Minggu, 13 Januari 2013

Love or Obsession? (Part 10)




Love or Obsession––– Part 10

Author : Ifa Raneza
Main Cast : Yesung (Kim Jong Woon), Park Hyemi (OC)


**

“Kini bernafaslah untukku, Park Hyemi…”



Jongwoon meremas tangannya yang tampak berkeringat. Wajahnya masih saja menunjukkan kekhawatiran terhadap sosok yang masih terbaring lemah di atas ranjang dengan punggung tangannya yang terpasang jarum infus. Bahkan untuk bernafas pun gadis itu harus mengenakan alat agar tetap mendapatkan oksigen untuk mengisi paru-parunya. Jongwoon tak habis pikir, ke mana akal sehat gadis itu saat ia dengan entengnya menenggelamkan dirinya sendiri di dalam danau itu. Jongwoon lebih tak habis pikir lagi saat pikirannya tertuju pada Sungmin. Ke mana namja itu saat Hyemi mencoba membunuh dirinya sendiri?
Bodoh. Itu yang terlintas di pikiran Jongwoon tentang Sungmin. Namja itu sudah mendapatkan Hyemi, tapi kini ia malah membiarkan Hyemi melakukan percobaan bunuh dirinya kemarin.
Ini sudah hampir dua belas jam, tapi Hyemi belum juga sadar. Ia memang sudah melewati masa kritisnya, tapi tetap saja Jongwoon merasa belum puas saat kedua mata gadis itu belum terbuka.

Hyung…”
Jongwoon mengangkat kepalanya, menatap orang yang baru saja tiba di ruangan VIP itu dengan tatapan tajam yang sulit diartikan. Sedangkan orang itu hanya menunduk, menunjukkan penyesalannya.
BUGH!
Tanpa menghiraukan keberadaan Hyemi di ruangan itu, Jongwoon dengan entengnya melayangkan pukulan ke perut Sungmin hingga pria itu jatuh tersungkur di lantai. Dengan emosi, Jongwoon menarik kerah baju Sungmin dan menatap kedua matanya dalam dengan tatapan yang menusuk.
“Ke mana saja kau, hah?! Calon istrimu hampir mati tapi kau tidak ada di sampingnya saat itu!”
BUGH!
Sekali lagi tinjuan itu mendarat di pipi Sungmin, membuat darah mengalir dari sudut bibirnya yang robek. Sungmin menundukkan tatapannya, menatap Hyemi yang masih terbaring lemah di atas ranjang. Perlahan air matanya turun, membasahi pipinya yang tampak hampir lebam akibat pukulan Jongwoon.
Mianhae…” ucapnya lirih seraya menyentuh punggung Hyemi yang terasa begitu dingin.
“Sungmin-ah.. Kau membuatku kecewa,” ucap Jongwoon dingin, membuat Sungmin berbalik menatapnya dengan sendu.
Ia menggeleng pelan, membuat Jongwoon menatapnya bingung. Perlahan sebelah tangan Sungmin bergerak menuju kerah bajunya, meremasnya perlahan, mencoba menekan rasa sakit yang ia rasakan pada hatinya. Rasa sakit yang juga Hyemi rasakan.
“Dia tidak memilihku, Hyung… Dia tidak pernah mencintaiku..” ucap Sungmin lirih yang membuat emosi Jongwoon kembali naik.
Dengan emosi Jongwoon menarik kerah baju Sungmin dan berteriak tepat di depan wajahnya.
“Mana mungkin! Dia sudah bersedia menikah denganmu! Bagaimana bisa kau mengatakan dia tidak memilihmu?!” teriak Jongwoon yang telah lepas kendali. Ia tidak ingin Hyemi-nya disakiti. Cukup sampai di sini penderitaan gadis itu.
“Aku tidak mengada-ada, Hyung! Bagaimana mungkin aku bisa mengatakan dia mencintaiku sementara tiap malam dia menyebut namamu dalam tidurnya?!” balas Sungmin dengan berteriak, membuat Jongwoon membelalakkan matanya menatap Sungmin dengan tatapan tak percaya.
Mwo…?” lirih Jongwoon. Perlahan ia melepaskan cengkeramannya pada kerah baju Sungmin, lalu menatap lekat wajah tirus Hyemi yang masih memucat.
“Dia hanya mencintaimu, Hyung… Dia hanya memilihmu..” ucap Sungmin pelan bersamaan dengan air mata yang entah sudah ke berapa kalinya jatuh dari pelupuk matanya. “Tapi keadaan memaksanya untuk memilihku menggantikan tempatmu di hatinya. Itulah sebabnya ia memilih untuk meninggalkan dunia agar ia tetap bisa mencintaimu walau tidak dapat memilikimu di dunia,” ucap Sungmin sambil mencengkeram kerah bajunya, sekali lagi mencoba menekan rasa sakit yang terbukti hanya sia-sia.
“Tapi…” ucap Jongwoon, otaknya masih mencari penyangkalan akan perkataan Sungmin. Tapi nihil, ia tidak menemukannya. Ia tidak bisa menyangkal bahwa ia juga mengharapkan apa yang Sungmin katakan padanya adalah benar.
“Dia sudah tahu Hara tidak hamil, Hyung. Narin yang memberitahunya. Dan setelah itu, ia langsung menghilang dan aku mendapatkan kabar darimu bahwa dia ditemukan tenggelam di danau,” ujar Sungmin lagi yang tak lagi dibalas oleh Jongwoon.
Pria itu sibuk memerhatikan setiap inci wajah Hyemi yang masih menutup rapat kedua matanya. Hanya satu yang Jongwoon temukan dalam raut wajah Hyemi. Penderitaan.
“Sudah cukup ia menderita selama ini, Hyung. Ia telah memilihmu, dan aku hanya bisa mendoakan agar kalian bahagia selamanya,” ujar Sungmin sambil menepuk bahu Jongwoon dengan senyum tulus yang untuk pertama kalinya ia tujukan pada sepupunya itu.

**

“Dia kehilangan banyak darah.”
“Kami sudah melakukan yang terbaik, tapi Tuhan berkehendak lain.”


Jungsoo merasakan ponselnya bergetar di saku celananya saat ia baru saja meletakkan sekuntum bunga mawar putih di pusara yang bertuliskan nama yang akan ia ingat sepanjang hidupnya. Nama seorang gadis yang memilih untuk meninggalkan dunia ini karena Jungsoo. Ya… Semua ini karena Jungsoo. Andai saja Jungsoo lebih memikirkan perasaan Hyemi dan orang-orang di sekitarnya daripada egonya sendiri, mungkin semua ini tidak akan pernah terjadi. Mungkin saat ini ia akan berada di ruang keluarga bersama Hyemi dan Narin sambil menghabiskan kudapan mereka.
Mungkin sebentar lagi, Jungsoo bisa melakukan itu bersama Hyemi, tapi tanpa Narin. Ya.. Tanpa gadis yang sudah berada di makam itu.
Yeoboseyo…” ucap Jungsoo tanpa semangat yang bersarang dalam raganya.
Hyung…”
Terdengar suara Sungmin yang begitu gusar, membuat Jungsoo menaikkan sebelah alisnya. Hyemi, hanya nama itu yang terus berada di pikirannya.
“Ada apa?” tanya Jungsoo tanpa bisa menepis rasa cemas yang berkecamuk dalam benaknya.
“Hyemi…”
“Ada apa dengan Hyemi?” tanya Jungsoo dengan nada yang sedikit meninggi saat mendengar nama adiknya, bahkan sebelum Sungmin dapat menyelesaikan kalimatnya.
“Dia… Dia di rumah sakit,” jawab Sungmin pelan.
“Apa yang terjadi padanya?”
“Dia…”
Jungsoo tak lagi bisa mendengar suara Sungmin di seberang sana. Suara Sungmin seperti tercekat atau menguap di udara saat ia menanyakan tentang adiknya. Ada apa?
“Maafkan aku…”
Jungsoo menggigit bibir bawahnya, menggeram dengan kalimat yang ia dengar dari mulut Sungmin yang bukan merupakan jawaban yang ia inginkan.
“Aku bertanya apa yang terjadi pada adikku?!” tanyanya dengan penuh emosi. Sebelah tangannya ia gunakan untuk mengusap wajahnya yang perlahan dipenuhi keringat. Sudah cukup Narin yang membuatnya menyesali perbuatannya seumur hidup, ia tidak ingin Hyemi mengalami sesuatu yang sama buruknya dengan Narin.
“Dia ditemukan tenggelam di danau.”
Jungsoo merasakan seluruh persendiannya melemas mendengar kalimat itu lolos di indera pendengarannya.
Mwo…?” lirihnya.
“Maaf… Seharusnya aku bisa mencegah ini semua. Hyemi menghilang setelah menerima telepon dari Narin, dan.. aku rasa ia tahu tentang rencana yang kau susun, Hyung. Bukankah itu yang ingin Narin katakan pada Hyemi?”
Jungsoo kembali menggigit bibirnya sembari tatapannya mengarah pada foto yang diletakkan di atas pusara di depannya. Sosok seorang gadis dengan senyuman yang tidak akan pernah ia lihat lagi untuk ke depannya. Semuanya sudah hancur, bersamaan dengan hancurnya keluarga ini.. Keluarga kecilnya dan sahabat-sahabatnya, termasuk Narin… Semuanya hancur karena rencana bodohnya itu.
“Dan… Aku rasa Hyemi putus asa dengan semua ini. Maka dari itu, ketika aku menemukannya, ia sudah berada di rumah sakit dengan Jongwoon-hyung di sampingnya. Namja itu menemukan Hyemi tenggelam di danau.”
Jungsoo memejamkan kedua matanya saat kata-kata Sungmin dengan lancarnya meluncur masuk ke indera pendengarannya. Kenapa semua ini seperti boomerang baginya? Kenapa semuanya menjadi begitu menyakitkan pada akhirnya?
“Kondisinya sejak kemarin masih kritis…”
Tanpa membuka kedua matanya, ia sadar bahwa air mata itu sudah meluncur dengan bebasnya dari pelupuk matanya.
Arraseo, aku akan segera menyusul kalian ke Paris.”


“This is crazy when I change myself to be a devil and change again to be an angel.
But I remember, you never want a devil on me.
So, I’m Park Jung Soo promise will never change myself to be a devil anymore.
I trust you, Park Hyemi.
I trust your life choice.”


**

“Apa katanya?” tanya Jongwoon resah pada Sungmin yang baru saja mematikan sambungan teleponnya dengan Jungsoo.
“Jungsoo-hyung akan segera tiba di sini,” jawab Sungmin dengan tatapannya yang mengarah pada Hyemi yang belum juga membuka matanya.
Kini detak jantung Hyemi semakin melemah, padahal dokter mengatakan ia akan segera melewati masa kritisnya dan membuka matanya, menyambut kehadiran Jongwoon dan Sungmin yang telah menunggunya untuk bangun. Tapi hal itu bagaikan bisikan angin lalu, mengingat kondisi Hyemi masih belum membaik.
“Jadi, bagaimana?” tanya Sungmin, menatap Jongwoon dengan penuh harap.
“Kita tidak mungkin memberitahu orang tua Hyemi, kan? Masalahnya bisa semakin kacau,” ujar Jongwoon sambil mengacak rambutnya frustasi. “Kita harus bagaimana…?” gumamnya sambil menggigit bibir bawahnya, berpikir keras jalan keluar untuk masalah mereka.
Hyung… Kalau Hyemi tak juga bangun…”
“Jangan berbicara seperti itu, Sungmin-ah!” bentak Jongwoon saat Sungmin baru saja akan mengatakan kemungkinan terburuk yang pernah ia pikirkan.
Sungmin menatap wajah Hyemi yang tampak pucat dengan murung. Ia sudah putus asa dengan permainan yang berakhir kepada sebuah petaka ini.
“Aku menyerah, Hyung,” ujarnya dengan mengangkat kedua tangannya.
Jongwoon menatap Sungmin dengan tajam, mencoba mencari arti dari ucapannya.
“Apa maksudmu?” tanyanya dingin.
“Aku menyerah, aku mundur dari permainan ini. Aku tidak bisa bertahan lebih lama. Cukup sampai di sini penderitaan Hyemi,” ucap Sungmin sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Lalu kau akan meninggalkan pernikahan kalian yang hanya tinggal menghitung hari?” tanya Jongwoon tajam.
Sungmin menatap Jongwoon dengan tatapan yang tak kalah tajam. Lalu seringai itu muncul begitu saja di sudut bibirnya.
Hyung, bukankah sudah jelas bahwa Hyemi sendiri pun tidak menginginkan semua ini.”
Jongwoon menarik nafasnya dalam, mendengarkan kalimat demi kalimat yang keluar dari mulut Sungmin. Namja itu tahu ke arah mana Sungmin membawa percakapan mereka ini.
“Dia tidak pernah menginginkanku. Selama ini dia hanya menganggapku sebatas sahabatnya, hanya itu. Dia hanya menginginkanmu, Hyung,” ucap Sungmin dengan penekanan pada akhir kalimatnya. Ia sudah bosan membahas masalah ini agar Jongwoon mengerti jalan pikirannya tentang pilihan Hyemi. Tapi ia tidak habis pikir, Jongwoon tidak juga mengerti.
“Lalu? Kau ingin aku dan Hyemi kembali seperti dulu dan mendapatkan tentangan dari Jungsoo-hyung akan hubungan kami?” ujar Jongwoon tak kalah tajamnya. Kini mereka beradu argumentasi yang muncul di pikiran masing-masing.
Sungmin mendengus. “Jadi hanya sebatas itu perjuanganmu untuk mempertahankan cintamu?” ucapnya sinis.
Mwo…?”
“Sebatas itukah perjuanganmu untuk Hyemi?!”
Kini emosi Sungmin tak lagi terkontrol, ia merasa emosinya langsung naik ketika mendengar kalimat bodoh yang keluar dari mulut Jongwoon.
“Pantas saja Jungsoo menentang hubungan kalian, ternyata kau tak lebih dari seorang pria lemah yang hanya mengandalkan takdir untuk mempertahankan cintamu,” ucap Sungmin lagi.
Jongwoon merasa emosinya ikut memuncak. Kedua tangannya sudah mengepal sempurna di samping tubuhnya.
“Kau tidak membutuhkan takdir untuk saat ini, kau hanya membutuhkan perjuangan,” ucap Sungmin lagi. Kini ia menatap kedua mata sepupunya itu dalam, mencoba menyalurkan pengertian padanya bahwa Hyemi juga masih menginginkan dirinya. “Dan berterima kasihlah pada Hyemi karena ia telah berhasil mempertahankanmu. Kau tidak perlu lagi takut Jungsoo-hyung akan memisahkan kalian berdua. Karena kini yang terpenting baginya adalah kebahagiaan Hyemi, dan kebahagian Hyemi ada bersamamu.”
Sungmin melangkah ke pintu kamar itu, membukanya lalu hendak keluar. Namun sebelum ia menutup rapat pintu bercat putih itu, ia berbalik menatap Jongwoon yang masih terpaku akan ucapannya.
“Park Jung Soo bukan malaikat, Hyung. Tapi dia juga bukan iblis, karena itu ia masih memiliki hati untuk melihat pilihan yang adiknya pilih,” ucapnya pelan.
Jongwoon menundukkan tatapannya, merenungi setiap kalimat yang keluar dari mulut Sungmin. Setiap kalimat yang mendorongnya untuk kembali pada cintanya, Hyemi.
 “Aku mundur, Hyung. Sekarang ia kembali menjadi gadismu lagi, jadi kumohon.. jaga dan pertahankan dia,” ucap Sungmin lembut dengan senyuman yang terukir di bibirnya.
Bukan, itu bukan senyuman kekalahan atau keputusasaan. Tapi itu adalah senyum atas kebahagiaan yang Hyemi peroleh saat ini, senyum terakhir yang bisa ia berikan pada Hyemi sebelum ia memilih untuk benar-benar mundur dan pergi dari kehidupan gadis itu.
‘Cukup sampai di sini.’


“I’m not Santa Claus who will give you some gifts when Christmas come.
But before I leave your life,
Please let me to give you happiness and smile as your gift.
Maybe, it will be last gift from me,
From Lee Sungmin for Park Hyemi.”

**

Welcome to Paris, Ladies and Gentleman.

Jungsoo mengenakan kacamata hitamnya sembari bangkit dari bangku pesawat dan melangkahkan kakinya keluar dari pesawat yang telah mengantarnya dengan selamat dari Seoul menuju Paris.
“Antarkan aku langsung ke rumah sakit tempat dia dirawat,” ucap Jungsoo dingin pada pria berbadan tegap di sebelahnya.
“Tapi ini sudah malam, Tuan. Apa Anda tidak mau istirahat dulu?” tanya pria itu yang hanya mendapatkan sebuah gelengan dari Jungsoo.
“Aku ingin menemui adikku dulu.”
Pria itu mengangguk, lalu segera membukakan pintu mobil untuk Jungsoo.

“Aku tidak tahu apa aku bisa menatap kedua mata eomma dan appa saat mereka tahu yang terjadi sebenarnya,” bisiknya pada dirinya sendiri.

**

Nit…

Nit…

Nit…

Jongwoon masih terjaga dengan tatapannya yang tidak pernah beralih dari wajah Hyemi yang masih memucat. Suara alat pendeteksi detak jantung itu masih terus berbunyi dengan lemah, menandakan ritme detak jantung gadisnya yang masih belum ingin kembali ke dunia nyata.
Perlahan tangan Jongwoon mengangkat sebelah tangan Hyemi yang terbebas dari jarum infus, menggenggamnya dan mengecup punggung tangannya lembut. Ia senang akhirnya permainan ini berakhir dan ia bisa kembali pada Hyemi, tapi ia akan lebih senang lagi jika kedua mata indah favoritnya itu terbuka dan menatapnya lembut seperti biasanya.
I love you and I’ll always love you, so open your eyes, Hyemi…” bisiknya lembut tepat pada sebelah telinga Hyemi, kemudian mendaratkan kecupan hangat pada pipi gadis itu, membuatnya dapat merasakan betapa dinginnya wajah gadis itu sekarang.
“Kau masih ingat pertemuan pertama kita?” ucap Jongwoon menerawang, memulai monolognya ditengah usahanya menemani Hyemi dengan terjaga di tengah malam seperti ini.
“Waktu itu kau sangat ketus padaku. That’s okay, mengingat bagaimana sifatku pada saat itu,” ucapnya lagi sambil terkekeh, menertawakan tingkahnya kala itu. Saat ia mengejar-ngejar Hyemi hanya untuk menjadikannya sebagai mainan kecilnya.
“Aku juga masih ingat saat aku mencuri ciuman pertamamu… dan sampai sekarang pun aku masih bisa mencurinya, bukan? Tapi itu bukan lagi yang pertama bagimu,” kekehnya lagi, membuatnya terlihat seperti orang yang putus asa menunggu Hyemi terbangun dan memeluknya saat ia tahu bahwa permainan ini sudah berakhir.
Wake up, my Sleeping Beauty… Wake up and give us your smile because your brother’s life game is over,” bisiknya dengan keputusasaan yang tersirat jelas dari suara lemahnya. Ia tahu Hyemi mendengarnya di dalam tidur panjangnya, karena itu ia harus mengatakan semuanya. Mengatakan bahwa permainan ini sudah berakhir dan mereka bisa kembali seperti dulu lagi. Mengatakan bahwa Jungsoo telah mengakhiri permainan bodoh ini.
The game is over, Honey… Don’t afraid, I’m with you…”
Kata-kata Jongwoon begitu terngiang di telinga Hyemi. Benar, gadis itu bisa mendengarnya di tengah kelemahannya hanya untuk sekedar membuka mata, memberitahu pada namja itu bahwa ia masih hidup dan masih dapat menghembuskan nafas.
Don’t worry, I’ll waiting for you because… I love you…
Tes…
Sebulir air mata jatuh dari pelupuk gadis itu, menyadarkan Jongwoon bahwa Hyemi-nya kini dapat memberinya sebuah respon. Ia mampu menyentuh hati gadis itu.
“Hyemi? Kau mendengarku?” ucap Jongwoon sedikit lega sambil menghapus air mata yang menetes di pipi putih gadis itu dengan ibu jarinya. “Jangan menangis lagi, ada aku di sini,” ucapnya lembut.
Suara lembut itu membuat perasaan Hyemi campur aduk. Antara sedih, senang, rindu, semuanya bercampur menjadi satu. Membuat air mata itu menjadi semakin deras. Jongwoon terpaku menatap air mata itu. Perlahan ia kembali menghapus air mata yang membasahi pipi Hyemi, lalu mengecup kedua matanya dan kedua pipinya secara bergantian dengan lembut.
“Hey… Waeyo? Kau takut aku akan meninggalkanmu? Tidak, Hyemi. Tidak akan.”
Kini Jongwoon bisa mengembangkan senyumnya menatap wajah Hyemi yang masih memucat itu. Setidaknya kini gadis itu membuktikan bahwa ia masih bisa berharap gadisnya akan terbangun kembali. Setidaknya masih ada harapan yang bisa Jongwoon pegang saat ini.
“Kau mau mengingat masa-masa pertemuan pertama kita dulu bersamaku, Hyemi?” ucap Jongwoon sembari memulai ceritanya tentang pertemuan pertama mereka.


It’s just about time.
If I wait for you,
You will open your eyes and give me your smile like usual.
Right?

**

(Lee Sungmin POV)

Kedua kakiku kini melangkah maju menuju terminal keberangkatan menuju Seoul. Saat ini aku harus pulang ke Seoul, menemui orang tuaku, membicarakan apa yang sudah terjadi, dan memutuskan untuk meninggalkan kota kelahiranku itu. Ya, aku memilih untuk pergi dan menetap di negara lain yang jauh dan memungkinkanku untuk melupakan semua ini, lalu memulai kehidupan baru di sana. Mungkin…
Are you a Korean, Sir?”
Aku menoleh dan mendapati seorang gadis berwajah asia dengan bola mata biru sedang duduk di sampingku. Ia menatapku dengan senyuman di bibirnya, senyuman untuk seseorang yang pertama kali kau temui di tempat umum seperti ini.
Yes, I am,” jawabku sambil membalas senyumannya. “You too?”
Ia mengangguk dengan menundukkan kepalanya, menatap kuku-kukunya yang dihiasi nail art kebiruan.
I think you’re not a pure Korean, are you?” tanyaku mulai tertarik dengan topik pembicaraan ini.
Ia menatapku sambil menunjukkan senyum lebarnya.
Well, you know me,” ujarnya sambil terkekeh pelan. “My dad is a British citizen, and my mom––you know––is a pure Korean.
Aku mengangguk-angguk mendengar penuturannya. Aku rasa topik pembicaraan ini semakin menarik.
So where are you go now? London or Seoul?” tanyaku lagi.
London. My father was waiting for me there.”
So you live with your father?”
Sekali lagi ia mengangguk.
Yes… I don’t like live with my mom,” ucapnya sambil terkekeh hambar.
Sorry?
My mom and my father… they are divorce…” ucapnya sambil tersenyum padaku, meskipun aku tahu ia sangat sedih ketika mengatakannya. Aku bisa melihatnya di kedua bola matanya.
They divorced when I was fifteen,” ucapnya lagi lebih terdengar seperti menceritakan kisahnya pada teman baiknya. Dengan kenyataan bahwa dia sedang bercerita padaku yang merupakan orang yang baru ia temui di bandara.
I’m so sorry for…”
That’s okay. I think I need to share that,” ujarnya memotong ucapan penuh penyesalan dariku. “Thank you.
You’re welcome, Miss.

Hey, so where are you go?”
Seoul, and…”
“And?”
Aku masih berpikir saat ia menanyakan kelanjutan kalimatku. Baiklah, sekarang aku tahu ke mana tujuanku selanjutnya.
Maybe I’ll follow you.
Follow me?”
Yes, Miss. I’ll go to London…” ucapku yang semakin membuatnya membulatkan kedua matanya. “… with you.
Ia semakin membulatkan kedua matanya dan membuka sedikit mulutnya. Aku terkekeh pelan memandangi wajah terkejutnya yang tampak lucu.
By the way, I’m Lee Sungmin,” ucapku sambil mengulurkan tangan kananku padanya.
Ia masih memasang wajah terkejutnya dan hanya menatap tanganku yang terulur. Tapi beberapa detik setelahnya ia tersenyum dan mulai membalas uluran tanganku.
“Annabelle. Annabelle Stuart,” balasnya dengan senyuman termanis yang pernah kulihat.
Well, nice to meet you, Annabelle.
Nice to meet you too, Sungmin-ssi.”
Kini aku rasa Tuhan memang sangat adil. Ke depannya kuharap aku bisa meninggalkan kenangan lama dan memulai yang baru. I’m moving.

**

(Author POV)

“Kau tahu? Kakakmu akan tiba di sini sebentar lagi. Kau merindukannya, kan?”


Jungsoo menghentikan gerakannya di depan pintu kamar pasien bernomor 2130 itu. Ia menarik nafasnya dalam, namun ia hampir lupa cara menghembuskannya dengan benar. Nafasnya seperti tercekat mendengar suara lirih Jongwoon di dalam sana, yang sedang menemani tubuh lemah adiknya dengan sabar, dengan harapan bahwa gadis itu akan membuka matanya kembali. Jungsoo menatap tangannya yang sudah menyentuh gagang pintu dengan nafasnya yang sedikit memburu. Entahlah, ia rasa ini adalah waktu-waktu mendebarkan di mana ia akan menatap wajah adiknya yang tersiksa karena dirinya. Ya… Karena Jungsoo.
“Apa yang Anda tunggu, Tuan? Nona membutuhkanmu,” ucap pria berbadan tegap yang merupakan tangan kanannya itu.
Jungsoo mengangkat wajahnya, menatap pria itu dengan tatapan penuh tanda tanya.
“Apa dia masih membutuhkanku di saat aku telah menyakitinya, Hwang?” ucap Jungsoo membalik pertanyaan pria bernama Hwang itu.
Pria itu tampak menunduk, berpikir sebentar, lalu mengangkat wajahnya kembali, menatap Jungsoo dengan senyum ramah di bibirnya.
“Ini masih belum terlambat untuk memperbaiki semuanya, Tuan. Perbaiki semuanya dan kembalikan keluarga kecilmu,” ujar Hwang, membuat Jungsoo perlahan kembali menatap gagang pintu itu dan menganggukkan kepalanya pelan.
“Kau benar,” gumamnya pelan. “Ini saatnya aku mengembalikan semuanya. Good, Hwang.”

Jungsoo memantapkan hatinya dan membuka pintu itu secara perlahan. Kedatangannya langsung disambut dengan baik oleh Jongwoon yang sedang menggenggam sebelah tangan adiknya yang masih tertidur. Senyuman hangat itu menyambut wajah lelah khawatir di wajah Jungsoo, membuat perasaan Jungsoo sedikit terenyuh mengingat Jongwoon yang masih mau menerimanya setelah semua kekacauan ini.
“Hey, lihat? Jungsoo-hyung baru saja datang,” bisik Jongwoon pada Hyemi, sementara Jungsoo berjalan mendekati tempat tidurnya.
“Bagaimana keadaannya?” tanya Jungsoo tanpa mengalihkan perhatiannya dari wajah pucat Hyemi.
“Tidak memburuk dan belum juga membaik. Entahlah… Dia belum mau membuka matanya, padahal dokter bilang masa kritisnya seharusnya sudah lewat,” jawab Jongwoon lemah sambil terus menggenggam tangan Hyemi sambil sesekali mencium punggung tangannya.
“Seburuk itukah?” gumam Jungsoo sembari mengusap pipi pucat dan tirus itu dengan jemarinya. “Mianhae…” bisiknya pelan seraya menundukkan wajahnya, mengecup pelan pipi Hyemi.
“Kami memaafkanmu, Hyung..” ucap Jongwoon sambil tersenyum tipis.
Sekali lagi kedua mata Jungsoo memanas. Ia tak seharusnya mendapatkan kata maaf yang berharga itu. “Mian… Mianhae…” ucapnya lagi, berusaha menahan air mata yang sudah mendesak untuk segera keluar dari pelupuk matanya.
“Semuanya akan baik-baik saja, Hyung,” ucap Jongwoon sambil menepuk pundak Jungsoo, memberikan semangat yang ia punya pada Jungsoo.
Jungsoo mengangguk. “NeGomawo, Jongwoon-ah..” ucapnya pelan.
Jongwoon menggeleng. “Jangan berterima kasih padaku. Semua kekacauan ini juga terjadi karenaku, kan? Kau melakukannya hanya untuk melindungi adikmu,” ujar Jongwoon pelan tanpa mengalihkan tatapannya dari wajah Hyemi.
But I…” Jungsoo menghembuskan nafasnya yang sejak tadi ia tahan. Perlahan kedua matanya menjadi berair, menatap kedua orang yang saling mencintai di hadapannya. “I’m jerk. I’m not good for her…” ucapnya sambil menatap Hyemi.
Jongwoon mengalihkan tatapannya pada Jungsoo, lalu menggelengkan kepalanya, menyangkal ucapan Jungsoo.
“Itu tidak benar. Dia menyayangimu, Hyemi sangat menyayangimu lebih dari apapun. Kau malaikat baginya, kau yang menemaninya kapan pun di saat orang tua kalian tidak di sampingnya. Dia menyayangimu seperti kau menyayanginya,” ucap Jongwoon yang membuat hati Jungsoo kembali terenyuh.
Andaikan ada mesin yang bisa memutar waktu, ia pasti akan segera merogoh kantungnya dalam-dalam untuk mendapatkan mesin itu untuk kembali ke masa lalu dan memperbaiki kesalahannya. Kesalahan terbesarnya.
“Aku menyayangimu, Hyemi…” bisiknya lirih tepat di samping telinga Hyemi.
Jungsoo memejamkan kedua matanya sambil menyandarkan kepalanya pada pundak Hyemi, menikmati setiap detiknya kebersamaan mereka yang sudah lama tidak ia rasakan. Kemudian pria itu membuka matanya dengan terkejut, mendapati setetes air yang menetes ke wajahnya.
Ia menyentuh pipinya dan menatap air itu dengan tatapan tak percaya. Ia menatap Jongwoon dengan kedua matanya yang membelalak, lalu menatap Hyemi yang masih belum membuka matanya.
“Jongwoon-ah… Ini… Hyemi…” ucapnya tak beraturan, terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri.
Jongwoon mengangguk. “Ne, Hyung. Hyemi mendengarmu,” ucapnya sambil tersenyum tipis.
Jungsoo menggerakkan sebelah tangannya, menyentuh pipi Hyemi yang sedikit basah karena jejak air mata yang tadi jatuh dari pelupuk mata gadis itu. Hyemi menangis, ia mendengar ucapan Jungsoo. Ya, ia melakukan hal yang sama seperti yang telah ia lakukan pada Jongwoon. Menyadarkan kakaknya itu bahwa ia masih di sini, bersamanya.
“Kau mendengarku, Hyemi?” tanya Jungsoo pelan sambil merasakan sesuatu yang hangat menuruni pipinya. “Kau bisa merasakan kehadiranku?” ucapnya lagi sambil tersenyum. Senyuman bahagia menatap wajah pucat adiknya itu.
“Aku di sini, Hyemi… Bersamamu…” ucap Jungsoo lagi, membuat Jongwoon yang ada di dekatnya memalingkan wajahnya, menahan air mata yang mungkin sebentar lagi akan menuruni pipinya.
Namun beberapa detik kemudian Jongwoon kembali melirik Jungsoo yang kini tampak sedang menganggukkan kepalanya pelan, menatap Hyemi dengan tatapan bahagianya yang bercampur air mata.
“Aku tidak akan pernah menyakitimu lagi. Aku berjanji, Hyemi. Aku berjanji, karena itu bangunlah dan lihat ada kami di sini…” ucap Jungsoo penuh harap seraya menggenggam tangan Hyemi erat, menyalurkan kehangatan yang ia punya pada adiknya itu.
Terlihat air mata itu dengan derasnya kembali menuruni pipi Hyemi, bahkan lebih deras dari yang tadi. Kini bahkan Jongwoon dan Jungsoo saling bertatapan dengan kalutnya ketika bunyi datar itu berbunyi dengan ritme yang semakin lambat.

Nit…

Nit…

Nit…

“Jongwoon-ah… Apa yang terjadi…?” tanya Jungsoo takut-takut, takut akan kemungkinan yang bisa saja terjadi pada Hyemi.
Jongwoon menggeleng cepat. “Molla…” ucapnya pelan sambil mengalihkan tatapannya pada Hyemi yang semakin deras mengeluarkan air mata.
Jungsoo kembali memalingkan tatapannya pada Hyemi ketika didengarnya deru nafas adiknya itu yang semakin tidak beres. Ia melihat Hyemi yang kini sedang kesusahan menghembuskan nafasnya. Ia kesulitan untuk bernafas!
“Jongwoon, panggil dokter! Panggil dokter!!! Ppaliwa!!” teriak Jungsoo panik sembari mengibaskan tangannya ke arah Jongwoon, menyuruh namja itu memanggil dokter yang bisa menolong adiknya.
Dan sontak Jongwoon berlari keluar dari ruangan itu mencari siapa saja yang bisa mengembalikan Hyemi-nya menjadi seperti sedia kala.
“Hyemi…” ucap Jungsoo memanggil nama gadis itu sambil mengguncang pelan bahu sosok yang sedang berusaha untuk bernafas, untuk tetap menghirup oksigen di bumi ini.

Nit…


Nit……


Nit…..


“HYEMIIII!!!!” teriak Jungsoo frustasi sembari air matanya yang bertambah deras menuruni pipinya, menangisi kesalahannya, menangisi takdir yang ia terima… Ia sedang menangisi semuanya.

Inilah saat di mana Hyemi menentukan pilihannya. Pilihan untuk hidup atau…


Meninggalkan semuanya.

**

Your breath is my money, Girl.


**


(Park Hyemi POV)

Entah sudah berapa lama aku tidak menggerakkan seluruh tubuhku, karena kini tubuhku terasa begitu kaku dan berat walau hanya untuk membuka mataku. Dan suara itu langsung menyambutku begitu kedua bola mataku kembali menatap dunia.
Welcome back, Honey…”
Suaranya… Ah, aku merindukannya. Aku merindukan setiap inci sosoknya dan sentuhannya. Tuhan, apakah ini hanya sebuah mimpi?
“Kami tahu, kau pasti akan kembali.”
Kini senyumanku mengembang saat senyuman manis itu muncul di bibir namja yang berada di sampingnya. Senyum hangat yang sudah lama tidak kulihat. Apa bisa kusimpulkan bahwa setelah ini semuanya akan baik-baik saja?
Miss you so bad,” ucapku lemah yang langsung dibalas dengan pelukan erat oleh dua namja ini.


-To be continued-



Strange? I think so .___.
But I want to see your comment on my comment box ^^

-Kamsahamnida~~

1 komentar:

  1. suara nit nit itu bikin deg degan kirain hyemi beneran meninggal

    BalasHapus