tempatnya tanpa bergerak sedikitpun.


Lee Dong Hae, apa kau benar-benar mencintai kedua yeoja ini? Atau… kau hanya mencintai salah satunya?


Donghae menundukkan pandangannya, menatap pasir pantai yang sedang ia pijak. Apa mungkin ia mencintai kedua yeoja-nya, atau… ia hanya mencintai salah satu dari mereka tapi ia tidak menyadarinya? Donghae tidak tahu. Ia bingung akan perasaannya sendiri.

Ia menoleh ke belakang, menatap mobil Jihyun yang sudah melaju meninggalkan pantai. Saat itu juga ia rasakan petir yang menyambar jantungnya hingga ia tidak dapat merasakan degup jantungnya sendiri. Jihyun… gadis itu memilih untuk mengakhiri semua ini.

“Jihyun, kenapa…” bisiknya lirih.


***


Luka di hati Jihyun masih menganga lebar dan perlahan-lahan dapat menggerogoti hatinya hingga habis tak tersisa. Ya, luka ini hanya akan membunuhnya secara perlahan dan membuatnya tersiksa. Lee Dong Hae, namja itu telah mampu membuat Jihyun menjadi ‘mayat hidup’ seperti sekarang. Di satu sisi ia ingin melupakan namja itu, tapi di sisi lain, Jihyun masih mencintai Donghae. Ia masih menginginkan namja itu. Tapi mengingat di samping Donghae telah hadir seorang yeoja lain––Choi Yoo Ran––ia tidak yakin apa hatinya siap untuk mendapatkan cinta Donghae yang sudah terbagi.

Dia tahu, namja itu juga mencintainya. Sangat mencintainya. Ia bisa melihat kesungguhan hati namja itu lewat kedua matanya, lewat tatapannya pada Jihyun. Tapi apakah Jihyun sanggup melihat namja-nya membagi cintanya untuk dua yeoja? Apa Jihyun mampu melawan egonya untuk menjadi satu-satunya yeoja yang dicintai Lee Dong Hae? Jawabannya sederhana, TIDAK. Tidak ada satupun yeoja yang rela membagi namja-nya. Jika ada, yeoja itu pasti memiliki hati yang tulus dan kesabaran yang besar. Dan Jihyun tidak termasuk dalam kategori yeoja yang seperti itu.

Jihyun hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri, perasaannya sendiri. Seharusnya takdir tidak usah mempertemukan mereka dua tahun yang lalu. Mereka tidak perlu bertemu dan jatuh cinta jika pada akhirnya salah satu dari mereka akan tersakiti seperti ini.

Cheon Ji Hyun. Lee Dong Hae. Choi Yoo Ran.
Masalah mereka begitu rumit, hingga Jihyun sendiri pun angkat tangan dalam masalah ini. Ia lebih memilih melepaskan Donghae dan mencoba merelakan namja itu bersama Yooran, meskipun ia sendiri tahu bahwa ia juga akan menderita karena perasaannya. Tapi ia yakin cepat atau lambat, Tuhan pasti akan mengirimkan pengganti Lee Dong Hae untuk tempatnya bersandar. Dan hubungannya kelak pasti akan lebih baik dari yang sebelumnya.

Jihyun tersentak dari lamunannya saat dirasakannya ponselnya bergetar di dekat kakinya di atas kasur. Ia tersenyum kecut saat mendapati siapa yang meneleponnya. Lee Dong Hae. Tanpa ragu, yeoja itu menekan tombol merah pada ponselnya, menolak untuk mengangkat panggilan Donghae, sama seperti yang ia lakukan selama seminggu terakhir. Sejak kejadian di pantai saat itu, Jihyun menghindari kontak dengan Donghae. Berpuluh-puluh pesan dan telepon dari Donghae yang masuk ke ponselnya selalu diabaikan. Bagaimana ia bisa melupakan namja itu kalau ia terus berhubungan dengannya?

Sekali lagi ponsel Jihyun berdering dengan nama Donghae yang tertera di layar ponselnya. Jihyun menghembuskan nafasnya perlahan, lalu tangannya dengan sigap membuka penutup belakang ponselnya dan mencabut battery-nya. Lebih baik begini daripada hatinya semakin sakit dan tidak bisa menghapus nama Lee Dong Hae dari pikirannya, dari hatinya. Seharusnya Jihyun berpikir untuk mengganti nomor ponselnya sejak seminggu yang lalu. Ia benar-benar harus menghilang dari kehidupan Donghae jika ia ingin melupakannya dan Donghae pun dapat melepaskannya. Ia tahu Donghae tidak mau mengakhiri hubungan mereka, karena itulah ia memilih untuk pergi ke villanya dan menginap di sana untuk beberapa waktu sampai ia merasa mulai bisa kembali ke kehidupannya yang semula atau mungkin saja ia bisa memulai kehidupan yang baru tanpa Lee Dong Hae. Tujuannya hanya satu, menghindari Donghae.

Jihyun beranjak dari kasur empuknya dan berjalan keluar dari kamarnya lewat pintu kaca yang menyambungkannya ke sebuah kolam renang pribadi. Ia menarik nafasnya perlahan, menghirup oksigen untuk mengisi paru-parunya. Ia terus melangkahkan kakinya ke tepi kolam renang. Suasana yang ia rasakan begitu damai, seolah dapat membuatnya melupakan masalah cinta segitiganya yang begitu menyesakkan dada beberapa hari terakhir. Jihun terus melangkah hingga setengah tubuhnya masuk ke dalam kolam renang. Air yang merendam sebagian tubuhnya tidak terlalu dingin mengingat saat ini telah memasuki musim panas.

Yeoja itu terus melangkah, semakin ke tengah kolam renang yang lebih dalam. Ia memejamkan kedua matanya, merasakan kenyamanan yang semakin masuk ke dalam dirinya. Lee Dong Hae. Perlahan nama itu kembali masuk ke pikirannya, namun tidak dengan masalah mereka. Wajahnya, senyumannya, tatapannya yang menyejukkan kembali muncul di pikiran Jihyun. Bohong jika Jihyun bilang ia tidak mencintai Donghae. Ia sangat mencintai Donghae. Ia sangat mencintainya.

Langkah Jihyun terhenti bersamaan dengan kedua matanya yang kembali terbuka. Kini air kolam renang sudah merendam tubuhnya sampai di bagian atas dadanya, hampir menyentuh dagu. Ia memang bukan yeoja yang bisa dibilang tinggi untuk yeoja seusianya, tubuhnya terbilang mungil. Dengan sekali gerakan, yeoja itu bisa menenggelamkan dirinya sendiri di dalam kolam renang itu.

Ia kembali memejamkan matanya dan menarik sudut bibirnya ke atas, tersenyum. Bukan senyum miris atau senyum palsu seperti yang selama ini ia tunjukkan, kali ini ia tersenyum seperti saat pertama kali bertemu Donghae, saat pertama kali ia merasa jatuh hati pada namja itu. Ia menarik nafasnya dan membuangnya perlahan.

We’re done,” bisiknya seraya memasukkan seluruh tubuhnya ke dalam air.

Lagi-lagi kalimat itu yang dia ucapkan. Bahkan untuk saat ini, saat ia sudah mulai bisa melupakan masalahnya. Dan kalimat itu mungkin saja akan menjadi kalimat terakhirnya saat Jihyun mulai kehilangan nafas di dalam air.


***


Donghae menghela nafasnya pelan. Setelah dua teleponnya diabaikan oleh Jihyun, kini ponsel yeoja itu tidak aktif. Apalagi ia tidak bisa menemui yeoja itu di apartemennya atua di rumah orang tuanya. Sejak kejadian di pantai seminggu yang lalu, yeoja itu menghilang dari kehidupan Donghae. Ia hilang, benar-benar menghilang seperti debu yang sudah tersedot ke dalam vacuum cleaner, tanpa bekas sedikitpun.

“We’re done.”
Itu kata terakhir yang Donghae dengar dari mulut Jihyun sebelum yeoja itu pergi untuk menghilang tanpa jejak seperti sekarang. Jihyun… Donghae sangat mencintainya. Bohong jika Donghae bilang perasaannya pada Jihyun bercabang pada Yooran. Karena pada kenyataannya ia merasakan debar jantungnya melebihi dari detak normal dan matanya tak bisa lepas dari sosok Jihyun saat mereka bertatap muka. Ya.. Perasaan yang hampir sama seperti apa yang ia rasakan pada Yooran. Dan ini yang membuat Donghae bingung. Apa benar ia mencintai kedua yeoja itu, atau ia hanya mencintai salah satunya tapi ia tidak menyadarinya? Jawabannya.. ia tidak tahu.

“Donghae!”

Donghae menoleh ke arah pintu. Di sana sudah berdiri seorang yeoja yang sudah menemaninya selama tiga tahun terakhir, yeoja pertama yang mengisi hatinya sebelum kehadiran Jihyun. Choi Yoo Ran.

“Ada apa?” tanya Donghae sambil melangkahkan kakinya menghampiri Yooran yang sedang memasang raut wajah panik sekaligus khawatir.

“Jihyun…” ucap Yooran lirih.

Donghae menaikkan sebelah alisnya. Ia memang sudah memberitahu masalah cinta segitiganya pada Yooran, dan yeoja itu tidak mempermasalahkannya. Tapi kali ini Yooran kembali menyebut nama Jihyun, dengan nada khawatir pula. Ada apa sebenarnya?

“Jihyun kenapa?” tanya Donghae gusar dengan raut wajahnya yang juga ikut panik.

“Dia… Dia ditemukan tenggelam di kolam renang villanya sendiri.”

Donghae membuka matanya lebar, seolah meyakinkan dirinya sendiri bahwa apa yang ia dengar barusan adalah mimpi belaka.

Mwo?”

Yooran hanya mengangguk pelan seraya menarik tangan Donghae ke arah mobilnya, bermaksud untuk mengajak namja itu pergi ke tempat jasad Jihyun berada sekarang. Jihyun… setelah susah payah Donghae menghubunginya, sekarang ia sudah tak bernyawa.

Sekali lagi Donghae merasakan petir yang menyambar detak jantungnya dengan kuat, seolah memutuskan berjuta sel syaraf dalam tubuhnya. Tubuhnya mulai melemas, seperti diterjang badai hebat yang bahkan tidak dapat ia lihat. Jihyun… gadis itu sudah pergi meninggalkannya ke tempat yang tidak dapat ia jangkau di dunia.

We’re done.

Jihyun benar. Semuanya sudah berakhir. Ia sudah menghilang dari kehidupan Donghae. Ia benar-benar telah menghilang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar