Jumat, 04 Mei 2012

I'm Sorry Oppa (Part 3)

Annyeonghaseyo! Maaf buat kesalahan di part 1 dan part 2. Mungkin para reader jadi bingung kenapa di part1 Jong Woon memilih jurusan fotografi tapi kok di part2nya malah jadi masuk ke musik. Nah, di part 3 ini sudah saya atasi supaya ceritanya nyambung, hehe ^^ Yuk silakan dibaca :)

Author : Ifa

Main Cast : Yesung a.k.a Kim Jong Woon, Park Hye Mi

Genre : Romance
*******************************


Sudah seminggu Hye Mi dan Jong Woon menjalani hubungan baru mereka. Dan selama itu pula Hye Mi merasa hatinya makin berwarna karena sudah ada yang menempati. Walaupun Hye Mi masih belum mengakui hubungan mereka, tapi Hye Mi nyaman dengan statusnya yang sekarang.
Hye Mi pulang lebih awal hari ini karena ada rapat dewan guru. Ia baru berada di depan gerbang sekolah ketika handphone-nya bergetar. Ia membuka pesan baru yang masuk. “Hey, maaf hari ini aku tidak bisa menjemputmu. Kau pulang seperti biasa?” Hye Mi tersenyum. Ternyata pesan dari Jong Woon. Ia pun mengetikkan pesan balasannya. Setelah pesannya terkirim, Song Eun datang mengejutkannya.
“Hei, Park Hye Mi!” Song Eun langsung merangkul pundak temannya itu. Melihat temannya memasang wajah kaget, Song Eun langsung menginterogasi Hye Mi. “Kenapa wajahmu begitu?”
“W… wae?”
“Wajahmu seperti sangat terkejut. Sedang melamunkan apa? Apa Jong Woon-ssi?”
“A… apa? Kau ini ada-ada saja. Mana mungkin aku memikirkan pabo namja itu!” elak Hye Mi dengan wajah memerah.
Mwo? Pabo namja? Biarpun begitu tapi kau suka juga kan?” goda Song Eun.
Belum sempat menyangkal ucapan temannya itu, Hye Mi merasa handphone-nya bergetar lagi. Ia membuka pesan itu. “Mwo? Kau pulang lebih awal? Kalau begitu datanglah ke kampusku. Aku ingin bertemu denganmu.
“Wah, benar. Kau sedang memikirkan dia, ya?”
Hye Mi menoleh pada Song Eun yang sejak tadi mengintip pesan masuknya. Buru-buru ia menyembunyikan handphone itu dari pandangan sahabatnya ini.
“Kenapa kau mengintip?” tanya Hye Mi kesal sekaligus malu.
“Ahh, sudahlah! Tidak usah malu-malu, Hye Mi! Hahaha! Ah, kalian ini membuatku iri saja!” ujar Song Eun sambil tertawa dan menepuk pundak Hye Mi. “Ya sudah, aku duluan ya! Hati-hati pergi ke kampus chagiya-mu itu, annyeong!” Song Eun pun berlalu meninggalkan Hye Mi sambil tertawa lepas.
Hye Mi terdiam melihat kepergian sahabatnya itu. Hye Mi menatap layar ponselnya. Ia menggenggam ponsel itu dan tersenyum. Hye Mi rasanya ingin cepat-cepat sampai di kampus laki-laki itu. Sampai di hadapan Jong Woon dan melihat senyumnya mengembang seperti biasa. Apa ini yang disebut ‘rindu’?
****
Hye Mi sampai di kampus Jong Woon, tapi ia tidak tahu di mana kelas Jong Woon. Kampus ini sangat luas. Entah di mana namja itu berada sekarang. Hye Mi berdiri di depan papan pengumuman sambil terus menyapu pandangan ke seluruh penjuru. Hye Mi mengeluarkan handphone-nya dan mencari nama Jong Woon di kontaknya. Setelah mendapatkannya, ia menekan tombol berwarna hijau.
Yoboseyo?
“Jong Woon, kelasmu di mana? Kampusmu luas sekali, aku bingung.”
Oh? Kau sudah sampai?
Ne, aku sudah sampai.”
“Cari sendiri kelasku ya, annyeong!” KLIK! Telepon ditutup.
Hye Mi kesal hingga hampir membanting ponselnya. Laki-laki ini benar-benar membuatnya kesal sekarang. Sekali lagi ia menelepon Jong Woon. Setelah nada tunggu keenam, telepon baru diangkat.
Yoboseyo?
“Ya! Kim Jong Woon! Di mana kelasmu?!” teriak Hye Mi sehingga membuat orang-orang di sekitarnya memperhatikannya.
Terdengar Jong Woon meringis mendengar suara teriakan Hye Mi. “Kau berisik sekali! Kau lupa harus memanggilku apa?”
“Aaah, baik.. baik. Kelasmu di mana, Oppa?” tanya Hye Mi lembut meskipun hatinya sangat jengkel.
Nah, begitu baru enak didengar.”
“Cepat jawab pertanyaanku.”
Sabar dulu, aku mau mendengar suaramu lebih lama lagi.”
“HEI, OPPA!!! Kau mau mati, hah?!”
“Aiiissh! Apa kau sudah tidak sabar menemuiku, hah?! Cari aku di kelas yang ada di sebelah perpustakaan, arraseo?!” KLIK! Lagi-lagi Jong Woon menutup telepon tiba-tiba.
Hye Mi memasukkan handphone-nya ke dalam tas dan mulai berjalan kearah perpustakaan dengan kesal.
****
Jong Woon menutup telepon dengan kesal. Tapi sedetik kemudian senyumnya langsung mengembang. Ia sudah membayangkan bagaimana wajah kesal Hye Mi.
Nuguya?” tanya Park Jung Soo sambil merangkul temannya itu.
“Hei, Jung Soo, kau mengejutkanku saja,” ujar Jong Woon seraya memasukkan ponselnya ke dalam saku celana.
“Siapa yang barusan kau telepon? Sepertinya dia orang yang sangat istimewa,” tanya Jung Soo.
“Ah, kau mau tahu saja!”
“Apa itu pacarmu? Ayolah, Jong Woon! Mengaku saja!” desak Jung Soo.
“Kalau iya memangnya kenapa? Kau ini mau tahu saja!” ujar Jong Woon. “Lepaskan tanganmu dari pundakku. Aku tidak ingin pacarku mengira aku ini penyuka sesama jenis ketika melihatmu merangkulku,” ujar Jong Woon dengan tatapan sinis.
“Ah? Oh iya, maaf maaf! Hahaha!” tawa Jung Soo. “Apa dia mau datang kemari?” tanyanya lagi.
“Mmm, ya,” Jong Woon mengangguk sambil mengembangkan senyumnya.
“Wah, aku tidak menyangka anak baru sepertimu bisa langsung dapat pacar di sini! Apa dia cantik?” tanya Jung Soo lagi ingin tahu.
“Entahlah, aku juga bingung,” jawab Jong Woon sambil mengangkat kedua bahunya.
“Ya! Bagaimana kau ini, Kim Jong Woon? Pacar sendiri saja tidak tahu cantik atau tidak,” ujar Jung Soo kesal seraya menepuk bahu Jong Woon.
“Dia masih SMA,” ujar Jong Woon lagi.
“Oohh….” Jung Soo merogoh saku celananya, lalu mengutak-atik handphone-nya. “Hei, Jong Woon, aku ada urusan sebentar di ruang musik. Jangan lupa mengenalkanku pada pacarmu itu, ya.”
“Mm…. Baiklah,” sahut Jong Woon seraya mengangguk dan melebarkan senyumnya.
Jung Soo pun berlalu meninggalkan Jong Woon yang sedang duduk sendiri. Jong Woon merogoh sakunya dan mengambil handphone-nya. Ia membuka foto Hye Mi yang sedang minum melalui sedotan ketika mereka pergi ke taman beberapa waktu lalu. Senyumnya langsung mengembang, ia mengelus layar ponselnya. Dia masih ingat wajah Hye Mi saat itu.
****
“Lihat saja, aku pasti akan menepati janjiku.”
Hye Mi salah tingkah dan wajahnya memerah. “Haah…. Aku haus sekali,” ujarnya sambil melepaskan genggaman tangan Jong Woon.
“Kau haus?” tanya Jong Woon sambil melirik Hye Mi yang lebih pendek darinya.
“Mm….” Hye Mi mengangguk.
Jong Woon menyapu pandangannya ke seluruh penjuru taman. Lalu ia mendapati sebuah café. “Hei, di sana ada café. Kau tunggu di sini, biar aku yang belikan minuman untukmu,” ujarnya seraya berlalu meninggalkan Hye Mi.
Hye Mi tersenyum melihat punggung Jong Woon. Rasa apa ini? Apa dia sudah mulai menyukai Kim Jong Woon?
Tak lama kemudian, Jong Woon datang menghampiri gadis itu dengan membawa dua minuman. Ia menyodorkan satu minuman pada Hye Mi yang sedang duduk di kursi taman.
“Milkshake?” kata Hye Mi ketika menerima minuman itu dari Jong Woon.
“Mm….” Jong Woon mengangguk. “Wae? Kau tidak suka?” tanya Jong Woon.
Hye Mi menggeleng. “Aku suka.” Hye Mi meminum minumannya dari sedotan sehingga wajahnya tampak lucu di mata Jong Woon.
Jong Woon menahan tawanya, ia terus melihat Hye Mi yang sedang minum dari samping. Tiba-tiba Hye Mi menyadari tatapan Jong Woon itu.
“Jong Woon,” panggil Hye Mi.
Jong Woon masih menatapnya dengan senyum yang terukir di wajahnya. “Hm?”
“Bisa tidak kau berhenti menatapku seperti itu?” pintanya dengan tatapan kesal.
“Kenapa? Kau tidak suka?” tanya Jong Woon masih tersenyum dan membuat Hye Mi salah tingkah.
“Ya, tentu saja!” seru Hye Mi kesal menutupi kenyataan bahwa ia salah tingkah ditatap Jong Woon seperti itu.
“Aiish! Kau ini sama sekali berbeda dengan gadis-gadis lain,” ujar Jong Woon kesal. “Mereka akan suka jika ditatap penuh cinta oleh pacarnya seperti ini.”
“Tatapanmu itu tidak pantas disebut tatapan cinta. Tapi tatapan pembunuh.”
Mwo?” Jong Woon kesal dan langsung meminum minumannya dengan raut wajah tidak senang.
Hye Mi meminum minumannya lagi. Dan lagi-lagi Jong Woon melirik ke arahnya. Jong Woon mengambil ponselnya dan memotret pacarnya yang sedang minum itu dari samping.
CKRIK!!
Hye Mi menoleh. “Ya! Kim Jong Woon! Apa yang kau lakukan, hah?!” teriaknya seraya merebut ponsel Jong Woon.
“Apa? Aku melakukan apa memangnya? Hahaha!” tawa Jong Woon meledak. Ia menepis tangan Hye Mi yang hendak merebut ponselnya. Ia tidak mau foto tadi terhapus.
Hye Mi menyerah dan dengan kesal ia berdiri di hadapan Jong Woon. “Ya! Kim Jong Woon! Hapus foto itu atau….”
“Atau apa?” Jong Woon menggenggam tangan Hye Mi sambil tersenyum nakal.
“Akh, lepaskan aku!” ujar Hye Mi sambil berusaha melepaskan genggaman tangan Jong Woon. Tapi Jong Woon tidak mempedulikan Hye Mi yang meringis kesakitan karena genggamannya terlalu kuat. “Lepaskan kubilang! Kim Jong Woon!”
“Jangan panggil aku Kim Jong Woon!” ujar Jong Woon seraya melepaskan genggamannya. “Panggil aku oppa, aku kan sekarang pacarmu, kau ingat?” lanjutnya.
“Kalau aku tidak mau bagaimana?” tantang Hye Mi.
“Maka aku akan menciummu.” Jong Woon menyentuh pipi Hye Mi dan mendekatkan wajahnya perlahan.
Hye Mi mendorong Jong Woon. “Aaaah! Hei, kau ini kenapa?! Jangan melakukan hal aneh!” serunya.
“Makanya, panggil aku oppa!”
“Baiklah… baiklah…. Ayo kita pulang sekarang, Oppa.”
****
“Hei, Oppa!” panggil Hye Mi di depan kelas Jong Woon. Dilihatnya kelas itu sedang kosong, hanya ada Jong Woon di sana.
Jong Woon menoleh. Senyumnya kembali mengembang melihat Hye Mi dengan senyum puas berdiri di depan kelasnya. Jong Woon mengayunkan sebelah tangannya memberi isyarat untuk menyuruh gadisnya itu masuk ke dalam. Hye Mi pun menurut, ia menghampiri Jong Woon yang sedang duduk di kursinya.
“Ternyata di sini kelasmu?” ujar Hye Mi seraya duduk di sebelah laki-laki yang sering dijulukinya ‘pabo namja’ itu.
“Mm…” Jong Woon mengangguk. “Cepat juga kau menemukan kelasku.”
“Tentu saja. Kau lupa aku ini bintang kelas, tahu.”
“Yayaya…. Aku tahu,” ujar Jong Woon sambil merangkul Hye Mi.
“Hei….”
“Sudahlah, untuk kali ini jangan lepaskan rangkulanku,” kata Jong Woon dengan tampang memelas.
Hye Mi menurut, ia tidak kuasa berdebat dengan Jong Woon. Karena mereka sama, sama-sama keras kepala dan tidak mau kalah. Tiba-tiba pandangan Hye Mi tertuju pada ponsel Jong Woon yang tergeletak di atas meja.
“Hei, itu kan fotoku?” tanya Hye Mi dengan nada tinggi. “Jadi kau masih menyimpannya? Kau tidak kasihan padaku? Kau jahat sekali, Oppa,” lanjutnya lagi seraya mengambil ponsel itu.
Dengan cepat Jong Woon mengambil ponselnya. “Wajahmu lucu sekali tahu?” ujarnya sambil memperlihatkan foto itu.
“Aaah, Oppa! Berikan padaku!”
Andwae!” ujar Jong Woon sambil sedikit menjulurkan lidahnya.
Hye Mi memasang wajah kesal dan membuat tawa Jong Woon makin menjadi.
“Oh iya, aku ingin mengenalkanmu pada temanku.”
Mwo?”
“Iya, dia sedang ke ruang musik. Sebentar lagi dia kembali ke kelas.” Tak lama setelah itu terdengar langkah kaki seseorang. “Ah, mungkin itu dia.”
“Hei, Kim Jong Woon! Pacarmu sudah datang?”
“Sudah, ini dia.”
Entah kenapa Hye Mi merasa suara orang itu sangat familiar di telinganya. Tapi… siapa?
Chagiya, kenalkan, dia….”
“Jung Soo-oppa?!” ujar Hye Mi kaget sebelum Jong Woon sempat menyelesaikan kalimatnya.
“Pa… Park Hye Mi!?” Jung Soo segera menghampiri mereka. “Ya! Ternyata kau pacarnya Jong Woon, heh?”
“Kalian sudah saling kenal?” tanya Jong Woon dengan tampang bingung.
“Mm… ne. Dia kakak sepupuku,” jawab Hye Mi seraya mengangguk.
“Hei, Hye Mi, sudah lama kita tidak bertemu. Kau sudah besar ya, apa prestasimu makin melambung tinggi?” tanya Jung Soo.
“Mm… lama tidak bertemu Oppa makin….”
“Makin apa?”
“Makin jelek saja, hahaha!” Tawa Hye Mi meledak, begitu juga dengan Jong Woon. Tapi tidak dengan Jung Soo. Ia menampakkan wajah kesalnya.
“Hah… kau masih sama seperti dulu, menjengkelkan,” ujar Jung Soo kesal.
“Hahaha! Baginya hanya aku namja yang tampan. Bukan begitu Hye Mi?” sahut Jong Woon sambil terus tertawa. Tapi Hye Mi tidak menjawab.
“Hei, Park Hye Mi, lama tidak bertemu kau sudah pandai pacaran. Dan sekarang malah jadi pacar temanku ini, hahaha!” sekarang giliran tawa Jung Soo yang meledak.
“Ya! Memangnya kenapa kalau dia pacaran denganku sekarang?” tanya Jong Woon pura-pura memasang wajah kesal.
“Tidak… aku hanya membayangkan bagaimana wajah Yoo Rin-ahjumma jika tahu anaknya ini sudah berpacaran dengan mahasiswa.”
Mwo? Oppa, kau jahat sekali,” ujar Hye Mi kaget.
“Ya! Jung Soo, kalau kau berani membuatnya takut tunggu saja pembalasanku,” ancam Jong Woon.
Jung Soo masih tertawa hingga memegangi perutnya. “Baik… baik…. Aku masih tergolong oppa yang baik, kau tahu? Aku tidak akan memberi tahu ahjumma ataupun ahjussi. Pacaranlah dengan tenang.”
“Nah, kau memang teman yang baik, Chingu,” kata Jong Woon puas sambil menepuk pundak Jung Soo.
“A… apa? Oppa bilang apa? ‘Pacaran dengan tenang’?” tanya Hye Mi dengan mata yang membulat. Meskipun begitu, ia masih tidak rela jika disebut pacaran dengan laki-laki ini.
“Iya, memangnya kenapa?” tanya Jung Soo sedikit curiga.
“Aaah, tidak apa-apa. Dia hanya sedikit malu-malu. Iya kan, Chagiya?” elak Jong Woon sambil merangkul Hye Mi.
“Malu-malu?”
“Iyaaaa. Iya kan, Chagiya?” tanya Jong Woon sambil menatap Hye Mi dengan tatapan mengancam. ‘Cepat katakan atau kau kubunuh!’
“E ee… iya…. Iya, aku hanya malu-malu,” jawab Hye Mi mulai ketakutan melihat tatapan Jong Woon.
“Aah, kalian ini aneh sekali,” komentar Jung Soo.
“Aneh? Kami ini romantis tahu?” ujar Jong Woon seraya semakin erat merangkul Hye Mi dan mencium kepalanya.
“A a a, apa yang kau lakukan?! Apa yang kau lakukan, Kim Jo….” Kata-kata Hye Mi terputus ketika melihat tatapan Jong Woon. Ia seperti mendengar telepati Jong Woon ‘Apa kau lupa harus memanggilku apa, hah?’
“A a aaa… Oppa….” ujar Hye Mi dengan terpaksa.
Mwo? ‘Oppa’? Wah wah wah, kalian ini mesra sekali, membuatku iri saja,” ujar Jung Soo dengan senyum geli.
“Makanya kau juga cari pacar sana, jangan hanya kuliah saja,” ujar Jong Woon.
“Ah, kau ini bisa saja,” ujar Jung Soo dengan malu-malu.
“Ya sudah, aku pergi dulu. Ayo, Chagi!” ujar Jong Woon seraya menarik tangan Hye Mi.
“Eh, Jong…. Aah, eh Oppa, kita mau ke mana?”
“Lho? Apa lagi? Tentu saja pacaran, kau ini bagaimana?” Jong Woon balik bertanya.
“Yayaya, pacaranlah sepuasnya! Bersenang-senanglah!” ujar Jung Soo melambaikan tangannya.
Sementara Hye Mi? Ia terpaksa mengikuti Jong Woon. Entah ke mana Jong Woon akan membawanya di kampus yang sebesar ini. Orang-orang di sekelilingnya memandang ke arah mereka.
“Hei, Jong Woon! Apa itu adikmu?” tanya salah satu mahasiswa.
“Apa? Apa kau lihat wajahku dan wajahnya seperti adik dan oppa-nya?” Jong Woon balik bertanya.
“Ah? Ngg…. Benar juga, tidak mungkin namja sepertimu bisa mempunyai adik semanis dia,” ujar mahasiswa itu lagi membuat Hye Mi sedikit malu.
“Aissh! Kau ini membuatku kesal saja. Chagiya, ayo kita pergi,” Jong Woon kembali menarik tangan Hye Mi.
Terdengar mahasiswa-mahasiswa di sana menyoraki mereka. “Waaah! Chagiya katanya!”
“Itu ya pacarnya?”
“Masih SMA?”
“Tidak kusangka dia bisa dapat pacar seperti itu, hahaha!”
****
“Kenapa kita ke sini?” tanya Hye Mi saat mereka tiba di taman yang berada di tengah-tengah kampus.
“Apa harus kuulangi? Apa kau tidak mau menghabiskan waktu denganku?”
“Ya! Kau tahu aku tidak suka orang yang balik bertanya?”
“Kau kenapa? Duduk!”
Hye Mi menurut, ia duduk di samping Jong Woon dan Jong Woon merangkulnya. Hye Mi menyerah, ia tidak mau berdebat dengan Jong Woon lagi. Dia sudah lelah. Biarkan saja Jong Woon merangkulnya. Ia sudah tidak peduli lagi.
“Park Hye Mi?” terdengar suara orang yang sangat mereka kenal memanggil nama Hye Mi.
Keduanya langsung menoleh ke belakang. Dan sontak keduanya langsung berdiri melihat orang itu.
“Sungmin?” ucap Hye Mi kaget. “Sedang apa kau di sini?” tanya Hye Mi.
“Aku sedang menemui saudaraku di sini. Kau sendiri?”
“A… aku…. Aku menemui Jong Woon,” jawab Hye Mi.
Ia juga tidak tahu kenapa bibirnya mengeluarkan kata-kata itu. Jong Woon mendelik gadis itu, ia tidak menyangka Hye Mi akan mengatakan hal itu.
“Apa kalian sudah… pacaran?” tanya Sungmin pelan. Ia menunggu jawaban Hye Mi maupun Jong Woon. Dan sejujurnya ia mengharapkan jawaban ‘tidak’ dari Hye Mi.
“Ah… eh.. ng…. kami….” Hye Mi gugup. Ya Tuhan, haruskah ia mengatakannya sekarang? Apa yang harus ia katakan sekarang?
“Kami….” Baru saja Jong Woon akan menjawab, Hye Mi sudah memotongnya dengan kata-kata paling tabu untuknya. “Iya, kami memang pacaran.”
Sungmin membelalakkan matanya. Hye Mi dan… Jong Woon? Gadis yang selama ini ia idam-idamkan, yang selama ini selalu dipikirkannya, selalu dikejarnya… telah menjadi milik orang lain? Jong Woon menoleh pada Hye Mi dengan tatapan terkejut. Sedangkan Hye Mi menunduk, menutupi wajahnya memerah.
Sungmin merasa badannya lemas. Ia memegangi kepalanya dengan sebelah tangannya. “Oh… kalau begitu, aku pergi dulu,” ujarnya seraya pergi meninggalkan Hye Mi dan Jong Woon di taman itu.
Jong Woon memegang pundak Hye Mi. “Jadi… begitu?”
“Hm? Begitu apanya?” Hye Mi masih menunduk. Ia yakin, kalau namja ini melihat wajahnya, namja ini akan tertawa sekeras-kerasnya.
“’Kami memang pacaran’? Jadi kau sudah mulai menyukaiku sekarang?”
“Apa harus kujawab?”
Jong Woon menunduk mencari-cari raut wajah Hye Mi, tapi Hye Mi menutupi wajahnya dengan tangannya.
“Kau kenapa? Lihat aku.”
Hye Mi menggeleng.
“Kalau aku tidak melihat wajahmu, bagaimana aku bisa tahu jawabanmu,” ujar Jong Woon sambil sedikit mengguncangkan tubuh Hye Mi.
Hye Mi mengangkat kepalanya. Wajahnya sangat merah. “Tertawalah sepuasmu,” katanya pelan.
Jong Woon tersenyum, lalu ia memeluk erat-erat gadis itu. Gadis ini adalah gadisnya. Gadisnya seorang. Tidak ada orang lain yang boleh mengambil gadis ini darinya. Hanya dia yang boleh memiliki gadis ini. Hanya dia yang boleh memeluknya, menciumnya, dan mendapatkan cinta darinya. Ya… hanya dia. Hanya dia yang boleh menggenggam tangan gadis ini, gadis yang membuatnya menjadi gila sekarang.
****
“Terima kasih sudah menemaniku hari ini,” kata Jong Woon memecah keheningan saat mereka sampai di depan rumah Hye Mi.
“Mm… ya… cheonmaneyo,” sahut Hye Mi sambil tertunduk menyembunyikan wajahnya yang bersemu merah.
“Kau kenapa?” tanya Jong Woon, tapi tidak mendapatkan jawaban. “Kau masih malu-malu tentang yang tadi?” tanyanya lagi, sukses membuat Hye Mi tersentak dan salah tingkah.
“Ah? Engg….” Hye Mi gugup. Ia masih mencari-cari kalimat untuk menjawab ucapan Jong Woon barusan. Oh, Tuhaaaan! Bagaimana gadis ini bisa menutupi kegugupannya kalau Kim Jong Woon terus mengatakan hal yang membuatnya malu?
“Sudah, masuk sana,” ujar Jong Woon.
“Hm? Apa?” Hye Mi mendongak menatap Jong Woon.
“Kau ini kenapa? Apa kepalamu terbentur? Aku bilang masuk sana.” Jong Woon sedikit terkekeh melihat keanehan Hye Mi hari ini.
Semenjak ia mengakui hubungan mereka pada Sungmin, Hye Mi terus menunduk dan tidak mau melihat Jong Woon. Ia takut wajah merahnya terlihat oleh pabo namja ini. Haah… Sungmin. Entah bagaimana ia pulang setelah ia tahu hubungan Hye Mi dan Jong Woon. Hye Mi bisa melihat dia sangat putus asa, karena ia berjalan gontai saat pamit pada mereka tadi.
“Besok kau mau aku menjemputmu lagi?” tanya Jong Woon lagi.
“Hm? Wae?
“Sepertinya orang tuamu sudah pulang. Kau tidak lihat rumahmu sudah terang benderang begitu?”
Hye Mi menoleh ke arah rumahnya. Benar saja, lampu rumahnya sudah dinyalakan. Aah… Hye Mi merasa hatinya makin bergejolak. Ia sangat merindukan appa dan omma-nya itu.
“Kalau begitu aku pulang dulu. Sampai jumpa nanti, Chagiya!” ujar Jong Woon seraya berjalan pulang.
Hye Mi masuk ke halaman rumahnya dengan berlari kecil. Dan dengan semangat ia membuka pintu rumahnya. Saat ia masuk, ia mendapati dua pasang sepatu yang sangat ia kenal. Dan tak lama setelah itu tampak seorang wanita keibuan menyapanya.
“Sudah pulang?”
Omma!” teriaknya seraya berlari dan memeluk wanita itu.
“Hei, kau sudah besar,” ucapnya seraya menyambut pelukan putrinya itu.
“Mana appa?”
“Dia sedang di kamar mandi. Ganti bajumu sana.”
****
“Hye Mi, kau sedang apa?” tanya seorang pria, walaupun ia akan mendapat jawabannya saat melihat Hye Mi.
“Hm? Baca buku Biologi. Ada apa, Appa?”
“Sudah jam makan malam, cepat makan sana.”
“Sebentar lagi saja, aku masih mau membaca buku ini sedikit lagi.”
“Ya! Park Hye Mi, kau sudah mau membangkang appa-mu?” seru appa dengan nada kesal.
Segera saja Hye Mi menutup bukunya dan mengikuti langkah appa menuju meja makan.
Hening. Hanya suara dentingan sendok dan garpu yang menghiasi suasana makan malam keluarga itu. Tiba-tiba saja appa bersuara dan langsung membuat Hye Mi kaget.
“Siapa yang mengantarmu tadi sore?” tanya appa.
Appa melihatnya? Aku kira appa sedang di kamar mandi tadi.”
“Sekilas Appa melihatnya. Siapa dia?”
“Temanku. Dia baru pindah ke sini, jadi memerlukanku untuk memandunya­­­–––dia buta arah."
“Teman?” Appa meneruskan makannya. Setelah beberapa kunyahan dan menelan makanannya, ia melanjutkan. “Appa kira pacarmu.”
Hye Mi tersedak. Ia langsung meraih gelasnya dan meminumnya. “Appa bicara apa sih?”
Appa, jangan membuatnya kaget ketika makan,” ujar omma.
Appa bingung denganmu. Biasanya anak seusiamu sudah heboh dengan dunia percintaan. Tapi kenapa kau belum menunjukkan tanda-tanda pubertasmu?” tanya appa lagi dengan santainya melanjutkan makan.
“Memangnya kenapa? Aku masih ingin serius belajar.”
“Hah, kau ini selalu saja menjawab. Jujur, Appa mengkhawatirkanmu. Sampai-sampai Appa berpikir kau ini tidak normal.”
Sekali lagi appa berhasil membuat Hye Mi tersedak. Dan kali ini lebih hebat.
Appa! Jangan membicarakan hal itu ketika makan!” omel omma yang sejak tadi terdiam menonton percakapan mereka.
“Memangnya aku salah kalau konsentrasi pada pelajaran?” sahut Hye Mi setelah napasnya kembali normal.
“Tapi benar juga, Hye Mi. Omma ingin sekali melihatmu membawa seorang namja ke rumah.”
Hye Mi melirik omma dengan tatapan ‘yang benar saja?’.
“Kalau begitu besok aku akan mengajak Park Jung Soo-oppa kemari.”
“Hahaha!” omma dan appa tertawa terbahak-bahak.
“Yang dimaksud Omma­-mu itu seorang namja yang kau kenalkan pada kami sebagai pacarmu. Kau ini kenapa tidak peka?” ujar appa.
Hye Mi cemberut, wajahnya bersemu merah. Tentu saja ia peka. Karena ia sudah memilikinya sekarang. Tapi dia belum siap. Belum siap membawa pabo namja itu ke hadapan orang tuanya dan berkata pada mereka, ‘Appa, Omma…. Ini pacarku, Kim Jong Woon.’ Haaah…. Membayangkannya saja Hye Mi sudah pusing. Bagaimana jika ia benar-benar membawanya kemari?
“Atau jangan-jangan yang tadi sore itu memang pacarmu?” tanya appa sedikit mendesak Hye Mi.
“Ah, sudahlah. Aku kenyang. Aku belajar dulu,” ujar Hye Mi seraya meninggalkan meja makan dan piring kosongnya di sana.
“Ya! Appa belum selesai bicara! Park Hye Mi!”
****
Hye Mi membuka buku Biologinya. Tapi yaa sejujurnya pikirannya melayang. Melayang ke pembicaraan di meja makan tadi. Konsentrasinya tertuju pada pembicaraannya tadi. Ia tidak bisa memusatkan konsentrasinya pada buku yang ia pegang. Untungnya Hye Mi selalu menyempatkan membaca buku pelajaran setiap ada waktu senggang, jadi ia tidak perlu takut mendapatkan nilai jelek.
Omma masuk ke kamar putrinya itu. Tapi yang membuatnya heran, suara pintu yang terbuka tidak dapat membuyarkan konsentrasi putrinya. Ia sedang serius belajar atau… sedang melamun?
“Hye Mi,” panggil omma.
Hye Mi tersentak. Ia langsung menutup bukunya. “Ne, Omma?”
“Akui saja.”
“Apa?” Hye Mi membulatkan matanya dan memasang tampang bingung. Ia tidak mengerti ucapan omma-nya.
Namja yang tadi sore itu pacarmu, kan?”
JEDAARR! Entah halilintar dari mana yang menyambar tadi. Mata Hye Mi makin membesar.
Omma ini bicara apa?” elak Hye Mi.
Omma menghela napas. “Bawa dan kenalkan dia besok kemari. Omma dan appa ingin mengenalnya.”
“Maksud Omma apa?”
“Apa Omma salah bicara? Kami juga ingin mengenal lebih dekat pacar putri kami,” ujar omma seraya bangkit dan keluar dari kamar Hye Mi.
Tinggal Hye Mi sendiri di kamarnya dan masih tertegun dengan ucapan omma-nya. Segini? Hanya segini kemampuannya menyimpan rahasia? Semuanya sudah ketahuan sebelum ia mengungkapnya sendiri? Jong Woon, aku terpaksa membawamu besok.
****
Hye Mi berdiri di depan gerbang kampus dengan menyandarkan punggungnya ke tembok. Ia melirik jam tangannya, masih jam tiga. Ya, masih terlalu awal untuk dikatakan terlambat. Dari kejauhan sudah tampak Jong Woon sedang menuju ke arahnya dengan membawa tas ransel di sebelah pundaknya. Entah kenapa detik itu juga Hye Mi merasa pipi dan dadanya panas. Ada apa ini? Gadis itu mengalihkan wajahnya dari pandangan Jong Woon, lalu menepuk-nepuk wajahnya sendiri agar rona di wajahnya itu hilang. Ada apa sebenarnya? Kenapa baru kali ini Hye Mi merasa dadanya panas ketika melihat Jong Woon. Kenapa baru kali ini dia merasa… mm yaah… Jong Woon terlihat tampan di matanya.
Tanpa disadarinya, pelukan Jong Woon sudah melingkar di tubuhnya dari belakang.
Chagiiii!” ucap Jong Woon dengan nada manja.
“Aaaaahh!!!” jerit Hye Mi kaget. Ia langsung menyikut Jong Woon yang ada di belakangnya.
Dan alhasil kedua siku Hye Mi mengenai perut Jong Woon begitu keras.
“Ugh!” rintih Jong Woon kesakitan seraya merendahkan posisinya hingga Hye Mi terlihat lebih tinggi darinya.
“Ah… m… mianhae…. Oppa, aku tidak sengaja,” ujar Hye Mi sambil memegang perut Jong Woon sakit.
M… Mwo? M… mianhae? Hanya itu? Uhuk!” tanya Jong Woon masih kesakitan.
“Lalu? Aku harus apa? Oppa, aku benar-benar tak sengaja,” ujar Hye Mi sambil mengukir senyum di wajahnya. Ia sekuat tenaga menahan tawanya.
“Uhuk! Benar kau tak sengaja?” tanya Jong Woon lagi sambil menunjukkan ekspresi kesakitan.
“Astaga, dia benar-benar kesakitan,” batin Hye Mi.  “Mm… ne,” jawabnya dengan mengangguk.
“K… kalau begitu….” Jong Woon mulai menggerakkan jari telunjuknya untuk mengisyaratkan permintaannya pada gadis itu.
Hye Mi memerhatikan ke mana jari telunjuk Jong Woon bergerak. Dan akhirnya, ia mendapati jari telunjuk namja itu menyentuh di… bibirnya? Hye Mi memerhatikan bibirnya. Sedikit banyak dia mengerti apa maksud Jong Woon.
“A… apa?” tanya Hye Mi memastikan pikirannya.
Jong Woon menaikkan sebelah alisnya. Jari telunjuknya dengan lembut diketukkan pada bibirnya agar Hye Mi mengerti maksudnya. Tak lupa ia memasang wajah ‘aku mohon’ setelah itu.
Ki… kisseu?”
Jong Woon mengangguk semangat. Hye Mi masih memerhatikan bibir Jong Woon. Apa yang harus dilakukannya? Menuruti permintaan pacarnya itu? Ah, tidak… tidak. Ia tidak akan mau menuruti permintaan Jong Woon yang gila ini.
“Mm… ya….” ucap Hye Mi terputus.
Mata Jong Woon membulat. Benarkah ini? Benarkah Hye Mi menuruti permintaannya?
“Ya… tentu saja aku akan menolak permintaanmu itu, Oppa. Ayo pergi,” ujarnya seraya menarik tangan Jong Woon.
“Ya! Kenapa tidak mau?” tanya Jong Woon kesal sambil mengikuti langkah Hye Mi.
“Karena itu gila,” jawab Hye Mi datar sambil terus berjalan.
“Ya! Sebenarnya kita mau ke mana?” tanya Jong Woon lagi masih dengan nada kesal.
“Ke rumahku.”
Mwo?”
Omma dan appa-ku ingin bertemu denganmu.”
Langkah Jong Woon terhenti. Begitu pula dengan langkah Hye Mi.
Oppa, aku tidak tahu harus mulai dari mana menjelaskannya padamu. Tapi… mereka ingin bertemu denganmu–––sangat ingin malah–––sampai-sampai mereka mendesakku terus,” jelas Hye Mi dengan wajah putus asa.
“Benarkah?” tanya Jong Woon tak percaya. “Apa aku terlihat aneh?” tanyanya lagi.
Hye Mi menggeleng. “Andwae. Kau sudah rapi, ayo cepat.”
****
Sekarang Jong Woon dan Hye Mi duduk bersebelahan di sofa di ruang tamu. Mereka duduk berhadapan dengan omma dan appa. Baik Hye Mi maupun Jong Woon merasakan ketegangan luar biasa. Hening, sampai akhirnya appa bersuara.
“Ehem… jadi siapa namamu tadi?” tanya appa seraya meneguk tehnya.
“Ah… K… Kim Jong Woon imnida,” jawab Jong Woon tegang.
“Sudahlah, jangan tegang,” ujar appa mencoba mencairkan suasana.
“Jadi, di mana kalian bertemu?” tanya omma.
“Di stasiun,” jawab Jong Woon pelan. Kepalanya masih menunduk.
“Stasiun?”
“Ah, ne. Waktu itu dompetku terjatuh dan Hye Mi yang menemukannya,” lanjut Jong Woon.
“Oooh….” Omma ber-oh panjang dan diikuti anggukan.
“Jadi semenjak itu kalian jatuh cinta pada pandangan pertama?” tanya appa.
“Ya! Kenapa Appa bertanya seperti itu?” tanya Hye Mi kesal dengan nada tinggi.
“Ya! Appa tidak bertanya padamu, Park Hye Mi!” balas appa tak kalah kesalnya. Lalu appa mengalihkan tatapannya pada Jong Woon untuk menunggu jawaban.
“Mm… yah… begitulah,” jawab Jong Woon malu-malu.
Tawa appa meledak. “Hahaha! Ada-ada saja anak muda jaman sekarang! Jangan malu-malu, kami dulu juga seperti itu,” ujar appa sambil menepuk pundak Jong Woon yang ada di hadapannya.
“Kata Hye Mi kau mahasiswa, benar?” tanya omma lagi.
“Mm, ne. Aku baru masuk kuliah seminggu yang lalu,” jawab Jong Woon. Ia mulai bisa mengendalikan perasaannya sekarang, ia sudah mulai tenang.
“Dia teman Jung Soo-oppa,” tambah Hye Mi.
“Ooh, benarkah? Park Jung Soo?” tanya omma ramah dan disambut anggukan oleh Jong Woon. Omma tersenyum ramah melihat Jong Woon. Ia bisa merasakan kalau Jong Woon anak yang baik.
“Tapi, kalau dipikir-pikir… kau hebat juga, Jong Woon,” ujar appa.
Ne?”
“Selama ini aku sudah tahu, anakku ini banyak yang menyukainya. Tapi semuanya ditolak,” ujar appa.
“Ah, ne. Termasuk Sungmin,” sahut Jong Woon tanpa kesadaran penuh. “Ah… maksudku….”
“Tidak apa-apa,” ujar appa sambil tersenyum hangat. “Bagaimana kau bisa menaklukkan anak ini?” tanyanya lagi membuat wajah Jong Woon memerah.
Appa!” sergah Hye Mi.
Appa tidak menunggu jawabanmu, Hye Mi!”
“Mm… yah… mungkin aku sedikit memaksanya,” jawab Jong Woon jujur.
“Memaksa?” tanya omma sedikit tidak percaya. “Bahkan Sungmin yang sudah bertahun-tahun mengejarnya saja sudah berkali-kali ditolak mentah-mentah. Hahaha!”
Tawa omma disusul tawa appa yang memenuhi ruangan itu. Sedangkan Jong Woon hanya tersenyum kecil dan tertunduk malu. Hye Mi cemberut. Ia menatap appa dan ommanya dengan tatapan kesal. Wajahnya memerah. Gadis mana yang tidak malu saat dibicarakan seperti itu?
“Jadi kau masuk jurusan musik?” tanya omma lagi.
Ne,” jawab Jong Woon. Lalu ia menambahkan, “Sebenarnya aku sudah bilang pada orang tuaku untuk masuk ke fotografi, tapi saat mendaftar kuliah aku mulai tertarik dengan musik.”
“Wah, cepat sekali kau memutuskan?” Appa bersuara.
“Ah, ne…. Aku hanya berpikir mungkin aku akan lebih nyaman jika masuk ke jurusan musik,” sahut Jong Woon.
“Dan hasilnya?”
“Aku sangat menyukai kuliahku yang sekarang.”
Entah apa yang Hye Mi lakukan sampai akhirnya pertemuan mereka berakhir. Jong Woon pulang setelah berpamitan dengan orang tua Hye Mi. Kemudian gadis itu mengantar Jong Woon sampai di depan pagar rumahnya. Terakhir… yang terakhir dilihatnya adalah senyum laki-laki itu. Senyum yang begitu hangat.
****
Hye Mi berjalan menuju gerbang sekolahnya. Entah kenapa perasaannya tidak tenang hari ini. Apalagi setelah ia tiba di depan gerbang, ia tidak menemukan sosok Jong Woon. Ke mana Jong Woon? Biasanya ia akan langsung melihat wajah namja itu ketika keluar dari gerbang sekolah. Apalagi Song Eun harus mengikuti pelajaran tambahan, terpaksa ia harus pulang sendirian hari ini.
Setelah hampir setengah jalan menuju rumahnya, langkah Hye Mi memutar arah menuju apartemen Jong Woon. Entah kenapa ia sangat ingin melihat wajah laki-laki itu sekarang ini. Ia mempercepat langkahnya. Dan tidak lama kemudian ia sudah sampai di depan lift. Ia masuk ke dalam lift dan menekan tombol 2. Ia tahu Jong Woon tinggal di lantai dua, tapi ia tidak tahu yang mana. Setelah lift tersebut sampai di lantai dua, ia menyusuri lorong dan mengamati nama di depan pintu masing-masing ruangan. Sekitar tiga menit kemudian, ia menemukan nama yang dicarinya. Tidak menunggu apa-apa lagi, Hye Mi langsung menekan bel.
Pintu terbuka, seorang namja berdiri di belakang pintu dengan wajah terkejut. Bagaimana tidak? Ini pertama kalinya Hye Mi mencari dirinya.
“Hye Mi? Ada apa?” tanyanya masih dengan ekspresi terkejut.
Hye Mi memaksakan seulas senyum walaupun hatinya kesal, bingung, dan khawatir bercampur menjadi satu. “Harusnya aku bertanya begitu. Kenapa tidak menjemputku?” Hye Mi balik bertanya.
Jong Woon mengukir senyum yang dipaksakan. “Masuklah,” katanya.
Hye Mi masuk ke dalam apartemen itu dan duduk di sofa. Jong Woon duduk di sampingnya sambil menghela napas berat. Hye Mi bisa langsung tahu bahwa laki-laki ini sedang ada masalah dan beban pikiran. “Ada apa?” tanya Hye Mi dengan nada berhati-hati.
“Aniya….” Jawab Jong Woon sambil terus memandang lurus ke depan.
Pikirannya melayang. Ia kembali teringat dengan percakapannya dengan ayahnya beberapa menit yang lalu.
****
“Halo, Appa?” ucap Jong Woon setelah menekan tombol hijau pada ponselnya.
Jong Woon, kau harus segera pulang,” ujar appa dari seberang telepon.
Jong Woon mengerutkan alisnya. “Ada apa? Kenapa aku harus pulang tiba-tiba?” tanyanya tak mengerti.
Terdengar dari seberang telepon, telepon yang sedang dipegang appa-nya direbut seseorang dan terdengar suara seorang yeoja yang tak lain dan tak bukan adalah adiknya.
Oppa… oppa harus pulang secepatnya,” kata yeoja itu dengan sesekali memperdengarkan isakan.
“Soon Hee?” ucap Jong Woon ketika mendengar isakan adiknya. “Tapi… wae?” tanyanya tak mengerti.
Soon Hee terisak dari seberang telepon. Dengan berat dijawabnya pertanyaan kakaknya itu. “Omma….” ucapnya berat seakan tak berdaya untuk menjelaskan.
Jantung Jong Woon berdetak makin cepat. Matanya terbelalak. “Ada apa dengan omma?” tanyanya dengan nada yang lebih tinggi. Tapi yang terdengar hanya suara isakan Soon Hee. “Ya! Soon Hee! Jawab aku! Ada apa dengan omma?!” tanyanya lagi dengan nada tinggi menuntut penjelasan. Emosinya tak terkendali lagi.
Omma…. Penyakit jantungnya kambuh lagi…. Dan… dia sudah ada di rumah sakit sekarang. Omma… omma tidak sadarkan diri sejak tadi siang….” Tak terdengar lagi suara Soon Hee, yang terdengar hanya suara tangisnya yang pecah. Emosinya meledak-ledak.
Jong Woon tidak mampu lagi berkata-kata. Ponselnya jatuh dari genggamannya. Ia terduduk. Dan yang bisa ia katakan hanyalah ia akan pulang sesegera mungkin. Ia bingung melakukan apa. Kemudian setelah pikirannya mulai jernih dan kesadarannya mulai menguat, ia menekan salah satu tombol di ponselnya dan menempelkannya di telinga. Ia menelepon orang yang biasa dihubunginya untuk menyediakan tiket kereta. Tapi kereta paling awal akan tiba besok pagi. Jong Woon mengiyakan penjelasan orang itu walaupun ia tidak bisa menunggu sampai besok pagi.
Setelah menutup sambungan, ia mulai teringat Hye Mi. Hatinya yang gundah perlahan menjadi tenang setelah yeoja itu muncul di pikirannya. Ia ingat ia harus menjemput Hye Mi. Tapi… dengan tampangnya yang berantakan sekarang ia tidak yakin ia bisa menunjukkan bahwa ia baik-baik saja di depan gadis itu. Haah…. Apa yang harus dia lakukan. Ah ya, ia memilih untuk pulang. Ia tidak sanggup menyangkal jika Hye Mi menanyakannya ada apa. Ya, ia harus pulang. Ia harus menenangkan hatinya dan menyiapkan keperluannya untuk pulang besok.
****
Oppa? Oppa!
Jong Woon menyadari panggilan Hye Mi ketika gadis itu mengguncang pundaknya.
“Ya? Ada apa?” tanyanya.
“Harusnya aku yang bertanya begitu! Kau kenapa? Kenapa hari ini Oppa terlihat sangat aneh?” tanya Hye Mi dengan penuh tanda tanya di matanya yang gelap.
Jong Woon mengalihkan tatapannya dari mata Hye Mi. Ia tidak mampu menatap mata itu sekarang. Tidak, tidak. Ia harus menunjukkan pada gadis ini kalau ia baik-baik saja. Dan tekadnya langsung gagal.
Oppa, lagi-lagi kau tidak menjawabku.”
“Hye Mi….” ucap Jong Woon. Suaranya begitu berat seakan-akan banyak sekali beban pikirannya.
Hye Mi terkejut mendengar suara Jong Woon yang tidak seperti biasanya. “Oppa, kau sakit?”
Jong Woon menggeleng. “Aku harus pulang besok.”
“Pulang?” Hye Mi serasa hatinya ditusuk tombak. Pulang? Tapi kenapa secepat itu? “Pulang? Kenapa tiba-tiba?”
Omma-ku,” jawab Jong Woon dengan terbata-bata berusaha menahan air matanya keluar. “Dia sakit, tak sadarkan diri… dan… rumah sakit…. Jantungnya….”
Ucapan Jong Woon tak beraturan. Ia mengeluarkan kata-kata yang berkecamuk di dalam otaknya. Tapi Hye Mi dapat menangkap maksud Jong Woon. Perlahan mata Jong Woon semakin berat untuk menahan air mata. Secara tidak sadar ia langsung memeluk gadis yang ada di sebelahnya itu. Pelukannya… pelukannya membuat hati Jong Woon mencair. Air matanya turun begitu saja dengan derasnya walaupun tanpa suara isakan. Rambut Hye Mi dibasahi dengan air mata Jong Woon. Hye Mi dapat merasakan detak jantung Jong Woon yang tidak menentu. Perlahan ia bisa mengerti bagaimana perasaan hati Jong Woon saat ini.
“Aku mengerti, Oppa…. Aku mengerti,” kata Hye Mi menenangkan Jong Woon.
“Maafkan aku…. Aku harus meninggalkanmu….” ucap Jong Woon sambil sesekali terisak.
“Aku baik-baik saja. Oppa pulanglah.”
Entah kenapa saat Hye Mi mengatakan itu, hatinya seperti memberontak. Ia tidak rela Jong Woon pergi. Tapi ia juga tidak bisa menuruti egonya. Bagaimana pun omma Jong Woon yang lebih penting. Ya… Hye Mi memantapkan hatinya. Ommanya lebih membutuhkan dirinya. (to be continued)
****
 Yak gimana part yang ini? Kritik sarannya tolong ditulis di kolom komentar di bawah ya :)
Tunggu kelanjutannya ya, anyyeong! ^o^/

1 komentar: