Senin, 15 Oktober 2012

Love or Obsession? [Part 4]








Title    : Love or Obsession? ­­­––– Part 4
Author: Ifa Raneza
Cast    :
-Yesung (Kim Jong Woon)
-Park Hye Mi (OC)
-Lee Sungmin
-Leeteuk (Park Jung Soo)
-Jung Na Rin (OC)

Warning : Typo (mungkin) bertebaran di mana-mana..
Genre : Romance, Friendship

** ** **

“Lepas…” ucap Narin dengan susah payah karena suaranya sendiri pun sulit untuk keluar.
Jongwoon tidak menghiraukan ucapan Narin, ia malah semakin membungkam mulut gadis itu dengan bibirnya.
“Kau harus akui, tidak ada yeoja yang bisa menepis pesonaku, termasuk dirimu,” bisiknya pelan dan dengan suara yang berat.
Narin bergidik ngeri. Rasanya sesak harus menerima perlakuan seperti ini dari seorang namja yang dulunya juga pernah menyakiti orang yang berarti dalam hidupnya. Kedua tangan Narin bergerak memukul-mukul dada bidang Jongwoon. Namun hal itu seperti sia-sia saja. Jongwoon masih tidak menghentikan aksinya. Ia semakin memojokkan Narin di tembok sementara ia menyibukkan dirinya dengan bibir Narin.
Jebal…” ucap Narin dengan susah payah.
Siapapun.. Ia sangat berharap akan ada orang yang menolongnya saat ini. Tanpa sadar air mata Narin jatuh dari pelupuk matanya. Bayangan wajah kakaknya dan Park Hye Mi terus berkelebat di pikirannya. Ia sangat menyayangi kedua orang itu dan ia tidak mau mereka disakiti oleh orang yang sama, Kim Jong Woon, namja yang saat ini tengah menyerangnya.
Entah apa yang terjadi, tak lama kemudian ciuman Jongwoon pada bibir Narin terlepas dan sedetik kemudian terdengar bunyi keras yang berasal dari pipi kanan Jongwoon.
PLAK!!
“Jangan ganggu temanku!!” teriak seorang yeoja dengan kilatan murka di kedua bola matanya. Ia menatap Jongwoon dengan tajam, membuat tubuh namja itu sedikit membeku sambil memegangi sebelah pipinya yang baru saja dipukul oleh tangan halus milik yeoja itu.
Hancur. Hanya itu yang bisa menggambarkan perasaan Jongwoon sekarang. Semuanya hancur. Rencananya untuk mempermainkan seorang Park Hye Mi telah hancur. Sosoknya di mata Hyemi telah hancur. Tapi yang membuat hatinya lebih hancur adalah.. fakta bahwa secara tak langsung ia sudah menyakiti Hyemi dengan perlakuannya pada sahabatnya, Jung Na Rin. Ya.. Jongwoon sudah menghancurkan segalanya. Entah apa penyebabnya, tapi namja dingin itu merasa jantungnya tak lagi berfungsi saat melihat air mata seorang Park Hye Mi jatuh.
“Kau jahat, Jongwoon-ah..” ucap Hyemi dengan suara bergetar karena menahan tangisnya, walau air matanya sudah jatuh terlebih dahulu.

** ** **

(Lee Sungmin POV)

Aku terdiam di tempatku saat pintu kamar itu terbuka lebar. Rasanya seperti oksigen di sekitarku lenyap seketika saat melihat wajah yeoja yang selalu mengisi ruang hatiku itu tidak seputih dulu. Kini wajahnya sangat pucat dan terlihat begitu tirus. Apa yang terjadi?
Annyeong..” sapaku. “Apa aku mengganggumu, Hyemi-ah?” tanyaku hati-hati.
Yeoja itu hanya menggeleng lemah, lalu menarik tanganku ke satu sudut ruangan setelah menutup pintu kamarnya. Ia menjatuhkan dirinya di atas sofa putih yang selalu menjadi tempat favoritnya saat ingin membicarakan sesuatu yang hanya boleh kami berdua tahu denganku.
“Ada apa?” tanyaku masih dengan nada hati-hati.
“Kau sudah tahu masalahnya, Sungmin-ah..” ucapnya dengan suara yang hampir menyamai volume suara berbisik.
Aku menghembuskan nafasku pelan. Apa rasanya sesakit itu, Hyemi-ah?
“Kecewa?” tanyaku sambil merapikan rambut panjangnya yang sedikit berantakan.
Ia mengangguk. “Tentu saja kecewa… Sangat…” ucapnya dengan suara yang mulai bergetar. Bisa kuprediksikan beberapa detik ke depan air matanya akan jatuh. “Mana mungkin orang itu bisa memperlakukan yeoja seperti itu.. dan yeoja itu.. sahabatku sendiri..” ucapnya lagi.
Dan dugaanku benar, air matanya kembali tumpah.
“Aku tidak tahu mulai sekarang aku harus mempercayainya atau tidak…” bisiknya dengan suara serak. Air matanya terus tumpah menuruni pipinya yang terlihat semakin kurus dari hari ke hari. Secepat air matanya jatuh, secepat itulah hatiku terasa teriris. Perih.. rasanya sakit melihat orang yang kau sayangi harus menangis untuk orang yang paling kau hindari keberadaannya.
Apa rasanya sangat kecewa, Hyemi-ah? Kau kecewa pada hyung-ku karena kesalahannya itu? Apa kau sudah mulai merasa jatuh ke dalam pesonanya hingga kau harus menumpahkan air matamu hanya untuk kekecewaanmu padanya? Hyemi.. katakan padaku.. kau tidak jatuh cinta padanya, kan?

** ** **

(Kim Jong Woon POV)

“Tuan, sebaiknya Anda segera istirahat,” ujar wanita paruh baya itu sambil berusaha meraih botol vodkaku. Dengan gerakan cepat, kusambar botol itu dan menuangkan isinya ke gelas kaca yang ada di tangan kananku. Lalu meneguknya hingga tak bersisa dalam sekali tegukan.
“Lebih baik kau pergi,” ucapku dingin dan datar. Pelayan itu langsung beranjak dari tempatnya berdiri dan meninggalkanku di ruangan ini.
Pandanganku sedikit berkunang saat ini. Bagaimana tidak? Ini sudah gelas keenam yang kuteguk malam ini. Tapi sebanyak apapun vodka yang kutelan, beban pikiranku masih terus menghimpit kepalaku. Rasanya pusing sekali. Tapi yang lebih menyiksaku adalah sebuah rasa di sini, di dalam dadaku. Rasanya perih saat melihat air mata yeoja itu jatuh. Ya.. yeoja itu.. Yeoja yang ingin kudapatkan hanya untuk kupermainkan. Namun kini? Aku tidak yakin apa aku masih bisa mempermainkannya. Aku ragu.. bahkan hanya untuk menyakitinya seperti yeoja-yeoja lain. Apa aku terkena karma dan pada akhirnya aku sendirilah yang membiarkan hatiku jatuh pada putri bungsu keluarga Park itu?
“Aaarghhh! Eotteoke??!!” teriakku frustasi sambil mengacak rambutku kasar.
Suaraku bergema di bar yang biasa menjadi tempatku untuk menjernihkan pikiran. Sepi. Kesan itu yang pertama kutangkap. Andai saja ayah dan ibuku tidak pergi ke acara perusahaan yang mengharuskan mereka pulang larut, mungkin sekarang mereka sedang memakiku karena mabuk-mabukan di tengah pikiran kalut. Aku tidak tahu harus bagaimana sekarang. Aku bingung. Aku bingung, apakah aku harus memberanikan diriku untuk tetap mendekat pada Park Hye Mi, atau malah menjauh karena hal buruk yang sudah kulakukan tempo hari.
Menjauh.. Ya, itu adalah hal yang paling benar untuk kulakukan setelah apa yang kulakukan tempo hari. Tapi pertanyaannya sekarang adalah… sanggupkah aku bernafas tanpa yeoja itu? Yeoja yang sudah menjadi kebutuhanku yang paling utama untuk tetap hidup dan akan menjadi racun jika aku sempat melupakan bayangannya walau hanya sedetik.
“Hyemi-ah… Can you tell me why I’m so interested with you…?” gumamku sambil memandangi gelas kaca berisi vodka yang isinya tinggal sepertiga di tanganku dengan mata yang setengah tertutup. Ya.. aku sudah mabuk sekarang. Tapi selebihnya bukan karena bergelas-gelas vodka yang kutenggak beberapa waktu yang lalu, tapi karena yeoja itu. Apa aku jatuh cinta padanya?
“Kau puas, Hyung?”
Aku melirik ke samping dan mendapati seorang namja tengah berdiri tegap beberapa langkah dari tempatku duduk. Entah karena kesadaranku yang semakin menurun atau apa.. aku seperti bisa melihat kemarahan yang terpancar jelas dari kedua matanya.
Don’t bother me now, Lee Sungmin..” gumamku yang terdengar seperti racauan seraya menghabiskan isi gelas yang ada di tanganku.
We need to talk, Hyung,” katanya tajam dengan rahang yang mengeras. Menandakan emosinya sudah berada di tingkat paling atas.
Aku memang melakukan kesalahan. Dan sekarang kesalahanku itu seperti membuat dampak yang sangat besar bagi orang-orang di sekitarku, termasuk sepupuku ini.
“Ada apa?”
“Kau masih  bertanya?” Ia membuang pandangannya ke botol vodka di atas meja, lalu kembali menatapku tajam. Walau mabuk, tapi aku bisa melihat dengan jelas kedua tangannya yang mengepal sempurna di samping tubuhnya. “Kau sudah menyakiti puluhan atau mungkin ratusan yeoja di luar sana. Tapi kenapa, Hyung? Kenapa kau juga lakukan hal yang sama pada Narin? Dengan kata lain kau juga menyakiti Hyemi sebagai sahabatnya..”
Lagi-lagi perasaan itu muncul saat mendengar nama Hyemi. Rasa perih yang tiba-tiba naik ke permukaan yang membuat dadaku menjadi begitu sesak hanya untuk sekedar melakukan proses pernafasan.
“Aku tidak peduli dengan sifatmu yang selalu mempermainkan wanita. Tapi kau harus sadar, Hyung.. Park Hye Mi adalah yeoja yang sama sekali tidak pantas untuk disakiti,” ujarnya dengan penekanan pada kalimat terakhirnya.
“Aku tahu… Karena itu..”
“Terlambat…” ucapnya memotong kalimatku.
Ia menarik kerah bajuku dan memaksaku untuk menatap kedua matanya yang seperti menyala.
“Kau sudah menyakitinya. Dan jangan harap aku akan dengan mudahnya membiarkanmu mendapatkan dirinya, Hyung. Jangan pernah bermimpi!” teriaknya tepat di depan wajahku.
“Sungmin-ah…” ucapku. “Bagaimana jika dia tidak mencintaimu?”
Mwo?”
Namja di depanku itu seolah membeku mendengar pertanyaan yang keluar dari mulutku.
“Bagaimana jika dia tidak mencintaimu dan aku mulai jatuh cinta padanya?” tanyaku lagi yang membuat kedua matanya membulat.
“Jangan harap aku akan percaya padamu, Hyung! Kau penipu! Jangan harap kau bisa mendekati Hyemi lagi!!” teriaknya sebelum kurasakan pukulan keras mengenai sebelah pipiku.
Aku tersungkur ke lantai dan tidak memiliki tenaga lagi untuk bangun. Aku terlalu lemah untuk itu. Terakhir kali kudengar derap langkahnya yang semakin menjauh dan menghilang setelah terdengar suara pintu yang ditutup sebelum kesadaranku semakin menipis. Yang ada di pikiranku hanya satu.. Park Hye Mi.

** ** **

(Park Hye Mi POV)

“Kau ini kenapa? Sudah tiga hari kau kehilangan nafsu makanmu. Ingat, Nona Park! Kalau kau sakit maka aku akan dibunuh oleh eomma dan appa,” seru Jungsoo-oppa sambil menatapku jengah.
Aku tidak memberi respon apapun. Aku hanya memandangi makanan yang tampak lezat di hadapanku tanpa nafsu sama sekali untuk segera melahapnya. Rasanya seperti duri yang menusuk dinding tenggorokanku saat makanan itu kutelan.
Jebal, Hyemi-ah… Jangan sampai kau sakit.. Aku mohon… makan, ya? Atau kau mau aku suapi?” tanya Jungsoo-oppa sambil menangkupkan kedua tangannya dan menatapku dengan tatapan memohon yang paling memelas. Kemudian ia mengambil alih makanan yang sudah tersaji di depanku dan bersiap untuk menyuapkan sesendok makanan ke dalam mulutku yang masih terkatup rapat. Dan di detik-detik berikutnya tangan kanannya hanya terangkat ke udara dengan sendok berisi makanan sementara bibirku terus terkatup rapat.
“Yaak! Park Hye Mi!!! Umurmu masih 20 tahun, dan kau ingin mempercepat hari kematianmu, hah?!!” teriak Jungsoo-oppa murka seraya meletakkan kembali piring berisi makanan yang menjadi sarapanku itu ke atas meja makan. Di detik berikutnya yang kulihat adalah kakak tersayangku itu mengacak rambutnya kasar dengan raut wajah frustasi.
Aku menghela nafas pelan, lalu bangkit dari kursi sambil meraih tas selempangku.
“Aku benar-benar tidak nafsu makan, Oppa. Lebih baik aku berangkat sekarang. Dan Oppa.. Kau sarapanlah sendirian. Maaf tidak bisa menemanimu sarapan. Jangan sampai kakakku yang tampan ini sakit, arra?” ujarku seraya memberinya kecupan kilat di dahinya.
Ia hanya melongo setelah mendengar ucapanku barusan.
“Bagaimana bisa kau berkata seperti itu padaku sedangkan kau sendiri tidak menyentuh makananmu, PARK HYE MI!!!”
Suara lengkingan itu terdengar begitu jelas, bahkan sedikit bergema saat aku membuka pintu depan rumah.
Niat untuk menghirup udara pagi yang menyejukkan langsung hilang saat kudapati seorang namja berdiri tegap di depan pintu. Ia menundukkan kepalanya dan menatapku teduh. Entah sejak kapan aku mulai menyukai tatapannya. Tapi aku mulai menyukai tatapan itu di saat aku semakin membencinya. Aneh? Jangan salahkan aku, tapi salahkan perasaanku ini.
“Ada apa lagi?” tanyaku ketus.
Namja itu berusaha menarik seulas senyum di bibirnya. Tapi tetap saja senyum itu sangat jauh berbeda dengan senyum yang biasa ia perlihatkan padaku. Sepertinya ia merasa.. bersalah mungkin?
Mian..” ucapnya yang hampir menyamai suara bisikan.
Hey, sejak kapan namja playboy ini merasa bersalah atas apa yang sudah ia lakukan? Apa ini salah satu dari siasatnya?
“Haruskah aku mempercayaimu sekarang, Jongwoon-ah?” tanyaku tanpa mengubah tatapan dan nada bicaraku.
Ia menganggukkan kepalanya perlahan, lalu bibirnya tergerak mengatakan sesuatu. “Aku tahu aku tidak pantas untuk mendapatkan kepercayaanmu sekarang. Tapi…” Ia menggantungkan kalimatnya. Lalu kembali melanjutkan ucapannya setelah menghirup oksigen lebih banyak. “Apa kesempatan untuk memperbaiki kesalahanku tidak pantas kudapatkan?” tanyanya dengan suara yang semakin mengecil pada akhir kalimatnya. Ragu.
Aku mengendikkan bahuku enteng.
“Entahlah tapi..” Kutatap matanya sekilas, lalu berjalan melewatinya. “Kurasa kesalahanku adalah telah mempercayai semua kata-katamu.”
Ia tidak merespon ucapanku atau menahan gerakanku seperti biasanya. Sepertinya otaknya sudah mulai bisa bekerja dengan baik sekarang.

** ** **

(Kim Jong Woon POV)

“Entahlah tapi…” Ia menggantungkan ucapannya, membuatku semakin penasaran akan kata-kata selanjutnya yang akan keluar dari bibirnya. Ia menatapku sekilas, lalu berjalan melewatiku. Aku tidak bisa menahannya seperti biasa. Entahlah.. mungkin karena aku takut akan menyakitinya untuk kedua kalinya. Ia seperti kristal rapuh bagiku. “Kurasa kesalahanku adalah telah mempercayai kata-katamu,” lanjutnya tanpa menoleh ke arahku. Ia berjalan menuju mobil, lalu menghilang di balik pintu mobil yang ia tutup.
Sedangkan aku? Aku hanya bisa berdiri mematung di tempatku. “Kesalahanku adalah telah mempercayai kata-katamu. Aku tahu aku memang salah. Aku memang bukan tipe namja yang baik. Aku bahkan tidak pantas untuk mendapatkan kepercayaannya lagi. Tapi kenapa… dada ini rasanya sakit mendengar kalimat itu keluar dari bibirnya?
“Apa yang harus kulakukan?” gumamku pasrah sambil menengadahkan kepalaku. Kepalaku sakit memikirkan masalah yang seperti tak berujung ini. Tapi hatiku lebih sakit, entah karena apa.
Park Hye Mi… beritahu aku, perasaan apa ini?

** ** **

(Author POV)

Seminggu. Itu waktu yang Jongwoon lewatkan dengan memikirkan kesalahan yang sudah ia perbuat hingga menyakiti seorang yeoja yang selama beberapa hari terakhir membuatnya hampir gila. Selama itu pula ia tidak berani menghubungi Hyemi semenjak pertemuan mereka di depan rumah keluarga Park.
“Kesalahanku adalah telah mempercayai kata-katamu.
Jongwoon bahkan sudah hapal di luar kepala kata-kata gadis itu. Kini mustahil Jongwoon bisa mendapatkan kepercayaan gadis itu. Memang.. ia memang pantas menerima ini semua. Tapi ia tidak sampai memikirkan dampak yang begitu besar yang terjadi pada dirinya. Seperti ada lubang besar di hatinya. Ia bahkan sering melamun dan tidak memerhatikan penampilannya lagi. Hari-harinya selalu ia habiskan dengan mengurung diri di kamar dan melamun, memikirkan yeoja yang sama, Park Hye Mi.

“Tidak bisa… aku harus bicara dengannya lagi..” gumam Jongwoon seraya bangkit dari tempat tidurnya dan meraih ponsel yang ia letakkan di atas meja nakas di samping tempat tidurnya.
Sejenak ia ragu untuk menekan tombol hijau di ponselnya saat membuka kontak dengan nama Hyemi yang tertera di sana. Tapi setelah menghembuskan nafasnya dan meyakinkan dirinya sendiri untuk menyelesaikan masalah ini, akhirnya ia menekan tombol hijau itu juga.
KLIK…
Belum sempat orang di seberang sambungan bersuara, Jongwoon sudah menyerbunya dengan kata-katanya.
Yeoboseyo? Hyemi-ah?” katanya langsung. Tanpa menunggu sahutan dari orang yang menjadi lawan bicaranya, ia kembali mengucapkan kalimatnya.
“Aku hanya ingin bilang.. mianhae…” ucapnya penuh penyesalan. Ia harap gadis itu bisa merasakan rasa bersalahnya. “Aku memang tidak pantas menerima kata maafmu dan kepercayaanmu lagi. Tapi… bisakah kau memberiku kesempatan sekali lagi?”
“Hyemi-ah.. aku memang bukan namja yang baik. Aku sudah berpuluh-puluh kali menyakiti banyak wanita. Tapi…” Jongwoon menghembuskan nafasnya dan kembali melanjutkan ucapannya. “Tapi saat aku menyakitimu, hatiku seperti ditusuk tombak. Rasanya sakit sekali.. Aku tidak tahu kenapa, tapi aku tidak bisa berhenti memikirkanmu..”
“Hyemi-ah.. Kau yeoja yang menyadarkanku bahwa wanita adalah sesuatu yang paling berharga di dunia ini… Dan aku… aku rasa aku mulai menyukaimu…”
Jongwoon berhenti berkata-kata dan bersiap mendengarkan kalimat yang akan keluar dari mulut lawan bicaranya di seberang sambungan sana. Entah itu kalimat makian, penolakan, atau apapun yang lebih parah.. ia siap mendengarkannya. Asalkan yeoja itu bersedia memberinya kesempatan sekali lagi.
Satu detik… dua detik… tiga detik…
Nihil. Tidak ada satu kalimat pun yang gendang telinga namja itu tangkap. Apa gadis itu masih tidak bisa mempercayainya, batinnya.
 “Ngg… Hyemi-ah… Aku memang bukan namja baik dan aku selalu menyakiti banyak yeoja. Tapi…” Jongwoon menggantungkan kalimatnya sementara ia sedang mengisi paru-parunya yang tiba-tiba terasa hampa dengan oksigen. “Tapi kali ini aku jamin.. aku tidak berbohong padamu.”
“Jongwoon-ah..”
Jongwoon menaikkan sebelah alisnya ketika mendengar panggilan itu. Ia sudah hafal betul dengan suara ini. Dan ini…
Hyung?” kata Jongwoon setengah tak percaya.
“Yaak.. Jongwoon-ah… Seharusnya kau menyatakannya langsung pada adikku, bukan lewat telepon seperti ini,” ucap orang di seberang sambungan sambil terkekeh pada akhir kalimatnya.
“Yaak.. Hyung, jadi dari tadi kau…?”
Ne, aku mendengar semuanya,” jawab Jungsoo tanpa menghentikan kekehannya.
Jongwoon mengerang sambil mengacak rambutnya kasar. “Kenapa tidak bilang dari tadi, hah?” tanyanya dengan nada yang sedikit naik. Ia kesal sekarang.
“Kau sendiri yang tidak memberiku kesempatan untuk berbicara,” ujar Jungsoo membela diri. “Hyemi sedang tidur. Kau mau bicara padanya?” tanya Jungsoo.
Mwo?” Jongwoon melirik jam yang tergantung di dinding kamarnya heran. “Ini baru jam tujuh, Hyung…” gumamnya.
Ne, dia demam.”
Mwo?! Demam?”
Kali ini Jungsoo benar-benar harus menjauhkan ponsel milik dongsaeng-nya itu dari telinganya jika ia belum ingin tuli di usianya yang masih muda ini.
“Bisa tidak volume suaramu tidak sekeras itu?”
“Yaak… Hyung, jangan mengalihkan pembicaraan. Hyemi sakit?”
Ne, dia sakit..” ujar Jungsoo. Ia menghela nafasnya pelan seraya melemparkan tatapan pada dongsaeng­-nya yang sedang terlelap di kasur empuknya. “Itu karena beberapa hari ini dia tidak mau makan,” ujarnya lagi yang membuat Jongwoon kembali membulatkan kedua matanya.
Jeo..Jeongmalyo?” tanya Jongwoon tak percaya. Yeoja sekurus itu tidak makan dalam beberapa hari terakhir? Apa sekarang tubuhnya sudah tinggal tulang dan kulit?
“Katanya dia tidak nafsu makan.” Sekali lagi Jungsoo menghela nafasnya frustasi. “Bisa-bisa eomma dan appa segera mengirimku ke neraka setelah ini,” gumamnya. Ia sedang membayangkan bagaimana raut wajah murka Tuan dan Nyonya Park yang siap menyambutnya nanti.
Hyung…”
Ne?”
“Katakan padanya… semoga dia cepat sembuh. Annyeong.”
KLIK.
Jongwoon mengakhiri obrolan jarak jauh itu dan meletakkan ponselnya kembali di atas meja nakas. Mungkin benar seorang Kim Jong Woon sedang terkena karma sekarang. Dan kini ia baru menyadari bahwa hal yang paling sulit ia percayai adalah dirinya telah jatuh ke dalam pesona seorang yeoja yang ingin ia taklukkan.

** ** **

“Hey–– Sial, baru saja aku ingin bertanya apa dia serius dengan ucapannya,” gumam Jungsoo, menggerutui ponsel adiknya yang kini layarnya sudah menggelap sementara pemiliknya tengah terlelap dengan suhu badannya yang meningkat akibat aksi mogok makannya. Lihat saja, wajahnya sudah pucat dan kurus.
Jungsoo meletakkan ponsel di tangannya ke meja nakas di samping tempat tidur Hyemi dan duduk di tepi ranjang adiknya itu. Lama ia memerhatikan wajah adiknya, sampai akhirnya kedua alis namja itu bertaut.
“Ada sesuatu yang tidak beres di sini…” gumamnya serius.
Ia beranjak dari tempat tidur dan berjalan keluar kamar, menutup pintunya perlahan, berharap ia tidak akan mengganggu tidur adiknya yang lelap itu. Ia merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponselnya sendiri dari sana. Setelah menekan beberapa angka, pria berlesung pipi itu menempelkan benda elektronik itu ke telinga kirinya.
“Aku ada tugas untukmu. Selidiki pria bernama Kim Jong Woon, kehidupannya yang sekarang maupun kehidupan masa lalunya.”
Yah.. ada yang sedikit terlupakan di sini. Seorang Park Jung Soo juga memiliki kuasa besar di sini. Dia bisa mendapatkan apapun yang ia mau hanya dengan sekali jentikkan jari.
He’s a part of Park family. Don’t forget about this fact..

** ** **

(Park Hye Mi POV)

Hari ini aku bertemu lagi dengannya setelah beberapa hari yang lalu kami tidak bertemu sapa meskipun otakku dipenuhi dengan wajahnya yang seringkali membuatku muak. Kali ini tidak seperti hari-hari sebelumnya, ia tampak sedikit dewasa dan tidak menunjukkan sifat cassanova-nya yang sudah berada di taraf teratas. Dan entah kenapa hari ini rasanya aku ingin sekali memukul kepalaku dengan tongkat baseball Jungsoo-oppa untuk menyadarkanku dari beberapa pikiran-pikiran aneh tentang namja di depanku ini. Matanya. Entah kenapa matanya seperti menyihirku untuk tetap menatap matanya meskipun aku sendiri sudah muak untuk melakukan hal kecil itu.
Are you okay?” tanya lembut dengan nada khawatir yang terdengar dari suara beratnya.
Aku mengangguk pelan, merasa sedikit aneh dengan kecanggungan yang kurasa saat ini. “Seperti yang kau lihat. Aku sudah sembuh. Terima kasih sudah menanyakannya.”
Tepat setelah aku menyelesaikan ucapanku, namja itu menarik sudut bibirnya ke atas. Hey.. ada apa ini? Aku bersikap manis padanya dan pipiku hampir saja merona merah karena melihat senyumnya yang biasa ia perlihatkan padaku. Okay.. Sepertinya ada yang salah padaku sekarang.
“Soal yang …”
“Aku sudah memaafkanmu,” potongku cepat.
Entahlah. Rasanya aku ingin sekali cepat-cepat menyelesaikan masalah ini. Terlebih lagi setelah mendengar Narin yang tiba-tiba pergi ke desa tempat tinggal neneknya dengan alasan ingin menenangkan diri karena masalahnya dengan Jongwoon kemarin.
“Aku sudah mencoba menghubungi Narin. Tapi tetap tidak bisa,” ucapnya lagi dengan nada bersalah yang begitu menyakitkan ketika kedua telingaku mendengarnya.
Aku mengangguk. Mungkin Narin masih sulit untuk memaafkan kesalahan namja aneh ini.
“Dia ingin menenangkan diri,” kataku mencoba menenangkan degup jantung namja di depanku ini yang masih memburu.
Dia hanya mengangguk pelan, namun raut wajahnya masih seperti tadi. Penuh rasa bersalah.
“Ada yang ingin kusampaikan…” ujarnya setelah beberapa detik menundukkan kepalanya.
“Apa?”
“Aku…”
CKLEK…
“Aku pulang! Ah, Jongwoon-ah… Kau di sini?”
Suara Jungsoo-oppa sontak membuat kami menoleh ke arahnya yang baru saja masuk dan sedang berjalan ke arah kami. Otomatis ucapan Jongwoon yang belum sempat ia selesaikan menjadi terpotong.
Ne, Hyung. Kau dari mana?” tanya Jongwoon.
Ini pertama kalinya aku melihatnya bersikap semanis ini.
“Aku ada urusan tadi,” jawab Jungsoo-oppa yang kemudian melirikku. “Maaf, aku mengganggu obrolan kalian tadi. Lanjutkan saja.”
Ia berjalan ke arah tangga menuju lantai atas. Tapi.. sepertinya ada yang aneh. Aku seperti melihat kakakku itu menoleh ke belakang, menatap Jongwoon dengan tatapannya yang datar namun tajam. Apa ini hanya perasaanku saja?

** ** **

(Author POV)

Jungsoo duduk di sofa yang berada di sudut ruang keluarga, tempat yang akan selalu menjadi tempat favoritnya di rumahnya yang luas ini. Sebelah tangannya ia lipat di depan dada dan sebelahnya lagi menopang dagunya. Raut wajahnya datar, sementara kedua matanya menatap meja kaca di depannya lurus-lurus. Ia sedang berpikir bagaimana cara untuk menjaga salah satu yeoja terpenting di dalam kehidupannya, adiknya sendiri. Kembali lagi pikirannya merekam apa yang sudah ia dengar dari mulut orang suruhannya yang ia tugaskan untuk menyelidiki kehidupan Kim Jong Woon di masa lalu.
Awalnya ia berpikir kata maaf akan lebih baik jika terucap dari mulut Hyemi pada Jongwoon yang akan mengakibatkan masalah mereka selesai. Namun kini Jungsoo mulai berpikir ulang tentang hasil pemikirannya itu. Ia seakan menyesali adiknya itu sudah memaafkan kesalahan Jongwoon. Apa dengan keluarnya kata maaf itu, mereka akan lebih dekat? Yah.. bisa jadi. Apapun bisa terjadi di kehidupannya yang sulit ini.
Perkataan orang suruhannya tentang kehidupan Jongwoon di masa lalu sukses membuatnya membulatkan kedua matanya dan tercengang. Dan yang terbesit dalam pikirannya saat itu adalah bagaimana cara agar Jongwoon tidak masuk lebih dalam ke kehidupan Hyemi. Seperti pernyataan Jongwoon pada Hyemi yang ia dengar lewat ponsel adiknya itu secara tak sengaja tadi malam, Jungsoo bisa memperkirakan bahwa Hyemi bisa saja tergelincir jatuh ke pelukan Kim Jong Woon. Dan Jungsoo tidak mau hal itu sampai terjadi.
Tidak akan.. Apapun akan Jungsoo lakukan untuk menjaga adiknya dari namja bermarga Kim itu.
Kemudian sudut bibir Jungsoo tiba-tiba tertarik ke atas secara perlahan. Sepertinya ia sudah bisa memutuskan cara apa yang terbaik untuk menyelesaikan masalah ini. Jangan panggil dia dengan marga Park di depan namanya jika seorang Park Jung Soo tidak memiliki seribu cara untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.

** ** **

Hyung…”
Jungsoo menoleh ke arah pintu berwarna cokelat tua itu dan mengembangkan senyumnya saat mendapati sosok Sungmin yang baru saja menutup pintu tinggi itu.
“Ada hal penting yang ingin kau bicarakan padaku?” tanya Sungmin seraya melangkahkan kakinya ke arah Jungsoo dan duduk di sofa yang berada di seberang tempat Jungsoo duduk.
Well… Ini lebih penting dari makna kata penting yang biasa kau dengar,” ujar Jungsoo.
Sungmin menaikkan sebelah alisnya sebentar, lalu kembali bertanya. “What’s that?”
“Satu hal.. I trust you,” ucap Jungsoo sebelum ia menarik sudut bibirnya, bukan untuk mengukir senyuman termanisnya melainkan seringainya yang baru pertama kali Sungmin lihat dan terlihat begitu menyeramkan di wajah Jungsoo. “Protect my sister, and…” Jungsoo menghembuskan nafasnya perlahan, sementara Sungmin hampir menahan nafasnya. Sekali lagi Sungmin tidak bisa mempercayai apa yang ia lihat saat ini––wajah Park Jung Soo yang begitu berbeda dengan seringai yang menghiasi wajahnya. “… I’ll give her for you.”
This is the best way to protect his sister and kick out Kim Jong Woon from his sister’s life.



TO BE CONTINUED…



Uhmm… Let me see your opinion about this story in my comment box ( .__.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar