Selasa, 23 Oktober 2012

Stay Here [Sequel of My Memories With You]




Title   : Stay Here (Sequel of My Memories With You)
Author : Ifa Raneza
Genre : Sad, Romance, Angst
Cast   : Im Sungrin (OC), Cho Kyuhyun, Kim Ryeowook

Hai haaai~! :D Saya balik lagi nih bawa sequel dari My Memories With You :D Dan FF ini pernah dipost di SJFF.
Seneng banget karena respon dari readernya bagus banget xD kkkk
Sebelumnya makasih banget buat yang udah baca ;)
Di sini awalnya saya udah bikin sequelnya, tapi saya bikin ulang karena ceritanya agak gaje -__-v Dan inilah hasilnyaa~
Okelah, langsung dibaca aja ^^

Happy reading ^^


***


(Im Sungrin POV)


Eomma, kau melihat buku kuliahku?” tanyaku setengah berteriak dari dalam kamar saat aku tidak menemukan buku yang kucari.

Mwo? Buku kuliahmu yang mana? Kenapa bertanya pada Eomma?” kata ibuku balik bertanya. “Mungkin ada di kamar Minji,” ujarnya lagi yang langsung kuturuti.

Aku berhenti mencari buku di rak bukuku yang sudah tidak beraturan lagi dan berjalan masuk ke dalam kamar Minji, adikku. Seperti biasa kamarnya tidak dikunci saat ia berpergian, membuatku dengan mudah bisa ‘menggeledah’ kamarnya. Dia memang memiliki sifat buruk yang selalu meminjam barang-barangku tanpa memberitahuku sama sekali. Dasar anak itu!

Aku meneliti deretan buku yang tersusun rapi di rak bukunya. Lama aku mencari buku yang kubutuhkan, sampai akhirnya pandanganku tertuju pada sebuah buku berwarna hitam yang kurasa tak asing lagi bagiku. Setelah menarik buku itu dari rak buku bisa kusimpulkan itu bukanlah sebuah buku, melainkan album foto. Ini adalah album fotoku yang sudah lama hilang. Album foto ini berisi kenanganku dengan namja itu, namja yang sudah berhasil merebut hatiku. Perlahan tangan kananku tergerak untuk membukanya dan kenangan dua tahun lalu pun berputar kembali di otakku.


***


-2 Februari 2010-

Aku melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiriku. Pukul 23.59. Tinggal semenit lagi, maka namja-ku itu akan genap berusia 22 tahun. Dengan cekatan jari telunjukku menekan angka-angka pada kode keamanan apartemen. KLIK! Pintu terbuka dan aku melangkah masuk ke dalamnya. Langkah kakiku menuju pintu yang berada di sudut ruangan. Perlahan aku membuka pintu itu, berusaha tidak menimbulkan suara sedikit pun yang bisa membangunkan orang yang berada di dalam ruangan.

Pandanganku langsung tertuju pada seorang namja yang tertidur pulas di atas tempat tidurnya. Tanpa sadar melihat wajahnya yang sedang tertidur, sudut bibirku tertarik ke atas. Kuhampiri dia yang masih tertidur dan menyentuh wajahnya. Wajahnya persis seperti bayi, lucu sekali.

Satu… dua… tiga… Akhirnya jam menunjukkan waktu 00.00, tepat tengah malam. Kuguncang pelan lengannya sehingga membuatnya sedikit menggeliat. Akhirnya kedua matanya terbuka dengan sempurna dan langsung tertuju padaku.

“Hai,” sapaku.

Wajahnya masih sama, kebingungan. Mungkin ia bingung kenapa aku bisa ada di kamarnya.

“Kau… Sungrin, kan?” tanyanya polos sambil mengerjapkan matanya berkali-kali.

“Kau pikir siapa?” tanyaku sambil mengerucutkan bibirku, pura-pura kesal.

“Kenapa kau bisa ada di sini?” tanyanya lagi.

Aku mengendikkan bahuku. “Aku tahu password apartemenmu. Apa kau lupa itu?” kataku enteng.

“Yaak, bukan itu yang kutanyakan. Kenapa kau ada di sini? Tengah malam pula!” ujarnya sedikit kesal dengan jawabanku.

“Aissh… Apa jangan-jangan kau juga lupa, ya?” ucapku seraya merogoh tasku dan mengeluarkan ponsel. “Lihat ini, sekarang sudah tanggal berapa?” ujarku sambil menunjukkan kalender dalam ponselku.

Ia hanya melongo melihat layar ponselku dan perlahan-lahan raut wajahnya berubah.

“Aaaah, bagaimana aku bisa lupa ulang tahunku sendiri???” ujarnya histeris sambil menepuk tangannya berkali-kali. “Berarti aku sudah 22 tahun sekarang?” tanyanya antusias yang hanya kujawab dengan sekali anggukan.

“Happy birthday, Mr Cho,” ucapku sambil mengacak rambutnya pelan.

“Hanya itu?”

“Mwo?” tanyaku tak mengerti.

“Tidak ada kado untukku?” katanya balik bertanya yang kujawab dengan gelengan. “Issh… Yeoja macam apa kau yang tidak memberikan kado untuk namjachingu-nya?” ujarnya sambil menatapku dengan tatapan mematikannya yang sama sekali tidak mempan untukku.

“Yaak, apa menyelinap masuk ke kamarmu saat tengah malam masih kurang, hah?!”

“Tentu saja masih kurang, pabo!”

“YA! Kau mengataiku pabo, hah?! Sudah berani kau ternyata.”

“Beri aku kado!”

“Tidak ada!”

“Issh… Beri aku kado!”

“Aku tidak membawa kado, Kyuhyun-ah!”

Dapat kudengar desisannya sebelum akhirnya dia beringsut mendekat padaku yang duduk di tepi ranjangnya. Dia menatapku tepat pada kedua bola mataku dalam, membuatku sedikit bergidik melihatnya. Err… Sepertinya aku merasakan ada hal yang tidak beres di sini.

“Mau apa kau?” tanyaku sedikit takut saat posisi kami tidak sejauh tadi.

Dia menarik sudut bibirnya ke satu arah, bukan membentuk senyuman seperti biasa, melainkan sebuah seringai. Ya, dia menyeringai.

“Beri aku kado,” ucapnya pelan dengan suara yang sedikit berat, membuatku yang mendengarnya menjadi sedikit kesulitan menelan ludah.

“Mwo?”

Belum sempat aku berkata-kata lebih banyak lagi, tangan kanannya sudah meraih tengkukku dan menariknya agar wajah kami mendekat. Dia menghapus jarak antara wajah kami dan membuat bibirnya menyapu bibirku lembut.

“Temani aku tidur,” katanya setelah melepaskan tautan bibir kami.

“Mwo? Menemanimu tidur di sini?” ucapku kaget dengan kedua mata yang sudah terbelalak.

Ia hanya mengangguk dan menggeser tubuhnya. Lalu sebelah tangannya menepuk-nepuk tempat kosong di sebelahnya, menyuruhku untuk segera merebahkan tubuhku di sana.

Aku menggelengkan kepalaku mantap. “Shireo!”

“Kau tidak bisa menolak!”

“Yaak, wae?”

“Menyelinap ke apartemen orang itu termasuk tindakan kriminal. Kau mau kulaporkan ke polisi?” ujarnya sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

“Aissh… Arraseo, arraseo,” ujarku sambil mengacak rambutku frustasi. “Jadi kau mau apa sekarang?”

“Apa masih kurang jelas? Temani aku tidur. Aku masih ngantuk, Sungrin-ah.”

Melihatku yang masih belum bergerak dari tempatku, dia menarikku agar mendekat padanya dan merebahkan tubuhku di samping tubuhnya. Dia melingkarkan kedua tangannya di tubuhku, hampir membuatku sulit bernafas.

“Kau menjadi sanderaku sampai besok pagi, arra?” bisiknya tepat di telingaku dengan kedua matanya yang sudah tertutup.

“Arraseo,” balasku sambil ikut menutup mata dan membalas pelukannya.


***


Aku tidak bisa menahan diriku untuk tidak terkekeh mengingat sikapnya yang seperti anak kecil saat itu. Tanganku kembali membuka halaman berikutnya dan mendapati beberapa foto yang di dalamnya terdapat gambar seorang namja yang sedang mencium pipi yeoja yang ada di sebelahnya. Lagi, sudut bibirku tertarik ke atas bersamaan dengan otakku yang kembali memutar memori itu.


***


-4 April 2010-

“Hei, kemari!” ujarnya sambil menggerakkan tangannya, mengisyaratkan kepadaku untuk menghampirinya.

“Kau lihat sunset di sana?” tanyanya sambil menunjuk ke arah matahari yang hampir tenggelam di ujung hamparan laut.

“Aku belum buta, Kyuhyun-ah. Tentu saja aku bisa melihatnya.”

Dia menatapku kesal dan menggumamkan sesuatu yang tidak dapat kudengar dengan jelas. Lalu ia merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponsel. Sepertinya ia ingin mengabadikan moment ini.

“Ayo, berfoto,” ujarnya sambil memutar tubuhku agar membelakangi sunset.

Sebelah tangannya terangkat hendak memotret dengan ponselnya, sedangkan tangannya yang lain merangkulku hingga menghapus jarak antara tubuh kami. Aku menggeliat di dalam rangkulannya yang kurasa terlalu dekat ini.

“Jangan bergerak kalau kau tidak mau fotonya jelek,” ujarnya sambil menarikku kembali ke arahnya hingga lengan kami kembali bersentuhan.

“Kurasa posisi kita terlalu dekat,” ujarku sambil berusaha mengambil jarak.

“Jangan bergerak!” ujarnya seraya mengunci tubuhku dengan tangannya yang memiliki tenaga lebih besar dariku.

Tepat saat indera penglihatanku menangkap sinar blitz dari ponselnya, kurasakan ada sesuatu yang menyentuh pipiku, hangat. Aku menoleh dan mendapati bibirnya yang sudah menempel pada pipiku.

“Yaak! Kau mau mati, hah?!” seruku saat ia mulai berlari menjauh.

Tawanya menggema bersamaan dengan kakinya yang terus berlari. “Coba saja tangkap aku, Sungrin-ah!”

“Yaak! Kau menantangku, huh? Awas kau!”

Akhirnya sore itu kami habiskan dengan aksi kejar-kejaran yang tidak kumenangkan. Ia tiba-tiba menghentikan langkahnya dan membuatku secara tidak sengaja menubruk punggungnya. Ia memutar badannya dan segera mengunci tubuhku dengan pelukannya. Sekeras apapun aku memberontak agar ia melepaskan pelukannya, tetap saja ia makin mengeratkan pelukannya. Sesekali ia mengecup puncak kepalaku, dan di detik berikutnya tawa kami pun terdengar.


***


-7 Juli 2010-


Lagi-lagi aku memeriksa jam tangan yang melingkar indah di tangan kananku dengan gusar. Entah ini sudah yang ke berapa kalinya dalam satu jam terakhir. Namja itu––namja bernama Cho Kyuhyun itu––selalu berhasil membuatku khawatir ketika dia datang terlambat dari waktu yang dijanjikan. Apalagi ini kencan yang dia janjikan untuk merayakan hari jadi kami yang pertama. Ke mana namja itu? Apa dia lupa kalau hari ini ada janji denganku?

Aku hampir saja beranjak dari bangku taman saat sebuah tangan menahan pergelangan tanganku. Aku menoleh dan mendapati seorang namja sedang tersenyum seolah-olah tidak melakukan kesalahan apapun.

“Mau ke mana, Girl?”

Aku mendengus kesal. “Kenapa lama sekali?”

Ia hanya terkekeh pelan, lalu menuntunku untuk kembali duduk. “Mian, aku ada urusan penting tadi.”

“Urusan penting?” Aku membuang muka ke arah hamparan rumput yang ada di depanku. Kesal sekaligus kecewa padanya. “Apa lebih penting dariku?”

“Ani. Tapi sama pentingnya.”

Kutolehkan kepalaku cepat ke arahnya. “Sama pentingnya? Wow,” kataku kecewa.

Ia mengangguk mantap, lalu sebelah tangannya merogoh saku jaket hitam yang sedang ia kenakan. Mataku langsung tertuju pada sebuah kotak kecil yang ada di tangannya.

“Ini?”

Ia mengangguk. “Ne, ini milikmu.”

“Jadi kau mempersiapkan ini?” tanyaku sambil menatapnya haru. Tanpa kusadari buliran air mata sudah meluncur di pipiku.

Ibu jarinya segera menghapus cairan bening itu, lalu mengelus pipiku lembut. “Kau suka?” tanyanya seraya mengangkat tangan kananku.

Pandanganku beralih dari wajahnya ke benda berkilauan yang sudah terpasang indah di jari manisku. Sejak kapan dia memasangnya? Bahkan aku sendiri tidak menyadarinya.

“Ne, nan joha,” jawabku setelah pandanganku kembali tertuju pada wajahnya.

“Kyu,” panggilku memecah keheningan yang beberapa detik terakhir menyelimuti kami. “Tetap di sini, di sampingku.”

Ia tertawa pelan membuatku mengerutkan alis.

“Wae? Apa yang lucu?”

Pelan, ia menghentikan tawanya lalu menatapku dalam. “Sudah berapa kali kau mengatakan hal itu? Aku akan selalu di sini, Sung Rin,” katanya sembari menggerakkan tangannya menuntun tanganku untuk menyentuh dadaku sendiri. “Dan kau, namamu, sosokmu, dan semua tentangmu akan selalu ada di sini, di hatiku,” lanjutnya, menuntun tanganku menyentuh dadanya.

Aku tersenyum. Dia mengatakan hal sangat benar dan sangat kuyakini kebenarannya.

“Saranghae, Im Sung Rin… Jeongmal saranghaeyo.”

“Nado. Nado saranghae…”


***


-10 September 2011-


“Kau sakit?” tanyaku saat mendapati wajahnya yang tak lagi seputih dulu, melainkan pucat pasi.

Ia hanya menggeleng sambil menarik sudut bibirnya yang kurasa terlalu sulit untuk ia lakukan saat ini. Tampak sekali ia sedang berbohong padaku.

“Katakan padaku,” desakku.

Perlahan senyumnya memudar dan raut wajahnya berubah serius. Ia menghembuskan nafasnya perlahan dan menatapku dengan mata sayunya.

“Sebenarnya aku sudah lama mengidap penyakit,” katanya tenang. “Jantungku memiliki kelainan.”

Aku membelalakkan kedua mataku, seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja ia katakan. “Kau… Ini tidak mungkin, Kyu,” ujarku berharap yang dikatakannya hanyalah sebuah kebohongan.

Ia menggeleng pelan. “Itulah kenyataannya.”

Aku hanya bisa menutup mulutku yang setengah terbuka dengan tangan kiriku. Aku masih belum siap untuk mengetahui kenyataan ini.

“Sudah berapa lama?” tanyaku.

“Setahun.”

“Satu tahun?”

Ia mengangguk. “Tepat sebulan setelah hari jadi kita yang pertama,” katanya membuat keterkejutanku makin menjadi.

“Kenapa kau baru mengatakannya sekarang?” tanyaku gusar.

“Karena sekaranglah aku baru siap untuk memberitahumu.”

Aku hanya bisa menunduk, menyembunyikan air mata yang entah sejak kapan sudah meluncur bebas di pipiku. Kurasakan tangan hangatnya menggenggam kedua tanganku, membuat kehangatannya menjalar ke kedua tanganku.

“Terima kenyataan, Sung Rin…” ucapnya tetap tenang.

“Aku takut…”

Ia mengecup kedua tanganku lembut, lalu tatapannya tertuju langsung pada kedua bola mataku dalam. “Jangan takut, Sung Rin. Aku akan tetap menemanimu. Kau ingat janjiku?” katanya.

Aku mengangguk lemah, mengiyakan pertanyaannya.

“Kalau begitu apa yang kautakutkan?” tanyanya yang tak sanggup untuk kujawab.

Apa dia sebodoh itu sampai-sampai tak mengerti arti ucapanku? Aku takut kehilanganmu, Kyu…


***


-9 Desember 2011-

“Saranghae…” ucapku pelan sambil menatap kosong sebuah gundukan tanah di depanku, sebuah makam.

Cho Kyuhyun. Begitu yang tertulis di sana. Nama itu sudah tertulis di sebuah makam, menandakan pemilik nama itu tidak akan bisa lagi kutemui di dunia ini. Tuhan sudah mengambilnya dan memindahkannya ke sisi-Nya.

Pagi ini aku mengantarkan namja itu ke tempat peristirahatan terakhirnya tanpa air mata, tanpa tangisan. Hitam, warna yang paling kubenci. Tapi aku juga tidak dapat menghindari mataku yang menangkap semua orang yang hadir mengenakan pakaian serba hitam, tanda berduka.

Lama aku berada di sana, sampai semua orang sudah pulang, kecuali aku. “Saranghae…” Hanya kata itu yang terus keluar dari bibirku dengan tatapanku yang masih belum beralih dari makamnya. Terdapat sebuah foto di depan makamnya. Di sana tampak ia yang sedang tersenyum lebar, senyum yang selalu berhasil membuatku juga ikut tersenyum. Tapi kini aku tidak tahu harus ikut tersenyum atau menangisi kepergiannya. Air mata, sampai detik ini pun cairan bening itu belum keluar dari pelupuk mataku tanpa usahaku untuk mencegahnya keluar.

Akhirnya aku beranjak dari tempatku. Saat aku berbalik, mataku bertemu dengan mata seorang namja yang berdiri tidak terlalu jauh dariku. Seorang namja…


***


Eonnie?

Aku menoleh ke arah sumber suara yang memanggil namaku. Kulihat Minji sedang berdiri di ambang pintu sambil menatapku kaget. Aku hanya membalas tatapannya dengan tersenyum tipis.

Eonnie… Itu…” ucapnya menggantung saat tatapannya beralih pada album foto yang ada di dalam genggamanku.

Aku mengangguk pelan, mengerti maksud ucapannya. Aku tahu, pasti dia yang sudah menyembunyikan album foto ini, album foto yang penuh dengan kenanganku dan Kyuhyun. Album foto ini hilang saat aku pulang dari pemakaman Kyuhyun, seolah lenyap bersamaan dengan perginya Kyuhyun. Setahun sudah Kyuhyun meninggal, dan selama itu pula aku mulai melupakan tentang hilangnya album foto ini. Tapi sekarang aku sudah menemukannya kembali.

Mianhae,” ucap Minji sambil tertunduk, tidak berani untuk menatapku.

Aku menaikkan sebelah alisku, menyuruhnya untuk menjelaskan maksud ucapannya.

“Maaf, Eonnie. Aku tidak bermaksud untuk menyembunyikannya. Hanya saja…” ucapnya menggantung, lalu tatapannya kembali tertuju padaku. “Aku takut Eonnie tidak bisa menerima kepergian Kyuhyun-oppa kalau kau masih mengingatnya. Jadi kusembunyikan saja album foto itu. Mi-mian,” lanjutnya dengan kepala yang kembali tertunduk.

“Tidak apa-apa…” ucapku yang langsung membuat Minji mengangkat wajahnya dan menatapku. “Terima kasih.”

“Awalnya aku ingin membuangnya.”

Tatapanku yang semula tertuju pada album foto di tanganku beralih padanya. “Membuangnya?”

Ne.” Dia mengangguk. “Tapi aku takut. Jadi… Aku hanya menyembunyikannya.”

“Tapi kau hebat. Menyembunyikan album fotoku selama setahun dan tidak ketahuan.”

“Tapi sekarang kau sudah menemukannya, kan?” ucapnya sambil tersenyum kecil padaku.

Ia menghampiriku yang masih duduk di lantai dengan album foto yang berada di pangkuanku. Ia menyandarkan punggungnya pada sisi tempat tidur dan menatap ke arahku.

“Jadi bagaimana hubunganmu dengan Ryeowook-oppa?” tanyanya dengan tatapan penuh arti.

“Hubungan apa?”

“Mungkin dia bisa… yaah, kau tahu maksudku.”

Aku tersenyum kecil mendengar ucapannya.

“Mungkin belum…” gumamku.

Ryeowook, orang yang kutemui tepat di hari saat Kyuhyun dimakamkan. Aku menyayangi Ryeowook, orang yang selalu berada di sampingku setelah Kyuhyun meninggal. Tapi aku tidak mau menjadikan Ryeowook sebagai alatku untuk mengisi kekosongan hatiku. Dia bukan alat, tapi dia adalah orang yang selalu membuatku tenang. Teman? Sahabat? Entahlah, aku bingung menyebutnya sebagai apa saat ini.

“Dia mencarimu, Eonnie.”

Aku menoleh pada Minji dan menatapnya penuh tanya.

“Ryeowook-oppa ada di bawah.”

Aku menutup album foto yang berisi foto-fotoku dengan Kyuhyun dan bangkit dari dudukku. Kulihat sebelah tangan Minji meraih album foto itu, mungkin ia ingin menyembunyikannya lagi di tempat yang tidak bisa kutemukan. Aku keluar dari kamarnya dan turun ke lantai bawah. Di ruang tamu tampak seorang namja sedang duduk sambil memain-mainkan kunci mobil yang ada di tangannya.

“Hai,” sapaku sambil tersenyum padanya.

Ia menoleh padaku dan bangkit dari duduknya.

“Kau ada waktu hari ini?” tanyanya.

Wae?” kataku balik bertanya.

“Kau mau pergi bersamaku?”

Aku mengangguk pelan dan berkata, “Tunggu sebentar. Aku ganti baju dulu.”


***


(Kim Ryeowook POV)


“Bagaimana kabar ibumu?” tanyaku saat kami sudah duduk di tepi sungai Han.

Aku menatapnya dari samping sementara tatapannya masih tertuju pada pemandangan di depannya.

“Baik,” jawabnya tanpa menoleh padaku sedikitpun. “Kabar ibumu sendiri?”

“Dia juga baik.”

Aku mengalihkan tatapanku mengikuti ke arah pandangnya. Rasanya tenang sekali bisa berdua dengannya di tempat yang tidak ada orang lain selain kami. Dia––Im Sungrin––adalah yeoja yang kutemui di sebuah pemakaman, dan mulai saat itu aku memutuskan untuk melindungi dan menemaninya. Yaah, walaupun lama kelamaan aku merasa ada perasaan absurd yang tumbuh dalam diriku. Cinta? Entahlah.

“Kau ingat pertemuan pertama kita?” tanyaku setelah hening menyelimuti kami selama beberapa menit.

“Tentu saja aku ingat.”

“Waktu itu kau tidak tahu siapa aku, kan?”

Dia menganggukkan kepalanya pelan dengan tatapan setengah menerawang.

“Sampai sekarang pun mungkin kau belum tahu siapa aku sebenarnya,” ucapku lagi, membuatnya langsung menoleh dan menatapku penuh tanya.

Aku menarik sudut bibirku sambil menatapnya penuh arti. “Kau mau tahu bagaimana aku bisa mengenalmu?”

Sekali lagi dia mengangguk. Aku menarik nafas dan membuangnya perlahan, lalu menatapnya yang sedang melemparkan tatapan penuh tanda tanya padaku, menungguku untuk memulai cerita. Dan suaraku pun mulai keluar, memutar memori satu tahun yang lalu.


***


Aku baru saja keluar dari ruang rawat inap kerabatku saat kulihat seorang yeoja yang sangat kukenali sedang duduk sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Penasaran, aku pun menghampiri dan menyapanya. Tidak disangka ternyata dia adalah noona dari teman masa kecilku, Cho Ahra. Setelah kutanya kenapa dia bisa ada di sini, dia berkata bahwa teman masa kecilku itu sedang sakit keras. Ada kelainan pada jantungnya.

Aku pun masuk ke dalam ruang di mana teman masa kecilku itu dirawat. Tampak namja itu sedang terbaring lemah dengan wajahnya yang tak lagi putih bersih, melainkan pucat dan seakan tak berdaya.

“Nugu?” tanyanya dengan suara yang berat, seakan sangat sulit untuk ia keluarkan.

“Kim Ryeowook. Kau masih ingat aku?” jawabku dengan menyebutkan namaku, berharap dia akan segera mengenali teman masa kecilnya ini.

Dia menarik sudut bibirnya sehingga membentuk seulas senyum yang menurutku masih sama seperti bertahun-tahun yang lalu.

“Mungkin umurku tidak akan lama lagi,” ucapnya tiba-tiba setelah waktu satu jam kami habiskan untuk melepas rindu.

Aku hanya menaikkan sebelah alisku, tak mengerti maksud ucapannya.

“Mungkin kau akan bertemu dengan Im Sungrin,” ucapnya lagi.

“Yeojachingu-mu?” tanyaku dengan menebak.

Sekali lagi ia mengukir senyumnya dan mengangguk pelan. “Aku mohon setelah aku pergi, kau bisa menjaganya.”

“Apa maksudmu?” tanyaku dengan sedikit rasa takut mendengar permintaannya.

“Kau jelas tahu maksudku.”

“Lalu bagaimana…”

“Aku mohon, kau jaga dia seperti menjaga yeoja-mu sendiri.”

Aku hanya mengangguk, mengiyakan permintaannya meskipun aku sendiri masih kurang mengerti dengan ucapannya. ‘Yeoja-mu sendiri’. Apa maksudnya?

“Gomawo, chingu…”


***


Kyuhyun benar. Sebulan kemudian dia menghembuskan nafas terakhirnya dengan semua orang yang mencintainya berada di sisinya, termasuk yeoja itu––Im Sungrin. Berbeda dengan ibu, ayah, atau kakak Kyuhyun, yeoja itu sama sekali tidak meneteskan air mata. Ia hanya menatap kosong makam Kyuhyun tanpa mengeluarkan sebulir pun air mata. Ia terus berdiri sambil memandangi makam Kyuhyun dan sesekali bibirnya mengucapkan sesuatu, sementara aku hanya memerhatikannya dari kejauhan. Lama ia di sana, sampai semua orang yang hadir di pemakaman itu pulang, kecuali kami.

Tepat saat yeoja itu berbalik, mata kami bertemu. Seakan mengerti arti tatapannya, aku pun berkata, “Aku Kim Ryeowook.”

Bukannya mengerti, ia malah menaikkan sebelah alisnya. “Ryeowook… nugu?”

“Kau akan mengenalku nanti,” ucapku penuh arti seraya mengulurkan tangan kananku, menunggunya untuk meraih tanganku.

Aku tak berharap ia akan meraih tanganku dan setuju saat aku menawarkan untuk mengantarnya pulang, karena aku tahu dia masih belum mengenalku dengan baik. Tapi tidak kusangka dia meraih tanganku dan menyetujui ajakanku.

Mulai saat itu aku mengenalnya dengan baik. Tentangnya, tentang kehidupannya, keluarganya, di mana dia kuliah, dan tentang hubungannya dengan Kyuhyun. Aku menepati janjiku pada Kyuhyun, aku menjaga yeoja-nya. Aku melindungi dan menemani Sungrin seperti apa Kyuhyun pinta padaku––menjaganya seperti menjaga yeoja-ku sendiri.


***


Kini aku bisa melihat sedikit keterkejutan dari tatapannya yang ia lemparkan padaku. Aku hanya membalas tatapannya dengan tersenyum tipis. Sekarang dia sudah mengerti siapa aku, dan kenapa aku bisa muncul di dalam kehidupannya secara tiba-tiba.

“Jadi, kau…” ucapnya menggantung, masih dalam efek keterkejutannya.

Aku menganggukkan kepalaku pelan. “Sudah mengerti siapa aku?” ucapku yang tidak ia jawab.

Ia menutup mulutnya yang sedikit terbuka dengan sebelah tangannya sambil terus menatapku dengan tatapan terkejutnya.

“Jadi, Kyuhyun yang…”

Ne, dia yang memintaku untuk menjagamu selama ini,” ucapku melanjutkan ucapannya yang sempat terputus. “Namja yang baik, bukan?” tanyaku sambil terkekeh pelan.

Kini Sungrin tidak lagi bersuara, hanya suara isakannya yang terdengar di telingaku. Aku kembali mengalihkan pandangan ke arah sungai di depanku. Aku menatap riak-riak air sambil menghirup udara yang begitu menyejukkan paru-paruku.

“Kau tahu? Kyuhyun pernah bilang padaku kalau dia adalah secret admirer-mu saat kalian masih SMA,” ujarku yang lagi-lagi mendapatkan tatapan terkejut dari yeoja di sebelahku ini.

Mwo?” ucapnya pelan hampir seperti bisikan.

“Tapi dia baru berani mengungkapkan perasaannya padamu saat kuliah,” jawabku sambil sekali lagi terkekeh pelan. “Bukankah dia bodoh, Sungrin-ah?” tanyaku dengan menyembunyikan getaran dalam suaraku.

Sungrin tidak menjawab. Masih sama seperti tadi, hanya suara isakannya yang terdengar di telingaku.

“Kenapa dia begitu bodoh? Kenapa dia tidak mengungkapkan perasaannya padamu lebih awal sehingga kalian bisa bersama lebih lama?” ucapku dengan pandangan yang menunduk dan suara yang tidak setenang tadi. Perlahan air mataku meluncur ke pipiku, menyusul Sungrin yang memang sudah menangis.

“Dan dengan bodohnya dia menitipkan yeoja-nya pada teman masa kecilnya yang tidak tahu apa-apa ini,” kataku lagi dengan suara yang bergetar dan kekehan pahit pada akhir kalimatku. “Bodoh…” gumamku. “Cho Kyuhyun, kau bodoh sekali…”

“Ryeong…”

Aku menoleh pada Sungrin dan kini mata kami yang sama-sama basah karena air mata bertemu.

Gomawo,” ucapnya tulus sambil menarik sudut bibirnya dengan berat. “Terima kasih untuk semuanya…” lanjutnya sebelum isak tangisnya kembali terdengar.

Cheonmaneyo…” balasku dengan sudut bibirku yang juga sudah tertarik ke atas.

Kuraih belakang kepalanya dan menariknya ke dalam dekapanku. Tidak ada penolakan darinya, dan kini wajahnya sudah terbenam pada dadaku. Kuelus pelan punggungnya, mencoba menyalurkan kehangatan ke dalam dirinya. Kurasakan nafasnya yang mulai teratur dalam pelukanku. Dia sudah mulai tenang.

“Seharusnya Kyuhyun tidak menitipkanmu padaku,” ucapku.

Dia langsung mendorong pelan dadaku hingga kini mata kami kembali bertemu. Kulihat masih ada sisa-sisa air mata di sudut matanya.

Mwo?” ucapnya tak mengerti.

“Karena sekarang aku rasa aku sudah bukan lagi seorang Kim Ryeowook yang dipinta Kyuhyun untuk menjagamu,” ujarku yang membuatnya sekali lagi tersentak. “Perasaan itu datang begitu saja, dan aku… Aku tidak mau mengganti posisi Kyuhyun di hatimu, tapi…” Kuhembuskan nafasku perlahan dan setelah keberanianku terkumpul, aku mulai mengeluarkan suaraku kembali. “I love you.”

Sekali lagi Sungrin menatapku dengan tatapan terkejut.

I love you,” ucapku mengulangi perkataanku sebelumnya. “Aku tidak berharap kau akan membalas perasaanku, tapi… Aku hanya ingin kau tahu perasaanku. Just it.

Kini pandanganku tak lagi menatap padanya. Aku tidak terlalu berani untuk kembali menatap matanya. Tidak untuk saat ini, setelah aku mengungkapkan perasaanku padanya. Kami tenggelam dalam suasana hening. Setelah beberapa menit, akhirnya kuberanikan diriku untuk mengangkat kepalaku, menatapnya.

“Aku mohon, jangan menjauhiku setelah ini,” ucapku memohon padanya.

Ia membalas tatapanku dan menarik sudut bibirnya. “Aku tidak bilang akan menjauhimu.”

Lama mata kami bertemu, sampai akhirnya tanpa sadar aku sudah mendekatkan wajahku padanya. Dan bahkan wajah kami terlalu dekat, atau mungkin tidak ada lagi jarak antara wajah kami. Kumiringkan kepalaku saat bibir kami hampir bersentuhan, dan… Kurasakan sesuatu yang lembut dan hangat menyentuh bibirku. Tidak ada penolakan darinya dan itu membuatku semakin lama menempelkan bibirku pada bibirnya.

“Mungkin setelah ini aku akan membuatmu menjadi yeoja-ku,” ucapku setelah tautan bibir kami terlepas.

“Apa?”

“Karena aku sudah tidak bisa melepaskanmu lagi, Sungrin-ah.”

Aku mengalihkan tatapanku pada sungai di depanku dan perlahan sebelah tanganku tergerak menariknya ke dalam dekapanku.

“Benar kataku, kan? Kyuhyun itu bodoh. Kenapa bisa-bisanya dia menitipkan yeoja-nya padaku sementara dia tahu rasa ini pasti akan tumbuh,” ujarku setengah menerawang tanpa mengalihkan tatapanku pada pemandangan di depanku.

Kurasakan dia memukul pelan dadaku.

“Tidak baik membicarakan orang yang sudah meninggal,” ujarnya yang diakhiri dengan kekehan.

Aku ikut terkekeh.

So?” ucapku setelah beberapa detik hening menyelimuti kami. “Apa kau juga merasakan hal yang sama?” tanyaku.

“Mungkin,” ucapnya pelan. “Mollayo… Tapi kalau kau benar-benar mencintaiku, seharusnya kau berusaha untuk membuatku jatuh cinta padamu, kan?”

Dan sekali lagi senyum di bibirku mengembang. “Arraseo.”

Kyuhyun… Andai saja saat itu aku tidak bertemu dengannya, mungkin aku tidak akan bertemu dan jatuh cinta pada yeoja ini, Im Sungrin. Sekarang giliranku yang berterima kasih padanya karena ia sudah menitipkan yeoja-nya padaku dan mengizinkan rasa ini tumbuh. Gomawo… Jeongmal gomawo, chingu.


-END-


Yap! Akhirnya selesai juga sequelnya. Makasih banget loh buat readers yang udah ngasih respon positif buat My Memories With You nya. Sumpah, gak nyangka bisa dapet respon positif kayak kemaren T^T
Dan sequel ini… saya juga nggak tahu ceritanya bagus dan feelnya dapet atau nggak. Soalnya ngebet banget buat nyelesain cerita ini pas liat readers yang setuju sama sequel yang aku tawarin. Muahahaha xD
Kritik, komentar, dan saran sangat diharapkan di sini. Supaya saya bisa terus nulis cerita yang lebih baik tentunya :D
Sekali lagi saya ucapin gomawo buat readers yang udah nyempetin baca dan ninggalin komentar. C U ! ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar