Minggu, 29 April 2012

I'm Sorry Oppa (Part 2)


Yak, karena respon readernya bagus, jadi saya post-kan kelanjutan FF yg kemaren. Monggo dibaca :)

Author        : Ifa Raneza

Main Cast  : Yesung a.k.a Kim Jong Woon , Park Hye Mi

Genre         : Romance 
(******)

“Kau Sungmin?!”
“Y… ya… A… aku Sungmin. Apa aku mengenalmu?” jawab Sungmin dengan tampang bingung.
“Oh, jadi kau yang….” Kalimat Jong Woon langsung dipotong Hye Mi. “Dia Kim Jong Woon. Jong Woon-oppa, ini Lee Sung Min.”
“Oh…. Aku Lee Sung Min,” kata Sungmin seraya mengulurkan tangan pada Jong Woon dan tersenyum.
“Kim Jong Woon,” sahut Jong Woon sambil menjabat tangan Sungmin.
“Jadi, akhirnya kita bertemu di sini,” kata Sungmin pada Hye Mi.
“Mmm… ya. Kebetulan sekali,” kata Hye Mi sambil menunduk.
“Menurutku ini seperti… yaahh, takdir.”
“Semua yang terjadi pada manusia adalah takdir Tuhan. Dan aku rasa pertemuan kita kali ini biasa saja,” kata Hye Mi. Sungmin terdiam.
Hye Mi mengangkat kepalanya dan tersenyum. Sungmin membalas senyuman Hye Mi. Sementara Jong Woon memutar kedua bola matanya dan menghela napas melihat kedua orang di depannya saling tersenyum.
“Ya!” seru Jong Woon membuat dua orang itu terkejut. “Aku sudah mendapatkan buku yang kucari. Sepertinya sekarang kita harus pulang, Park Hye Mi-ssi,” ujar Jong Woon sambil menarik tangan Hye Mi ke arah kasir. “Oh, sampai jumpa, Sung Min-ssi,” kata Jong Woon sebelum ia pergi.
*****
“Apa maksudmu menarikku tadi?” tanya Hye Mi dengan nada tinggi setelah mereka keluar dari toko buku.
"Tidak. Kenapa? Kau marah padaku?”
“Tidak. Hanya saja…. Gomawoyo,” kata Hye Mi.
Jong Woon kaget. “Apa?”
“Aku berpikir bagaimana cara pergi dari sana tanpa menyinggung perasaan Sungmin, tapi berkat kau aku tidak perlu memikirkannya lagi.” Hye Mi mulai berjalan dan diikuti Jong Woon.
“Aku pikir kau menyukainya,” kata Jong Woon.
“Aku belum siap bertemu dengannya lagi sejak dia pindah dulu,” kata Hye Mi sambil memandang langit.
Jong Woon tampak bingung. Dia sangat ingin menanyakan maksud Hye Mi, tapi dia takut tidak akan mendapatkan jawaban yang diinginkannya. “Aaah, aku lapar sekali~. Di apartemenku tidak ada makanan,” ujarnya dengan sesekali melirik Hye Mi.
“Kau lapar?” tanya Hye Mi. Dia melihat jam tangannya. Lalu berkata, “Aku tahu tempat makan yang enak dan murah di dekat rumahku dan apartemenmu.”
“Ayo antar aku ke sana!”
“Ayo!”
*****
Jong Woon dan Hye Mi sampai di rumah makan mie yang berada di dekat apartemen Jong Woon maupun rumah Hye Mi. Hye Mi kenal baik bibi pemilik rumah makan ini. Karena itu ia sering mendapat diskon saat suasana hati bibi pemilik rumah makan sedang baik.
“Selamat datang! Ah, Hye Mi! Silakan duduk!” ujar bibi pemilik rumah makan ketika melihat Hye Mi dan Jong Woon masuk. “Mau pesan apa?”
“Aku mie yang seperti biasa. Jong Woon­-oppa, kau mau pesan apa?”
“Ah, hah? Aku sama denganmu saja,” jawab Jong Woon sambil tersenyum.
“Baiklah, tunggu sebentar.” Bibi Han–––pemilik rumah makan–––masuk ke dalam dapur. Tak lama kemudian ia keluar membawa dua pesanan Hye Mi dan Jong Woon dan dua air putih. “Silakan!”
“Terima kasih, Bibi,” kata Hye Mi sambil tersenyum dan melahap mie-nya.
“Park Hye Mi, siapa dia? Aku baru melihatnya hari ini. Apa dia pacarmu?” tanya bibi Han dengan berbisik sementara Jong Woon tengah sibuk melahap mie-nya.
Mwo?” kata Hye Mi kaget. Lalu ia berhenti melahap mie-nya. “Bukan, Bibi, dia temanku yang baru pindah ke apartemen di dekat dari sini,” jawab Hye Mi.
“Oh, kukira pacarmu,” kata bibi Han seraya pergi meninggalkan Hye Mi dan Jong Woon.
Hye Mi kembali sibuk menghabiskan makanannya. Lalu Jong Woon berbisik pada Hye Mi, “Apa yang kalian bicarakan? Apa kalian membicarakan aku?”
Mwo? Bukan… bukan.”
Jong Woon membulatkan matanya dan mendekatkan wajahnya pada Hye Mi. “Kalau begitu apa? Cepat beritahu aku!” ujarnya tidak sabar.
Hye Mi menyenggol pipi Jong Woon dengan telunjuknya. “Ani! Cepat habiskan makananmu!” ujarnya dengan nada kesal.
Jong Woon mendesah tanda kesal. Ia kembali melahap makanannya. Tiba-tiba ia kembali teringat akan ucapan Hye Mi di jalan tadi. Rasa penasarannya muncul kembali. Apa ini waktu yang tepat untuk menanyakannya?
“Park Hye Mi.”
“Hm?”
“Apa maksudmu ‘Aku belum siap bertemu dengan Sungmin’?” tanya Jong Woon.
Hye Mi berhenti melahap makanannya. “Apa kau perlu tahu itu?”
“Tidak…. Tapi aku ingin.”
Hye Mi sebenarnya enggan menceritakan ini pada Jong Woon. Tapi entah kenapa perasaan Hye Mi mengatakan Jong Woon orang yang dapat dipercaya. Padahal mereka baru bertemu beberapa jam yang lalu.
“Saat SMP dulu Sungmin menyukaiku–––kata temanku–––sangat menyukaiku malah. Tapi aku tidak percaya begitu saja. Tapi saat upacara kelulusan SMP, dia bertemu orang tuaku.”
“Lalu?” Mata Jong Woon kembali membulat dan mendekatkan wajahnya pada Hye Mi tanda sangat ingin tahu.
“Dia bilang pada mereka bahwa dia akan melamarku.”
MWO?!” seru Jong Woon kaget sehingga semua orang memandangi mereka berdua.
“Pelankan suaramu, pabo namja!” ujar Hye Mi kesal.
Mian, aku kaget. Lalu?”
“Lalu apa?”
“Kau juga menyukainya?”
Hye Mi diam. “Entahlah….”jawabnya. “Maksudku, dia sepertinya… yah, bukan tipeku.”
“Tipe?” Jong Woon bersandar pada kursinya. “Apa tipemu?” tanyanya.
“Kenapa kau mau tahu?”
“Hahaha.... Entahlah. Mungkin aku figur oppa yang baik, jadi aku berperasaan ingin mencarikanmu pacar.”
“Tidak perlu. Kau dengar? TIDAK PERLU!”
“Baiklah…. Baiklah….”
*****
Hye Mi keluar dari kamarnya dengan jaket dan tas selempangnya. Ia akan berkunjung ke rumah Song Eun hari ini. Yap, Song Eun baru pulang dari berkunjung ke rumah neneknya di luar kota. Ia melihat jam tangannya. Jam empat sore, ibunya tidak akan marah jika ia pulang jam tujuh malam jika ia ke rumah Song Eun. Orang tua Hye Mi sangat mempercayai sahabatnya itu. Hye Mi mengunci pintu rumah dan memasukkan kunci tersebut ke dalam tasnya. Rumah Song Eun tidak terlalu jauh dari rumahnya, maka ia memilih untuk pergi dengan jalan kaki.
Lama kelamaan Hye Mi merasa ada yang janggal. Ia berhenti sebentar dan dari raut wajahnya tampak ia sedang berpikir. Kunci rumah… sudah, handphone… sudah, dompet… juga sudah dibawa. Apa yang kurang? Hye Mi mengangkat kedua bahunya dan meneruskan berjalan.
****
Jong Woon masuk ke dalam apartemennya dengan tampang lesu. Ia meletakkan tasnya di atas meja tamu, lalu ia berjalan ke dapur dan mengambil sebotol minuman dari dalam kulkas. Ia berjalan ke ruang tamu dan duduk di sofa sambil meneguk minuman itu. Terlihat dari wajahnya, Jong Woon sangat lelah. Hari ini memang hari pertamanya kuliah. Tapi dia tidak menyangka akan selelah ini. Ia melihat jam tangannya. Masih jam empat sore. Jong Woon memutar otaknya, ia memikirkan cara apa untuk menghilangkan bosannya saat ini. Jika ia masih di rumah, ia pasti akan mencari ibunya sekarang. Akhirnya Jong Woon berdiri dan mengambil tasnya. Lalu ia keluar dari apartemen. Sepertinya dia mendapat ide akan ke mana. Ya, menemui Park Hye Mi.
Karena jarak antara apartemennya dan rumah Hye Mi tidak terlalu jauh, Jong Woon sampai di depan rumah Hye Mi dalam waktu yang tidak lama. Tapi apa yang ia dapat di depan rumah gadis itu? Hye Mi sudah bersiap-siap dengan jaket dan sedang mengunci pintu rumahnya. Jong Woon sembunyi di belakang pagar rumah tetangga Hye Mi. Kalau gadis itu melihatnya, ia pasti tidak akan mendapatkan jawaban yang memuaskan jika ditanya gadis itu mau ke mana.
Jong Woon makin penasaran. Mau ke mana Hye Mi? Apa dia akan menemui Lee Sung Min? Aahh, berdiam diri dan menebak-nebak tidak aka nada gunanya! Jong Woon mulai mengikuti Hye Mi. Mau ke mana sebenarnya gadis ini?
Jong Woon membututi Hye Mi dengan mulus tanpa adanya gangguan. Hye Mi pun masih tidak menyadari keberadaan Jong Woon. Tapi setelah beberapa menit mereka berjalan, langkah Hye Mi terhenti di depan supermarket. Jong Woon melompat kecil ke belakang telepon umum agar Hye Mi tidak menyadari keberadaannya. Mau apa dia? Apa dia mau belanja? Tapi kenapa Hye Mi tidak langsung masuk ke dalam supermarket? Dia malah memeriksa keadaan di sekelilingnya dan wajahnya tampak sedang berpikir. Ah! Jangan-jangan Hye Mi menyadari kalau dia sedang dibuntuti? Jong Woon mulai panik. Tapi akhirnya Hye Mi mulai berjalan lagi. Jong Woon bernapas lega. Untung saja dia tidak ketahuan. “Terima kasih, Tuhan….”
Akhirnya mereka tiba di depan sebuah rumah bercat putih. Hye Mi masuk ke halaman rumah tersebut dan menekan bel. Jong Woon melihat sekeliling rumah itu dari pagar rumah tersebut. Rumah siapa ini? Dan yang lebih ia pertanyakan, kenapa Hye Mi tidak menyadari keberadaannya di depan pagar? Tak lama kemudian keluarlah seorang gadis seusia Hye Mi dari rumah tersebut. Mereka berdua tampak akrab. Gadis itu lalu menunjuk ke arah Jong Woon, tapi laki-laki itu tidak sadar dirinya sedang ditunjuk. Lalu tiba-tiba terdengar suara Hye Mi dengan nada kaget, “Apa yang kaulakukan di sini, Oppa!?” Jong Woon mengangkat wajahnya dan mendapati Hye Mi dengan wajah kesal bercampur kaget sedang menatapnya.
****
Hye Mi menekan bel. Lalu, keluarlah Song Eun dari dalam rumah.
“Hai, Hye Mi! Apa kau merindukanku?” sapa Song Eun ramah.
“Kau bisa saja,” kata Hye Mi ringan sambil menyenggol lengan sahabatnya itu. “Tapi yah… benar. Aku merindukanmu.”
“Oh, hahaha….” Song Eun memerhatikan laki-laki di depan pagar rumahnya. Siapa dia? “Hye Mi, kau membawa teman? Kenapa tidak disuruh masuk saja?” tanya Song Eun.
Mwo? Aku tidak membawa teman, aku sendirian ke sini,” jawab Hye Mi bingung.
“Lalu… siapa dia?” tanya Song Eun sambil menunjuk laki-laki itu.
Hye Mi menoleh dan mendapati Jong Woon sedang berdiri di depan pagar. Mata Hye Mi membelalak kaget. Tanpa dicerna terlebih dahulu, kata-katanya keluar begitu saja, “Apa yang kaulakukan di sini, Oppa!?
Jong Woon mengangkat wajahnya. Ia tidak tahu harus berkata apa selain tersenyum. Yah… karena sedang kebingungan, senyumannya jadi mirip seperti senyuman bodoh.
“Apa yang kaulakukan di sini, Oppa?!” Hye Mi mengulangi pertanyaannya yang belum dijawab.
“A… aku… aku hanya….” Jong Woon menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil memutar otak. Apa yang harus ia katakan sekarang?
“Sudah, sudah. Lebih baik kalian masuk dulu. Tidak nyaman di luar seperti ini. Ayo, masuk! Hye Mi, suruh dia masuk juga,” kata Song Eun menengahi.
“Kau belum menjawab pertanyaanku, Oppa,” kata Hye Mi setelah mereka bertiga duduk di sofa di ruang tamu.
“Aku hanya kebetulan lewat dan melihatmu masuk ke sini… jadi….”
“Tidak mungkin! Kau kan masih buta arah, tidak mungkin kau hanya kebetulan lewat. Memangnya kau bodoh berjalan-jalan tapi masih buta arah tanpa takut tersesat? Lagipula kau tidak membawa peta!” potong Hye Mi dengan omelan bertubi-tubi. “Kau pasti mengikutiku, kan?” tuduh Hye Mi.
Mwo? Untuk apa aku mengikutimu?” elak Jong Woon.
“Lalu, kenapa kau bisa ada di sini?” tanya Hye Mi.
“A… aku… Aku…” Jong Woon kehabisan ide. Sepertinya ia harus mengaku kalau masih ingin hidup–––seperti yang ia tahu, Hye Mi galak sekali. “Baiklah…. Kau benar, aku mengikutimu.”
“Tuh kan! Benar apa yang kubilang kan? Kenapa kau mengikutiku?”
“Ya! Apa kau tidak lelah terus bertanya seperti itu?”
“Sudah, sudah! Aku tidak mengerti pembicaraan kalian. Lagipula, kau siapa? Aku baru melihatmu sekarang. Apa hubunganmu dengan Park Hye Mi?” tanya Song Eun.
“Yah… aku Kim Jong Woon. Aku orang baru di sini, jadi aku memerlukan Hye Mi untuk jadi pemanduku sementara waktu,” jawab Jong Woon sambil mengulurkan tangan kanannya.
“Oh, aku Lee Song Eun, teman sekelas Hye Mi. Salam kenal, Oppa,” kata Song Eun sambil menjabat tangan Jong Woon.
“Aku masih bertanya-tanya kenapa kau mengikutiku, Jong Woon-oppa.”
“Apa aku harus menjawab pertanyaanmu itu?” Jong Woon berbalik bertanya.
“Tentu!” jawab Hye Mi tegas. “Dan aku paling tidak suka orang yang berbalik bertanya.”
“Baiklah…. Aku hanya sedang ingin menemuimu. Puas?” jawab Jong Woon.
Pipi Hye Mi memanas. “M-mwo?
“Ya, aku ingin menemuimu.”
“Oh, tidak…. Apa kau merindukan Park Hye Mi, Oppa? Sebenarnya apa hubungan kalian?” tanya Song Eun dengan wajah ingin tahu. Ia yakin hubungan mereka bukan hanya sebatas teman baru.
“Apa yang kau pikirkan, Song Eun? Aku tidak ada hubungan lebih dengan namja ini,” elak Hye Mi.
“Aaah, sudahlah, Hye Mi! Akui saja kalau kalian pacaran!” goda Song Eun.
“Lee Song Eun!” hardik Hye Mi.
“Aah, aku memang belum punya pacar….” gumam Jong Woon yang akhirnya terdengar oleh kedua gadis itu juga.
Mwo?! Apa ini ‘kode’ darimu, Jong Woon-oppa? Ah, sudahlah. Aku ambil minuman dulu. Sebentar ya.”
Song Eun berjalan ke dapur meninggalkan Jong Woon dan Hye Mi di ruang tamu. Hye Mi tidak tahu lagi harus berkata apa pada laki-laki yang ada di depannya. Ia sangat kesal sekarang. Kenapa laki-laki ini terus mengganggunya? Dan lagi, untuk apa Jong Woon mengikutinya ke sini? Bosan? Ingin bertemu dengannya? Alasannya sangat aneh.
“Aku memang ingin bertemu denganmu,” ujar Jong Woon mengagetkan Hye Mi yang sedang melamun.
“Dari sekian banyak teman barumu di kota ini–––terutama teman kuliah–––kenapa harus aku yang ingin kau temui?” tanya Hye Mi dengan nada datar.
Jong Woon tersenyum. “Kalau kujawab sekarang mungkin kau tidak akan percaya,” jawabnya.
Hye Mi mengerutkan alisnya. “Wae?” tanyanya lagi.
“Karena kita baru bertemu dua hari yang lalu.”
Tak lama setelah Jong Woon menjawab pertanyaan Hye Mi, Song Eun datang dengan tiga minuman dingin dari dalam dapur.
“Hei, apa yang sedang kalian bicarakan? Apa aku sudah melewatkan hal yang penting?” tanya Song Eun dengan nada bergurau.
Aniya, tidak ada yang penting,” jawab Hye Mi dengan nada kesal. Ya, dia masih kesal dengan Jong Woon.
Bagaimana mungkin namja ini mengikutinya sampai ke sini dan alasannya hanya karena dia ingin menemui Hye Mi. Alasan yang dangkal. Hye Mi melirik wajah Jong Woon yang sedang asyik mengobrol dengan Song Eun. Wajahnya bersinar ketika tertawa sehingga pipinya mengembang. Entah apa yang Hye Mi rasakan sekarang, tapi ia hanya diam melihat mereka berdua mengobrol.
“Jong Woon­-oppa, kalau aku boleh tahu kenapa kau pindah ke kota Seoul?” tanya Song Eun ingin tahu.
“Sebenarnya aku tidak ingin pindah. Ayahku yang memaksaku pindah,” jawab Jong Woon.
Hye Mi tergelak.
“Ya! Kenapa kau tertawa, Park Hye Mi?” tanya Jong Woon dengan wajah sinis dan nada bicara yang menandakan dirinya kesal.
“Pfft…. Tidak… aku hanya geli mendengar ucapanmu. Kau dipaksa pindah? Apa kau benar-benar anak yang menyusahkan?” Tawa Hye Mi meledak.
“Ya! Diam atau aku akan….”
“Atau apa? Apa yang akan kau lakukan?” tantang Hye Mi sambil terus tertawa.
“Aish….” geram Jong Woon sambil mengepalkan tangan kanannya.
“Sudah… sudah! Kalian ini bertengkar terus,” kata Song Eun menengahi dua orang yang sedang beradu mulut di depannya.
“Cepat alihkan pembicaraan atau aku akan semakin sulit bernapas karena tertawa… hahaha!” ujar Hye Mi sambil memegang perutnya.
Oppa, kau sedang kuliah? Mengambil jurusan apa?” tanya Song Eun.
“Aku mengambil jurusan musik,” jawab Jong Woon.
“Bisa kau ceritakan?”
Sementara mereka berdua mengobrol Hye Mi hanya terdiam. Sekitar sepuluh menit berlalu Hye Mi hanya diam. Hye Mi sangat bosan sekarang. Mereka hampir tidak meliriknya sama sekali. Tiba-tiba Hye Mi merasa handphone-nya bergetar. Ia merogoh tasnya dan menatap layar handphone-nya dengan wajah senang. Aahh… akhirnya ada orang yang mengirim SMS padanya di saat yang tepat. Penyelamatku…. Hye Mi membuka pesan itu dan raut wajahnya berubah sedikit terkejut melihat siapa pengirim pesan itu.
Annyeong, Hye Mi-ssi!
Apa kau sedang sibuk? Kalau tidak mala mini aku ingin berkunjung ke rumahmu sepulang dari rumah pamanku. Apa kau keberatan?

Sungmin
“Siapa?”
Hye Mi menoleh ke sumber suara itu. Ia mendapati Jong Woon sedang memperhatikannya dalam-dalam. Hye Mi tidak menyadari laki-laki itu memperhatikannya sejak ia membuka pesan dari Sungmin tadi. Entah kenapa tatapan laki-laki itu menakutkan seperti… tatapan pemburu? Ah, entahlah. Hye Mi tidak tahu pasti apa arti tatapannya.
“Siapa?” Jong Woon mengulangi pertanyaannya. “Sungmin?”
Hye Mi terkejut mendengar tebakan Jong Woon benar. “Ah? Eh….” Hye Mi gugup.
“Apa?! Sungmin? Hye Mi, kau sudah bertemu dengan Lee Sung Min?!” tanya Song Eun terkejut. “Bagaimana bisa kau tidak menceritakannya padaku?” tanya Song Eun kesal.
“Jawab pertanyaanku, apa itu Sungmin?” tanya Jong Woon lagi.
Hye Mi kesal dirinya dijatuhi pertanyaan yang begitu banyak dan berulang-ulang. “Memang kenapa?”
“Jawab saja iya atau bukan,” kata Jong Woon mulai kesal.
“Terserah aku mau jawab atau tidak.” Dengan kesal Hye Mi membalas pesan Sungmin yang bertuliskan; “Ne, aku tidak keberatan. Datanglah.”
Biar saja Sungmin datang mala ini. Barangkali itu bisa menghilangkan rasa kesalnya.
****
Hye Mi dan Jong Woon sampai di depan rumah Hye Mi. Hari sudah gelap ketika mereka sampai di sana. Hye Mi memutar kunci rumahnya. Sebelum masuk, ia menghadap Jong Woon dan mengatakan sesuatu.
Gomawo sudah mengantarku pulang. Sekarang pulanglah, aku tidak mau kau tersesat malam-malam seperti ini,” kata Hye Mi.
“Hye Mi-ssi,” panggil Jong Woon sebelum gadis itu masuk ke rumahnya.
“Hm?”
“Kau mau tahu kenapa kau orang yang paling ingin kutemui hari ini?”
“Kenapa?” tanya Hye Mi serius. Ia sangat penasaran apa alasan namja yang satu ini menemuinya.
“Karena kau salah satu orang yang paling ‘istimewa’ untukku,” jawab Jong Woon membuat mata Hye Mi membulat.
Mwo?
Jong Woon maju mendekati Hye Mi dan memegang kedua bahu gadis itu. “Aku tidak peduli kau percaya atau tidak. Tapi….” Jong Woon memperhatikan lekat-lekat wajah gadis yang sedang menampakkan wajah terkejutnya itu. “Sepertinya aku menyukaimu.”
Jantung Hye Mi seperti mau lepas mendengarnya. Dan yang bisa ia katakan adalah, “Mwo?
“Kau tidak mendengarku?” Jong Woon masih memegang bahu Hye Mi. “Park Hye Mi, jadilah pacarku.”
Ya! Sekarang Hye Mi merasa jantungnya benar-benar lepas. Benarkah yang dia dengar barusan? Atau ini hanya khayalannya? Hye Mi memandang laki-laki di depannya. Jong Woon menatap dalam-dalam matanya menunggu jawaban.
“Kau mau jadi pacarku, kan?” tanya Jong Woon. Ia mengecup kepala Hye Mi yang sedang mematung. “Hye Mi?” panggil Jong Woon. “Ya! Park Hye Mi! Kenapa kau diam?”
Hye Mi sadar dari lamunannya. Teriakan Jong Woon menandakan bahwa dirinya sedang tidak bermimpi atau berkhayal.
“Baiklah, dengan ini kau resmi jadi pacarku. Sampai jumpa besok!” kata Jong Woon. “Oh ya, besok kuusahakan menjemputmu dari sekolah. Annyeong!” kata Jong Woon sambil berlalu.
Hye Mi merasa dirinya sudah gila sekarang.
****
Hye Mi masuk ke dalam rumahnya dan duduk di sofa. Ia merasa dirinya sudah benar-benar gila. Bagaimana mungkin ia tidak menentang perkataan Jong Woon bahwa dirinya sudah resmi jadi pacar namja itu tadi. Haah… aku benar-benar sudah gila. Dan tatapan Jong Woon padanya saat ia membuka pesan dari Sungmin…. Sekarang ia tahu tatapan apa itu. Tatapan cemburu.
TING TONG!
Hye Mi disadarkan oleh bunyi bel. Ia bergegas membuka pintu dan mendapati Lee Sung Min sedang berdiri sambil tersenyum manis di sana.
“Hai!” sapa Sungmin.
Hye Mi hampir lupa Sungmin berjanji akan berkunjung. “Ah…. Lee Sung Min, silakan masuk.”
Sungmin duduk di sofa di mana Hye Mi duduk tadi.
“Tunggu sebentar, aku ambilkan minuman dulu,” ujar Hye Mi seraya meninggalkan Sungmin di ruang tamu.
“Ne….”
Tak lama kemudian, Hye Mi keluar dari dapur membawa dua minuman jeruk. “Mian menunggu lama.”
“Emm… aniya.” Sungmin meneguk minumannya. “Jong Woon baru saja ke sini?” tanya Sungmin memecahkan keheningan.
“Hah? Ah… ne,” jawab Hye Mi sedikit gugup. Bagaimana pun ia masih ingat kejadian tadi. Ia masih terlalu gugup untuk mendengar nama laki-laki itu.
“Kalian baru bertemu tapi sudah sangat akrab sekali,” ujar Sungmin sambil tersenyum manis.
“Emm…. Ne, mungkin karena kami sama-sama mudah bergaul,” sahut Hye Mi.
“Hmm… ne.” Sungmin menyapu pandangannya ke seluruh penjuru ruangan itu. “Rasanya sudah lama sekali aku tidak kemari.”
“Benar. Setelah lulus SMP kau langsung pindah.”
“Ya, dan semenjak saat itu aku terus memikirkanmu,” ujar Sungmin membuat Hye Mi kembali terkejut. “Aku sangat merindukanmu.”
Sungmin menatap lekat-lekat gadis yang ada di hadapannya sekarang. Gadis yang sangat ia rindukan beberapa tahun terakhir. Entah kenapa ia merindukan wajah gadis ini, sangat merindukan saat ia menatap wajahnya. Ia ingin sekali menyentuh wajah gadis itu, mengelusnya, menyentuh bibirnya. Tapi hal itu belum terwujud sama sekali.
Hye Mi bingung kenapa dua namja ini sama saja. Sama-sama suka membuatnya terkejut. Tapi ia lebih terkejut ketika mendengar pernyataan cinta dari Jong Woon tadi. Hye Mi ingin segera membantah dirinya ‘resmi’ menjadi pacar namja itu. Tapi entah kenapa Hye Mi merasa dirinya tidak ingin membantahnya. Ia merasa nyaman ketika Jong Woon memegang pundaknya, mencium kepalanya, dan menyatakan dirinya sudah menjadi pacar namja itu. Ya, tidak perlu dibantah. Bahkan hati kecil Hye Mi tidak mau membantahnya.
****
Hye Mi yang baru saja keluar dari gerbang sekolah bersama Song Eun dikejutkan oleh Jong Woon yang menunggunya di sana sambil tersenyum. Ia melambaikan tangannya ramah, lalu menghampiri dua gadis itu. Song Eun berbisik pada Hye Mi, “Hei, kenapa hari ini dia menjemputmu? Apa ada hal penting yang kau sembunyikan dariku?” Hye Mi tidak menjawab pertanyaan sahabatnya itu. Ah, dasar pabo namja! Dia benar-benar datang menjemput! Hye Mi menyimpan kekesalan dalam hati.
“Kau sudah pulang?” tanya Jong Woon ramah.
“Mm… ne,” jawab Hye Mi pelan. “Kau benar-benar datang menjemputku.”
Song Eun tersentak. “Jadi kau sudah tahu dia mau menjemputmu?” bisik Song Eun yang tidak dipedulikan Hye Mi.
“Tentu saja, aku harus menepati janjiku,” ujar Jong Woon sambil tersenyum manis dan membuat Hye Mi semakin salah tingkah. “Kau kan chagiya-ku sekarang.”
Mwo!? Hye Mi, jadi kalian sudah pacaran?!” ujar Song Eun kaget.
“Mm… kemarin sepulang dari rumahmu kami sudah jadian,” sahut Jong Woon sambil mengangguk dan terus tersenyum. Entah kenapa hatinya sedang sangat berbunga-bunga. “Oh iya. Chagiya, aku ingin menghabiskan waktu denganmu dulu sebelum pulang. Kami duluan ya, Song Eun.” Jong Woon merangkul Hye Mi yang mematung dan berlalu meninggalkan Song Eun yang masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Cha… chagiya?! Chagiya katanya?!” kata Song Eun pada dirinya sendiri. “Aiish, aku benar-benar gila karena mereka berdua.”
****
“Kenapa kau membawaku ke sini?” tanya Hye Mi ketika mereka berdua sampai di taman.
Wae? Kau tidak suka?” tanya Jong Woon seraya duduk di kursi putih di tengah-tengah taman itu.
“Mm….” Hye Mi menggeleng. “Aku suka,” jawab Hye Mi. Ia merasa nyaman di taman itu, di dekat Jong Woon.
Jong Woon merangkul Hye Mi. Entah kenapa Hye Mi merasa tidak ingin menepis tangan Jong Woon yang ada di pundaknya sekarang. “Kau suka berada di sini?” tanya Jong Woon sambil menatap Hye Mi.
“Ya, tempat ini membuatku nyaman.”
“Sepertinya kau masih terkejut dengan ucapanku tadi malam,” ujar Jong Woon sambil tersenyum kecil. Lucu rasanya mengingat bagaimana wajah Hye Mi tadi malam.
“Kau tahu? Aku hampir jantungan karenamu,” ujar Hye Mi kesal sambil menoleh pada Jong Woon.
“Kalau kau jantungan, aku siap meminjamkannya padamu,” ujar Jong Woon sambil menyentuh dadanya.
Hye Mi melihat senyum Jong Woon. Entah kenapa baru sekarang ia menyadari bahwa senyuman laki-laki itu sangat menawan. Wajahnya memerah sesaat.
“Aku belum menjawab pernyataan cintamu padaku, kau tahu?”
Jong Woon terkekeh. “Kalau tidak begitu, kau tidak akan menjadi milikku dan aku takut kau direbut orang,” ujar Jong Woon. Ia menatap Hye Mi lekat-lekat. Ia baru menyadari gadis ini sangat cantik di matanya. Ia baru menyadari ia terpesona pada gadis ini. Pasti aku sudah gila, batinnya sambil tersenyum. “Biarpun begitu, aku janji aku akan membuatmu mencintaiku.”
“Apa?”
“Ya, aku akan membuatmu menyukaiku, mencintaiku, tidak mau melepaskanku, dan ingin selalu berada di pelukanku. Aku akan membuatmu jatuh ke dalam pelukanku. Aku akan membuatmu terus memikirkanku, merindukanku, dan ingin terus melihat wajahku dan senyumanku. Kau dengar? Inilah janjiku padamu. Karena itu jangan pernah pergi dariku agar aku bisa menepati janjiku padamu.”
Mata Hye Mi membulat. “Hah… kau benar-benar sudah gila, Kim Jong Woon,” ujarnya.
“Benar, aku memang sudah gila. Aku tergila-gila karenamu. Karena itu jangan sembuhkan penyakit ‘gila’ku ini.”
Hye Mi menatap Jong Woon yang sedang tersenyum. Ia terdiam. Ia tidak tahu harus berkata apa lagi. Tiba-tiba ia tertawa. “Baiklah, arraseo. Coba saja tepati janjimu,” tantangnya seraya berdiri.
Jong Woon menahan tangan Hye Mi, lalu ia ikut berdiri dan merangkul ‘pacar’nya itu. “Lihat saja, aku pasti akan menepati janjiku.”

(to be continued)
Don't be silent reader, leave comment :) 

3 komentar:

  1. -“Kau tidak mendengarku?” Jong Woon masih memegang bahu Hye Mi. “Park Hye Mi, jadilah pacarku.”-
    -“Kau mau jadi pacarku, kan?” tanya Jong Woon. Ia mengecup kepala Hye Mi yang sedang mematung.-
    Kyaaa~ *tereak pake toa* *sambil bayangin* xD xD
    *ditimpuk warga* xD

    BalasHapus