Annyeong readers! Sorry ya lama publish lanjutannya, mumet soalnya. wkwk...
Okeh, lngsung ajah..... silakan dibaca^^
***************
Author :
Ifa Raneza
Cast :
Yesung a.k.a Kim Jong Woon , Park Hye Mi
Genre :
Romance
Warning :
Kissing Scene
*****
Sudah
seminggu sejak Jong Woon dirawat di rumah sakit. Dan selama itu pula ia tak
sadarkan diri dan membuat Hye Mi stress. Tapi ia tidak bisa terus memikirkan
Jong Woon. Ia juga harus memikirkan sekolahnya. Sebentar lagi ia akan
menghadapi ujian kelulusan. Dan untuk sementara ini ia harus bisa melupakan
Jong Woon. Melupakan Jong Woon sampai semua ujiannya selesai.
****
Dia tidak
tahu sudah berapa lama ia tertidur lemah di atas tempat tidur. Ia bahkan tidak
dapat membuka matanya untuk mengetahui di mana ia sekarang. Seluruh tubuhnya
terasa kaku. Tidak ada tenaga sedikitpun yang bisa ia gunakan untuk bangun dari
tidur panjangnya. Yang bisa ia lihat sekarang hanyalah mimpi. Mimpi yang
merupakan potongan-potongan kehidupannya yang sudah lewat. Kehidupannya bersama
orang itu….
“Ah, maaf. Namaku Kim Jong Woon.”
“Aku Park Hye Mi.”
“Sekali lagi aku minta maaf. Aku pergi dulu.”
“Apa kau mau menjadi pemanduku?”
“A… apa?”
“Lalu apa kau menyukainya? Maksudku… Lee Sung Min?”
“Siapa itu? Apa itu Sungmin? Jawab aku.”
“Wae? Terserah aku kan mau jawab atau tidak?”
“Sepertinya aku menyukaimu.”
“Apa?”
“Kau tidak mendengarkanku? Dengar baik-baik. Park Hye
Mi, jadilah pacarku.” … “Kau mau jadi
pacarku kan?” … “Ya! Park Hye Mi, kenapa
kau diam saja?”
“Hah? Aku…”
“Baiklah, dengan ini kau resmi jadi pacarku.”
“Chagiya, aku ingin menghabiskan waktu denganmu
sebelum pulang.”
“Ya, aku akan membuatmu menyukaiku, mencintaiku, tidak
mau melepaskanku, dan ingin selalu berada di pelukanku. Aku akan membuatmu
jatuh ke dalam pelukanku. Aku akan membuatmu terus memikirkanku, merindukanku,
dan ingin terus melihat wajahku dan senyumanku. Kau dengar? Inilah janjiku
padamu. Karena itu jangan pernah pergi dariku agar aku bisa menepati janjiku
padamu.”
“Baiklah. Coba saja tepati janjimu itu.”
“Lihat saja. Aku pasti bisa menepati janjiku.”
“Hye Mi….”
“Oppa? Kau kenapa? Apa kau sakit?”
“Aku harus pulang besok.”
“Pulang? Kenapa tiba-tiba?”
“Omma-ku…. Dia tak sadarkan diri dan… rumah sakit…
jantungnya….”
“Aku mengerti, Oppa…. Aku mengerti.”
“Maafkan aku…. Aku harus meninggalkanmu….”
“Aku baik-baik saja. Oppa pulanglah.”
“Aku tidak mengerti kehidupanmu, Hye Mi.”
“Aku tidak tahu harus berkata apa
padamu agar kau mengerti kehidupanku, karena aku tahu kau juga tidak akan
mengerti kehidupanku, hahaha…. Selama ini kau terus bertanya kenapa aku memilih
kehidupanku yang sekarang, yah… karena aku telah memilihnya. Dan sekarang yang
kupilih adalah menjauhimu… karena aku takut aku akan tersakiti dengan
perasaanku dan kenyataan ini. Mianhaeyo, Oppa…. Mianhaeyo, ternyata aku salah.
Pilihanku bukan menjauhimu tapi bersamamu. Mianhaeyo, Oppa…. Aku tidak bisa
mengabulkan permintaanmu untuk melepaskanmu. Aku tidak bisa… aku tidak bisa
melepaskanmu begitu saja.”
“Hye Mi, mungkin aku salah. Jangan
menungguku. Jika aku tidak kembali padamu, jangan menungguku. Karena aku takut
kau tenggelam dalam sebuah penantian tanpa akhir. Saranghaeyo….”
Perlahan
dia mulai bisa menggerakkan jemarinya. Kemudian secara perlahan cahaya masuk ke
dalam matanya. Dia menyapu pandangan ke seluruh ruangan. Di mana ini? Ia merasa
ada yang menyentuh lengannya. Ia menoleh. Ada seorang yeoja dan namja yang
sangat dikenalnya. Mereka tersenyum padanya. Ia mencoba bangun, tapi kepalanya
masih sangat sakit. Ia memegang kepalanya dan merasakan ada perban yang
membalut lukanya. Banyak perban yang membalut tubuhnya. Ia membuka alat
pernapasannya dan melirik infus yang menempel di tangan kirinya.
“Di mana
ini?” tanyanya pelan. “Akh….” Ia meringis kesakitan ketika sadar kepalanya
berdenyut.
“Kau di
rumah sakit, Oppa,” jawab seorang yeoja. “Kau bodoh, Oppa! Kau membuat kami semua khawatir, termasuk Jung Soo-oppa dan Park Hye Mi itu,” lanjutnya
tanpa wajah kesal. Wajahnya malah menunjukkan kebahagiaan.
“Rumah
sakit?” tanyanya lagi. Ia mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi pada
dirinya. Ah, kecelakaan itu. Ia mengingatnya.
“Jong
Woon-ah, kau benar-benar membuat kami khawatir sekaligus shock. Bagaimana
mungkin orang yang kami tunggu untuk pulang ke Seoul malah kecelakaan dan koma
selama hampir sebulan,” ujar seorang namja
yang berada di sebelah yeoja itu.
“Kami?”
tanya Jong Woon.
“Ya, Kim
Jong Woon! Apa kau lupa pada yeojachingu-mu?
Dia menunggumu seperti orang gila!” jawab namja
itu.
“Jangan-jangan
kau hilang ingatan, Oppa? Tapi kenapa
kau masih mengenal kami? Kau ingat aku kan?” tanya yeoja yang berada di sampingnya.
“Tentu saja
aku ingat. Kau Kim Soon Hee,” jawab Jong Woon. “Pabo yeoja,” lanjutnya lagi.
“Ya!”
Jong Woon
mengalihkan pandangannya pada namja
yang ada di sebelahnya. “Jung Soo, di mana dia sekarang? Aku ingin bertemu
dengannya sekarang juga.”
Orang yang
ditatap segera mengeluarkan ponselnya dan memencet beberapa nomor.
“Dia sedang
di sekolah sekarang. Mungkin sebentar lagi dia akan pulang. Seharusnya hari ini
hari terakhirnya ujian,” ujar Jung Soo.
“Ujian?”
tanya Jong Woon. Begitu lama ia tertidur, tidak terasa gadis itu malah sudah
hampir lulus.
“Ne, kau koma lama sekali. Hampir membuat
kami jantungan. Omma dan aku sudah
berkali-kali bolak-balik ke Seoul untuk melihat perkembanganmu. Untungnya aku
libur sekolah karena semua kakak kelasku ujian. Tapi, appa tidak bisa melepaskan pekerjaannya di sana,” jelas Soon Hee.
“Ah, aku hampir lupa. Biar aku panggilkan dokter.” Lalu ia keluar dari ruangan
itu dan menutup pintunya.
Sementara
Jong Woon kembali berbaring dan memerhatikan Jung Soo menelepon Hye Mi.
****
Hye Mi
keluar dari gerbang sekolah. Ia hanya berjalan, sementara teman-temannya yang
lain berlarian dengan wajah cerah. Itu wajar karena hari ini semua ujiannya
sudah selesai. Perlahan bayangan Jong Woon kembali dalam ingatannya. Entah
sudah berapa lama ia tidak memikirkan namja
itu. Secara perlahan sesak di hatinya kembali menyelinap ke dalam dadanya.
Sakit… perih. Tapi sesakit apapun hatinya saat ini, air matanya tidak bisa
keluar lagi. Entah kenapa. Mungkin karena ia sudah lelah menangis. Menangis
hanya membuatnya semakin terluka. Lagipula menangis tidak dapat menyadarkan
Jong Woon secara ajaib kan?
Hye Mi
membuka flap ponselnya saat ia merasa benda itu bergetar. Ia menempelkan ponsel
itu ke telinganya. “Yoboseyo?”
“Hye Mi! Kau harus ke rumah sakit sekarang!” Terdengar
suara Jung Soo dari seberang telepon dengan panik.
Ada apa
ini? “W… Wae?” tanya Hye Mi tak
mengerti.
“Dia ingin bertemu denganmu sekarang,”
jawab Jung Soo.
Hye Mi tahu
siapa ‘dia’ yang dimaksud. Tanpa berkata apa-apa lagi, Hye Mi langsung menutup
flap ponselnya dan memasukkannya ke dalam saku bajunya. Ia segera berlari ke
tepi jalan dan menyetop taksi.
“Antarkan
aku ke rumah sakit!” ujarnya pada supir taksi.
Dia… dia
sudah sadar?
****
Hye Mi
masuk ke dalam gedung rumah sakit yang besar itu dan langsung berpapasan dengan
seorang yeoja yang menegurnya.
Sepertinya yeoja itu sangat
mengenalinya, tapi siapa?
“Ah, maaf.
Apa aku mengenalmu?” tanya Hye Mi sopan.
“Aku Kim
Soon Hee, adik Kim Jong Woon-oppa.
Dia mencarimu, kebetulan kita bertemu di sini. Ayo kuantar ke kamarnya,” jawab
Soon Hee seraya menarik lengan Hye Mi.
Hye Mi
mengikuti langkah yeoja itu dari
belakang. Mereka masuk ke lift dan berhenti di lantai tiga. Soon Hee berjalan
ke arah kamar yang bertuliskan tiga angka dan langsung membuka pintunya.
“Hei, lihat
siapa yang aku bawa,” ujar Soon Hee seraya menyuruh Hye Mi masuk ke dalam kamar
itu.
Jong Woon
menoleh ke arah Soon Hee. Tapi kemudian tatapannya beralih pada yeoja yang dibawa adiknya itu. Hye Mi
bisa melihat Jong Woon sedang menatapnya. Perlahan senyum namja itu terlihat di wajahnya yang penuh dengan luka.
“Ah,
mungkin seharusnya aku keluar dulu,” ujar Jung Soo sambil menatap Soon Hee
penuh arti.
“Ah, aku
juga mau membeli sesuatu di kantin rumah sakit. Kalian mengobrol lah dulu,”
ujarnya seraya melangkah mengikuti langkah Jung Soo.
Sekarang di
ruangan itu hanya tinggal Hye Mi dan Jong Woon. Keduanya diam untuk beberapa
menit sampai akhirnya suara Jong Woon memecah keheningan.
“Bagaimana
ujianmu? Baik?” tanya Jong Woon sambil memperlihatkan senyumnya. Senyum yang
biasa ia tunjukkan pada Hye Mi.
Hye Mi
hanya mengangguk. Ia bingung harus mengatakan apa. Ayolah, Hye Mi…. Sudah
berapa lama kau menunggu saat-saat ini? Sekarang Jong Woon sudah sadar dan kau
hanya diam?
“Harusnya
kau menanyakan kabarku,” ujar Jong Woon lagi.
Hye Mi
tersentak. Ah, benar juga. Harusnya itu hal pertama yang ia tanyakan. Kenapa
Hye Mi jadi bingung begini? “Aah… eh… iya, benar.” Hye Mi melihat wajah Jong
Woon yang penuh dengan luka. “Tapi sepertinya keadaanmu sudah sangat membaik,”
lanjutnya.
“Kau tidak
merindukanku?” tanya Jong Woon lagi.
Hye Mi
geram mendengarnya. Merindukannya? Apa yang dipikirkan namja ini? “Kau pergi dari Seoul untuk menemui ibumu dan pulang ke
Seoul membawa berita kecelakaan hingga kau koma untuk beberapa minggu,” ujar
Hye Mi. Ia mendesah pelan. “Kau masih bertanya aku merindukanmu atau tidak?”
Jong Woon
terkekeh. Benar juga. “Aku hanya ingin mendengar kau mengucapkannya.”
“Haah… kau
ini menyebalkan,” ujar Hye Mi. “Ya, aku merindukanmu. Kau puas?”
Jong Woon
tersenyum puas. Ia merentangkan kedua tangannya, bersiap untuk memeluk Hye Mi.
“Puas sekali,” ujarnya. “Sini kupeluk.”
Hye Mi
mendekatkan tubuhnya ke tubuh Jong Woon. Ia menjatuhkan diri ke dalam pelukan
itu. Sekarang ia menjadi susah bernapas. Namja
ini memeluknya sangat erat. Bahkan Jong Woon lupa dengan luka-lukanya.
“Akh,
lukamu….” Hye Mi mencoba melepas pelukan Jong Woon.
Jong Woon
melepas pelukannya dengan enggan. “Ah, benar. Lukaku belum sembuh,” katanya. Ia
menatap mata Hye Mi dalam-dalam, lalu berkata, “Bisa ambilkan air itu? Aku
haus.”
Hye Mi
langsung meraih botol berisi air putih di meja yang berada di depan tempat
tidur. Ia menuangkannya ke dalam gelas dan memberikannya pada Jong Woon. Jong
Woon meraih gelas itu dan meneguk habis isinya. Dia benar-benar haus. Bayangkan
saja, sudah berapa lama ia koma? Jong Woon menyodorkan gelas kosong itu pada
Hye Mi. Gadis itu mengambil gelas yang Jong Woon sodorkan dan meletakkannya
kembali di atas meja.
“Apa kata
dokter?” tanya Hye Mi.
“Dokter
bilang aku baik-baik saja. Hanya lukaku yang belum sembuh,” jawab Jong Woon. Ia
menggenggam tangan Hye Mi dan berkata, “Aku sudah tidak sakit lagi. Aku juga
tidak punya penyakit lagi.”
Hye Mi
tersenyum samar. Ia menyentuh tangan Jong Woon yang sedang menggenggam
tangannya. “Sebenarnya aku yang sakit,” katanya pelan.
“Mwo?” tanya Jong Woon pelan, sama
pelannya dengan suara Hye Mi.
“Ne, Oppa. Aku sakit.” Hye Mi menarik
napas dan menghembuskannya. “Di sini,” lanjutnya sambil menunjuk dadanya.
“Rasanya sakit sekali. Aku sakit melihatmu terbaring kaku. Aku sakit melihatmu
tidak tersenyum ketika aku datang, saat kau tidak menjawab panggilanku. Apa kau
memikirkan perasaanku selama kau koma?” Air mata Hye Mi menyeruak keluar.
Suaranya mulai bergetar. “Jika kau bertanya apa ada lagi penyakitmu, penyakitmu
adalah membuatku sakit.”
Jong Woon
membelai rambut Hye Mi pelan. Lagi-lagi ia menunjukkan senyumnya. Ditatapnya yeoja itu dalam-dalam. “Mianhaeyo, Hye Mi. Aku tidak bermaksud
membuatmu sakit. Sejujurnya aku sangat merindukanmu. Aku rindu tawamu,
senyummu, suaramu. Aku rindu saat-saat aku memelukmu. Aku rindu tatapan matamu.
Aku rindu semua hal yang kita lalui bersama,” katanya sambil menatap mata Hye
Mi dalam-dalam meskipun air mata gadis itu menghalangi.
“Dulu aku
pernah membayangkan bagaimana jika aku menyerahkanmu begitu saja pada Lee Sung
Min. Tapi sekarang aku tidak akan pernah melakukan itu.”
Bibir Hye
Mi mengerucut. “Ya, jangan lakukan itu atau aku akan semakin sakit,” ujarnya.
Jong Woon
tersenyum simpul. Ia tertawa pelan. “Kau pikir aku bodoh sampai tega melakukan hal
itu? Aku tidak akan pernah melepas sesuatu yang kucintai. Kau dengar?” katanya.
Tangannya masih membelai rambut Hye Mi. Perlahan tangan itu turun ke pipi Hye
Mi dan menghapus bekas air mata dengan lembut. Wajahnya mendekat ke wajah gadis
itu. Gadis itu hanya diam, entah karena ia menerima bibir laki-laki itu
mengincar bibirnya, atau karena ia tidak tahu harus bagaimana.
Kesadaran
Hye Mi terkumpul. Dengan cepat kedua tangannya menahan pundak Jong Woon, agar
wajah laki-laki itu tidak semakin mendekat. Tapi tenaganya lebih kecil dari
tenaga Jong Woon. Tangan Jong Woon yang tadinya berada di pipi Hye Mi,
berpindah ke belakang punggung gadis itu untuk merangkuhnya. Hye Mi yang tidak
bisa apa-apa hanya bisa berkata pelan, “Oppa,
apa yang kau lakukan?” Suaranya kecil hampir seperti bisikan. Tapi Jong Woon
tetap tidak peduli. Wajahnya semakin mendekat, ia menghapus jarak antara
bibirnya dengan bibir gadis yang ada di depannya. Gadis itu tidak bisa bernapas
dengan baik. Jong Woon menghalanginya untuk bernapas. Tangan namja itu terlalu kuat merangkuhnya,
sehingga ia susah bergerak. Ia tidak bisa mengatakan sesuatu untuk menghentikan
apa yang sedang Jong Woon lakukan padanya.
Perlahan
Jong Woon melepaskan rangkuhannya. Ia menatap Hye Mi lekat. Keduanya hanya
terdiam. Baru saja Jong Woon akan menarik sudut bibirnya untuk tersenyum, Hye
Mi sudah menyerbunya dengan omelan.
“Ya! Pabo namja! Apa yang kau lakukan, hah!?”
tanya Hye Mi dengan nada tinggi. Wajahnya memerah.
“A… apa?”
“Apa yang
kau lakukan barusan!? Kau pikir kau bisa seenaknya menciumku, hah?!” Hye Mi
mengatur napasnya yang masih tidak beraturan. Setelah napasnya kembali normal,
ia melanjutkan. “Kau tahu kita di rumah sakit, tapi kau masih tetap melakukannya?
Pabo pabo pabo pabo!!!” jerit Hye Mi
tak terima. Kedua tangannya memukul pundak Jong Woon.
Jong Woon
hanya bisa meringis kesakitan. “Akh! Appeu!”
Dengan cepat sebelah tangannya yang tidak terpasang infus meraih sebelah tangan
Hye Mi yang memukul pundaknya.
Hye Mi
berusaha melepaskan genggaman namja
itu, tapi tidak bisa. Ia melirik wajah Jong Woon. Wajah namja itu berubah serius. Ada apa ini? Hye Mi mundur perlahan,
sementara tangannya masih ditahan namja
itu.
“Hei… hei….
Mau apa kau, hah? Mau apa kau?” tanyanya takut-takut.
Raut wajah
Jong Woon tidak berubah, masih serius. Matanya yang gelap menampakkan sinar
yang menakutkan. Sama seperti yang pernah ia lihat, tapi bukan tatapan cemburu.
Mungkin lebih tepatnya tatapan… pemburu? Pemburu? Apa dia masih mau mengincar
bibirnya? Lagi? Tidak!
“Jangan
dekati aku! Oppa! Hentikan!!”
jeritnya. Akhirnya tangannya terlepas dari cengkeraman Jong Woon. Ia berlari
keluar ruangan itu. Ia tidak mau dicium lagi. Sekali dicium saja rasanya sudah
mau pingsan.
Ia
meninggalkan Jong Woon yang tertawa terbahak-bahak di dalam kamar itu. Jong
Woon merasa geli melihat Hye Mi berlari ketakutan. Ia memegangi perutnya karena
terlalu banyak tertawa. Lucu sekali, pikirnya.
****
“Kenapa dia
lari ketakutan seperti itu?” tanya Soon Hee ketika ia dan Park Jung Soo masuk
ke dalam kamar di mana Jong Woon dirawat.
Jong Woon
hanya mengangkat kedua bahunya dan memasang wajah tidak berdosa. “Entahlah.”
Soon Hee
memerhatikan kakaknya dengan tatapan sinis. Ia menggeleng. “Tidak mungkin dia
berlari seperti itu kalau kau tidak melakukan apa-apa. Iya, kan?” tuduh Soon
Hee sambil menunjukkan telunjuknya ke depan wajah Jong Woon.
“Ya! Kim
Soon Hee, apa maksudmu?” tanya Jong Woon kesal.
“Kau pasti
melakukan sesuatu padanya. Benar kan?” Soon Hee kembali menuduh Jong Woon.
Baru saja
Jung Soo ingin menengahi perdebatan mereka, pintu kamar itu terbuka. Ada Hye Mi
di belakang pintu. “Permisi,” katanya pelan.
“Eonnie,” kata Soon Hee. “Kenapa kembali
lagi?”
“Ah… eh…
ponselku tertinggal.” Hye Mi melangkah masuk ke dalam kamar dan menghampiri
kursi yang ada di sebelah tempat tidur Jong Woon, kursi yang tadi dia duduki.
Ia meraih ponselnya dan memasukkan benda itu ke dalam saku bajunya. Entah
bagaimana ponsel itu bisa terjatuh dari saku bajunya tadi. Mungkin karena apa
yang mereka lakukan tadi?
“Kenapa kau
berlari ketakutan seperti tadi, Hye Mi?” tanya Jong Woon dengan tatapan
mengejek. “Padahal aku kan tidak menakutkan.”
Hye Mi
tidak kesal dengan tatapannya itu, tapi ia masih takut. “Ah… aku….”
“Apa Jong
Woon melakukan sesuatu padamu?” tanya Jung Soo ingin tahu.
“Ya! Kenapa
kau jadi ikut-ikutan, hah?” tanya Jong Woon kesal.
“Tidak. Aku
hanya berpikir, kata-kata Soon Hee-ah ada benarnya juga. Tidak mungkin Hye Mi
berlari ketakutan seperti tadi kalau kau tidak melakukan apa-apa.” Jung Soo
melirik Hye Mi yang sedari tadi tidak bersuara. “Iya, kan?”
Bagus. Hye
Mi tidak menjawab, hanya wajahnya saja yang bersemu merah. Baiklah, Jong Woon
sudah kesal dituduh-tuduh seperti itu–––meskipun kenyataannya benar. Ia menarik
tangan Hye Mi sehingga tubuh gadis itu tertarik ke tubuhnya. Lagi-lagi raut
wajahnya menampakkan ketakutan.
BUK! Satu
pukulan mendarat di perut Jong Woon.
“Akh!”
“Kau mau
mengulanginya lagi, hah?!” tanya Hye Mi seraya melepaskan tangannya yang
ditahan Jong Woon.
“Mwo?! Mengulangi? Oppa, ternyata benar kau melakukan sesuatu padanya tadi,” ujar Soon
Hee dengan matanya yang dibelalakkan.
“Wah, wah….
Jong Woon, kau harus ingat, adikku ini masih SMA,” ujar Jung Soo menyindir
sambil sesekali menahan tawanya.
“Awas
kalian….”
****
Hye Mi
keluar dari café itu dengan berjalan gontai. Kata-kata Sungmin masih tersimpan
dalam pikirannya. Sekarang yang harus ia pikirkan bukan hanya tentang dirinya
sendiri, tapi juga keluarganya. Bagaimana ini?
“Kau tahu bisnis ayahmu sedang dalam kesulitan?”
“Bagaimana kau tahu?”
“Karena ayahku mengenal ayahmu.”
“Jadi begitu?”
“Aku bisa meminta ayahku membantu bisnis ayahmu, tapi
kau harus mau bertunangan denganku.”
“Apa kau gila?”
“Pikirkan baik-baik, Park Hye Mi.”
“Apa hanya ayahmu yang bisa membantu kami?”
“Tidak… Begini, Hye Mi. Perusahaan ayahmu sudah
dikalahkan oleh perusahaan ayahku. Dalam beberapa bulan, perusahaan ayahmu akan
menjadi milik ayahku. Tapi aku bisa membantumu.”
“Tapi, Sungmin…”
“Semua terserah padamu. Tinggalkan Kim Jong Woon dan
berpaling padaku, atau… Ah, pikirkan tawaranku baik-baik.”
Jantung Hye
Mi terasa ditusuk-tusuk mengingat kata-kata Sungmin. Siapa yang harus dia
pilih? Jong Woon atau ayahnya? Keduanya adalah orang yang sangat ia cintai.
Tapi… haruskah ia memilih ayahnya? Ayah yang sudah membesarkannya? Ayah yang
selama ini sudah memberikan cintanya selama Hye Mi hidup? Atau… Jong Woon?
****
Hye Mi
masuk ke dalam kamar di mana Jong Woon dirawat. Tidak ada orang selain Jong
Woon yang sedang tertidur pulas di sana. Hye Mi duduk di samping tempat tidur
laki-laki itu. Ia memerhatikan setiap detail wajah namja itu. Perlahan sebelah tangannya menyentuh rambut Jong Woon.
Ternyata begini wajah namja yang
sudah mengisi hatinya.
Hye Mi
ingat pertama kali mereka bertemu di stasiun. Hye Mi ingat bagaimana laki-laki
ini memintanya untuk menjadi pemandu. Hye Mi juga ingat bagaimana ia memarahi
Jong Woon ketika membututi Hye Mi ke rumah Song Eun, dan… meminta Hye Mi untuk
menjadi pacarnya. Hye Mi mengingat semuanya. Pahit, manis… semuanya. Tiba-tiba
air mata yeoja itu turun di pipi.
Dengan cepat tangannya menghapus air mata itu.
“Oppa… aku harus bagaimana?” ucapnya
lirih sambil terus menatap Jong Woon yang sedang tertidur. “Aku harus pilih
siapa?”
Kenapa
Tuhan memberikannya pilihan yang sangat sulit sekarang? Hye Mi sangat
menyayangi ayahnya. Ia harus mengutamakan keluarganya. Tapi di sisi lain, Hye
Mi tidak mau meninggalkan Jong Woon. Ia benci mengakui ini, tapi… ia sudah
sangat mencintai Jong Woon. Ia tidak mau kehilangan Jong Woon.
Jong Woon
terbangun dari tidurnya dan menoleh pada Hye Mi yang sedang menyentuh
rambutnya. Tapi ada satu yang tidak ia lihat, air mata.
“Kau ada di
sini?”
Hye Mi
tersentak. Ia melihat Jong Woon yang sedang menatapnya. “Ah… eh, Oppa… Kau sudah bangun?”
“Sejak
kapan kau ada di sini?” tanya Jong Woon lagi.
“Aku… aku
baru saja datang,” jawab Hye Mi.
Tidak ada
masalah dengan jawaban Hye Mi. Tapi Jong Woon merasa ada yang aneh dengan suaranya
hari ini. Tapi… apa?
“Kau
sakit?” tanya Jong Woon khawatir.
“Ani. Bukankah kau yang sakit? Bagaimana
keadaanmu hari ini?”
“Aku
baik-baik saja.”
Sakit? Ya,
aku memang sakit. Tapi Hye Mi tidak bisa mengatakan hal itu. Mengatakannya
hanya akan membuatnya semakin terluka. Batinnya sakit, ia tersiksa. Tersiksa
akan dua pilihan yang sangat sulit. Sungmin… kenapa orang itu yang harus
memberinya dua pilihan?
“Chagiya…” panggil Jong Woon pelan.
Hye Mi
menoleh. “Ada apa?”
“Aku boleh
meminta sesuatu?”
“Apa?”
“Jangan
tinggalkan aku.”
“Apa?
Kenapa kau berkata begitu?”
Jong Woon
menghela napas. Entahlah, ia juga tidak tahu kenapa ia mengatakan hal itu. Hati
kecilnya seperti mendorong dirinya untuk mengatakan hal itu.
Hye Mi
menahan air matanya keluar. Kenapa namja
ini bertanya hal yang membuat hatinya makin pilu? Yang membuat hatinya semakin
sulit untuk menentukan pilihan. Kenapa…
“Aku boleh
minta sesuatu lagi?” tanya Jong Woon.
Hye Mi
mengangguk pelan. “Apa itu?”
Raut wajah
Jong Woon berubah ragu. Ia ragu Hye Mi akan mengabulkan permintaannya. Tapi…
“Apa itu?”
Hye Mi mengulangi pertanyaannya.
“Cium aku,”
jawab Jong Woon.
Wajah Hye
Mi berubah kaget.
“Untuk kali
ini saja… cium aku.”
Hye Mi
mendekatkan wajahnya pada wajah Jong Woon. Perlahan tangan Jong Woon menyentuh
belakang kepala Hye Mi dan bibir mereka bersentuhan. Lama. Jong Woon seperti
tidak mau melepaskan yeoja ini.
Sementara air mata Hye Mi sudah turun. Ia tidak peduli berapa lama Jong Woon
menciumnya, ia juga tidak mau melepaskan namja
ini. Ia tidak mau meninggalkan namja
ini. Ia tidak mau…
Jong Woon
menyadari air mata Hye Mi sudah jatuh. Tapi ia masih tidak mau melepaskan
ciumannya. Seperti tahu bagaimana perasaan gadis itu saat ini, Jong Woon
memeluknya lembut. Biarlah… biarlah saat ini seperti ini. Ia merasa seperti
tidak akan mendapatkan apa yang selama ini sudah Hye Mi berikan padanya. Cinta,
kasih… Ia merasa tidak akan mendapatkan semua itu lagi. Entah kenapa…
****
Sungmin
masuk ke dalam ruangan. Ruangan di mana hanya ada Hye Mi di sana. Ia menyentuh
puncak kepala yeoja itu lembut.
Senyumnya sudah terukir di wajahnya. Ia bahagia. Bahagia karena apa yang selama
ini ia kejar akan menjadi miliknya.
“Kau sudah
siap? Sebentar lagi acaranya akan dimulai.”
Hye Mi
hanya mengangguk pelan. Ia tidak bisa menjawab ‘Ya, aku siap.’ Karena memang
hatinya tidak siap. Hati kecilnya memberontak. Ia tidak mau menjadi milik namja ini. Tapi di lain sisi, ia harus
melakukan ini. Kim Jong Woon, pikirannya dipenuhi dengan nama itu. Matanya
memanas mengingat nama itu.
“Kau sudah
mengundangnya?” tanya Sungmin. “Kim Jong Woon?”
“Sudah. Aku
sudah memberikan undangan padanya,” jawab Hye Mi datar.
“Aku keluar
dulu. Sebentar lagi acaranya akan dimulai.”
Sungmin
berjalan keluar dari ruangan itu. Tinggal Hye Mi yang sedang merenungi
pilihannya. Ternyata begini rasanya mengkhianati seseorang yang sangat
dicintai. Sakit. Ia bahkan masih ingat bagaimana dengan berat hati ia
memberikan undangan pertunangannya dengan Sungmin pada Jong Woon.
****
Jong Woon
sudah keluar dari rumah sakit. Keadaannya sudah membaik. Ia sudah sembuh. Dan
luka-lukanya sudah tidak apa-apa. Harusnya mereka senang, tapi tidak. Hye Mi
dan Jong Woon yang duduk di bangku taman hanya terdiam. Mereka tidak tahu harus
mengatakan apa untuk memecah keheningan ini.
Tangan Hye
Mi terulur memberikan undangan pada Jong Woon. Ya, undangan pertunangannya
dengan Sungmin. Jong Woon mengambil undangan itu. Wajahnya masih tetap dingin.
Tidak biasanya Hye Mi melihat wajah Jong Woon seperti itu.
“Jadi ini
pilihanmu?” tanya Jong Woon datar tanpa menatap Hye Mi. Pandangannya lurus ke
depan. Begitu pula Hye Mi, ia tidak sanggup menatap namja ini. “Aku sungguh tidak mengerti kehidupanmu.”
“Oppa…”
“Hah,
ternyata aku gagal menepati janjiku waktu itu,” ujar Jong Woon sambil tersenyum
pahit. “Kata-katamu sama saja seperti yeoja
lainnya. ‘Carilah yeoja yang lebih
baik dariku dan bisa mencintaimu dengan tulus.’” ujar Jong Woon menirukan
kata-kata Hye Mi.
“Oppa…” Air mata Hye Mi turun. Ia tidak
sanggup menahan emosinya saat ini. Akhirnya ia menoleh pada Jong Woon. Wajah namja itu… saat ini wajahnya susah
ditebak. Ekspresi apa itu? Itukah ekspresi seseorang yang sakit hati? Sesakit
itukah? Apakah sama sakitnya dengan apa yang Hye Mi rasakan ketika memilih
Sungmin?
Jong Woon
menatap Hye Mi tajam. Kedua tangannya memegang pundak Hye Mi kasar. “Apa kau
tahu tidak ada orang lain yang bisa menggantikanmu? Tidak ada yeoja lain yang lebih baik darimu! Apa
kau tahu itu?!” seru Jong Woon. Emosinya meledak. “Kau harus tahu, Park Hye Mi,
aku bukanlah orang yang bisa merelakan sesuatu. Aku orang yang egois! Aku tidak
mau orang lain memilikimu! Hanya aku yang boleh memilikimu! Senyummu, tawamu,
tatapanmu, bibirmu… semua itu harusnya hanya milikku! Tidak ada orang lain yang
bisa mengambilmu dariku! Aku memang jahat! Aku egois! Kau harus tahu itu!”
serunya lagi membuat tangis Hye Mi semakin pecah. Ia masih memegang kedua
pundak Hye Mi dengan kuat. Dengan kasar sesekali ia mengguncang tubuh kecil yeoja itu.
“Oppa… mianhae… Kau boleh membenciku, kau boleh tidak mau memaafkanku. Oppa…”
Jong Woon
melepaskan tangannya dari bahu Hye Mi. Ia menatap wajah yeoja itu dengan tatapan datar. “Bahkan air mata itu… aku tidak
tahu apa air mata itu kau tujukan untukku atau untuk Lee Sung Min. Apa hanya
kata maaf yang bisa kau berikan untukku?”
“Oppa…” ucap Hye Mi lirih sambil sesekali
terisak. Air matanya terus turun membasahi pipinya.
“Kau tahu
hidup tanpamu seperti bukan hidup bagiku? Kau tega membuatku menjadi mayat
hidup? Kau puas?!”
“Aku juga
sakit, Oppa…”
“Tapi, kenapa?”
Jong Woon mengerutkan alisnya. Raut wajahnya menunjukkan tanda tanya pada Hye
Mi. “Kenapa kau tega melakukan ini? Kau tidak bisa hidup tanpaku, tapi tetap
melakukan ini? Apa kau sekejam itu, hah?!” Emosi Jong Woon kembali naik. Nada
bicaranya mulai meninggi. “Kau kejam, Hye Mi… kau tega menyiksa diriku dengan
meninggalkanku seperti ini. Tapi, kau juga menyiksa dirimu sendiri. Aku tidak
menyangka kau bisa melakukan hal ini, kau menyiksa batinmu sendiri.”
“Aku…”
“Aku
mengerti.”
“Oppa…”
“Aku
mengerti. Pergilah bersama Sungmin. Kalau itu pilihanmu, aku mengerti. Semoga
kau bisa bahagia dengannya.” Jong Woon menatap Hye Mi lembut. Perlahan ia
menyentuh pipi gadis itu dan menghapus air matanya. “Kau harus tahu, Hye Mi… saranghaeyo.”
“Nado saranghaeyo, Oppa…” sahut Hye Mi sambil terisak.
“Saranghaeyo.” Jong Woon mengecup bibir
Hye Mi pelan. Untuk kali ini saja. Untuk terakhir kalinya. “Untuk kali ini…
jangan dilepas,” ujarnya pelan sementara bibirnya masih menyentuh bibir yeoja ini. Hye Mi menurut.
Jong Woon
tidak sadar sudah berapa lama ia mencium gadis ini. Akhirnya ia melepas
ciumannya. Entah kenapa saat melepasnya, ia merasa aneh. Seperti ada yang
hilang di hatinya.
“Saranghae,” ucapnya lirih. Lalu ia
beranjak dan meninggalkan Hye Mi.
“Saranghaeyo, Oppa…” ucap Hye Mi pelan. Tapi berharap Jong Woon dapat
mendengarnya dan merasakannya.
****
Lamunan Hye
Mi buyar ketika mendengar suara ketukan pintu dari luar. Dengan cepat sebelah
tangannya menghapus air mata yang sudah terlanjur jatuh. “Masuk,” serunya.
Terlihat
Jung Soo berdiri di belakang pintu. “Acaranya sudah mau dimulai,” katanya
hati-hati. Ia tahu bagaimana perasaan adik sepupunya itu saat ini. Perih.
Hye Mi
berjalan ke arah Jung Soo. Mereka menuju ruangan di mana semua tamu sudah
menunggunya. Tamunya tidak terlalu banyak, hanya beberapa kerabat mereka dan
teman Hye Mi, Song Eun. Tampak Sungmin sudah siap-siap dengan senyum yang
terukir di wajahnya.
“Sudah
siap?” tanya appa Hye Mi.
Hye Mi
hanya mengangguk lemah.
“Baiklah,
sekarang kita mulai saja acaranya.”
****
Jong Woon berlari
ke arah ruangan di mana acara pertunangan Hye Mi dan Sungmin dilaksanakan. Dia
sendiri tidak tahu kenapa dia berlari. Mungkin karena ia tidak rela yeoja itu menjadi milik orang lain? Ia
tahu hal itu tidak mungkin bisa mempengaruhi apapun, tapi… entahlah.
Ia sampai
di depan ruangan itu dan pintunya terbuka lebar, sehingga dia bisa melihat
peristiwa yang sangat menyakiti hatinya. Matanya membulat, mulutnya sedikit
ternganga, dan jasnya sudah tidak serapi sebelum ia sampai di ruangan itu,
mungkin karena ia berlari terlalu kencang. Tubuhnya lemas, seakan jantungnya
berhenti berdetak dan terjatuh entah di mana. Sakit, ah tidak. Mungkin lebih
tepatnya… hancur.
****
Yeoja itu hanya terdiam melihat cincin
yang melingkar indah di jari manisnya. Ia mengangkat kepalanya untuk melihat namja yang tadi memasangkan cincin itu
ke jarinya. Tampak senyum terukir di wajah namja
itu. Hancur. Hanya kata itu yang bisa menggambarkan perasaannya saat ini. Ia
memalingkan pandangannya ke arah pintu dan mendapati Jong Woon sedang berdiri
di sana. Apa yang dia lihat? Apa dia melihat proses Sungmin memasangkan cincin
itu pada Hye Mi?
“Jong
Woon-ah, apa yang kau lakukan di sini?”
Jong Woon
mengalihkan pandangannya pada Jung Soo yang berdiri di sampingnya.
“Ayo,
masuk,” ujar Jung Soo seraya meraih pundak Jong Woon dan mengajaknya masuk.
“Selamat,”
ujar Jong Woon pelan dengan senyum yang dipaksakan ketika ia sudah berdiri di
hadapan Hye Mi.
Hye Mi hanya
terdiam. Ia tidak mampu berkata apa-apa. Perlahan sebelah tangan Jong Woon
mendarat di puncak kepalanya.
“Sekarang
keadaannya sudah berbeda,” katanya pelan. “Hanya ini yang bisa kulakukan. Tidak
seperti dulu, aku akan memelukmu dan mungkin mencuri ciummu.” Ia tertawa getir,
mencoba mencairkan atmosfer yang menyelimuti dirinya dan yeoja di hadapannya. “Selamat.” Setelah berkata begitu, ia keluar
dari ruangan itu. Hye Mi hanya bisa melihat punggungnya yang semakin menjauh
dan akhirnya hilang di balik pintu.
Ya…
keadaannya sudah berubah sekarang. Sangat berbeda, tidak seperti dulu. Sekarang
yang harus ia pikirkan adalah Sungmin. Sungmin yang akan mengisi hari-harinya
setelah ini… bukan Jong Woon. Bukan lagi Kim Jong Woon.
****
Gimana? Leave comment yaw ^^
Jangan lupa ^^/
Jangan lupa ^^/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar