Title :
Love or Obsession? ––– Part 4
Author: Ifa Raneza
Cast :
-Yesung (Kim Jong Woon)
-Park Hye Mi (OC)
-Lee Sungmin
-Leeteuk (Park Jung Soo)
-Jung Na Rin (OC)
Warning : Typo (mungkin) bertebaran di
mana-mana..
Genre :
Romance, Friendship
** ** **
“Lepas…”
ucap Narin dengan susah payah karena suaranya sendiri pun sulit untuk keluar.
Jongwoon
tidak menghiraukan ucapan Narin, ia malah semakin membungkam mulut gadis itu
dengan bibirnya.
“Kau
harus akui, tidak ada yeoja yang bisa
menepis pesonaku, termasuk dirimu,” bisiknya pelan dan dengan suara yang berat.
Narin
bergidik ngeri. Rasanya sesak harus menerima perlakuan seperti ini dari seorang
namja yang dulunya juga pernah
menyakiti orang yang berarti dalam hidupnya. Kedua tangan Narin bergerak
memukul-mukul dada bidang Jongwoon. Namun hal itu seperti sia-sia saja.
Jongwoon masih tidak menghentikan aksinya. Ia semakin memojokkan Narin di
tembok sementara ia menyibukkan dirinya dengan bibir Narin.
“Jebal…” ucap Narin dengan susah payah.
Siapapun..
Ia sangat berharap akan ada orang yang menolongnya saat ini. Tanpa sadar air
mata Narin jatuh dari pelupuk matanya. Bayangan wajah kakaknya dan Park Hye Mi
terus berkelebat di pikirannya. Ia sangat menyayangi kedua orang itu dan ia
tidak mau mereka disakiti oleh orang yang sama, Kim Jong Woon, namja yang saat ini tengah menyerangnya.
Entah
apa yang terjadi, tak lama kemudian ciuman Jongwoon pada bibir Narin terlepas
dan sedetik kemudian terdengar bunyi keras yang berasal dari pipi kanan
Jongwoon.
PLAK!!
“Jangan
ganggu temanku!!” teriak seorang yeoja
dengan kilatan murka di kedua bola matanya. Ia menatap Jongwoon dengan tajam,
membuat tubuh namja itu sedikit
membeku sambil memegangi sebelah pipinya yang baru saja dipukul oleh tangan
halus milik yeoja itu.
Hancur.
Hanya itu yang bisa menggambarkan perasaan Jongwoon sekarang. Semuanya hancur.
Rencananya untuk mempermainkan seorang Park Hye Mi telah hancur. Sosoknya di
mata Hyemi telah hancur. Tapi yang membuat hatinya lebih hancur adalah.. fakta
bahwa secara tak langsung ia sudah menyakiti Hyemi dengan perlakuannya pada
sahabatnya, Jung Na Rin. Ya.. Jongwoon sudah menghancurkan segalanya. Entah apa
penyebabnya, tapi namja dingin itu
merasa jantungnya tak lagi berfungsi saat melihat air mata seorang Park Hye Mi
jatuh.
“Kau
jahat, Jongwoon-ah..” ucap Hyemi dengan suara bergetar karena menahan
tangisnya, walau air matanya sudah jatuh terlebih dahulu.
** ** **
(Lee Sungmin POV)
Aku
terdiam di tempatku saat pintu kamar itu terbuka lebar. Rasanya seperti oksigen
di sekitarku lenyap seketika saat melihat wajah yeoja yang selalu mengisi ruang hatiku itu tidak seputih dulu. Kini
wajahnya sangat pucat dan terlihat begitu tirus. Apa yang terjadi?
“Annyeong..” sapaku. “Apa aku
mengganggumu, Hyemi-ah?” tanyaku hati-hati.
Yeoja
itu hanya menggeleng lemah, lalu menarik tanganku ke satu sudut ruangan setelah
menutup pintu kamarnya. Ia menjatuhkan dirinya di atas sofa putih yang selalu
menjadi tempat favoritnya saat ingin membicarakan sesuatu yang hanya boleh kami
berdua tahu denganku.
“Ada
apa?” tanyaku masih dengan nada hati-hati.
“Kau
sudah tahu masalahnya, Sungmin-ah..” ucapnya dengan suara yang hampir menyamai
volume suara berbisik.
Aku
menghembuskan nafasku pelan. Apa rasanya sesakit itu, Hyemi-ah?
“Kecewa?”
tanyaku sambil merapikan rambut panjangnya yang sedikit berantakan.
Ia
mengangguk. “Tentu saja kecewa… Sangat…” ucapnya dengan suara yang mulai
bergetar. Bisa kuprediksikan beberapa detik ke depan air matanya akan jatuh.
“Mana mungkin orang itu bisa memperlakukan yeoja
seperti itu.. dan yeoja itu..
sahabatku sendiri..” ucapnya lagi.
Dan
dugaanku benar, air matanya kembali tumpah.
“Aku
tidak tahu mulai sekarang aku harus mempercayainya atau tidak…” bisiknya dengan
suara serak. Air matanya terus tumpah menuruni pipinya yang terlihat semakin
kurus dari hari ke hari. Secepat air matanya jatuh, secepat itulah hatiku
terasa teriris. Perih.. rasanya sakit melihat orang yang kau sayangi harus menangis
untuk orang yang paling kau hindari keberadaannya.
Apa
rasanya sangat kecewa, Hyemi-ah? Kau kecewa pada hyung-ku karena kesalahannya itu? Apa kau sudah mulai merasa jatuh
ke dalam pesonanya hingga kau harus menumpahkan air matamu hanya untuk kekecewaanmu
padanya? Hyemi.. katakan padaku.. kau tidak jatuh cinta padanya, kan?
** ** **
(Kim Jong Woon POV)
“Tuan,
sebaiknya Anda segera istirahat,” ujar wanita paruh baya itu sambil berusaha
meraih botol vodkaku. Dengan gerakan cepat, kusambar botol itu dan menuangkan
isinya ke gelas kaca yang ada di tangan kananku. Lalu meneguknya hingga tak
bersisa dalam sekali tegukan.
“Lebih
baik kau pergi,” ucapku dingin dan datar. Pelayan itu langsung beranjak dari
tempatnya berdiri dan meninggalkanku di ruangan ini.
Pandanganku
sedikit berkunang saat ini. Bagaimana tidak? Ini sudah gelas keenam yang
kuteguk malam ini. Tapi sebanyak apapun vodka yang kutelan, beban pikiranku
masih terus menghimpit kepalaku. Rasanya pusing sekali. Tapi yang lebih
menyiksaku adalah sebuah rasa di sini, di dalam dadaku. Rasanya perih saat
melihat air mata yeoja itu jatuh.
Ya.. yeoja itu.. Yeoja yang ingin kudapatkan hanya untuk kupermainkan. Namun kini?
Aku tidak yakin apa aku masih bisa mempermainkannya. Aku ragu.. bahkan hanya
untuk menyakitinya seperti yeoja-yeoja
lain. Apa aku terkena karma dan pada akhirnya aku sendirilah yang membiarkan
hatiku jatuh pada putri bungsu keluarga Park itu?
“Aaarghhh!
Eotteoke??!!” teriakku frustasi
sambil mengacak rambutku kasar.
Suaraku
bergema di bar yang biasa menjadi tempatku untuk menjernihkan pikiran. Sepi.
Kesan itu yang pertama kutangkap. Andai saja ayah dan ibuku tidak pergi ke
acara perusahaan yang mengharuskan mereka pulang larut, mungkin sekarang mereka
sedang memakiku karena mabuk-mabukan di tengah pikiran kalut. Aku tidak tahu
harus bagaimana sekarang. Aku bingung. Aku bingung, apakah aku harus
memberanikan diriku untuk tetap mendekat pada Park Hye Mi, atau malah menjauh
karena hal buruk yang sudah kulakukan tempo hari.
Menjauh..
Ya, itu adalah hal yang paling benar untuk kulakukan setelah apa yang kulakukan
tempo hari. Tapi pertanyaannya sekarang adalah… sanggupkah aku bernafas tanpa yeoja itu? Yeoja yang sudah menjadi kebutuhanku yang paling utama untuk tetap
hidup dan akan menjadi racun jika aku sempat melupakan bayangannya walau hanya
sedetik.
“Hyemi-ah…
Can you tell me why I’m so interested
with you…?” gumamku sambil memandangi gelas kaca berisi vodka yang isinya
tinggal sepertiga di tanganku dengan mata yang setengah tertutup. Ya.. aku
sudah mabuk sekarang. Tapi selebihnya bukan karena bergelas-gelas vodka yang
kutenggak beberapa waktu yang lalu, tapi karena yeoja itu. Apa aku jatuh cinta padanya?
“Kau
puas, Hyung?”
Aku
melirik ke samping dan mendapati seorang namja
tengah berdiri tegap beberapa langkah dari tempatku duduk. Entah karena
kesadaranku yang semakin menurun atau apa.. aku seperti bisa melihat kemarahan
yang terpancar jelas dari kedua matanya.
“Don’t bother me now, Lee Sungmin..”
gumamku yang terdengar seperti racauan seraya menghabiskan isi gelas yang ada
di tanganku.
“We need to talk, Hyung,” katanya tajam
dengan rahang yang mengeras. Menandakan emosinya sudah berada di tingkat paling
atas.
Aku
memang melakukan kesalahan. Dan sekarang kesalahanku itu seperti membuat dampak
yang sangat besar bagi orang-orang di sekitarku, termasuk sepupuku ini.
“Ada
apa?”
“Kau
masih bertanya?” Ia membuang pandangannya
ke botol vodka di atas meja, lalu kembali menatapku tajam. Walau mabuk, tapi
aku bisa melihat dengan jelas kedua tangannya yang mengepal sempurna di samping
tubuhnya. “Kau sudah menyakiti puluhan atau mungkin ratusan yeoja di luar sana. Tapi kenapa, Hyung? Kenapa kau juga lakukan hal yang
sama pada Narin? Dengan kata lain kau juga menyakiti Hyemi sebagai sahabatnya..”
Lagi-lagi
perasaan itu muncul saat mendengar nama Hyemi. Rasa perih yang tiba-tiba naik
ke permukaan yang membuat dadaku menjadi begitu sesak hanya untuk sekedar
melakukan proses pernafasan.
“Aku
tidak peduli dengan sifatmu yang selalu mempermainkan wanita. Tapi kau harus
sadar, Hyung.. Park Hye Mi adalah yeoja yang sama sekali tidak pantas
untuk disakiti,” ujarnya dengan penekanan pada kalimat terakhirnya.
“Aku
tahu… Karena itu..”
“Terlambat…”
ucapnya memotong kalimatku.
Ia
menarik kerah bajuku dan memaksaku untuk menatap kedua matanya yang seperti
menyala.
“Kau
sudah menyakitinya. Dan jangan harap aku akan dengan mudahnya membiarkanmu
mendapatkan dirinya, Hyung. Jangan
pernah bermimpi!” teriaknya tepat di depan wajahku.
“Sungmin-ah…”
ucapku. “Bagaimana jika dia tidak mencintaimu?”
“Mwo?”
Namja
di depanku itu seolah membeku mendengar pertanyaan yang keluar dari mulutku.
“Bagaimana
jika dia tidak mencintaimu dan aku mulai jatuh cinta padanya?” tanyaku lagi
yang membuat kedua matanya membulat.
“Jangan
harap aku akan percaya padamu, Hyung!
Kau penipu! Jangan harap kau bisa mendekati Hyemi lagi!!” teriaknya sebelum
kurasakan pukulan keras mengenai sebelah pipiku.
Aku
tersungkur ke lantai dan tidak memiliki tenaga lagi untuk bangun. Aku terlalu
lemah untuk itu. Terakhir kali kudengar derap langkahnya yang semakin menjauh
dan menghilang setelah terdengar suara pintu yang ditutup sebelum kesadaranku
semakin menipis. Yang ada di pikiranku hanya satu.. Park Hye Mi.
** ** **
(Park Hye Mi POV)
“Kau
ini kenapa? Sudah tiga hari kau kehilangan nafsu makanmu. Ingat, Nona Park!
Kalau kau sakit maka aku akan dibunuh oleh eomma
dan appa,” seru Jungsoo-oppa sambil menatapku jengah.
Aku
tidak memberi respon apapun. Aku hanya memandangi makanan yang tampak lezat di
hadapanku tanpa nafsu sama sekali untuk segera melahapnya. Rasanya seperti duri
yang menusuk dinding tenggorokanku saat makanan itu kutelan.
“Jebal, Hyemi-ah… Jangan sampai kau
sakit.. Aku mohon… makan, ya? Atau kau mau aku suapi?” tanya Jungsoo-oppa sambil menangkupkan kedua tangannya
dan menatapku dengan tatapan memohon yang paling memelas. Kemudian ia mengambil
alih makanan yang sudah tersaji di depanku dan bersiap untuk menyuapkan
sesendok makanan ke dalam mulutku yang masih terkatup rapat. Dan di detik-detik
berikutnya tangan kanannya hanya terangkat ke udara dengan sendok berisi
makanan sementara bibirku terus terkatup rapat.
“Yaak!
Park Hye Mi!!! Umurmu masih 20 tahun, dan kau ingin mempercepat hari
kematianmu, hah?!!” teriak Jungsoo-oppa
murka seraya meletakkan kembali piring berisi makanan yang menjadi sarapanku
itu ke atas meja makan. Di detik berikutnya yang kulihat adalah kakak
tersayangku itu mengacak rambutnya kasar dengan raut wajah frustasi.
Aku
menghela nafas pelan, lalu bangkit dari kursi sambil meraih tas selempangku.
“Aku
benar-benar tidak nafsu makan, Oppa.
Lebih baik aku berangkat sekarang. Dan Oppa..
Kau sarapanlah sendirian. Maaf tidak bisa menemanimu sarapan. Jangan sampai
kakakku yang tampan ini sakit, arra?”
ujarku seraya memberinya kecupan kilat di dahinya.
Ia
hanya melongo setelah mendengar ucapanku barusan.
“Bagaimana
bisa kau berkata seperti itu padaku sedangkan kau sendiri tidak menyentuh
makananmu, PARK HYE MI!!!”
Suara
lengkingan itu terdengar begitu jelas, bahkan sedikit bergema saat aku membuka
pintu depan rumah.
Niat
untuk menghirup udara pagi yang menyejukkan langsung hilang saat kudapati
seorang namja berdiri tegap di depan
pintu. Ia menundukkan kepalanya dan menatapku teduh. Entah sejak kapan aku
mulai menyukai tatapannya. Tapi aku mulai menyukai tatapan itu di saat aku
semakin membencinya. Aneh? Jangan salahkan aku, tapi salahkan perasaanku ini.
“Ada
apa lagi?” tanyaku ketus.
Namja
itu berusaha menarik seulas senyum di bibirnya. Tapi tetap saja senyum itu
sangat jauh berbeda dengan senyum yang biasa ia perlihatkan padaku. Sepertinya
ia merasa.. bersalah mungkin?
“Mian..” ucapnya yang hampir menyamai
suara bisikan.
Hey,
sejak kapan namja playboy ini merasa
bersalah atas apa yang sudah ia lakukan? Apa ini salah satu dari siasatnya?
“Haruskah
aku mempercayaimu sekarang, Jongwoon-ah?” tanyaku tanpa mengubah tatapan dan
nada bicaraku.
Ia
menganggukkan kepalanya perlahan, lalu bibirnya tergerak mengatakan sesuatu.
“Aku tahu aku tidak pantas untuk mendapatkan kepercayaanmu sekarang. Tapi…” Ia
menggantungkan kalimatnya. Lalu kembali melanjutkan ucapannya setelah menghirup
oksigen lebih banyak. “Apa kesempatan untuk memperbaiki kesalahanku tidak
pantas kudapatkan?” tanyanya dengan suara yang semakin mengecil pada akhir
kalimatnya. Ragu.
Aku
mengendikkan bahuku enteng.
“Entahlah
tapi..” Kutatap matanya sekilas, lalu berjalan melewatinya. “Kurasa kesalahanku
adalah telah mempercayai semua kata-katamu.”
Ia
tidak merespon ucapanku atau menahan gerakanku seperti biasanya. Sepertinya
otaknya sudah mulai bisa bekerja dengan baik sekarang.
** ** **
(Kim Jong Woon POV)
“Entahlah
tapi…” Ia menggantungkan ucapannya, membuatku semakin penasaran akan kata-kata
selanjutnya yang akan keluar dari bibirnya. Ia menatapku sekilas, lalu berjalan
melewatiku. Aku tidak bisa menahannya seperti biasa. Entahlah.. mungkin karena
aku takut akan menyakitinya untuk kedua kalinya. Ia seperti kristal rapuh
bagiku. “Kurasa kesalahanku adalah telah mempercayai kata-katamu,” lanjutnya
tanpa menoleh ke arahku. Ia berjalan menuju mobil, lalu menghilang di balik
pintu mobil yang ia tutup.
Sedangkan
aku? Aku hanya bisa berdiri mematung di tempatku. “Kesalahanku adalah telah mempercayai kata-katamu.” Aku tahu aku memang salah. Aku memang
bukan tipe namja yang baik. Aku
bahkan tidak pantas untuk mendapatkan kepercayaannya lagi. Tapi kenapa… dada
ini rasanya sakit mendengar kalimat itu keluar dari bibirnya?
“Apa
yang harus kulakukan?” gumamku pasrah sambil menengadahkan kepalaku. Kepalaku
sakit memikirkan masalah yang seperti tak berujung ini. Tapi hatiku lebih
sakit, entah karena apa.
Park
Hye Mi… beritahu aku, perasaan apa ini?
** ** **
(Author POV)
Seminggu.
Itu waktu yang Jongwoon lewatkan dengan memikirkan kesalahan yang sudah ia
perbuat hingga menyakiti seorang yeoja
yang selama beberapa hari terakhir membuatnya hampir gila. Selama itu pula ia
tidak berani menghubungi Hyemi semenjak pertemuan mereka di depan rumah
keluarga Park.
“Kesalahanku adalah telah mempercayai
kata-katamu.”
Jongwoon
bahkan sudah hapal di luar kepala kata-kata gadis itu. Kini mustahil Jongwoon
bisa mendapatkan kepercayaan gadis itu. Memang.. ia memang pantas menerima ini
semua. Tapi ia tidak sampai memikirkan dampak yang begitu besar yang terjadi
pada dirinya. Seperti ada lubang besar di hatinya. Ia bahkan sering melamun dan
tidak memerhatikan penampilannya lagi. Hari-harinya selalu ia habiskan dengan
mengurung diri di kamar dan melamun, memikirkan yeoja yang sama, Park Hye Mi.
“Tidak
bisa… aku harus bicara dengannya lagi..” gumam Jongwoon seraya bangkit dari
tempat tidurnya dan meraih ponsel yang ia letakkan di atas meja nakas di
samping tempat tidurnya.
Sejenak
ia ragu untuk menekan tombol hijau di ponselnya saat membuka kontak dengan nama
Hyemi yang tertera di sana. Tapi setelah menghembuskan nafasnya dan meyakinkan
dirinya sendiri untuk menyelesaikan masalah ini, akhirnya ia menekan tombol
hijau itu juga.
KLIK…
Belum
sempat orang di seberang sambungan bersuara, Jongwoon sudah menyerbunya dengan
kata-katanya.
“Yeoboseyo? Hyemi-ah?” katanya langsung.
Tanpa menunggu sahutan dari orang yang menjadi lawan bicaranya, ia kembali
mengucapkan kalimatnya.
“Aku
hanya ingin bilang.. mianhae…”
ucapnya penuh penyesalan. Ia harap gadis itu bisa merasakan rasa bersalahnya. “Aku
memang tidak pantas menerima kata maafmu dan kepercayaanmu lagi. Tapi… bisakah
kau memberiku kesempatan sekali lagi?”
“Hyemi-ah..
aku memang bukan namja yang baik. Aku
sudah berpuluh-puluh kali menyakiti banyak wanita. Tapi…” Jongwoon
menghembuskan nafasnya dan kembali melanjutkan ucapannya. “Tapi saat aku
menyakitimu, hatiku seperti ditusuk tombak. Rasanya sakit sekali.. Aku tidak
tahu kenapa, tapi aku tidak bisa berhenti memikirkanmu..”
“Hyemi-ah..
Kau yeoja yang menyadarkanku bahwa
wanita adalah sesuatu yang paling berharga di dunia ini… Dan aku… aku rasa aku mulai
menyukaimu…”
Jongwoon
berhenti berkata-kata dan bersiap mendengarkan kalimat yang akan keluar dari
mulut lawan bicaranya di seberang sambungan sana. Entah itu kalimat makian,
penolakan, atau apapun yang lebih parah.. ia siap mendengarkannya. Asalkan yeoja itu bersedia memberinya kesempatan
sekali lagi.
Satu
detik… dua detik… tiga detik…
Nihil.
Tidak ada satu kalimat pun yang gendang telinga namja itu tangkap. Apa gadis itu masih tidak bisa mempercayainya,
batinnya.
“Ngg… Hyemi-ah… Aku memang bukan namja baik dan aku selalu menyakiti
banyak yeoja. Tapi…” Jongwoon
menggantungkan kalimatnya sementara ia sedang mengisi paru-parunya yang
tiba-tiba terasa hampa dengan oksigen. “Tapi kali ini aku jamin.. aku tidak
berbohong padamu.”
“Jongwoon-ah..”
Jongwoon
menaikkan sebelah alisnya ketika mendengar panggilan itu. Ia sudah hafal betul
dengan suara ini. Dan ini…
“Hyung?” kata Jongwoon setengah tak
percaya.
“Yaak..
Jongwoon-ah… Seharusnya kau menyatakannya langsung pada adikku, bukan lewat
telepon seperti ini,” ucap orang di seberang sambungan sambil terkekeh pada
akhir kalimatnya.
“Yaak..
Hyung, jadi dari tadi kau…?”
“Ne, aku mendengar semuanya,” jawab Jungsoo
tanpa menghentikan kekehannya.
Jongwoon
mengerang sambil mengacak rambutnya kasar. “Kenapa tidak bilang dari tadi,
hah?” tanyanya dengan nada yang sedikit naik. Ia kesal sekarang.
“Kau
sendiri yang tidak memberiku kesempatan untuk berbicara,” ujar Jungsoo membela
diri. “Hyemi sedang tidur. Kau mau bicara padanya?” tanya Jungsoo.
“Mwo?” Jongwoon melirik jam yang
tergantung di dinding kamarnya heran. “Ini baru jam tujuh, Hyung…” gumamnya.
“Ne, dia demam.”
“Mwo?! Demam?”
Kali
ini Jungsoo benar-benar harus menjauhkan ponsel milik dongsaeng-nya itu dari telinganya jika ia belum ingin tuli di
usianya yang masih muda ini.
“Bisa
tidak volume suaramu tidak sekeras itu?”
“Yaak…
Hyung, jangan mengalihkan
pembicaraan. Hyemi sakit?”
“Ne, dia sakit..” ujar Jungsoo. Ia
menghela nafasnya pelan seraya melemparkan tatapan pada dongsaeng-nya yang sedang terlelap di kasur empuknya. “Itu karena
beberapa hari ini dia tidak mau makan,” ujarnya lagi yang membuat Jongwoon
kembali membulatkan kedua matanya.
“Jeo..Jeongmalyo?” tanya Jongwoon tak
percaya. Yeoja sekurus itu tidak
makan dalam beberapa hari terakhir? Apa sekarang tubuhnya sudah tinggal tulang
dan kulit?
“Katanya
dia tidak nafsu makan.” Sekali lagi Jungsoo menghela nafasnya frustasi.
“Bisa-bisa eomma dan appa segera mengirimku ke neraka setelah
ini,” gumamnya. Ia sedang membayangkan bagaimana raut wajah murka Tuan dan
Nyonya Park yang siap menyambutnya nanti.
“Hyung…”
“Ne?”
“Katakan
padanya… semoga dia cepat sembuh. Annyeong.”
KLIK.
Jongwoon
mengakhiri obrolan jarak jauh itu dan meletakkan ponselnya kembali di atas meja
nakas. Mungkin benar seorang Kim Jong Woon sedang terkena karma sekarang. Dan
kini ia baru menyadari bahwa hal yang paling sulit ia percayai adalah dirinya telah
jatuh ke dalam pesona seorang yeoja
yang ingin ia taklukkan.
** ** **
“Hey––
Sial, baru saja aku ingin bertanya apa dia serius dengan ucapannya,” gumam
Jungsoo, menggerutui ponsel adiknya yang kini layarnya sudah menggelap
sementara pemiliknya tengah terlelap dengan suhu badannya yang meningkat akibat
aksi mogok makannya. Lihat saja, wajahnya sudah pucat dan kurus.
Jungsoo
meletakkan ponsel di tangannya ke meja nakas di samping tempat tidur Hyemi dan
duduk di tepi ranjang adiknya itu. Lama ia memerhatikan wajah adiknya, sampai
akhirnya kedua alis namja itu
bertaut.
“Ada
sesuatu yang tidak beres di sini…” gumamnya serius.
Ia
beranjak dari tempat tidur dan berjalan keluar kamar, menutup pintunya
perlahan, berharap ia tidak akan mengganggu tidur adiknya yang lelap itu. Ia
merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponselnya sendiri dari sana. Setelah
menekan beberapa angka, pria berlesung pipi itu menempelkan benda elektronik
itu ke telinga kirinya.
“Aku
ada tugas untukmu. Selidiki pria bernama Kim Jong Woon, kehidupannya yang
sekarang maupun kehidupan masa lalunya.”
Yah..
ada yang sedikit terlupakan di sini. Seorang Park Jung Soo juga memiliki kuasa
besar di sini. Dia bisa mendapatkan apapun yang ia mau hanya dengan sekali
jentikkan jari.
He’s a part of Park family. Don’t forget
about this fact..
** ** **
(Park Hye Mi POV)
Hari
ini aku bertemu lagi dengannya setelah beberapa hari yang lalu kami tidak
bertemu sapa meskipun otakku dipenuhi dengan wajahnya yang seringkali membuatku
muak. Kali ini tidak seperti hari-hari sebelumnya, ia tampak sedikit dewasa dan
tidak menunjukkan sifat cassanova-nya
yang sudah berada di taraf teratas. Dan entah kenapa hari ini rasanya aku ingin
sekali memukul kepalaku dengan tongkat baseball Jungsoo-oppa untuk menyadarkanku dari beberapa pikiran-pikiran aneh tentang
namja di depanku ini. Matanya. Entah
kenapa matanya seperti menyihirku untuk tetap menatap matanya meskipun aku
sendiri sudah muak untuk melakukan hal kecil itu.
“Are you okay?” tanya lembut dengan nada
khawatir yang terdengar dari suara beratnya.
Aku
mengangguk pelan, merasa sedikit aneh dengan kecanggungan yang kurasa saat ini.
“Seperti yang kau lihat. Aku sudah sembuh. Terima kasih sudah menanyakannya.”
Tepat
setelah aku menyelesaikan ucapanku, namja
itu menarik sudut bibirnya ke atas. Hey.. ada apa ini? Aku bersikap manis
padanya dan pipiku hampir saja merona merah karena melihat senyumnya yang biasa
ia perlihatkan padaku. Okay..
Sepertinya ada yang salah padaku sekarang.
“Soal
yang …”
“Aku
sudah memaafkanmu,” potongku cepat.
Entahlah.
Rasanya aku ingin sekali cepat-cepat menyelesaikan masalah ini. Terlebih lagi
setelah mendengar Narin yang tiba-tiba pergi ke desa tempat tinggal neneknya
dengan alasan ingin menenangkan diri karena masalahnya dengan Jongwoon kemarin.
“Aku
sudah mencoba menghubungi Narin. Tapi tetap tidak bisa,” ucapnya lagi dengan
nada bersalah yang begitu menyakitkan ketika kedua telingaku mendengarnya.
Aku
mengangguk. Mungkin Narin masih sulit untuk memaafkan kesalahan namja aneh ini.
“Dia
ingin menenangkan diri,” kataku mencoba menenangkan degup jantung namja di depanku ini yang masih memburu.
Dia
hanya mengangguk pelan, namun raut wajahnya masih seperti tadi. Penuh rasa
bersalah.
“Ada
yang ingin kusampaikan…” ujarnya setelah beberapa detik menundukkan kepalanya.
“Apa?”
“Aku…”
CKLEK…
“Aku
pulang! Ah, Jongwoon-ah… Kau di sini?”
Suara
Jungsoo-oppa sontak membuat kami
menoleh ke arahnya yang baru saja masuk dan sedang berjalan ke arah kami.
Otomatis ucapan Jongwoon yang belum sempat ia selesaikan menjadi terpotong.
“Ne, Hyung. Kau dari mana?” tanya
Jongwoon.
Ini
pertama kalinya aku melihatnya bersikap semanis ini.
“Aku
ada urusan tadi,” jawab Jungsoo-oppa
yang kemudian melirikku. “Maaf, aku mengganggu obrolan kalian tadi. Lanjutkan
saja.”
Ia
berjalan ke arah tangga menuju lantai atas. Tapi.. sepertinya ada yang aneh.
Aku seperti melihat kakakku itu menoleh ke belakang, menatap Jongwoon dengan
tatapannya yang datar namun tajam. Apa ini hanya perasaanku saja?
** ** **
(Author POV)
Jungsoo
duduk di sofa yang berada di sudut ruang keluarga, tempat yang akan selalu
menjadi tempat favoritnya di rumahnya yang luas ini. Sebelah tangannya ia lipat
di depan dada dan sebelahnya lagi menopang dagunya. Raut wajahnya datar,
sementara kedua matanya menatap meja kaca di depannya lurus-lurus. Ia sedang
berpikir bagaimana cara untuk menjaga salah satu yeoja terpenting di dalam kehidupannya, adiknya sendiri. Kembali
lagi pikirannya merekam apa yang sudah ia dengar dari mulut orang suruhannya
yang ia tugaskan untuk menyelidiki kehidupan Kim Jong Woon di masa lalu.
Awalnya
ia berpikir kata maaf akan lebih baik jika terucap dari mulut Hyemi pada
Jongwoon yang akan mengakibatkan masalah mereka selesai. Namun kini Jungsoo
mulai berpikir ulang tentang hasil pemikirannya itu. Ia seakan menyesali
adiknya itu sudah memaafkan kesalahan Jongwoon. Apa dengan keluarnya kata maaf
itu, mereka akan lebih dekat? Yah.. bisa jadi. Apapun bisa terjadi di
kehidupannya yang sulit ini.
Perkataan
orang suruhannya tentang kehidupan Jongwoon di masa lalu sukses membuatnya
membulatkan kedua matanya dan tercengang. Dan yang terbesit dalam pikirannya
saat itu adalah bagaimana cara agar Jongwoon tidak masuk lebih dalam ke
kehidupan Hyemi. Seperti pernyataan Jongwoon pada Hyemi yang ia dengar lewat
ponsel adiknya itu secara tak sengaja tadi malam, Jungsoo bisa memperkirakan
bahwa Hyemi bisa saja tergelincir jatuh ke pelukan Kim Jong Woon. Dan Jungsoo
tidak mau hal itu sampai terjadi.
Tidak
akan.. Apapun akan Jungsoo lakukan untuk menjaga adiknya dari namja bermarga Kim itu.
Kemudian
sudut bibir Jungsoo tiba-tiba tertarik ke atas secara perlahan. Sepertinya ia
sudah bisa memutuskan cara apa yang terbaik untuk menyelesaikan masalah ini.
Jangan panggil dia dengan marga Park di depan namanya jika seorang Park Jung
Soo tidak memiliki seribu cara untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.
** ** **
“Hyung…”
Jungsoo
menoleh ke arah pintu berwarna cokelat tua itu dan mengembangkan senyumnya saat
mendapati sosok Sungmin yang baru saja menutup pintu tinggi itu.
“Ada
hal penting yang ingin kau bicarakan padaku?” tanya Sungmin seraya melangkahkan
kakinya ke arah Jungsoo dan duduk di sofa yang berada di seberang tempat
Jungsoo duduk.
“Well… Ini lebih penting dari makna kata
penting yang biasa kau dengar,” ujar Jungsoo.
Sungmin
menaikkan sebelah alisnya sebentar, lalu kembali bertanya. “What’s that?”
“Satu
hal.. I trust you,” ucap Jungsoo
sebelum ia menarik sudut bibirnya, bukan untuk mengukir senyuman termanisnya
melainkan seringainya yang baru pertama kali Sungmin lihat dan terlihat begitu
menyeramkan di wajah Jungsoo. “Protect my
sister, and…” Jungsoo menghembuskan nafasnya perlahan, sementara Sungmin
hampir menahan nafasnya. Sekali lagi Sungmin tidak bisa mempercayai apa yang ia
lihat saat ini––wajah Park Jung Soo yang begitu berbeda dengan seringai yang
menghiasi wajahnya. “… I’ll give her for
you.”
This is the best way to protect his
sister and kick out Kim Jong Woon from his sister’s life.
TO
BE CONTINUED…
Uhmm…
Let me see your opinion about this story in my comment box ( .__.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar