Rabu, 16 Mei 2012

I'm Sorry Oppa (part 5)


Annyeong readers! Sorry ya lama publish lanjutannya, mumet soalnya. wkwk...
Okeh, lngsung ajah..... silakan dibaca^^
***************


Author              : Ifa Raneza

Cast                 : Yesung a.k.a Kim Jong Woon , Park Hye Mi

Genre              : Romance

Warning         : Kissing Scene
*****
Sudah seminggu sejak Jong Woon dirawat di rumah sakit. Dan selama itu pula ia tak sadarkan diri dan membuat Hye Mi stress. Tapi ia tidak bisa terus memikirkan Jong Woon. Ia juga harus memikirkan sekolahnya. Sebentar lagi ia akan menghadapi ujian kelulusan. Dan untuk sementara ini ia harus bisa melupakan Jong Woon. Melupakan Jong Woon sampai semua ujiannya selesai.
****

Dia tidak tahu sudah berapa lama ia tertidur lemah di atas tempat tidur. Ia bahkan tidak dapat membuka matanya untuk mengetahui di mana ia sekarang. Seluruh tubuhnya terasa kaku. Tidak ada tenaga sedikitpun yang bisa ia gunakan untuk bangun dari tidur panjangnya. Yang bisa ia lihat sekarang hanyalah mimpi. Mimpi yang merupakan potongan-potongan kehidupannya yang sudah lewat. Kehidupannya bersama orang itu….
“Ah, maaf. Namaku Kim Jong Woon.”
“Aku Park Hye Mi.”
“Sekali lagi aku minta maaf. Aku pergi dulu.”

“Apa kau mau menjadi pemanduku?”
“A… apa?”

“Lalu apa kau menyukainya? Maksudku… Lee Sung Min?”

“Siapa itu? Apa itu Sungmin? Jawab aku.”
“Wae? Terserah aku kan mau jawab atau tidak?”

“Sepertinya aku menyukaimu.”
“Apa?”
“Kau tidak mendengarkanku? Dengar baik-baik. Park Hye Mi, jadilah pacarku.” …  “Kau mau jadi pacarku kan?” …  “Ya! Park Hye Mi, kenapa kau diam saja?”
“Hah? Aku…”
“Baiklah, dengan ini kau resmi jadi pacarku.”

“Chagiya, aku ingin menghabiskan waktu denganmu sebelum pulang.”

“Ya, aku akan membuatmu menyukaiku, mencintaiku, tidak mau melepaskanku, dan ingin selalu berada di pelukanku. Aku akan membuatmu jatuh ke dalam pelukanku. Aku akan membuatmu terus memikirkanku, merindukanku, dan ingin terus melihat wajahku dan senyumanku. Kau dengar? Inilah janjiku padamu. Karena itu jangan pernah pergi dariku agar aku bisa menepati janjiku padamu.”
“Baiklah. Coba saja tepati janjimu itu.”
“Lihat saja. Aku pasti bisa menepati janjiku.”

“Hye Mi….”
“Oppa? Kau kenapa? Apa kau sakit?”
“Aku harus pulang besok.”
“Pulang? Kenapa tiba-tiba?”
“Omma-ku…. Dia tak sadarkan diri dan… rumah sakit… jantungnya….”
“Aku mengerti, Oppa…. Aku mengerti.”
“Maafkan aku…. Aku harus meninggalkanmu….”
“Aku baik-baik saja. Oppa pulanglah.”

“Aku tidak mengerti kehidupanmu, Hye Mi.”
Aku tidak tahu harus berkata apa padamu agar kau mengerti kehidupanku, karena aku tahu kau juga tidak akan mengerti kehidupanku, hahaha…. Selama ini kau terus bertanya kenapa aku memilih kehidupanku yang sekarang, yah… karena aku telah memilihnya. Dan sekarang yang kupilih adalah menjauhimu… karena aku takut aku akan tersakiti dengan perasaanku dan kenyataan ini. Mianhaeyo, Oppa…. Mianhaeyo, ternyata aku salah. Pilihanku bukan menjauhimu tapi bersamamu. Mianhaeyo, Oppa…. Aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu untuk melepaskanmu. Aku tidak bisa… aku tidak bisa melepaskanmu begitu saja.”

“Hye Mi, mungkin aku salah. Jangan menungguku. Jika aku tidak kembali padamu, jangan menungguku. Karena aku takut kau tenggelam dalam sebuah penantian tanpa akhir. Saranghaeyo….”

Perlahan dia mulai bisa menggerakkan jemarinya. Kemudian secara perlahan cahaya masuk ke dalam matanya. Dia menyapu pandangan ke seluruh ruangan. Di mana ini? Ia merasa ada yang menyentuh lengannya. Ia menoleh. Ada seorang yeoja dan namja yang sangat dikenalnya. Mereka tersenyum padanya. Ia mencoba bangun, tapi kepalanya masih sangat sakit. Ia memegang kepalanya dan merasakan ada perban yang membalut lukanya. Banyak perban yang membalut tubuhnya. Ia membuka alat pernapasannya dan melirik infus yang menempel di tangan kirinya.
“Di mana ini?” tanyanya pelan. “Akh….” Ia meringis kesakitan ketika sadar kepalanya berdenyut.
“Kau di rumah sakit, Oppa,” jawab seorang yeoja. “Kau bodoh, Oppa! Kau membuat kami semua khawatir, termasuk Jung Soo-oppa dan Park Hye Mi itu,” lanjutnya tanpa wajah kesal. Wajahnya malah menunjukkan kebahagiaan.
“Rumah sakit?” tanyanya lagi. Ia mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi pada dirinya. Ah, kecelakaan itu. Ia mengingatnya.
“Jong Woon-ah, kau benar-benar membuat kami khawatir sekaligus shock. Bagaimana mungkin orang yang kami tunggu untuk pulang ke Seoul malah kecelakaan dan koma selama hampir sebulan,” ujar seorang namja yang berada di sebelah yeoja itu.
“Kami?” tanya Jong Woon.
“Ya, Kim Jong Woon! Apa kau lupa pada yeojachingu-mu? Dia menunggumu seperti orang gila!” jawab namja itu.
“Jangan-jangan kau hilang ingatan, Oppa? Tapi kenapa kau masih mengenal kami? Kau ingat aku kan?” tanya yeoja yang berada di sampingnya.
“Tentu saja aku ingat. Kau Kim Soon Hee,” jawab Jong Woon. “Pabo yeoja,” lanjutnya lagi.
“Ya!”
Jong Woon mengalihkan pandangannya pada namja yang ada di sebelahnya. “Jung Soo, di mana dia sekarang? Aku ingin bertemu dengannya sekarang juga.”
Orang yang ditatap segera mengeluarkan ponselnya dan memencet beberapa nomor.
“Dia sedang di sekolah sekarang. Mungkin sebentar lagi dia akan pulang. Seharusnya hari ini hari terakhirnya ujian,” ujar Jung Soo.
“Ujian?” tanya Jong Woon. Begitu lama ia tertidur, tidak terasa gadis itu malah sudah hampir lulus.
Ne, kau koma lama sekali. Hampir membuat kami jantungan. Omma dan aku sudah berkali-kali bolak-balik ke Seoul untuk melihat perkembanganmu. Untungnya aku libur sekolah karena semua kakak kelasku ujian. Tapi, appa tidak bisa melepaskan pekerjaannya di sana,” jelas Soon Hee. “Ah, aku hampir lupa. Biar aku panggilkan dokter.” Lalu ia keluar dari ruangan itu dan menutup pintunya.
Sementara Jong Woon kembali berbaring dan memerhatikan Jung Soo menelepon Hye Mi.
****

Hye Mi keluar dari gerbang sekolah. Ia hanya berjalan, sementara teman-temannya yang lain berlarian dengan wajah cerah. Itu wajar karena hari ini semua ujiannya sudah selesai. Perlahan bayangan Jong Woon kembali dalam ingatannya. Entah sudah berapa lama ia tidak memikirkan namja itu. Secara perlahan sesak di hatinya kembali menyelinap ke dalam dadanya. Sakit… perih. Tapi sesakit apapun hatinya saat ini, air matanya tidak bisa keluar lagi. Entah kenapa. Mungkin karena ia sudah lelah menangis. Menangis hanya membuatnya semakin terluka. Lagipula menangis tidak dapat menyadarkan Jong Woon secara ajaib kan?
Hye Mi membuka flap ponselnya saat ia merasa benda itu bergetar. Ia menempelkan ponsel itu ke telinganya. “Yoboseyo?”
“Hye Mi! Kau harus ke rumah sakit sekarang!” Terdengar suara Jung Soo dari seberang telepon dengan panik.
Ada apa ini? “W… Wae?” tanya Hye Mi tak mengerti.
Dia ingin bertemu denganmu sekarang,” jawab Jung Soo.
Hye Mi tahu siapa ‘dia’ yang dimaksud. Tanpa berkata apa-apa lagi, Hye Mi langsung menutup flap ponselnya dan memasukkannya ke dalam saku bajunya. Ia segera berlari ke tepi jalan dan menyetop taksi.
“Antarkan aku ke rumah sakit!” ujarnya pada supir taksi.
Dia… dia sudah sadar?
****

Hye Mi masuk ke dalam gedung rumah sakit yang besar itu dan langsung berpapasan dengan seorang yeoja yang menegurnya. Sepertinya yeoja itu sangat mengenalinya, tapi siapa?
“Ah, maaf. Apa aku mengenalmu?” tanya Hye Mi sopan.
“Aku Kim Soon Hee, adik Kim Jong Woon-oppa. Dia mencarimu, kebetulan kita bertemu di sini. Ayo kuantar ke kamarnya,” jawab Soon Hee seraya menarik lengan Hye Mi.
Hye Mi mengikuti langkah yeoja itu dari belakang. Mereka masuk ke lift dan berhenti di lantai tiga. Soon Hee berjalan ke arah kamar yang bertuliskan tiga angka dan langsung membuka pintunya.
“Hei, lihat siapa yang aku bawa,” ujar Soon Hee seraya menyuruh Hye Mi masuk ke dalam kamar itu.
Jong Woon menoleh ke arah Soon Hee. Tapi kemudian tatapannya beralih pada yeoja yang dibawa adiknya itu. Hye Mi bisa melihat Jong Woon sedang menatapnya. Perlahan senyum namja itu terlihat di wajahnya yang penuh dengan luka.
“Ah, mungkin seharusnya aku keluar dulu,” ujar Jung Soo sambil menatap Soon Hee penuh arti.
“Ah, aku juga mau membeli sesuatu di kantin rumah sakit. Kalian mengobrol lah dulu,” ujarnya seraya melangkah mengikuti langkah Jung Soo.
Sekarang di ruangan itu hanya tinggal Hye Mi dan Jong Woon. Keduanya diam untuk beberapa menit sampai akhirnya suara Jong Woon memecah keheningan.
“Bagaimana ujianmu? Baik?” tanya Jong Woon sambil memperlihatkan senyumnya. Senyum yang biasa ia tunjukkan pada Hye Mi.
Hye Mi hanya mengangguk. Ia bingung harus mengatakan apa. Ayolah, Hye Mi…. Sudah berapa lama kau menunggu saat-saat ini? Sekarang Jong Woon sudah sadar dan kau hanya diam?
“Harusnya kau menanyakan kabarku,” ujar Jong Woon lagi.
Hye Mi tersentak. Ah, benar juga. Harusnya itu hal pertama yang ia tanyakan. Kenapa Hye Mi jadi bingung begini? “Aah… eh… iya, benar.” Hye Mi melihat wajah Jong Woon yang penuh dengan luka. “Tapi sepertinya keadaanmu sudah sangat membaik,” lanjutnya.
“Kau tidak merindukanku?” tanya Jong Woon lagi.
Hye Mi geram mendengarnya. Merindukannya? Apa yang dipikirkan namja ini? “Kau pergi dari Seoul untuk menemui ibumu dan pulang ke Seoul membawa berita kecelakaan hingga kau koma untuk beberapa minggu,” ujar Hye Mi. Ia mendesah pelan. “Kau masih bertanya aku merindukanmu atau tidak?”
Jong Woon terkekeh. Benar juga. “Aku hanya ingin mendengar kau mengucapkannya.”
“Haah… kau ini menyebalkan,” ujar Hye Mi. “Ya, aku merindukanmu. Kau puas?”
Jong Woon tersenyum puas. Ia merentangkan kedua tangannya, bersiap untuk memeluk Hye Mi. “Puas sekali,” ujarnya. “Sini kupeluk.”
Hye Mi mendekatkan tubuhnya ke tubuh Jong Woon. Ia menjatuhkan diri ke dalam pelukan itu. Sekarang ia menjadi susah bernapas. Namja ini memeluknya sangat erat. Bahkan Jong Woon lupa dengan luka-lukanya.
“Akh, lukamu….” Hye Mi mencoba melepas pelukan Jong Woon.
Jong Woon melepas pelukannya dengan enggan. “Ah, benar. Lukaku belum sembuh,” katanya. Ia menatap mata Hye Mi dalam-dalam, lalu berkata, “Bisa ambilkan air itu? Aku haus.”
Hye Mi langsung meraih botol berisi air putih di meja yang berada di depan tempat tidur. Ia menuangkannya ke dalam gelas dan memberikannya pada Jong Woon. Jong Woon meraih gelas itu dan meneguk habis isinya. Dia benar-benar haus. Bayangkan saja, sudah berapa lama ia koma? Jong Woon menyodorkan gelas kosong itu pada Hye Mi. Gadis itu mengambil gelas yang Jong Woon sodorkan dan meletakkannya kembali di atas meja.
“Apa kata dokter?” tanya Hye Mi.
“Dokter bilang aku baik-baik saja. Hanya lukaku yang belum sembuh,” jawab Jong Woon. Ia menggenggam tangan Hye Mi dan berkata, “Aku sudah tidak sakit lagi. Aku juga tidak punya penyakit lagi.”
Hye Mi tersenyum samar. Ia menyentuh tangan Jong Woon yang sedang menggenggam tangannya. “Sebenarnya aku yang sakit,” katanya pelan.
Mwo?” tanya Jong Woon pelan, sama pelannya dengan suara Hye Mi.
Ne, Oppa. Aku sakit.” Hye Mi menarik napas dan menghembuskannya. “Di sini,” lanjutnya sambil menunjuk dadanya. “Rasanya sakit sekali. Aku sakit melihatmu terbaring kaku. Aku sakit melihatmu tidak tersenyum ketika aku datang, saat kau tidak menjawab panggilanku. Apa kau memikirkan perasaanku selama kau koma?” Air mata Hye Mi menyeruak keluar. Suaranya mulai bergetar. “Jika kau bertanya apa ada lagi penyakitmu, penyakitmu adalah membuatku sakit.”

Jong Woon membelai rambut Hye Mi pelan. Lagi-lagi ia menunjukkan senyumnya. Ditatapnya yeoja itu dalam-dalam. “Mianhaeyo, Hye Mi. Aku tidak bermaksud membuatmu sakit. Sejujurnya aku sangat merindukanmu. Aku rindu tawamu, senyummu, suaramu. Aku rindu saat-saat aku memelukmu. Aku rindu tatapan matamu. Aku rindu semua hal yang kita lalui bersama,” katanya sambil menatap mata Hye Mi dalam-dalam meskipun air mata gadis itu menghalangi.
“Dulu aku pernah membayangkan bagaimana jika aku menyerahkanmu begitu saja pada Lee Sung Min. Tapi sekarang aku tidak akan pernah melakukan itu.”

Bibir Hye Mi mengerucut. “Ya, jangan lakukan itu atau aku akan semakin sakit,” ujarnya.
Jong Woon tersenyum simpul. Ia tertawa pelan. “Kau pikir aku bodoh sampai tega melakukan hal itu? Aku tidak akan pernah melepas sesuatu yang kucintai. Kau dengar?” katanya. Tangannya masih membelai rambut Hye Mi. Perlahan tangan itu turun ke pipi Hye Mi dan menghapus bekas air mata dengan lembut. Wajahnya mendekat ke wajah gadis itu. Gadis itu hanya diam, entah karena ia menerima bibir laki-laki itu mengincar bibirnya, atau karena ia tidak tahu harus bagaimana.

Kesadaran Hye Mi terkumpul. Dengan cepat kedua tangannya menahan pundak Jong Woon, agar wajah laki-laki itu tidak semakin mendekat. Tapi tenaganya lebih kecil dari tenaga Jong Woon. Tangan Jong Woon yang tadinya berada di pipi Hye Mi, berpindah ke belakang punggung gadis itu untuk merangkuhnya. Hye Mi yang tidak bisa apa-apa hanya bisa berkata pelan, “Oppa, apa yang kau lakukan?” Suaranya kecil hampir seperti bisikan. Tapi Jong Woon tetap tidak peduli. Wajahnya semakin mendekat, ia menghapus jarak antara bibirnya dengan bibir gadis yang ada di depannya. Gadis itu tidak bisa bernapas dengan baik. Jong Woon menghalanginya untuk bernapas. Tangan namja itu terlalu kuat merangkuhnya, sehingga ia susah bergerak. Ia tidak bisa mengatakan sesuatu untuk menghentikan apa yang sedang Jong Woon lakukan padanya.

Perlahan Jong Woon melepaskan rangkuhannya. Ia menatap Hye Mi lekat. Keduanya hanya terdiam. Baru saja Jong Woon akan menarik sudut bibirnya untuk tersenyum, Hye Mi sudah menyerbunya dengan omelan.
“Ya! Pabo namja! Apa yang kau lakukan, hah!?” tanya Hye Mi dengan nada tinggi. Wajahnya memerah.
“A… apa?”
“Apa yang kau lakukan barusan!? Kau pikir kau bisa seenaknya menciumku, hah?!” Hye Mi mengatur napasnya yang masih tidak beraturan. Setelah napasnya kembali normal, ia melanjutkan. “Kau tahu kita di rumah sakit, tapi kau masih tetap melakukannya? Pabo pabo pabo pabo!!!” jerit Hye Mi tak terima. Kedua tangannya memukul pundak Jong Woon.
Jong Woon hanya bisa meringis kesakitan. “Akh! Appeu!” Dengan cepat sebelah tangannya yang tidak terpasang infus meraih sebelah tangan Hye Mi yang memukul pundaknya.
Hye Mi berusaha melepaskan genggaman namja itu, tapi tidak bisa. Ia melirik wajah Jong Woon. Wajah namja itu berubah serius. Ada apa ini? Hye Mi mundur perlahan, sementara tangannya masih ditahan namja itu.
“Hei… hei…. Mau apa kau, hah? Mau apa kau?” tanyanya takut-takut.
Raut wajah Jong Woon tidak berubah, masih serius. Matanya yang gelap menampakkan sinar yang menakutkan. Sama seperti yang pernah ia lihat, tapi bukan tatapan cemburu. Mungkin lebih tepatnya tatapan… pemburu? Pemburu? Apa dia masih mau mengincar bibirnya? Lagi? Tidak!

“Jangan dekati aku! Oppa! Hentikan!!” jeritnya. Akhirnya tangannya terlepas dari cengkeraman Jong Woon. Ia berlari keluar ruangan itu. Ia tidak mau dicium lagi. Sekali dicium saja rasanya sudah mau pingsan.
Ia meninggalkan Jong Woon yang tertawa terbahak-bahak di dalam kamar itu. Jong Woon merasa geli melihat Hye Mi berlari ketakutan. Ia memegangi perutnya karena terlalu banyak tertawa. Lucu sekali, pikirnya.
****

“Kenapa dia lari ketakutan seperti itu?” tanya Soon Hee ketika ia dan Park Jung Soo masuk ke dalam kamar di mana Jong Woon dirawat.
Jong Woon hanya mengangkat kedua bahunya dan memasang wajah tidak berdosa. “Entahlah.”

Soon Hee memerhatikan kakaknya dengan tatapan sinis. Ia menggeleng. “Tidak mungkin dia berlari seperti itu kalau kau tidak melakukan apa-apa. Iya, kan?” tuduh Soon Hee sambil menunjukkan telunjuknya ke depan wajah Jong Woon.
“Ya! Kim Soon Hee, apa maksudmu?” tanya Jong Woon kesal.
“Kau pasti melakukan sesuatu padanya. Benar kan?” Soon Hee kembali menuduh Jong Woon.
Baru saja Jung Soo ingin menengahi perdebatan mereka, pintu kamar itu terbuka. Ada Hye Mi di belakang pintu. “Permisi,” katanya pelan.
Eonnie,” kata Soon Hee. “Kenapa kembali lagi?”
“Ah… eh… ponselku tertinggal.” Hye Mi melangkah masuk ke dalam kamar dan menghampiri kursi yang ada di sebelah tempat tidur Jong Woon, kursi yang tadi dia duduki. Ia meraih ponselnya dan memasukkan benda itu ke dalam saku bajunya. Entah bagaimana ponsel itu bisa terjatuh dari saku bajunya tadi. Mungkin karena apa yang mereka lakukan tadi?

“Kenapa kau berlari ketakutan seperti tadi, Hye Mi?” tanya Jong Woon dengan tatapan mengejek. “Padahal aku kan tidak menakutkan.”
Hye Mi tidak kesal dengan tatapannya itu, tapi ia masih takut. “Ah… aku….”
“Apa Jong Woon melakukan sesuatu padamu?” tanya Jung Soo ingin tahu.
“Ya! Kenapa kau jadi ikut-ikutan, hah?” tanya Jong Woon kesal.
“Tidak. Aku hanya berpikir, kata-kata Soon Hee-ah ada benarnya juga. Tidak mungkin Hye Mi berlari ketakutan seperti tadi kalau kau tidak melakukan apa-apa.” Jung Soo melirik Hye Mi yang sedari tadi tidak bersuara. “Iya, kan?”

Bagus. Hye Mi tidak menjawab, hanya wajahnya saja yang bersemu merah. Baiklah, Jong Woon sudah kesal dituduh-tuduh seperti itu–––meskipun kenyataannya benar. Ia menarik tangan Hye Mi sehingga tubuh gadis itu tertarik ke tubuhnya. Lagi-lagi raut wajahnya menampakkan ketakutan.

BUK! Satu pukulan mendarat di perut Jong Woon.
“Akh!”
“Kau mau mengulanginya lagi, hah?!” tanya Hye Mi seraya melepaskan tangannya yang ditahan Jong Woon.
Mwo?! Mengulangi? Oppa, ternyata benar kau melakukan sesuatu padanya tadi,” ujar Soon Hee dengan matanya yang dibelalakkan.
“Wah, wah…. Jong Woon, kau harus ingat, adikku ini masih SMA,” ujar Jung Soo menyindir sambil sesekali menahan tawanya.
“Awas kalian….”
****

Hye Mi keluar dari café itu dengan berjalan gontai. Kata-kata Sungmin masih tersimpan dalam pikirannya. Sekarang yang harus ia pikirkan bukan hanya tentang dirinya sendiri, tapi juga keluarganya. Bagaimana ini?
“Kau tahu bisnis ayahmu sedang dalam kesulitan?”
“Bagaimana kau tahu?”
“Karena ayahku mengenal ayahmu.”
“Jadi begitu?”
“Aku bisa meminta ayahku membantu bisnis ayahmu, tapi kau harus mau bertunangan denganku.”
“Apa kau gila?”
“Pikirkan baik-baik, Park Hye Mi.”
“Apa hanya ayahmu yang bisa membantu kami?”
“Tidak… Begini, Hye Mi. Perusahaan ayahmu sudah dikalahkan oleh perusahaan ayahku. Dalam beberapa bulan, perusahaan ayahmu akan menjadi milik ayahku. Tapi aku bisa membantumu.”
“Tapi, Sungmin…”
“Semua terserah padamu. Tinggalkan Kim Jong Woon dan berpaling padaku, atau… Ah, pikirkan tawaranku baik-baik.”

Jantung Hye Mi terasa ditusuk-tusuk mengingat kata-kata Sungmin. Siapa yang harus dia pilih? Jong Woon atau ayahnya? Keduanya adalah orang yang sangat ia cintai. Tapi… haruskah ia memilih ayahnya? Ayah yang sudah membesarkannya? Ayah yang selama ini sudah memberikan cintanya selama Hye Mi hidup? Atau… Jong Woon?
****

Hye Mi masuk ke dalam kamar di mana Jong Woon dirawat. Tidak ada orang selain Jong Woon yang sedang tertidur pulas di sana. Hye Mi duduk di samping tempat tidur laki-laki itu. Ia memerhatikan setiap detail wajah namja itu. Perlahan sebelah tangannya menyentuh rambut Jong Woon. Ternyata begini wajah namja yang sudah mengisi hatinya.
Hye Mi ingat pertama kali mereka bertemu di stasiun. Hye Mi ingat bagaimana laki-laki ini memintanya untuk menjadi pemandu. Hye Mi juga ingat bagaimana ia memarahi Jong Woon ketika membututi Hye Mi ke rumah Song Eun, dan… meminta Hye Mi untuk menjadi pacarnya. Hye Mi mengingat semuanya. Pahit, manis… semuanya. Tiba-tiba air mata yeoja itu turun di pipi. Dengan cepat tangannya menghapus air mata itu.
Oppa… aku harus bagaimana?” ucapnya lirih sambil terus menatap Jong Woon yang sedang tertidur. “Aku harus pilih siapa?”

Kenapa Tuhan memberikannya pilihan yang sangat sulit sekarang? Hye Mi sangat menyayangi ayahnya. Ia harus mengutamakan keluarganya. Tapi di sisi lain, Hye Mi tidak mau meninggalkan Jong Woon. Ia benci mengakui ini, tapi… ia sudah sangat mencintai Jong Woon. Ia tidak mau kehilangan Jong Woon.
Jong Woon terbangun dari tidurnya dan menoleh pada Hye Mi yang sedang menyentuh rambutnya. Tapi ada satu yang tidak ia lihat, air mata.
“Kau ada di sini?”
Hye Mi tersentak. Ia melihat Jong Woon yang sedang menatapnya. “Ah… eh, Oppa… Kau sudah bangun?”
“Sejak kapan kau ada di sini?” tanya Jong Woon lagi.
“Aku… aku baru saja datang,” jawab Hye Mi.
Tidak ada masalah dengan jawaban Hye Mi. Tapi Jong Woon merasa ada yang aneh dengan suaranya hari ini. Tapi… apa?
“Kau sakit?” tanya Jong Woon khawatir.
Ani. Bukankah kau yang sakit? Bagaimana keadaanmu hari ini?”
“Aku baik-baik saja.”

Sakit? Ya, aku memang sakit. Tapi Hye Mi tidak bisa mengatakan hal itu. Mengatakannya hanya akan membuatnya semakin terluka. Batinnya sakit, ia tersiksa. Tersiksa akan dua pilihan yang sangat sulit. Sungmin… kenapa orang itu yang harus memberinya dua pilihan?

Chagiya…” panggil Jong Woon pelan.
Hye Mi menoleh. “Ada apa?”
“Aku boleh meminta sesuatu?”
“Apa?”
“Jangan tinggalkan aku.”
“Apa? Kenapa kau berkata begitu?”
Jong Woon menghela napas. Entahlah, ia juga tidak tahu kenapa ia mengatakan hal itu. Hati kecilnya seperti mendorong dirinya untuk mengatakan hal itu.
Hye Mi menahan air matanya keluar. Kenapa namja ini bertanya hal yang membuat hatinya makin pilu? Yang membuat hatinya semakin sulit untuk menentukan pilihan. Kenapa…
“Aku boleh minta sesuatu lagi?” tanya Jong Woon.
Hye Mi mengangguk pelan. “Apa itu?”
Raut wajah Jong Woon berubah ragu. Ia ragu Hye Mi akan mengabulkan permintaannya. Tapi…
“Apa itu?” Hye Mi mengulangi pertanyaannya.
“Cium aku,” jawab Jong Woon.
Wajah Hye Mi berubah kaget.
“Untuk kali ini saja… cium aku.”
Hye Mi mendekatkan wajahnya pada wajah Jong Woon. Perlahan tangan Jong Woon menyentuh belakang kepala Hye Mi dan bibir mereka bersentuhan. Lama. Jong Woon seperti tidak mau melepaskan yeoja ini. Sementara air mata Hye Mi sudah turun. Ia tidak peduli berapa lama Jong Woon menciumnya, ia juga tidak mau melepaskan namja ini. Ia tidak mau meninggalkan namja ini. Ia tidak mau…

Jong Woon menyadari air mata Hye Mi sudah jatuh. Tapi ia masih tidak mau melepaskan ciumannya. Seperti tahu bagaimana perasaan gadis itu saat ini, Jong Woon memeluknya lembut. Biarlah… biarlah saat ini seperti ini. Ia merasa seperti tidak akan mendapatkan apa yang selama ini sudah Hye Mi berikan padanya. Cinta, kasih… Ia merasa tidak akan mendapatkan semua itu lagi. Entah kenapa…
****

Sungmin masuk ke dalam ruangan. Ruangan di mana hanya ada Hye Mi di sana. Ia menyentuh puncak kepala yeoja itu lembut. Senyumnya sudah terukir di wajahnya. Ia bahagia. Bahagia karena apa yang selama ini ia kejar akan menjadi miliknya.
“Kau sudah siap? Sebentar lagi acaranya akan dimulai.”
Hye Mi hanya mengangguk pelan. Ia tidak bisa menjawab ‘Ya, aku siap.’ Karena memang hatinya tidak siap. Hati kecilnya memberontak. Ia tidak mau menjadi milik namja ini. Tapi di lain sisi, ia harus melakukan ini. Kim Jong Woon, pikirannya dipenuhi dengan nama itu. Matanya memanas mengingat nama itu.
“Kau sudah mengundangnya?” tanya Sungmin. “Kim Jong Woon?”
“Sudah. Aku sudah memberikan undangan padanya,” jawab Hye Mi datar.
“Aku keluar dulu. Sebentar lagi acaranya akan dimulai.”
Sungmin berjalan keluar dari ruangan itu. Tinggal Hye Mi yang sedang merenungi pilihannya. Ternyata begini rasanya mengkhianati seseorang yang sangat dicintai. Sakit. Ia bahkan masih ingat bagaimana dengan berat hati ia memberikan undangan pertunangannya dengan Sungmin pada Jong Woon.
****

Jong Woon sudah keluar dari rumah sakit. Keadaannya sudah membaik. Ia sudah sembuh. Dan luka-lukanya sudah tidak apa-apa. Harusnya mereka senang, tapi tidak. Hye Mi dan Jong Woon yang duduk di bangku taman hanya terdiam. Mereka tidak tahu harus mengatakan apa untuk memecah keheningan ini.
Tangan Hye Mi terulur memberikan undangan pada Jong Woon. Ya, undangan pertunangannya dengan Sungmin. Jong Woon mengambil undangan itu. Wajahnya masih tetap dingin. Tidak biasanya Hye Mi melihat wajah Jong Woon seperti itu.
“Jadi ini pilihanmu?” tanya Jong Woon datar tanpa menatap Hye Mi. Pandangannya lurus ke depan. Begitu pula Hye Mi, ia tidak sanggup menatap namja ini. “Aku sungguh tidak mengerti kehidupanmu.”
Oppa…”
“Hah, ternyata aku gagal menepati janjiku waktu itu,” ujar Jong Woon sambil tersenyum pahit. “Kata-katamu sama saja seperti yeoja lainnya. ‘Carilah yeoja yang lebih baik dariku dan bisa mencintaimu dengan tulus.’” ujar Jong Woon menirukan kata-kata Hye Mi.
Oppa…” Air mata Hye Mi turun. Ia tidak sanggup menahan emosinya saat ini. Akhirnya ia menoleh pada Jong Woon. Wajah namja itu… saat ini wajahnya susah ditebak. Ekspresi apa itu? Itukah ekspresi seseorang yang sakit hati? Sesakit itukah? Apakah sama sakitnya dengan apa yang Hye Mi rasakan ketika memilih Sungmin?
Jong Woon menatap Hye Mi tajam. Kedua tangannya memegang pundak Hye Mi kasar. “Apa kau tahu tidak ada orang lain yang bisa menggantikanmu? Tidak ada yeoja lain yang lebih baik darimu! Apa kau tahu itu?!” seru Jong Woon. Emosinya meledak. “Kau harus tahu, Park Hye Mi, aku bukanlah orang yang bisa merelakan sesuatu. Aku orang yang egois! Aku tidak mau orang lain memilikimu! Hanya aku yang boleh memilikimu! Senyummu, tawamu, tatapanmu, bibirmu… semua itu harusnya hanya milikku! Tidak ada orang lain yang bisa mengambilmu dariku! Aku memang jahat! Aku egois! Kau harus tahu itu!” serunya lagi membuat tangis Hye Mi semakin pecah. Ia masih memegang kedua pundak Hye Mi dengan kuat. Dengan kasar sesekali ia mengguncang tubuh kecil yeoja itu.

Oppamianhae… Kau boleh membenciku, kau boleh tidak mau memaafkanku. Oppa…”
Jong Woon melepaskan tangannya dari bahu Hye Mi. Ia menatap wajah yeoja itu dengan tatapan datar. “Bahkan air mata itu… aku tidak tahu apa air mata itu kau tujukan untukku atau untuk Lee Sung Min. Apa hanya kata maaf yang bisa kau berikan untukku?”
Oppa…” ucap Hye Mi lirih sambil sesekali terisak. Air matanya terus turun membasahi pipinya.
“Kau tahu hidup tanpamu seperti bukan hidup bagiku? Kau tega membuatku menjadi mayat hidup? Kau puas?!”
“Aku juga sakit, Oppa…
“Tapi, kenapa?” Jong Woon mengerutkan alisnya. Raut wajahnya menunjukkan tanda tanya pada Hye Mi. “Kenapa kau tega melakukan ini? Kau tidak bisa hidup tanpaku, tapi tetap melakukan ini? Apa kau sekejam itu, hah?!” Emosi Jong Woon kembali naik. Nada bicaranya mulai meninggi. “Kau kejam, Hye Mi… kau tega menyiksa diriku dengan meninggalkanku seperti ini. Tapi, kau juga menyiksa dirimu sendiri. Aku tidak menyangka kau bisa melakukan hal ini, kau menyiksa batinmu sendiri.”
“Aku…”
“Aku mengerti.”
Oppa…”
“Aku mengerti. Pergilah bersama Sungmin. Kalau itu pilihanmu, aku mengerti. Semoga kau bisa bahagia dengannya.” Jong Woon menatap Hye Mi lembut. Perlahan ia menyentuh pipi gadis itu dan menghapus air matanya. “Kau harus tahu, Hye Mi… saranghaeyo.”
Nado saranghaeyo, Oppa…” sahut Hye Mi sambil terisak.
Saranghaeyo.” Jong Woon mengecup bibir Hye Mi pelan. Untuk kali ini saja. Untuk terakhir kalinya. “Untuk kali ini… jangan dilepas,” ujarnya pelan sementara bibirnya masih menyentuh bibir yeoja ini. Hye Mi menurut.
Jong Woon tidak sadar sudah berapa lama ia mencium gadis ini. Akhirnya ia melepas ciumannya. Entah kenapa saat melepasnya, ia merasa aneh. Seperti ada yang hilang di hatinya.
Saranghae,” ucapnya lirih. Lalu ia beranjak dan meninggalkan Hye Mi.
Saranghaeyo, Oppa…” ucap Hye Mi pelan. Tapi berharap Jong Woon dapat mendengarnya dan merasakannya.
****

Lamunan Hye Mi buyar ketika mendengar suara ketukan pintu dari luar. Dengan cepat sebelah tangannya menghapus air mata yang sudah terlanjur jatuh. “Masuk,” serunya.
Terlihat Jung Soo berdiri di belakang pintu. “Acaranya sudah mau dimulai,” katanya hati-hati. Ia tahu bagaimana perasaan adik sepupunya itu saat ini. Perih.
Hye Mi berjalan ke arah Jung Soo. Mereka menuju ruangan di mana semua tamu sudah menunggunya. Tamunya tidak terlalu banyak, hanya beberapa kerabat mereka dan teman Hye Mi, Song Eun. Tampak Sungmin sudah siap-siap dengan senyum yang terukir di wajahnya.
“Sudah siap?” tanya appa Hye Mi.
Hye Mi hanya mengangguk lemah.
“Baiklah, sekarang kita mulai saja acaranya.”
****

Jong Woon berlari ke arah ruangan di mana acara pertunangan Hye Mi dan Sungmin dilaksanakan. Dia sendiri tidak tahu kenapa dia berlari. Mungkin karena ia tidak rela yeoja itu menjadi milik orang lain? Ia tahu hal itu tidak mungkin bisa mempengaruhi apapun, tapi… entahlah.
Ia sampai di depan ruangan itu dan pintunya terbuka lebar, sehingga dia bisa melihat peristiwa yang sangat menyakiti hatinya. Matanya membulat, mulutnya sedikit ternganga, dan jasnya sudah tidak serapi sebelum ia sampai di ruangan itu, mungkin karena ia berlari terlalu kencang. Tubuhnya lemas, seakan jantungnya berhenti berdetak dan terjatuh entah di mana. Sakit, ah tidak. Mungkin lebih tepatnya… hancur.
****

Yeoja itu hanya terdiam melihat cincin yang melingkar indah di jari manisnya. Ia mengangkat kepalanya untuk melihat namja yang tadi memasangkan cincin itu ke jarinya. Tampak senyum terukir di wajah namja itu. Hancur. Hanya kata itu yang bisa menggambarkan perasaannya saat ini. Ia memalingkan pandangannya ke arah pintu dan mendapati Jong Woon sedang berdiri di sana. Apa yang dia lihat? Apa dia melihat proses Sungmin memasangkan cincin itu pada Hye Mi?

“Jong Woon-ah, apa yang kau lakukan di sini?”
Jong Woon mengalihkan pandangannya pada Jung Soo yang berdiri di sampingnya.
“Ayo, masuk,” ujar Jung Soo seraya meraih pundak Jong Woon dan mengajaknya masuk.
“Selamat,” ujar Jong Woon pelan dengan senyum yang dipaksakan ketika ia sudah berdiri di hadapan Hye Mi.
Hye Mi hanya terdiam. Ia tidak mampu berkata apa-apa. Perlahan sebelah tangan Jong Woon mendarat di puncak kepalanya.
“Sekarang keadaannya sudah berbeda,” katanya pelan. “Hanya ini yang bisa kulakukan. Tidak seperti dulu, aku akan memelukmu dan mungkin mencuri ciummu.” Ia tertawa getir, mencoba mencairkan atmosfer yang menyelimuti dirinya dan yeoja di hadapannya. “Selamat.” Setelah berkata begitu, ia keluar dari ruangan itu. Hye Mi hanya bisa melihat punggungnya yang semakin menjauh dan akhirnya hilang di balik pintu.
Ya… keadaannya sudah berubah sekarang. Sangat berbeda, tidak seperti dulu. Sekarang yang harus ia pikirkan adalah Sungmin. Sungmin yang akan mengisi hari-harinya setelah ini… bukan Jong Woon. Bukan lagi Kim Jong Woon.
****

 Gimana? Leave comment yaw ^^
Jangan lupa ^^/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar