Author : Ifa
Main Cast : Yesung a.k.a Kim Jong Woon, Park Hye Mi
Genre : Romance
*******************************
Sudah
seminggu Hye Mi dan Jong Woon menjalani hubungan baru mereka. Dan selama itu
pula Hye Mi merasa hatinya makin berwarna karena sudah ada yang menempati.
Walaupun Hye Mi masih belum mengakui hubungan mereka, tapi Hye Mi nyaman dengan
statusnya yang sekarang.
Hye Mi
pulang lebih awal hari ini karena ada rapat dewan guru. Ia baru berada di depan
gerbang sekolah ketika handphone-nya bergetar. Ia membuka pesan baru yang
masuk. “Hey, maaf hari ini aku tidak bisa
menjemputmu. Kau pulang seperti biasa?” Hye Mi tersenyum. Ternyata pesan
dari Jong Woon. Ia pun mengetikkan pesan balasannya. Setelah pesannya terkirim,
Song Eun datang mengejutkannya.
“Hei, Park
Hye Mi!” Song Eun langsung merangkul pundak temannya itu. Melihat temannya
memasang wajah kaget, Song Eun langsung menginterogasi Hye Mi. “Kenapa wajahmu
begitu?”
“W… wae?”
“Wajahmu
seperti sangat terkejut. Sedang melamunkan apa? Apa Jong Woon-ssi?”
“A… apa?
Kau ini ada-ada saja. Mana mungkin aku memikirkan pabo namja itu!” elak Hye Mi dengan wajah memerah.
“Mwo? Pabo namja? Biarpun begitu tapi kau
suka juga kan?” goda Song Eun.
Belum
sempat menyangkal ucapan temannya itu, Hye Mi merasa handphone-nya bergetar
lagi. Ia membuka pesan itu. “Mwo? Kau
pulang lebih awal? Kalau begitu datanglah ke kampusku. Aku ingin bertemu
denganmu.”
“Wah,
benar. Kau sedang memikirkan dia, ya?”
Hye Mi
menoleh pada Song Eun yang sejak tadi mengintip pesan masuknya. Buru-buru ia menyembunyikan
handphone itu dari pandangan sahabatnya ini.
“Kenapa kau
mengintip?” tanya Hye Mi kesal sekaligus malu.
“Ahh,
sudahlah! Tidak usah malu-malu, Hye Mi! Hahaha! Ah, kalian ini membuatku iri
saja!” ujar Song Eun sambil tertawa dan menepuk pundak Hye Mi. “Ya sudah, aku
duluan ya! Hati-hati pergi ke kampus chagiya-mu
itu, annyeong!” Song Eun pun berlalu
meninggalkan Hye Mi sambil tertawa lepas.
Hye Mi
terdiam melihat kepergian sahabatnya itu. Hye Mi menatap layar ponselnya. Ia
menggenggam ponsel itu dan tersenyum. Hye Mi rasanya ingin cepat-cepat sampai
di kampus laki-laki itu. Sampai di hadapan Jong Woon dan melihat senyumnya
mengembang seperti biasa. Apa ini yang disebut ‘rindu’?
****
Hye Mi
sampai di kampus Jong Woon, tapi ia tidak tahu di mana kelas Jong Woon. Kampus
ini sangat luas. Entah di mana namja
itu berada sekarang. Hye Mi berdiri di depan papan pengumuman sambil terus
menyapu pandangan ke seluruh penjuru. Hye Mi mengeluarkan handphone-nya dan
mencari nama Jong Woon di kontaknya. Setelah mendapatkannya, ia menekan tombol
berwarna hijau.
“Yoboseyo?”
“Jong Woon,
kelasmu di mana? Kampusmu luas sekali, aku bingung.”
“Oh? Kau sudah sampai?”
“Ne, aku sudah sampai.”
“Cari sendiri kelasku ya, annyeong!” KLIK!
Telepon ditutup.
Hye Mi
kesal hingga hampir membanting ponselnya. Laki-laki ini benar-benar membuatnya
kesal sekarang. Sekali lagi ia menelepon Jong Woon. Setelah nada tunggu keenam,
telepon baru diangkat.
“Yoboseyo?”
“Ya! Kim
Jong Woon! Di mana kelasmu?!” teriak Hye Mi sehingga membuat orang-orang di
sekitarnya memperhatikannya.
Terdengar
Jong Woon meringis mendengar suara teriakan Hye Mi. “Kau berisik sekali! Kau lupa harus memanggilku apa?”
“Aaah,
baik.. baik. Kelasmu di mana, Oppa?”
tanya Hye Mi lembut meskipun hatinya sangat jengkel.
“Nah, begitu baru enak didengar.”
“Cepat
jawab pertanyaanku.”
“Sabar dulu, aku mau mendengar suaramu lebih
lama lagi.”
“HEI, OPPA!!! Kau mau mati, hah?!”
“Aiiissh! Apa kau sudah tidak sabar menemuiku, hah?!
Cari aku di kelas yang ada di sebelah perpustakaan, arraseo?!” KLIK!
Lagi-lagi Jong Woon menutup telepon tiba-tiba.
Hye Mi
memasukkan handphone-nya ke dalam tas dan mulai berjalan kearah perpustakaan
dengan kesal.
****
Jong Woon
menutup telepon dengan kesal. Tapi sedetik kemudian senyumnya langsung
mengembang. Ia sudah membayangkan bagaimana wajah kesal Hye Mi.
“Nuguya?” tanya Park Jung Soo sambil
merangkul temannya itu.
“Hei, Jung
Soo, kau mengejutkanku saja,” ujar Jong Woon seraya memasukkan ponselnya ke
dalam saku celana.
“Siapa yang
barusan kau telepon? Sepertinya dia orang yang sangat istimewa,” tanya Jung
Soo.
“Ah, kau
mau tahu saja!”
“Apa itu
pacarmu? Ayolah, Jong Woon! Mengaku saja!” desak Jung Soo.
“Kalau iya
memangnya kenapa? Kau ini mau tahu saja!” ujar Jong Woon. “Lepaskan tanganmu
dari pundakku. Aku tidak ingin pacarku mengira aku ini penyuka sesama jenis
ketika melihatmu merangkulku,” ujar Jong Woon dengan tatapan sinis.
“Ah? Oh
iya, maaf maaf! Hahaha!” tawa Jung Soo. “Apa dia mau datang kemari?” tanyanya
lagi.
“Mmm, ya,”
Jong Woon mengangguk sambil mengembangkan senyumnya.
“Wah, aku
tidak menyangka anak baru sepertimu bisa langsung dapat pacar di sini! Apa dia
cantik?” tanya Jung Soo lagi ingin tahu.
“Entahlah,
aku juga bingung,” jawab Jong Woon sambil mengangkat kedua bahunya.
“Ya!
Bagaimana kau ini, Kim Jong Woon? Pacar sendiri saja tidak tahu cantik atau
tidak,” ujar Jung Soo kesal seraya menepuk bahu Jong Woon.
“Dia masih
SMA,” ujar Jong Woon lagi.
“Oohh….”
Jung Soo merogoh saku celananya, lalu mengutak-atik handphone-nya. “Hei, Jong
Woon, aku ada urusan sebentar di ruang musik. Jangan lupa mengenalkanku pada
pacarmu itu, ya.”
“Mm….
Baiklah,” sahut Jong Woon seraya mengangguk dan melebarkan senyumnya.
Jung Soo
pun berlalu meninggalkan Jong Woon yang sedang duduk sendiri. Jong Woon merogoh
sakunya dan mengambil handphone-nya. Ia membuka foto Hye Mi yang sedang minum
melalui sedotan ketika mereka pergi ke taman beberapa waktu lalu. Senyumnya
langsung mengembang, ia mengelus layar ponselnya. Dia masih ingat wajah Hye Mi
saat itu.
****
“Lihat
saja, aku pasti akan menepati janjiku.”
Hye Mi
salah tingkah dan wajahnya memerah. “Haah…. Aku haus sekali,” ujarnya sambil
melepaskan genggaman tangan Jong Woon.
“Kau haus?”
tanya Jong Woon sambil melirik Hye Mi yang lebih pendek darinya.
“Mm….” Hye
Mi mengangguk.
Jong Woon
menyapu pandangannya ke seluruh penjuru taman. Lalu ia mendapati sebuah café.
“Hei, di sana ada café. Kau tunggu di sini, biar aku yang belikan minuman
untukmu,” ujarnya seraya berlalu meninggalkan Hye Mi.
Hye Mi
tersenyum melihat punggung Jong Woon. Rasa apa ini? Apa dia sudah mulai
menyukai Kim Jong Woon?
Tak lama
kemudian, Jong Woon datang menghampiri gadis itu dengan membawa dua minuman. Ia
menyodorkan satu minuman pada Hye Mi yang sedang duduk di kursi taman.
“Milkshake?”
kata Hye Mi ketika menerima minuman itu dari Jong Woon.
“Mm….” Jong
Woon mengangguk. “Wae? Kau tidak
suka?” tanya Jong Woon.
Hye Mi
menggeleng. “Aku suka.” Hye Mi meminum minumannya dari sedotan sehingga
wajahnya tampak lucu di mata Jong Woon.
Jong Woon
menahan tawanya, ia terus melihat Hye Mi yang sedang minum dari samping.
Tiba-tiba Hye Mi menyadari tatapan Jong Woon itu.
“Jong
Woon,” panggil Hye Mi.
Jong Woon
masih menatapnya dengan senyum yang terukir di wajahnya. “Hm?”
“Bisa tidak
kau berhenti menatapku seperti itu?” pintanya dengan tatapan kesal.
“Kenapa?
Kau tidak suka?” tanya Jong Woon masih tersenyum dan membuat Hye Mi salah
tingkah.
“Ya, tentu
saja!” seru Hye Mi kesal menutupi kenyataan bahwa ia salah tingkah ditatap Jong
Woon seperti itu.
“Aiish! Kau
ini sama sekali berbeda dengan gadis-gadis lain,” ujar Jong Woon kesal. “Mereka
akan suka jika ditatap penuh cinta oleh pacarnya seperti ini.”
“Tatapanmu
itu tidak pantas disebut tatapan cinta. Tapi tatapan pembunuh.”
“Mwo?” Jong Woon kesal dan langsung
meminum minumannya dengan raut wajah tidak senang.
Hye Mi
meminum minumannya lagi. Dan lagi-lagi Jong Woon melirik ke arahnya. Jong Woon
mengambil ponselnya dan memotret pacarnya yang sedang minum itu dari samping.
CKRIK!!
Hye Mi
menoleh. “Ya! Kim Jong Woon! Apa yang kau lakukan, hah?!” teriaknya seraya
merebut ponsel Jong Woon.
“Apa? Aku
melakukan apa memangnya? Hahaha!” tawa Jong Woon meledak. Ia menepis tangan Hye
Mi yang hendak merebut ponselnya. Ia tidak mau foto tadi terhapus.
Hye Mi
menyerah dan dengan kesal ia berdiri di hadapan Jong Woon. “Ya! Kim Jong Woon!
Hapus foto itu atau….”
“Atau apa?”
Jong Woon menggenggam tangan Hye Mi sambil tersenyum nakal.
“Akh,
lepaskan aku!” ujar Hye Mi sambil berusaha melepaskan genggaman tangan Jong
Woon. Tapi Jong Woon tidak mempedulikan Hye Mi yang meringis kesakitan karena
genggamannya terlalu kuat. “Lepaskan kubilang! Kim Jong Woon!”
“Jangan
panggil aku Kim Jong Woon!” ujar Jong Woon seraya melepaskan genggamannya.
“Panggil aku oppa, aku kan sekarang
pacarmu, kau ingat?” lanjutnya.
“Kalau aku
tidak mau bagaimana?” tantang Hye Mi.
“Maka aku
akan menciummu.” Jong Woon menyentuh pipi Hye Mi dan mendekatkan wajahnya
perlahan.
Hye Mi
mendorong Jong Woon. “Aaaah! Hei, kau ini kenapa?! Jangan melakukan hal aneh!”
serunya.
“Makanya,
panggil aku oppa!”
“Baiklah…
baiklah…. Ayo kita pulang sekarang, Oppa.”
****
“Hei, Oppa!” panggil Hye Mi di depan kelas
Jong Woon. Dilihatnya kelas itu sedang kosong, hanya ada Jong Woon di sana.
Jong Woon
menoleh. Senyumnya kembali mengembang melihat Hye Mi dengan senyum puas berdiri
di depan kelasnya. Jong Woon mengayunkan sebelah tangannya memberi isyarat
untuk menyuruh gadisnya itu masuk ke dalam. Hye Mi pun menurut, ia menghampiri
Jong Woon yang sedang duduk di kursinya.
“Ternyata
di sini kelasmu?” ujar Hye Mi seraya duduk di sebelah laki-laki yang sering
dijulukinya ‘pabo namja’ itu.
“Mm…” Jong
Woon mengangguk. “Cepat juga kau menemukan kelasku.”
“Tentu
saja. Kau lupa aku ini bintang kelas, tahu.”
“Yayaya….
Aku tahu,” ujar Jong Woon sambil merangkul Hye Mi.
“Hei….”
“Sudahlah,
untuk kali ini jangan lepaskan rangkulanku,” kata Jong Woon dengan tampang
memelas.
Hye Mi
menurut, ia tidak kuasa berdebat dengan Jong Woon. Karena mereka sama,
sama-sama keras kepala dan tidak mau kalah. Tiba-tiba pandangan Hye Mi tertuju
pada ponsel Jong Woon yang tergeletak di atas meja.
“Hei, itu
kan fotoku?” tanya Hye Mi dengan nada tinggi. “Jadi kau masih menyimpannya? Kau
tidak kasihan padaku? Kau jahat sekali, Oppa,”
lanjutnya lagi seraya mengambil ponsel itu.
Dengan
cepat Jong Woon mengambil ponselnya. “Wajahmu lucu sekali tahu?” ujarnya sambil
memperlihatkan foto itu.
“Aaah, Oppa! Berikan padaku!”
“Andwae!” ujar Jong Woon sambil sedikit
menjulurkan lidahnya.
Hye Mi
memasang wajah kesal dan membuat tawa Jong Woon makin menjadi.
“Oh iya,
aku ingin mengenalkanmu pada temanku.”
“Mwo?”
“Iya, dia
sedang ke ruang musik. Sebentar lagi dia kembali ke kelas.” Tak lama setelah
itu terdengar langkah kaki seseorang. “Ah, mungkin itu dia.”
“Hei, Kim
Jong Woon! Pacarmu sudah datang?”
“Sudah, ini
dia.”
Entah
kenapa Hye Mi merasa suara orang itu sangat familiar di telinganya. Tapi…
siapa?
“Chagiya, kenalkan, dia….”
“Jung Soo-oppa?!” ujar Hye Mi kaget sebelum Jong
Woon sempat menyelesaikan kalimatnya.
“Pa… Park
Hye Mi!?” Jung Soo segera menghampiri mereka. “Ya! Ternyata kau pacarnya Jong
Woon, heh?”
“Kalian
sudah saling kenal?” tanya Jong Woon dengan tampang bingung.
“Mm… ne. Dia kakak sepupuku,” jawab Hye Mi
seraya mengangguk.
“Hei, Hye
Mi, sudah lama kita tidak bertemu. Kau sudah besar ya, apa prestasimu makin
melambung tinggi?” tanya Jung Soo.
“Mm… lama
tidak bertemu Oppa makin….”
“Makin
apa?”
“Makin jelek
saja, hahaha!” Tawa Hye Mi meledak, begitu juga dengan Jong Woon. Tapi tidak
dengan Jung Soo. Ia menampakkan wajah kesalnya.
“Hah… kau
masih sama seperti dulu, menjengkelkan,” ujar Jung Soo kesal.
“Hahaha!
Baginya hanya aku namja yang tampan.
Bukan begitu Hye Mi?” sahut Jong Woon sambil terus tertawa. Tapi Hye Mi tidak
menjawab.
“Hei, Park
Hye Mi, lama tidak bertemu kau sudah pandai pacaran. Dan sekarang malah jadi
pacar temanku ini, hahaha!” sekarang giliran tawa Jung Soo yang meledak.
“Ya!
Memangnya kenapa kalau dia pacaran denganku sekarang?” tanya Jong Woon
pura-pura memasang wajah kesal.
“Tidak… aku
hanya membayangkan bagaimana wajah Yoo Rin-ahjumma
jika tahu anaknya ini sudah berpacaran dengan mahasiswa.”
“Mwo? Oppa,
kau jahat sekali,” ujar Hye Mi kaget.
“Ya! Jung
Soo, kalau kau berani membuatnya takut tunggu saja pembalasanku,” ancam Jong
Woon.
Jung Soo
masih tertawa hingga memegangi perutnya. “Baik… baik…. Aku masih tergolong oppa yang baik, kau tahu? Aku tidak akan
memberi tahu ahjumma ataupun ahjussi. Pacaranlah dengan tenang.”
“Nah, kau
memang teman yang baik, Chingu,” kata
Jong Woon puas sambil menepuk pundak Jung Soo.
“A… apa? Oppa bilang apa? ‘Pacaran dengan
tenang’?” tanya Hye Mi dengan mata yang membulat. Meskipun begitu, ia masih
tidak rela jika disebut pacaran dengan laki-laki ini.
“Iya,
memangnya kenapa?” tanya Jung Soo sedikit curiga.
“Aaah,
tidak apa-apa. Dia hanya sedikit malu-malu. Iya kan, Chagiya?” elak Jong Woon sambil merangkul Hye Mi.
“Malu-malu?”
“Iyaaaa.
Iya kan, Chagiya?” tanya Jong Woon
sambil menatap Hye Mi dengan tatapan mengancam. ‘Cepat katakan atau kau kubunuh!’
“E ee…
iya…. Iya, aku hanya malu-malu,” jawab Hye Mi mulai ketakutan melihat tatapan
Jong Woon.
“Aah,
kalian ini aneh sekali,” komentar Jung Soo.
“Aneh? Kami
ini romantis tahu?” ujar Jong Woon seraya semakin erat merangkul Hye Mi dan
mencium kepalanya.
“A a a, apa
yang kau lakukan?! Apa yang kau lakukan, Kim Jo….” Kata-kata Hye Mi terputus
ketika melihat tatapan Jong Woon. Ia seperti mendengar telepati Jong Woon ‘Apa kau lupa harus memanggilku apa, hah?’
“A a aaa… Oppa….” ujar Hye Mi dengan terpaksa.
“Mwo? ‘Oppa’?
Wah wah wah, kalian ini mesra sekali, membuatku iri saja,” ujar Jung Soo dengan
senyum geli.
“Makanya
kau juga cari pacar sana, jangan hanya kuliah saja,” ujar Jong Woon.
“Ah, kau
ini bisa saja,” ujar Jung Soo dengan malu-malu.
“Ya sudah,
aku pergi dulu. Ayo, Chagi!” ujar
Jong Woon seraya menarik tangan Hye Mi.
“Eh, Jong….
Aah, eh Oppa, kita mau ke mana?”
“Lho? Apa
lagi? Tentu saja pacaran, kau ini bagaimana?” Jong Woon balik bertanya.
“Yayaya,
pacaranlah sepuasnya! Bersenang-senanglah!” ujar Jung Soo melambaikan
tangannya.
Sementara
Hye Mi? Ia terpaksa mengikuti Jong Woon. Entah ke mana Jong Woon akan
membawanya di kampus yang sebesar ini. Orang-orang di sekelilingnya memandang
ke arah mereka.
“Hei, Jong
Woon! Apa itu adikmu?” tanya salah satu mahasiswa.
“Apa? Apa
kau lihat wajahku dan wajahnya seperti adik dan oppa-nya?” Jong Woon balik bertanya.
“Ah? Ngg….
Benar juga, tidak mungkin namja
sepertimu bisa mempunyai adik semanis dia,” ujar mahasiswa itu lagi membuat Hye
Mi sedikit malu.
“Aissh! Kau
ini membuatku kesal saja. Chagiya,
ayo kita pergi,” Jong Woon kembali menarik tangan Hye Mi.
Terdengar
mahasiswa-mahasiswa di sana menyoraki mereka. “Waaah! Chagiya katanya!”
“Itu ya
pacarnya?”
“Masih
SMA?”
“Tidak
kusangka dia bisa dapat pacar seperti itu, hahaha!”
****
“Kenapa
kita ke sini?” tanya Hye Mi saat mereka tiba di taman yang berada di
tengah-tengah kampus.
“Apa harus
kuulangi? Apa kau tidak mau menghabiskan waktu denganku?”
“Ya! Kau
tahu aku tidak suka orang yang balik bertanya?”
“Kau
kenapa? Duduk!”
Hye Mi
menurut, ia duduk di samping Jong Woon dan Jong Woon merangkulnya. Hye Mi
menyerah, ia tidak mau berdebat dengan Jong Woon lagi. Dia sudah lelah. Biarkan
saja Jong Woon merangkulnya. Ia sudah tidak peduli lagi.
“Park Hye
Mi?” terdengar suara orang yang sangat mereka kenal memanggil nama Hye Mi.
Keduanya
langsung menoleh ke belakang. Dan sontak keduanya langsung berdiri melihat
orang itu.
“Sungmin?”
ucap Hye Mi kaget. “Sedang apa kau di sini?” tanya Hye Mi.
“Aku sedang
menemui saudaraku di sini. Kau sendiri?”
“A… aku….
Aku menemui Jong Woon,” jawab Hye Mi.
Ia juga
tidak tahu kenapa bibirnya mengeluarkan kata-kata itu. Jong Woon mendelik gadis
itu, ia tidak menyangka Hye Mi akan mengatakan hal itu.
“Apa kalian
sudah… pacaran?” tanya Sungmin pelan. Ia menunggu jawaban Hye Mi maupun Jong
Woon. Dan sejujurnya ia mengharapkan jawaban ‘tidak’ dari Hye Mi.
“Ah… eh..
ng…. kami….” Hye Mi gugup. Ya Tuhan, haruskah ia mengatakannya sekarang? Apa
yang harus ia katakan sekarang?
“Kami….”
Baru saja Jong Woon akan menjawab, Hye Mi sudah memotongnya dengan kata-kata
paling tabu untuknya. “Iya, kami memang pacaran.”
Sungmin
membelalakkan matanya. Hye Mi dan… Jong Woon? Gadis yang selama ini ia
idam-idamkan, yang selama ini selalu dipikirkannya, selalu dikejarnya… telah
menjadi milik orang lain? Jong Woon menoleh pada Hye Mi dengan tatapan
terkejut. Sedangkan Hye Mi menunduk, menutupi wajahnya memerah.
Sungmin
merasa badannya lemas. Ia memegangi kepalanya dengan sebelah tangannya. “Oh…
kalau begitu, aku pergi dulu,” ujarnya seraya pergi meninggalkan Hye Mi dan
Jong Woon di taman itu.
Jong Woon
memegang pundak Hye Mi. “Jadi… begitu?”
“Hm? Begitu
apanya?” Hye Mi masih menunduk. Ia yakin, kalau namja ini melihat wajahnya, namja
ini akan tertawa sekeras-kerasnya.
“’Kami
memang pacaran’? Jadi kau sudah mulai menyukaiku sekarang?”
“Apa harus
kujawab?”
Jong Woon
menunduk mencari-cari raut wajah Hye Mi, tapi Hye Mi menutupi wajahnya dengan
tangannya.
“Kau
kenapa? Lihat aku.”
Hye Mi
menggeleng.
“Kalau aku
tidak melihat wajahmu, bagaimana aku bisa tahu jawabanmu,” ujar Jong Woon
sambil sedikit mengguncangkan tubuh Hye Mi.
Hye Mi
mengangkat kepalanya. Wajahnya sangat merah. “Tertawalah sepuasmu,” katanya
pelan.
Jong Woon
tersenyum, lalu ia memeluk erat-erat gadis itu. Gadis ini adalah gadisnya.
Gadisnya seorang. Tidak ada orang lain yang boleh mengambil gadis ini darinya.
Hanya dia yang boleh memiliki gadis ini. Hanya dia yang boleh memeluknya,
menciumnya, dan mendapatkan cinta darinya. Ya… hanya dia. Hanya dia yang boleh
menggenggam tangan gadis ini, gadis yang membuatnya menjadi gila sekarang.
****
“Terima
kasih sudah menemaniku hari ini,” kata Jong Woon memecah keheningan saat mereka
sampai di depan rumah Hye Mi.
“Mm… ya… cheonmaneyo,” sahut Hye Mi sambil
tertunduk menyembunyikan wajahnya yang bersemu merah.
“Kau
kenapa?” tanya Jong Woon, tapi tidak mendapatkan jawaban. “Kau masih malu-malu
tentang yang tadi?” tanyanya lagi, sukses membuat Hye Mi tersentak dan salah
tingkah.
“Ah?
Engg….” Hye Mi gugup. Ia masih mencari-cari kalimat untuk menjawab ucapan Jong
Woon barusan. Oh, Tuhaaaan! Bagaimana gadis ini bisa menutupi kegugupannya
kalau Kim Jong Woon terus mengatakan hal yang membuatnya malu?
“Sudah,
masuk sana,” ujar Jong Woon.
“Hm? Apa?”
Hye Mi mendongak menatap Jong Woon.
“Kau ini
kenapa? Apa kepalamu terbentur? Aku bilang masuk sana.” Jong Woon sedikit
terkekeh melihat keanehan Hye Mi hari ini.
Semenjak ia
mengakui hubungan mereka pada Sungmin, Hye Mi terus menunduk dan tidak mau
melihat Jong Woon. Ia takut wajah merahnya terlihat oleh pabo namja ini. Haah… Sungmin. Entah bagaimana ia pulang setelah ia
tahu hubungan Hye Mi dan Jong Woon. Hye Mi bisa melihat dia sangat putus asa,
karena ia berjalan gontai saat pamit pada mereka tadi.
“Besok kau
mau aku menjemputmu lagi?” tanya Jong Woon lagi.
“Hm? Wae?”
“Sepertinya
orang tuamu sudah pulang. Kau tidak lihat rumahmu sudah terang benderang
begitu?”
Hye Mi
menoleh ke arah rumahnya. Benar saja, lampu rumahnya sudah dinyalakan. Aah… Hye
Mi merasa hatinya makin bergejolak. Ia sangat merindukan appa dan omma-nya itu.
“Kalau
begitu aku pulang dulu. Sampai jumpa nanti, Chagiya!”
ujar Jong Woon seraya berjalan pulang.
Hye Mi
masuk ke halaman rumahnya dengan berlari kecil. Dan dengan semangat ia membuka
pintu rumahnya. Saat ia masuk, ia mendapati dua pasang sepatu yang sangat ia
kenal. Dan tak lama setelah itu tampak seorang wanita keibuan menyapanya.
“Sudah
pulang?”
“Omma!” teriaknya seraya berlari dan memeluk
wanita itu.
“Hei, kau
sudah besar,” ucapnya seraya menyambut pelukan putrinya itu.
“Mana appa?”
“Dia sedang
di kamar mandi. Ganti bajumu sana.”
****
“Hye Mi,
kau sedang apa?” tanya seorang pria, walaupun ia akan mendapat jawabannya saat
melihat Hye Mi.
“Hm? Baca
buku Biologi. Ada apa, Appa?”
“Sudah jam
makan malam, cepat makan sana.”
“Sebentar
lagi saja, aku masih mau membaca buku ini sedikit lagi.”
“Ya! Park
Hye Mi, kau sudah mau membangkang appa-mu?”
seru appa dengan nada kesal.
Segera saja
Hye Mi menutup bukunya dan mengikuti langkah appa menuju meja makan.
Hening.
Hanya suara dentingan sendok dan garpu yang menghiasi suasana makan malam
keluarga itu. Tiba-tiba saja appa
bersuara dan langsung membuat Hye Mi kaget.
“Siapa yang
mengantarmu tadi sore?” tanya appa.
“Appa melihatnya? Aku kira appa sedang di kamar mandi tadi.”
“Sekilas Appa melihatnya. Siapa dia?”
“Temanku.
Dia baru pindah ke sini, jadi memerlukanku untuk memandunya–––dia buta
arah."
“Teman?” Appa meneruskan makannya. Setelah
beberapa kunyahan dan menelan makanannya, ia melanjutkan. “Appa kira pacarmu.”
Hye Mi
tersedak. Ia langsung meraih gelasnya dan meminumnya. “Appa bicara apa sih?”
“Appa, jangan membuatnya kaget ketika
makan,” ujar omma.
“Appa bingung denganmu. Biasanya anak
seusiamu sudah heboh dengan dunia percintaan. Tapi kenapa kau belum menunjukkan
tanda-tanda pubertasmu?” tanya appa
lagi dengan santainya melanjutkan makan.
“Memangnya
kenapa? Aku masih ingin serius belajar.”
“Hah, kau
ini selalu saja menjawab. Jujur, Appa
mengkhawatirkanmu. Sampai-sampai Appa
berpikir kau ini tidak normal.”
Sekali lagi
appa berhasil membuat Hye Mi
tersedak. Dan kali ini lebih hebat.
“Appa! Jangan membicarakan hal itu ketika
makan!” omel omma yang sejak tadi
terdiam menonton percakapan mereka.
“Memangnya
aku salah kalau konsentrasi pada pelajaran?” sahut Hye Mi setelah napasnya
kembali normal.
“Tapi benar
juga, Hye Mi. Omma ingin sekali
melihatmu membawa seorang namja ke
rumah.”
Hye Mi
melirik omma dengan tatapan ‘yang benar saja?’.
“Kalau
begitu besok aku akan mengajak Park Jung Soo-oppa kemari.”
“Hahaha!” omma dan appa tertawa terbahak-bahak.
“Yang
dimaksud Omma-mu itu seorang namja yang kau kenalkan pada kami
sebagai pacarmu. Kau ini kenapa tidak peka?” ujar appa.
Hye Mi
cemberut, wajahnya bersemu merah. Tentu saja ia peka. Karena ia sudah
memilikinya sekarang. Tapi dia belum siap. Belum siap membawa pabo namja itu ke hadapan orang tuanya
dan berkata pada mereka, ‘Appa, Omma….
Ini pacarku, Kim Jong Woon.’ Haaah…. Membayangkannya saja Hye Mi sudah pusing.
Bagaimana jika ia benar-benar membawanya kemari?
“Atau
jangan-jangan yang tadi sore itu memang pacarmu?” tanya appa sedikit mendesak Hye Mi.
“Ah,
sudahlah. Aku kenyang. Aku belajar dulu,” ujar Hye Mi seraya meninggalkan meja
makan dan piring kosongnya di sana.
“Ya! Appa belum selesai bicara! Park Hye Mi!”
****
Hye Mi
membuka buku Biologinya. Tapi yaa sejujurnya pikirannya melayang. Melayang ke
pembicaraan di meja makan tadi. Konsentrasinya tertuju pada pembicaraannya
tadi. Ia tidak bisa memusatkan konsentrasinya pada buku yang ia pegang.
Untungnya Hye Mi selalu menyempatkan membaca buku pelajaran setiap ada waktu
senggang, jadi ia tidak perlu takut mendapatkan nilai jelek.
Omma masuk ke kamar putrinya itu. Tapi
yang membuatnya heran, suara pintu yang terbuka tidak dapat membuyarkan
konsentrasi putrinya. Ia sedang serius belajar atau… sedang melamun?
“Hye Mi,”
panggil omma.
Hye Mi
tersentak. Ia langsung menutup bukunya. “Ne,
Omma?”
“Akui
saja.”
“Apa?” Hye
Mi membulatkan matanya dan memasang tampang bingung. Ia tidak mengerti ucapan omma-nya.
“Namja yang tadi sore itu pacarmu, kan?”
JEDAARR!
Entah halilintar dari mana yang menyambar tadi. Mata Hye Mi makin membesar.
“Omma ini bicara apa?” elak Hye Mi.
Omma menghela napas. “Bawa dan kenalkan
dia besok kemari. Omma dan appa ingin mengenalnya.”
“Maksud Omma apa?”
“Apa Omma salah bicara? Kami juga ingin
mengenal lebih dekat pacar putri kami,” ujar omma seraya bangkit dan keluar dari kamar Hye Mi.
Tinggal Hye
Mi sendiri di kamarnya dan masih tertegun dengan ucapan omma-nya. Segini? Hanya segini kemampuannya menyimpan rahasia?
Semuanya sudah ketahuan sebelum ia mengungkapnya sendiri? Jong Woon, aku terpaksa membawamu besok.
****
Hye Mi
berdiri di depan gerbang kampus dengan menyandarkan punggungnya ke tembok. Ia
melirik jam tangannya, masih jam tiga. Ya, masih terlalu awal untuk dikatakan
terlambat. Dari kejauhan sudah tampak Jong Woon sedang menuju ke arahnya dengan
membawa tas ransel di sebelah pundaknya. Entah kenapa detik itu juga Hye Mi
merasa pipi dan dadanya panas. Ada apa ini? Gadis itu mengalihkan wajahnya dari
pandangan Jong Woon, lalu menepuk-nepuk wajahnya sendiri agar rona di wajahnya
itu hilang. Ada apa sebenarnya? Kenapa baru kali ini Hye Mi merasa dadanya
panas ketika melihat Jong Woon. Kenapa baru kali ini dia merasa… mm yaah… Jong
Woon terlihat tampan di matanya.
Tanpa
disadarinya, pelukan Jong Woon sudah melingkar di tubuhnya dari belakang.
“Chagiiii!” ucap Jong Woon dengan nada
manja.
“Aaaaahh!!!”
jerit Hye Mi kaget. Ia langsung menyikut Jong Woon yang ada di belakangnya.
Dan alhasil
kedua siku Hye Mi mengenai perut Jong Woon begitu keras.
“Ugh!”
rintih Jong Woon kesakitan seraya merendahkan posisinya hingga Hye Mi terlihat
lebih tinggi darinya.
“Ah… m… mianhae…. Oppa, aku tidak sengaja,” ujar Hye Mi sambil memegang perut Jong
Woon sakit.
“M… Mwo? M… mianhae? Hanya itu? Uhuk!”
tanya Jong Woon masih kesakitan.
“Lalu? Aku
harus apa? Oppa, aku benar-benar tak
sengaja,” ujar Hye Mi sambil mengukir senyum di wajahnya. Ia sekuat tenaga
menahan tawanya.
“Uhuk!
Benar kau tak sengaja?” tanya Jong Woon lagi sambil menunjukkan ekspresi
kesakitan.
“Astaga, dia benar-benar kesakitan,” batin
Hye Mi. “Mm… ne,” jawabnya dengan mengangguk.
“K… kalau
begitu….” Jong Woon mulai menggerakkan jari telunjuknya untuk mengisyaratkan
permintaannya pada gadis itu.
Hye Mi
memerhatikan ke mana jari telunjuk Jong Woon bergerak. Dan akhirnya, ia
mendapati jari telunjuk namja itu
menyentuh di… bibirnya? Hye Mi memerhatikan bibirnya. Sedikit banyak dia
mengerti apa maksud Jong Woon.
“A… apa?”
tanya Hye Mi memastikan pikirannya.
Jong Woon
menaikkan sebelah alisnya. Jari telunjuknya dengan lembut diketukkan pada
bibirnya agar Hye Mi mengerti maksudnya. Tak lupa ia memasang wajah ‘aku mohon’ setelah itu.
“Ki… kisseu?”
Jong Woon
mengangguk semangat. Hye Mi masih memerhatikan bibir Jong Woon. Apa yang harus
dilakukannya? Menuruti permintaan pacarnya itu? Ah, tidak… tidak. Ia tidak akan
mau menuruti permintaan Jong Woon yang gila ini.
“Mm… ya….”
ucap Hye Mi terputus.
Mata Jong
Woon membulat. Benarkah ini? Benarkah Hye Mi menuruti permintaannya?
“Ya… tentu
saja aku akan menolak permintaanmu itu, Oppa.
Ayo pergi,” ujarnya seraya menarik tangan Jong Woon.
“Ya! Kenapa
tidak mau?” tanya Jong Woon kesal sambil mengikuti langkah Hye Mi.
“Karena itu
gila,” jawab Hye Mi datar sambil terus berjalan.
“Ya!
Sebenarnya kita mau ke mana?” tanya Jong Woon lagi masih dengan nada kesal.
“Ke
rumahku.”
“Mwo?”
“Omma dan appa-ku ingin bertemu denganmu.”
Langkah
Jong Woon terhenti. Begitu pula dengan langkah Hye Mi.
“Oppa, aku tidak tahu harus mulai dari
mana menjelaskannya padamu. Tapi… mereka ingin bertemu denganmu–––sangat ingin
malah–––sampai-sampai mereka mendesakku terus,” jelas Hye Mi dengan wajah putus
asa.
“Benarkah?”
tanya Jong Woon tak percaya. “Apa aku terlihat aneh?” tanyanya lagi.
Hye Mi
menggeleng. “Andwae. Kau sudah rapi,
ayo cepat.”
****
Sekarang
Jong Woon dan Hye Mi duduk bersebelahan di sofa di ruang tamu. Mereka duduk
berhadapan dengan omma dan appa. Baik Hye Mi maupun Jong Woon
merasakan ketegangan luar biasa. Hening, sampai akhirnya appa bersuara.
“Ehem… jadi
siapa namamu tadi?” tanya appa seraya
meneguk tehnya.
“Ah… K… Kim
Jong Woon imnida,” jawab Jong Woon
tegang.
“Sudahlah,
jangan tegang,” ujar appa mencoba
mencairkan suasana.
“Jadi, di
mana kalian bertemu?” tanya omma.
“Di
stasiun,” jawab Jong Woon pelan. Kepalanya masih menunduk.
“Stasiun?”
“Ah, ne. Waktu itu dompetku terjatuh dan Hye
Mi yang menemukannya,” lanjut Jong Woon.
“Oooh….” Omma ber-oh panjang dan diikuti
anggukan.
“Jadi
semenjak itu kalian jatuh cinta pada pandangan pertama?” tanya appa.
“Ya! Kenapa
Appa bertanya seperti itu?” tanya Hye
Mi kesal dengan nada tinggi.
“Ya! Appa tidak bertanya padamu, Park Hye
Mi!” balas appa tak kalah kesalnya.
Lalu appa mengalihkan tatapannya pada
Jong Woon untuk menunggu jawaban.
“Mm… yah…
begitulah,” jawab Jong Woon malu-malu.
Tawa appa meledak. “Hahaha! Ada-ada saja anak
muda jaman sekarang! Jangan malu-malu, kami dulu juga seperti itu,” ujar appa sambil menepuk pundak Jong Woon
yang ada di hadapannya.
“Kata Hye
Mi kau mahasiswa, benar?” tanya omma
lagi.
“Mm, ne. Aku baru masuk kuliah seminggu yang
lalu,” jawab Jong Woon. Ia mulai bisa mengendalikan perasaannya sekarang, ia
sudah mulai tenang.
“Dia teman
Jung Soo-oppa,” tambah Hye Mi.
“Ooh,
benarkah? Park Jung Soo?” tanya omma
ramah dan disambut anggukan oleh Jong Woon. Omma
tersenyum ramah melihat Jong Woon. Ia bisa merasakan kalau Jong Woon anak yang
baik.
“Tapi,
kalau dipikir-pikir… kau hebat juga, Jong Woon,” ujar appa.
“Ne?”
“Selama ini
aku sudah tahu, anakku ini banyak yang menyukainya. Tapi semuanya ditolak,”
ujar appa.
“Ah, ne. Termasuk Sungmin,” sahut Jong Woon
tanpa kesadaran penuh. “Ah… maksudku….”
“Tidak
apa-apa,” ujar appa sambil tersenyum
hangat. “Bagaimana kau bisa menaklukkan anak ini?” tanyanya lagi membuat wajah
Jong Woon memerah.
“Appa!” sergah Hye Mi.
“Appa tidak menunggu jawabanmu, Hye Mi!”
“Mm… yah…
mungkin aku sedikit memaksanya,” jawab Jong Woon jujur.
“Memaksa?”
tanya omma sedikit tidak percaya.
“Bahkan Sungmin yang sudah bertahun-tahun mengejarnya saja sudah berkali-kali
ditolak mentah-mentah. Hahaha!”
Tawa omma disusul tawa appa yang memenuhi ruangan itu. Sedangkan Jong Woon hanya tersenyum
kecil dan tertunduk malu. Hye Mi cemberut. Ia menatap appa dan ommanya dengan
tatapan kesal. Wajahnya memerah. Gadis mana yang tidak malu saat dibicarakan
seperti itu?
“Jadi kau
masuk jurusan musik?” tanya omma
lagi.
“Ne,” jawab Jong Woon. Lalu ia
menambahkan, “Sebenarnya aku sudah bilang pada orang tuaku untuk masuk ke
fotografi, tapi saat mendaftar kuliah aku mulai tertarik dengan musik.”
“Wah, cepat
sekali kau memutuskan?” Appa
bersuara.
“Ah, ne…. Aku hanya berpikir mungkin aku akan
lebih nyaman jika masuk ke jurusan musik,” sahut Jong Woon.
“Dan
hasilnya?”
“Aku sangat
menyukai kuliahku yang sekarang.”
Entah apa
yang Hye Mi lakukan sampai akhirnya pertemuan mereka berakhir. Jong Woon pulang
setelah berpamitan dengan orang tua Hye Mi. Kemudian gadis itu mengantar Jong
Woon sampai di depan pagar rumahnya. Terakhir… yang terakhir dilihatnya adalah
senyum laki-laki itu. Senyum yang begitu hangat.
****
Hye Mi
berjalan menuju gerbang sekolahnya. Entah kenapa perasaannya tidak tenang hari
ini. Apalagi setelah ia tiba di depan gerbang, ia tidak menemukan sosok Jong
Woon. Ke mana Jong Woon? Biasanya ia akan langsung melihat wajah namja itu ketika keluar dari gerbang
sekolah. Apalagi Song Eun harus mengikuti pelajaran tambahan, terpaksa ia harus
pulang sendirian hari ini.
Setelah
hampir setengah jalan menuju rumahnya, langkah Hye Mi memutar arah menuju
apartemen Jong Woon. Entah kenapa ia sangat ingin melihat wajah laki-laki itu
sekarang ini. Ia mempercepat langkahnya. Dan tidak lama kemudian ia sudah
sampai di depan lift. Ia masuk ke dalam lift dan menekan tombol 2. Ia tahu Jong
Woon tinggal di lantai dua, tapi ia tidak tahu yang mana. Setelah lift tersebut
sampai di lantai dua, ia menyusuri lorong dan mengamati nama di depan pintu
masing-masing ruangan. Sekitar tiga menit kemudian, ia menemukan nama yang
dicarinya. Tidak menunggu apa-apa lagi, Hye Mi langsung menekan bel.
Pintu
terbuka, seorang namja berdiri di
belakang pintu dengan wajah terkejut. Bagaimana tidak? Ini pertama kalinya Hye
Mi mencari dirinya.
“Hye Mi?
Ada apa?” tanyanya masih dengan ekspresi terkejut.
Hye Mi
memaksakan seulas senyum walaupun hatinya kesal, bingung, dan khawatir
bercampur menjadi satu. “Harusnya aku bertanya begitu. Kenapa tidak
menjemputku?” Hye Mi balik bertanya.
Jong Woon
mengukir senyum yang dipaksakan. “Masuklah,” katanya.
Hye Mi
masuk ke dalam apartemen itu dan duduk di sofa. Jong Woon duduk di sampingnya
sambil menghela napas berat. Hye Mi bisa langsung tahu bahwa laki-laki ini
sedang ada masalah dan beban pikiran. “Ada apa?” tanya Hye Mi dengan nada
berhati-hati.
“Aniya….”
Jawab Jong Woon sambil terus memandang lurus ke depan.
Pikirannya
melayang. Ia kembali teringat dengan percakapannya dengan ayahnya beberapa
menit yang lalu.
****
“Halo, Appa?” ucap Jong Woon setelah menekan
tombol hijau pada ponselnya.
“Jong Woon, kau harus segera pulang,”
ujar appa dari seberang telepon.
Jong Woon
mengerutkan alisnya. “Ada apa? Kenapa aku harus pulang tiba-tiba?” tanyanya tak
mengerti.
Terdengar
dari seberang telepon, telepon yang sedang dipegang appa-nya direbut seseorang dan terdengar suara seorang yeoja yang tak lain dan tak bukan adalah
adiknya.
“Oppa… oppa harus pulang secepatnya,”
kata yeoja itu dengan sesekali
memperdengarkan isakan.
“Soon Hee?”
ucap Jong Woon ketika mendengar isakan adiknya. “Tapi… wae?” tanyanya tak mengerti.
Soon Hee
terisak dari seberang telepon. Dengan berat dijawabnya pertanyaan kakaknya itu.
“Omma….” ucapnya berat seakan tak
berdaya untuk menjelaskan.
Jantung
Jong Woon berdetak makin cepat. Matanya terbelalak. “Ada apa dengan omma?” tanyanya dengan nada yang lebih
tinggi. Tapi yang terdengar hanya suara isakan Soon Hee. “Ya! Soon Hee! Jawab
aku! Ada apa dengan omma?!” tanyanya
lagi dengan nada tinggi menuntut penjelasan. Emosinya tak terkendali lagi.
“Omma…. Penyakit jantungnya kambuh lagi….
Dan… dia sudah ada di rumah sakit sekarang. Omma… omma tidak sadarkan diri
sejak tadi siang….” Tak terdengar lagi suara Soon Hee, yang terdengar hanya
suara tangisnya yang pecah. Emosinya meledak-ledak.
Jong Woon
tidak mampu lagi berkata-kata. Ponselnya jatuh dari genggamannya. Ia terduduk.
Dan yang bisa ia katakan hanyalah ia akan pulang sesegera mungkin. Ia bingung
melakukan apa. Kemudian setelah pikirannya mulai jernih dan kesadarannya mulai
menguat, ia menekan salah satu tombol di ponselnya dan menempelkannya di
telinga. Ia menelepon orang yang biasa dihubunginya untuk menyediakan tiket
kereta. Tapi kereta paling awal akan tiba besok pagi. Jong Woon mengiyakan
penjelasan orang itu walaupun ia tidak bisa menunggu sampai besok pagi.
Setelah
menutup sambungan, ia mulai teringat Hye Mi. Hatinya yang gundah perlahan menjadi
tenang setelah yeoja itu muncul di
pikirannya. Ia ingat ia harus menjemput Hye Mi. Tapi… dengan tampangnya yang
berantakan sekarang ia tidak yakin ia bisa menunjukkan bahwa ia baik-baik saja
di depan gadis itu. Haah…. Apa yang harus dia lakukan. Ah ya, ia memilih untuk
pulang. Ia tidak sanggup menyangkal jika Hye Mi menanyakannya ada apa. Ya, ia
harus pulang. Ia harus menenangkan hatinya dan menyiapkan keperluannya untuk
pulang besok.
****
“Oppa? Oppa!”
Jong Woon
menyadari panggilan Hye Mi ketika gadis itu mengguncang pundaknya.
“Ya? Ada
apa?” tanyanya.
“Harusnya
aku yang bertanya begitu! Kau kenapa? Kenapa hari ini Oppa terlihat sangat aneh?” tanya Hye Mi dengan penuh tanda tanya
di matanya yang gelap.
Jong Woon
mengalihkan tatapannya dari mata Hye Mi. Ia tidak mampu menatap mata itu
sekarang. Tidak, tidak. Ia harus menunjukkan pada gadis ini kalau ia baik-baik
saja. Dan tekadnya langsung gagal.
“Oppa, lagi-lagi kau tidak menjawabku.”
“Hye Mi….”
ucap Jong Woon. Suaranya begitu berat seakan-akan banyak sekali beban
pikirannya.
Hye Mi
terkejut mendengar suara Jong Woon yang tidak seperti biasanya. “Oppa, kau sakit?”
Jong Woon
menggeleng. “Aku harus pulang besok.”
“Pulang?”
Hye Mi serasa hatinya ditusuk tombak. Pulang? Tapi kenapa secepat itu? “Pulang?
Kenapa tiba-tiba?”
“Omma-ku,” jawab Jong Woon dengan
terbata-bata berusaha menahan air matanya keluar. “Dia sakit, tak sadarkan
diri… dan… rumah sakit…. Jantungnya….”
Ucapan Jong
Woon tak beraturan. Ia mengeluarkan kata-kata yang berkecamuk di dalam otaknya.
Tapi Hye Mi dapat menangkap maksud Jong Woon. Perlahan mata Jong Woon semakin
berat untuk menahan air mata. Secara tidak sadar ia langsung memeluk gadis yang
ada di sebelahnya itu. Pelukannya… pelukannya membuat hati Jong Woon mencair. Air
matanya turun begitu saja dengan derasnya walaupun tanpa suara isakan. Rambut Hye
Mi dibasahi dengan air mata Jong Woon. Hye Mi dapat merasakan detak jantung
Jong Woon yang tidak menentu. Perlahan ia bisa mengerti bagaimana perasaan hati
Jong Woon saat ini.
“Aku
mengerti, Oppa…. Aku mengerti,” kata
Hye Mi menenangkan Jong Woon.
“Maafkan
aku…. Aku harus meninggalkanmu….” ucap Jong Woon sambil sesekali terisak.
“Aku
baik-baik saja. Oppa pulanglah.”
Entah
kenapa saat Hye Mi mengatakan itu, hatinya seperti memberontak. Ia tidak rela
Jong Woon pergi. Tapi ia juga tidak bisa menuruti egonya. Bagaimana pun omma Jong Woon yang lebih penting. Ya…
Hye Mi memantapkan hatinya. Ommanya lebih
membutuhkan dirinya. (to be continued)
****
Yak gimana part yang ini? Kritik sarannya tolong ditulis di kolom komentar di bawah ya :)
Tunggu kelanjutannya ya, anyyeong! ^o^/
Lanjutkan, wkwkwwkwk ;p
BalasHapus